1005
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
PENDAHULUAN
Pada hakikatnya manusia akan selalu memiliki kebutuhan yang berperan penting untuk
kehidupannya dan kesejahteraannya. Kebutuhan manusia merupakan keinginan manusia terhadap benda
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 12, Desember 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
BARRIER TO ENTRY TERHADAP JASA EKSPEDISI PADA AKTIVITAS
PERDAGANGAN ONLINE DI INDONESIA DITINJAU DARI ASPEK
HUKUM PERSAINGAN USAHA
Hanna Firdausa Pratonggopati , Aurelia Salsabilla Novalika , Anita Afriana
Universitas Padjajaran, Indonesia
Email: hanna20007@mail.unpad.ac.id, aurelia20003@mail.unpad.ac.id,
anita.afriana@unpad.ac.id
Abstrak
Kemajuan teknologi informasi telah mempengaruhi perilaku bisnis dan memunculkan praktik perdagangan
elektronik (perdagangan online) yang saat ini telah berkembang sangat pesat. Pemerintah Indonesia
mengakomodir regulasi terkait perdagangan elektronik lewat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dalam
praktiknya, konsep perdagangan elektronik nyatanya tidak akan lepas dari adanya hambatan dan tantangan.
Salah satunya adalah penguasaan pasar oleh pemegang posisi dominan sehingga menghambat pelaku usaha
lain untuk ikut bersaing (barrier to entry). Dalam aktivitas perdagangan elektronik, permasalahan ini juga
terjadi dalam sektor jasa ekspedisi sehingga diperlukan penyelidikan yang komprehensif dan pengaturan yang
menyeluruh, baik dari segi regulasi perdagangan elektronik maupun segi regulasi persaingan usaha untuk
melindungi pelaku usaha pesaing. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode yuridis normatif
dengan menggunakan pendekatan terhadap peraturan - peraturan terkait serta pendekatan studi kepustakaan.
Selain itu juga diperoleh bahan hukum yang didapatkan dari hasil wawancara dengan narasumber KPPU.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya penunjukan secara sepihak terhadap jasa ekspedisi perlu
diselidiki dari sudut pandang mitra, seller, maupun konsumen terkait dampak yang ditimbulkan serta perlu
adanya peran pemerintah dalam melindungi para pelaku usaha dari penyalahgunaan posisi dominan.
Kata kunci: Perdagangan Elektronik, Jasa Ekspedisi, Hambatan Masuk, Posisi Dominan
Abstract
Advances in information technology have affected business behaviour and brought about electronic
commerce practices that are growing rapidly. The Indonesian government accommodates regulation
relating to electronic commerce through Law of the Republic Indonesia No. 19 of 2016 on amendments to
the Law No. 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transaction. Practically, the concept of
electronic commerce will not be free from obstacles and challenges. One of them is market control by the
dominant position, thereby preventing other business actors from competing (barrier to entry). In the
electronic commerce activity, this problem also occurs in the expedition services sector, thus it requires a
comprehensive investigation regulation, both in terms of electronic trading regulation and competition
regulation to protect competing business actors. The research was conducted using a normative juridical
research method through consideration based on the related regulations and also conducted with a literature
study. Apart from that, egal material was also obtained from interviews with the informant from KPPU. The
research results show that there is an unilateral determination of expedition services that need to be
investigated from the perspective of partners, sellers and consumers regarding the impacts and the need for
the government's role in protecting business actors from abuse of dominant positions.
Keywords: Electronic Commerce, Expedition Services, Barrier to Entry, Dominant Position
1006
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
atau jasa yang cenderung bersifat memenuhi kebutuhan jasmani dan Rohani Samsul, (2019),
namun
demikian, pada dasarnya kebutuhan manusia tidak hanya sekedar suatu keinginan, tetapi juga merupakan
elemen kelangsungan hidup yang senantiasa dapat mempengaruhi pilihan dan perilaku manusia.
Terdapat beberapa kegiatan yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan manusia, salah satunya
adalah kegiatan jual beli. Berdasarkan ketentuan pada Pasal 1457 KUHPerdata, jual beli adalah suatu
perjanjian dimana salah satu pihak mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
lainnya untuk membayar harga yang telah dijanjikan (Subekti & Tjitrosudibio, 2001). Umumnya kegiatan
jual beli dilakukan secara konvensional, yaitu dengan bertatap muka secara langsung untuk melakukan
transaksi, namun, seiring dengan berkembangnya zaman, kemajuan teknologi pun memungkinakan adanya
kegiatan jual beli melalui media elektronik atau biasa disebut dengan perdagangan online.
