How to cite:
Sampererung, Alfianus. (2021). Pengimplementasian Pembantuan dalam Pasal 15 Undang-Undang Tipikor
pada Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT. Jurnal Sosial dan Teknologi. 1(6): 487-498
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 6, June 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
PENGIMPLEMENTASIAN PEMBANTUAN
DALAM PASAL 15
UNDANG-UNDANG TIPIKOR
PADA SUBDIT 3 TIPIDKOR DITRESKRIMSUS
POLDA NTT
Alfianus Sampererung
Universitas Nusa Cendana Kupang
sampererunga@yahoo.co.id
Diterima:
16 Mei 2021
Direvisi:
30 Mei 2021
Disetujui:
14 Juni 2021
Abstrak
Korupsi merupakan extra ordinary crime, sehingga penanganannya juga
dilakukan dengan cara luar biasa. Korupsi senantiasa melibatkan lebih
dari satu orang, salah satunya yaitu pelaku pembantuan (medeplichtig)
yang sanksi pidananya diatur secara khusus sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 15 undang-undang pemberatasan tindak pidana korupsi.
Kenyataannya, Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT hanya
melakukan penyidikan kepada plegen dan medeplegen saja. Metode
penelitian yang digunakan yaitu yuridis empiris. Hasil dari penelitian ini
menunjukan bahwa Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT belum
memenuhi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Polda Tipe A, sejak
tahun 2016 sampai 2020 Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT
menangani 8 perkara korupsi, serta terdapat pertimbangan dalam
penetapan tersangka oleh Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT.
Berdasarkan temuan penelitian, peneliti menyimpulkan bahwa kendala
penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT dalam penyidikan
pembantuan tindak pidana korupsi yakni pada segi substansi hukum,
struktur hukum dan budaya hukum; pengimplementasian pembantuan
dalam Pasal 15 undang-undang pemberatasan tindak pidana korupsi
terhadap pelaku pembantuan tindak pidana korupsi oleh penyidik Subdit
3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT belum pernah ada sejak tahun
2016 sampai dengan tahun 2020. Oleh karena itu, penyidik Subdit 3
Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT perlu meningkatkan pengetahuan
terkait teori deelneming khususnya medeplichtig melalui pelatihan
dengan ahli pidana sebagai narasumber, diharapkan penyidik Subdit 3
Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT mengimplementasikan pembantuan
sebagaimana dalam Pasal 15 Nomor 15 Undang-Undang pemberatasan
tindak pidana korupsi karena merupakan amanat Undang-Undang.
Kata kunci: Penerapan; Pembantuan; Tindak Pidana Korupsi
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 488
Abstract
Corruption is an extraordinary crime so its handling must be conducted
by an extraordinary way. Corruption always involves more than one
perpetrator, one of them is medeplichtige whose criminal sanction is
regulated specifically as specified in Article 15 of Law on the
Eradication of Corruption Crimes. In fact, Subdit 3 Tipidkor
Ditreskrimsus NTT Regional Police only conducts investigation to
plegen and medeplegen. This research applied the empirical juridical
method. The results of this research showed that (i) Subdit 3 Tipidkor
Ditreskrimsus NTT Regional Police has not fulfilled the Organizational
Structure and Work Procedure of type A Reginal Police, since 2016 to
2020; (ii) Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT Regional Police handled
8 corruption cases, and there were consideration in determining the
suspects by Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT Regional. Based on
the research findings, the researcher concluded: (i) the obstacles of the
investigators in Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT Regional Police in
medeplicthtige investigation for corruption crime that are in terms of
legal substance, legal structure, and legal culture; (ii) the medeplichtige
implementation in Article 15 of Law for Eradication of corruption crime
toward medeplichtige of criminal action of corruption by the
investigators of Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT Regional Police
Office has not been there since 2016 to 2020. Therefore, (i) the
investigators of Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT Regional need to
increase the knowledge related to deelneming especially medeplichtige
through training by criminal expert as the resource person; it is
expected that the investigators of Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus NTT
Regional implement the medeplicthtige as specified in Article 15 of Law
for Eradication of Corruption Crime for mandate of law.
Keywords: Implementation; Medeplicthitige; Criminal action of
corruption
PENDAHULUAN
Sejak Negara Republik Indonesia berdiri, korupsi selalu menghantui dinamika
perkembangan berbangsa dan bernegara (Solikhudin, 2020). Tindak pidana korupsi di
Indonesia selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara,
melainkan juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi
masyarakat secara luas (Pane, 2018), sehingga tindak pidana korupsi dikategorikan
sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang pemberantasannya harus
dilakukan secara luar biasa (Yardi, 2020).