Kegiatan perdagangan secara online melalui internet yang lazimnya dilakukan di marketplace
dikenal juga dengan istilah Electronic Commerce (selanjutnya disebut E-Commerce). Konsep ini membuat
kegiatan jual beli tersebut menjadi lebih efektif dan efisien karena dapat dilakukan kapan saja dan dimana
saja (Nugroho & Yuniarlin, 2021). Kegiatan jual beli online juga dinilai lebih menguntungkan bagi
konsumen karena konsumen tidak perlu menyediakan waktu untuk keluar rumah sekedar membeli barang
yang ia butuhkan. Walaupun memiliki mekanisme dan prosedur yang berbeda, tentunya kegiatan jual beli
online ini tetaplah tergolong pada kegiatan ekonomi.
Kegiatan ekonomi guna memenuhi kebutuhan manusia terdiri atas kegiatan produksi, distribusi, dan
konsumsi. Kegiatan produksi merupakan kegiatan yang menghasilkan atau menambah nilai guna barang
atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia sehingga menghasilkan keuntungan dan meningkatkan mutu
(Jaspiandi et al., 2017). Selanjutnya, kegiatan distribusi adalah perpindahan barang dan/atau jasa dari
produsen ke pemakai industri atau konsumen (Kismono, 2012). Sedangkan kegiatan konsumsi adalah
penggunaan barang dan/atau jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia (Rosyidi,
2019). Kegiatan-kegiatan tersebut sudah secara otomatis saling berkaitan satu sama lain. Barang atau jasa
yang disediakan oleh produsen tidak mungkin sampai ke tangan konsumen tanpa adanya kegiatan
distribusi. Selain kegiatan tersebut, dalam kegiatan perdagangan online di marketplace dikenal pula adanya
istilah delivery yang merupakan kegiatan pengiriman barang dari lokasi sumber ke lokasi tujuan yang
melibatkan transportasi dan distribusi.
Kegiatan delivery/pengiriman barang yang dijual secara online melalui marketplace tentunya
memerlukan bantuan jasa ekspedisi. Dengan menggunakan jasa ekspedisi, kegiatan distribusi atau
pengiriman barang bisa dilakukan secara praktis dimana pihak jasa ekspedisi juga menjamin pengiriman
barang dilakukan dengan cepat dan aman. Pihak Marketplace biasanya menyediakan opsi jasa ekspedisi
yang dapat dipilih dengan menyesuaikan tarif dan kenyamanan konsumen. Namun, faktanya tidak jarang
marketplace sebagai pemegang posisi dominan menerapkan barrier to entry dalam kegiatannya.
Barrier to entry diartikan sebagai hambatan dimana pelaku usaha yang memiliki posisi dominan
akan membatasi bahkan mendistorsi pasar sehingga menyulitkan pesaingnya. Perusahaan tidak memiliki
pesaing karena adanya hambatan (Barrier to entry) Lubis, (2009) bagi perusahaan lain untuk memasuki
industri yang bersangkutan (Lubis et al., 2017). Barrier to entry yang diterapkan oleh pelaku dengan posisi
dominan dapat menyebabkan menurunnya keinginan (likelihood), lingkup (scope), maupun kecepatan
(speed) dari pendatang baru (Widiyanto, 2006). Tentunya tindakan tersebut dapat merugikan pelaku usaha
lainnya karena dapat memicu penguasaan secara dominan dalam pasar.
Dalam melakukan berbagai kegiatan ekonomi harus dilakukan berdasarkan prinsip persaingan usaha
yang sehat. Terjadinya persaingan usaha yang dilarang, baik dalam bentuk perjanjian, kegiatan, maupun
keadaan pelaku usaha yang dominan yang dapat merugikan pelaku usaha lain dan lebih lanjut merugikan
konsumen, misalnya dalam bentuk pilihan barang atau jasa yang terbatas sehingga konsekuensi lebih
lanjutnya adalah harga yang cenderung lebih mahal dibandingkan permintaan pasar.
Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, monopoli merupakan penguasaan atas produksi
maupun pemasaran barang dan/atau jasa atau penggunaan jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau suatu
kelompok usaha. Praktik monopoli tentunya dapat menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat dan
dapat pula merugikan kepentingan umum.
Objek dalam penelitian ini akan melihat potensi terjadinya perilaku persaingan usaha tidak sehat
dalam e-commerce, sebagai salah satu contohnya terjadi pada kasus jasa ekspedisi di marketplace S (inisial
1007
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
salah satu marketplace). Menyediakan jasa ekspedisi tersendiri yaitu S Express dimana pelanggan tidak
mengetahui perbandingan tarif dengan jasa ekspedisi lainnya. Terkait jasa ekspedisi tersebut S mengatur
sistemnya sehingga membuat pelanggan tidak bisa memilih jasa ekspedisi lain karena seringkali dengan
acak sistem marketplace tersebut menentukan secara otomatis jasa kirim apa yang akan menjadi agen
delivery barang yang dipesan pelanggan, yaitu S Express. Sering kali pembeli tidak sadar akan hal tersebut
dan baru menyadarinya setelah proses pembayaran atau bahkan pada proses checkout barang. Hal tersebut
juga kerap kali merugikan penjual karena biasanya penjual sudah memiliki agen jasa ekspedisinya
tersendiri.
Kondisi tersebut menimbulkan dugaan masyarakat soal adanya praktik barrier to entry yang
dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan. Padahal dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, pelaku usaha dilarang
menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan menetapkan syarat-
syarat yang dapat mencegah atau menghalangi konsumen memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing
baik dari segi harga maupun kualitas.
Ditinjau dari konsep negara kesejahteraan, suatu negara sangat penting dibangun dan berkembang
berdasarkan kebijakan yang mengedepankan kesejahteraan rakyat, sebagaimana Indonesia berdasarkan
UUD 1945 didasarkan pada kesejahteraan berlandaskan demokrasi ekonomi. Mengingat perkembangan e-
commerce yang sedemikian marak berkembang, potensi persaingan usaha tidak sehat menjadi sangat
rawan terjadi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bagaimana sistem maupun dampak
penetapan atau penunjukan secara sepihak jasa ekspedisi dalam aktivitas perdagangan online yang
berakibat terjadinya barrier to entry jika dilihat dari perspektif hukum persaingan usaha”.
METODE PENELITIA
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada
kepustakaan dan mengkaji studi dokumen dengan menggunakan berbagai data sekunder. Metode ini
dikonsepkan dengan apa yang tertulis di dalam peraturan perundang-undangan atau hukum sebagai norma
dan kaidah (Jonaedi Efendi et al., 2018). Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan peraturan
perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-undangan atau regulasi
terkait dengan isu hukum yang ditangani Marzuki, (2017), yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Bahan hukum yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dan wawancara dengan narasumber dari
Kantor Wilayah III KPPU, serta bahan hukum sekunder yang didapatkan dari buku, doktrin, artikel ilmiah,
dan literatur lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah teknik studi
kepustakaan sebagai serangkaian kegiatan pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, serta mengolah
bahan penelitian. Studi kepustakaan juga dapat mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian
sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah yang akan
diteliti (Sugiyono, 2020). Metode analisis data yang digunakan berupa metode kualitatif dimana lebih
mengutamakan pengamatan fenomena dan menghasilkan data yang bersifat deskriptif analisis.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penunjukan secara sepihak jasa ekspedisi dalam aktivitas perdagangan online yang berakibat
terjadinya barrier to entry
Perkembangan teknologi informasi yang pesat saat ini telah banyak dimanfaatkan untuk mendorong
aktivitas ekonomi, seperti contohnya adalah penggunaan internet yang kian meningkat dan pada faktanya
sangat mempengaruhi perilaku bisnis. Fenomena tersebut dapat dilihat dari bertumbuhnya angka
perdagangan elektronik (electronic commerce) di dunia. Pertumbuhan perdagangan elektronik tersebut
juga terjadi di Indonesia, bahkan pada tahun 2019 nilai pertumbuhannya mencapai angka 78% tertinggi di
dunia (Septriana Tangkary, 2019). Perdagangan elektronik menurut Laudon & Laudon (2009) adalah
proses membeli dan menjual produk secara elektronik oleh konsumen, dari perusahaan ke perusahaan,
menggunakan komputer sebagai perantara transaksi bisnis (Mahir, 2015). Pemerintah Indonesia
1008
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
mengakomodir kegiatan perdagangan elektronik tersebut dengan mengundangkan Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Pengaturan tersebut menjadi suatu keharusan mengingat aktivitas perdagangan
elektronik melalui online platform memiliki beban yang lebih berat karena hampir semua aspek yang
berlaku di pasar offline juga akan berlaku di pasar online
(Bob et al., 2021). Perdagangan elektronik atau
electronic commerce membawa perubahan struktural yang cukup besar dan mempengaruhi organisasi
perusahaan, perilaku konsumen, perekonomian, dan seluruh aspek kehidupan manusia dalam skala global
(Purnastuti, 2004). Hal ini menunjukan bahwa perdagangan elektronik pun tidak akan lepas dari aspek
hukum persaingan usaha.
Dalam ranah persaingan usaha dikenal adanya persaingan dan mekanisme dalam pasar yang dapat
menciptakan beberapa bentuk pasar. Perdagangan elektronik memang pada dasarnya mampu menciptakan
pasar persaingan sempurna, dimana terdapat banyak penjual dan pembeli dengan produk yang sama
sehingga menciptakan pasar yang kompetitif (Hotana, 2018). Pasar persaingan sempurna (perfect
competition market) merupakan struktur pasar yang paling ideal karena akan mewujudkan kegiatan
produksi barang dan/atau jasa yang berefisiensi tinggi (Rokan & SHI, 2013). Dalam pasar persaingan
sempurna harus tercipta pasar yang bebas hambatan (barrier to entry) bagi setiap penjual atau pelaku
usaha untuk masuk dan keluar dari pasar (free entry or exit) serta pasar yang bebas informasi, dimana baik
pelaku usaha maupun pembeli dapat semudah-mudahnya mengakses informasi (Rokan & SHI, 2013).
Namun demikian, pada praktik perdagangan online tidak jarang pelaku usaha dengan posisi yang dominan
justru melahirkan pasar monopoli dimana terjadi barrier to entry terhadap pelaku usaha lain untuk masuk
ke dalam pasar. Permasalahan tersebut ternyata tidak hanya terjadi dalam hal produksi barang saja, tetapi
juga terjadi pada sektor jasa ekspedisi dalam perdagangan online yang dilakukan di electronik commerce
(e-commerce).
Barrier to entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan akan berpotensi
menyebabkan terjadinya perilaku persaingan usaha tidak sehat dalam aktivitas perdagangan di e-
commerce. Shepherd (1991) mengartikan barrier to entry sebagai rintangan yang mempersulit pendatang
baru untuk memasuki pasar yang telah ada (Widiyanto, 2006). Pada dasarnya posisi dominan dapat diraih
oleh pelaku usaha melalui inovasi dan efisiensi yang berdampak positif bagi konsumen. Namun
kemampuan untuk menguasai atau mempertahankan posisi pada pasar bersangkutan juga dapat diraih
melalui persaingan usaha yang tidak sehat yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen, kompetitor,
bahkan kesejahteraan umum (Pertiwi & Burhan, 2023).
Praktik di lapangan menunjukan adanya indikasi e-commerce yang menerapkan penunjukan secara
sepihak terhadap jasa ekspedisi dalam aktivitas perdagangan online yang dijalankannya, salah satunya
adalah marketplace S. Marketplace S menyediakan jasa ekspedisi tersendiri yaitu S Express dimana
pelanggan tidak mengetahui perbandingan tarif dengan jasa ekspedisi lainnya. Disisi lain, S mengatur
sistemnya sehingga membuat pelanggan seringkali tidak bisa memilih jasa ekspedisi lain karena sistem
marketplace tersebut menentukan secara otomatis jasa kirim apa yang akan menjadi agen delivery barang
yang dipesan pelanggan, yaitu S Express. Kebanyakan pembeli tidak sadar akan hal tersebut dan baru
menyadarinya setelah proses pembayaran atau proses check out. Penetapan atau penunjukan secara
sepihak tersebut juga kerap kali merugikan penjual karena biasanya penjual sudah memiliki agen jasa
ekspedisinya tersendiri.
Electronic commerce lazimnya merupakan platform berbentuk layanan multibusiness atau
multiproduk. Layanan multibusiness atau multiproduk tergabung dalam satu lini usaha atas dasar faktor
kepemilikan. Ketika platform melakukan ekspansi usaha maka platform tersebut tidak akan memisahkan
antara platform dengan jasa yang satu dengan platform dengan jasa yang lain, melainkan lini usaha yang
menjadi pendukungnya akan senantiasa dikembangkan. Hal tersebut juga terjadi pada platform e-
commerce S dimana ia tidak memisahkan antara platform S dengan S Express ketika melakukan ekspansi
usahanya. Pada praktiknya, dalam platform e-commerce memang jasa yang paling mudah untuk
dikembangkan adalah jasa ekspedisi karena platform tersebut sudah melihat atau mencontoh perilaku
mitra kerjasamanya yang sebelumnya telah melakukan kerjasama dengan platform tersebut. Biasanya
1009
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
platform dengan posisi yang dominan akan mengadaptasi konsep mulai dari jangka waktu, cara kerja,
hingga proses bisnis. Pada dasarnya praktik tersebut bukanlah suatu hal yang dilarang, tetapi ketika praktik
tersebut disalahgunakan sehingga memunculkan kerugian, baik bagi mitra, seller, maupun konsumen
maka hal tersebutlah yang menjadi ilegal. Tentunya permasalahan ini akan berkaitan erat dengan masalah
integrasi vertikal dalam dunia usaha.
Integrasi vertikal merupakan salah satu bentuk penguasaan pasar yang dilakukan dengan cara
menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi dan menguasai jalur usaha dari hulu
sampai ke hilir dengan tujuan menutup peluang pelaku usaha lain untuk memasuki bidang usaha tersebut
(Rizka, 2022). Jika merujuk pada Pedoman Larangan Integrasi Vertikal dari Komisi Pengawas Persaingan
Usaha, integrasi vertikal adalah suatu perjanjian yang terjadi antara beberapa pelaku usaha yang berada
pada tahapan produksi/operasi dan/atau distribusi yang berbeda namun saling terkait (Wirandini, 2021).
Adapun pengaturan mengenai integrasi vertikal berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat tercantum dalam Pasal 14 yang
pada intinya menyatakan pelaku usaha dilarang untuk membuat suatu perjanjian dengan pelaku usaha lain
dengan tujuan untuk menguasai produk yang merupakan rangkaian produksi barang dan/atau jasa tertentu
dimana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat
dan/atau merugikan masyarakat. Lebih lanjut dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan bahwa meskipun
praktik integrasi vertikal ini dapat menghasilkan barang atau jasa yang lebih murah, tetapi praktik ini dapat
menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat
sehingga praktik ini dilarang jika terbukti menyebabkan persaingan usaha tidak sehat atau merugikan
Masyarakat (Rombot, 2020).
Tujuan dari integrasi vertikal pada umumnya adalah untuk mencapai harga yang bersaing dari
produk atau jasa yang dipasarkan sehingga menghasilkan aktivitas usaha yang efisien. Namun adapun
tujuan lainnya yang biasa dijadikan landasan untuk memberlakukan integrasi vertikal adalah untuk
mengurangi double marginalization, atau secara sederhana dengan meniadakan biaya yang tidak perlu
yang sebenarnya dapat dihindari (Prasetyowati et al., 2017). Disamping itu, tentunya praktik integrasi
vertikal juga memiliki kekurangan seperti reducing rival cost, hilang pilihan, atau bahkan cost yang naik.
Pada e-commerce yang melakukan penunjukan secara sepihak kekurangan tersebut seringkali tidak dapat
dihindari. Adapun terkait indikasi praktik barrier to entry yang dilakukan oleh platform tersebut secara
umum dapat merugikan mitra kerjasamanya yang dalam kasus ini adalah jasa ekspedisi. Praktik barrier
to entry biasanya dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan untuk menghambat masuk
kompetitornya dalam melakukan kegiatan usaha yang sama. Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat menyatakan bahwa pelaku
usaha dilarang menggunakan posisi dominan baik secara langsung maupun tidak langsung untuk:
a. Menetapkan syarat-syarat perdagangan dengan tujuan untuk mencegah atau menghalangi konsumen
memperoleh barang dan/atau jasa yang bersaing, baik dari segi harga maupun kualitas; atau
b. Membatasi pasar dan pengembangan teknologi; atau
c. Menghambat pelaku usaha lain yang berpotensi menjadi pesaing untuk memasuki pasar bersangkutan.
Jika praktik barrier to entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan ini terus dilakukan
maka akan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang tentunya dapat merugikan masyarakat
dan meniadakan persaingan.
Penunjukan jasa ekspedisi dalam platform e-commerce perlu juga diamati dari segi algoritma.
Dalam otoritas persaingan, jika arah dari algoritma tersebut menjadikan jasa ekspedisi yang ditunjuk
tersebut sebagai pilihan pertama maka hal tersebut bukanlah suatu masalah, yang menjadi permasalahan
adalah saat jasa ekspedisi tersebut menjadi satu satunya kemudian konsumen tidak memiliki hak untuk
memilih jasa ekspedisi yang akan digunakannya. Indikasi persaingan usaha yang tidak sehat juga dapat
dicermati dengan melakukan penyelidikan terhadap toko yang tidak terkolerasi dengan platform apakah
dalam menjalankan kegiatan usahanya terdapat paksaan dari platform dengan pemegang posisi dominan
atau tidak. Ketika seller dan konsumen merasa lebih diuntungkan saat menggunakan jasa ekspedisi yang
1010
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
telah ditunjuk tersebut dan tidak ada keberatan maka hal tersebut juga bukanlah menjadi suatu masalah.
Pasar bersangkutan bisa memiliki beragam bentuk maka perlu dua sudut pandang yang harus KPPU
lihat dalam menangani masalah ini. KPPU harus mencari tau sudut pandang seller maupun konsumen.
Dari sudut pandang seller perlu dicari tau apakah penunjukan secara sepihak ini memunculkan perilaku
dari platform yang menyebabkan biaya naik atau membuat keuntung berkurang. Kemudian dari sudut
pandang konsumen perlu dicari tau apakah ada penambahan biaya yang merugikan atau tidak. Adapun
terkait dampak yang ditimbulkan dari pelayanan jasa ekspedisi yang kurang baik merupakan hal lain yang
berbeda. Selain itu, terkait praktik barrier to entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi
dominan, KPPU perlu melakukan pendekatan rule of reason untuk menilai apakah terjadi pelanggaran
terhadap undang-undang persaingan usaha atau tidak dengan melihat dampak atau kerugian yang
ditimbulkan. Jika memang terjadi pelanggaran maka perlu dilakukan penyelidikan yang lebih lanjut.
Dampak Penunjukan Secara Sepihak Pada Kegiatan Jasa Ekspedisi Bagi Pelaku Usaha Pesaing
Pada prinsipnya pengaturan mengenai persaingan usaha bukan hanya ditujukan untuk menghindari
kekuatan pasar saja, tetapi juga untuk menghindari penyalahgunaan posisi dominan (Prasetyowati et al.,
2017). Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, yang dimaksud pelaku usaha dengan posisi
dominan adalah keadaan dimana pelaku usaha tidak memiliki pesaing yang berarti atau pelaku usaha
tersebut memiliki posisi tertinggi di pasar bersangkutan. Salah satu karakteristik pelaku usaha dengan
posisi dominan adalah berperilaku independen dari para pesaingnya dimana dengan perilaku tersebut
perusahaan dapat meniru perilaku monopoli yang berpotensi mengancam berkurangnya kesejahteraan
(Fahamsyah, 2021). Dalam sudut pandang normatif, menjadi pelaku usaha dengan posisi dominan
bukanlah hal yang ilegal, karena pada prinsipnya bisa saja posisi dominan tersebut didapatkan melalui
persaingan yang sah. Hal yang dilarang dalam konteks hukum persaingan usaha adalah penyalahgunaan
posisi dominan tersebut sehingga menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat. Pelaku usaha dengan
posisi dominan yang memiliki kekuatan pasar tersebut dalam prakteknya bisa mengendalikan pasar,
seperti menetapkan harga, mengurangi tingkat kualitas produk, mengurangi inovasi, bahkan menghambat
masuk pesaingnya.
Hambatan masuk atau barrier to entry nampaknya sering dilakukan oleh para pelaku usaha dengan
posisi dominan salah satunya pada praktik perdagangan elektronik. Penunjukan secara sepihak terhadap
jasa ekspedisi dalam aktivitas perdagangan elektronik menunjukkan adanya indikasi praktik barrier to
entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan sehingga dapat menyebabkan persaingan
usaha yang tidak sehat. Dalam doktrin ilmu hukum persaingan usaha, penyalahgunaan posisi dominan
dapat berupa penyalahgunaan yang bersifat eksplosif (exploitative abusive) dengan cara menetapkan harga
yang tidak wajar (unfair) atau berlebihan (excessive pricing) yang secara jelas dibebankan konsumen dan
juga penyalahgunaan posisi dominan yang bersifat penyingkiran (exclusionary abusive) dengan cara
menyingkirkan existing competitor maupun new entrance (Fahamsyah, 2021).
Exclusionary abusive sebagai bentuk penyalahgunaan posisi dominan dapat menyingkirkan pesaing
termasuk juga dalam sektor jasa ekspedisi pada perdagangan elektronik. Hal tersebut bisa berdampak
buruk bagi para pelaku usaha pesaing karena seolah tidak ada ruang bagi mereka untuk ikut bersaing atau
masuk ke pasar yang bersangkutan. Selain itu, penyalahgunaan posisi dominan juga dapat menyebabkan
iklim ekonomi yang tidak baik. Dampak lainnya yang bisa ditimbulkan dari penyalahgunaan posisi
dominan, diantaranya (Fahamsyah, 2021) :
1. Konsumen (Excessive Pricing, Berkurangnya Pilihan), konsumen akan kekurangan pilihan dalam
menentukan jasa mana yang akan ia pakai karena pada praktiknya hanya ada pelaku usaha dengan
posisi dominan saja yang tersedia;
2. Pesaing (keluar dari pasar/industri), pesaing bisa saja tidak dapat lagi bersaing di pasar bersangkutan
akibat penjualannya/penggunaan jasanya yang menurun drastis;
3. Pesaing potensial (entry barrier), pesaing potensial dapat mengalami halangan masuk terhadap industri
bersangkutan.
1011
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
Pada dasarnya praktik barrier to entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan
tersebut dapat menghilangkan persaingan dan juga hilangnya efisiensi ekonomi, baik bagi produsen
maupun konsumen. Efisien berarti dengan harga input tertentu bisa menghasilkan output yang setinggi-
tingginya atau dengan input seminim mungkin akan menghasilkan output yang sudah distandar. Adapun
dampak lainnya yang dapat terjadi diantaranya:
1. Inefisiensi alokasi sumber daya yang mengacu pada situasi dimana distribusi sumber daya alternatif
tidak sesuai dengan selera konsumen;
2. Inefisiensi produksi dimana terjadi pemborosan karena realisasi biaya yang dikeluarkan lebih besar
daripada yang dianggarkan;
3. Kondisi perekonomian negara menjadi tidak kondusif dan tidak kompetitif;
4. Menghambat inovasi dan penemuan teknologi baru; dan
Menghambat masuknya investasi. Di sektor yang sering pelanggaran persaingan usaha akan sulit
dilakukan investasi padahal modal dari pelaku usaha memiliki efek domino yang banyak. UMKM dan
roda perekonomian akan menjadi hidup
KESIMPULAN
Penunjukan jasa ekspedisi secara sepihak dalam praktik perdagangan elektronik biasanya
menggunakan konsep Integrasi vertikal yang merupakan salah satu bentuk penguasaan pasar dengan tujuan
menutup peluang pelaku usaha lain untuk memasuki pasar bersangkutan. Pada dasarnya praktik ini dapat
menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat.
Namun perlu diselidiki lebih lanjut, baik dari sudut pandang seller maupun konsumen. Selain itu, terkait
praktik barrier to entry yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan posisi dominan, KPPU perlu melakukan
pendekatan rule of reason untuk membuktikan adanya pelanggaran persaingan usaha. Hambatan masuk
atau barrier to entry yang dilakukan oleh para pelaku usaha dengan posisi dominan salah satunya pada
praktik perdagangan elektronik berupa penunjukan jasa ekspedisi secara sepihak membawa dampak yang
berpengaruh pada pelaku usaha pesaing dan iklim persaingan usaha. Bentuk penyalahgunaan posisi
dominan yang bersifat penyingkiran (exclusionary abusive) dengan cara menyingkirkan existing
competitor maupun new entrance dapat menyebabkan berkurangnya pilihan, mengurangi persaingan, dan
halangan bagi pesaing potensial untuk memasuki pasar bersangkutan.
BIBLIOGRAPHY
Bob, F., Muhamad, D. J., & Marwondo, M. (2021). Buku Referensi Manajemen Ritel Di Era Pemasaran
Online. Unibi Press.
Fahamsyah, E. (2021). Dua Dekade Penegakan Hukum Persaingan: Perdebatan Dan Isu Yang Belum
Terselesaikan. Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha), Hal, 535.
Hotana, M. S. (2018). Industri E-Commerce Dalam Menciptakan Pasar Yang Kompetitif Berdasarkan
Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Hukum Bisnis Bonum Commune, 1(1), 2838.
Jaspiandi, J., Aminuyati, A., & Parijo, P. (2017). Upaya Masyarakat Mencari Tambahan Pendapatan Guna
Memenuhi Kebutuhan Hidup. Jurnal Pendidikan Dan Pembelajaran Khatulistiwa (Jppk), 6(11).
Jonaedi Efendi, S. H. I., Johnny Ibrahim, S. H., & Se, M. M. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif
Dan Empiris. Prenada Media.
Kismono, G. (2012). Bisnis Pengantar.
Lubis, A. F. (2009). Hukum Persaingan Usaha Antara Teks Dan Konteks.
Lubis, A. F., Anggraini, A. M. T., Kurnia, K., Toha, B., Hawin, M., Sirait, N. N., Prananingtyas, P., Maarif,
S., & Silalahi, U. (2017). Hukum Persaingan Usaha: Buku Teks.
Mahir, P. (2015). Klasifikasi Jenis-Jenis E-Commerce Di Indonesia. Neo-Bis, 9, 36.
Marzuki, M. (2017). Penelitian Hukum: Edisi Revisi. Prenada Media.
Nugroho, R. A., & Yuniarlin, P. (2021). Pelaksanaan Jual Beli Secara Online Berdasarkan Perspektif
Hukum Perdata. Media Of Law And Sharia, 2(2), 190206.
Pertiwi, N., & Burhan, A. A. (2023). Efektifitas Penerapan Program Kepatuhan Persaingan Usaha Dalam
Pencegahan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Jurnal Studia Legalia, 4(01), 7287.
Prasetyowati, H., Prananingtyas, P., & Saptono, H. (2017). Analisa Yuridis Larangan Perjanjian Integrasi
1012
Muhammad Albirr Inzal Yazidillah, Bakti Samuel Barus
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Penerapan Metode Weighted Product Dalam Sistem Pendukung
Keputusan Pembelian Leptop Pada Toko Sherfis Tech
Vertikal Sebagai Upaya Pencegahan Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Diponegoro Law Journal, 6(2), 112.
Purnastuti, L. (2004). Perdagangan Elektronik: Suatu Bentuk Pasar Baru Yang Menjanjikan? Jurnal
Ekonomi Dan Pendidikan, 1(1).
Rizka, R. (2022). Tinjauan Yuridis Integrasi Vertikal Dalam Perspektif Hukum Persaingan Usaha (Studi
Putusan Kppu: 13/Kppu-I/2019). Universitas Hasanuddin.
Rokan, M. K., & Shi, M. H. I. (2013). Bisnis Ala Nabi: Teladan Rasulullah Saw. Dalam Berbisnis. Bentang
Pustaka.
Rombot, R. J. T. (2020). Peranan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Kppu) Dalam Menyelesaikan
Sengketa Usaha Perdagangan Menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan
Praktek Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lex Privatum, 8(4).
Rosyidi, S. (2019). Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro.
Samsul, S. (2019). Analisis Pemanfaatan Harta Dalam Konsumsi Masyarakat Ekonomi Konvensional Dan
Ekonomi Islam. Al-Azhar Journal Of Islamic Economics, 1(2), 110130.
Septriana Tangkary. (2019). Kemkominfo: Pertumbuhan E-Commerce Indonesia Capai 78 Persen.
Kominfo. Https://Www.Kominfo.Go.Id/Content/Detail/16770/Kemkominfo-Pertumbuhan-E-
Commerce-Indonesiacapai-78-Persen/0/Sorotan_Media
Subekti, R., & Tjitrosudibio, R. (2001). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pt. Pradnya
Paramita.
Sugiyono, P. D. (2020). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan Kombinasi (Mix Methods)(Di
Sutopo (Ed.). Alfabeta, Cv.
Widiyanto, I. (2006). Entry Barrier Antara Persaingan Potensial Dan Aktual. Jurnal Bisnis Strategi, 15(2),
1120.
Wirandini, A. A. (2021). Tinjauan Hukum Terhadap Kegiatan Monopoli Usaha Akibat Indikasi Perjanjian
Integrasi Vertikal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek
Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Studi Putusan Kppu Nomor 13/Kppu-I/2019).
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License