Besarnya akibat dan sifat berbahaya dari korupsi, maka dalam kebijakan
perundang-undangan (kebijakan legislatif) di Indonesia (Lele, 2020), tindak pidana
korupsi diberi prioritas dalam penanganannya bila dibandingkan dengan tindak pidana
khusus yang lain (Danil, 2021). Pasal 25 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 yang telah diubah dan ditetapkan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kabir,
2019), menegaskan:
“Penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak
pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.”
Vol. 1, No. 6, pp. 487-498, June 2021
489 http://sostech.greenvest.co.id
Hal tersebut merupakan penegasan dari ketentuan Pasal 4 Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(Alsabah, 2018) yang berbunyi:
“Perkara korupsi harus didahulukan dari perkara-perkara lain untuk diajukan ke
pengadilan guna diperiksa dan diselesaikan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.”
Salah satu bentuk tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama oleh
beberapa orang (Saputra, 2015) yaitu bentuk pembantuan (medeplichting) sebagaimana
diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 yang
telah diubah dan ditetapkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tarigan, 2017).
Pada kenyataannya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir penyidikan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh Penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT
tidak pernah dilakukan terhadap pelaku pembantuan tindak pidana korupsi. Hal tersebut
ditunjukkan pada tabel 1 berikut ini:
Tabel 1: Data Penanganan Perkara Korupsi Oleh Penyidik Subdit 3 Tipidkor
Ditreskrimsus Polda NTT
N
o
Tahu
n
Uraian
Perkara
Pasal Yang
Dipersangka
kan
Dilakukan Penyidikan
Tidak Dilakukan
Penyidikan
Potensi Pembantuan
Pelaku
Turut Serta
Nama
Peran
1
2016
Dugaan
TPK paket
pekerjaan
pembangu
nan Pasar
Lama
Kalabahi
Kec. Teluk
Mutiara
Tahap I
Tahun
2012 pada
Dinas
Pekerjaan
Umum
Kab. Alor
Pasal 2
Ayat (1) atau
Pasal 3
UUPTPK,
Juncto Pasal
55 Ayat 1
ke-1 KUHP.
Ida Gede
Alor
Santiyasa
(selaku
Direktur
CV.
Kusuma
Jaya)
1. D
ARMIN
AMAHAL
A, S.T.
(PPK
Tahap 1)
2. L
ONI
ROSNAW
ATI
WAANG
(selaku
PPK
Tahap 2)
3. J
UNUS
S.DOEKA
(selaku
Kaper CV.
Sains
Grup
Consultant
)
-
-
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 488
2
2017
Dugaan
TPK Paket
pekerjaan
Konstruksi
pekerjaan
pangadaan
dan
pemasanga
n PLTS
terpusat 15
KWP di
Desa
Dodaek,
Kec. Rote
Selatan,
Kab. Rote
Ndao TA.
2014 pada
dinas
pertamban
gan dan
Energi
Kab. Rote
Ndao
Pasal 2
Ayat (1)
subsider
Pasal 3
UUPTPK,
Juncto Pasal
55 Ayat 1
ke-1 KUHP.
1. D
ANIEL
ZACHAR
IAS, S.E.
2. J
OHANES
MESAH
1. A
NTONIUS
SORUH,
S.T.
2. Y
ON
T.NGE,
S.T.
3. L
EXI
DAMI,
S.T.
4. R
OBY
TOLLA,
S.T.
-
-
Dugaan
pemerasan
dalam
jabatan
yang
dilakukan
oleh
Kepala dan
pegawai
PT. Pelni
Cab.
Kupang
terhadap
penumpan
g atau
barang
KM.Sabuk
Nusantara
34 di
pelabuhan
tenau
Kupang
Pasal 12
huruf e
UUPTPK,
Juncto Pasal
55 ayat (1)
ke-1 KUHP
ARDIAN,
S.H., M.
Mar. E
(Kepala
PT. Pelni
Cabang
Kupang)
HARRY
PRASET
YO, S.Sos
(Kabag
Operasi/us
aha PT.
Pelni
Cabang
Kupang).
-
-
3
2018
Dugaan
TPK
Pengelolaa
n Dana
BOS pada
SDI Liliba
Triwulan I
dan II
tahun 2017
Pasal 2 Ayat
(1) subsider
Pasal 3
UUPTPK,
Juncto Pasal
55 ayat (1)
ke-1 KUHP
ROSINA
MENOH,
S.Pd.
YENER
PLEVER.
NOTI,
S.Pd.
MELIAN
A DEWI
(Pemilik
Toko
Vinaria)
Membuat
nota/kwitansi
fiktif atas
pembelian
ATK pada
Toko Vinaria
sesuai dengan
permintaan
saduara
490
Vol. 1, No. 6, pp. 487-498, June 2021
489 http://sostech.greenvest.co.id
YENER
PLEVER.
NOTI, S.Pd
Dugaan
TPK
Pengelolaa
n Dana
PNBP
Politeknik
Pertanian
Negeri
Kupang
T.A 2016
Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal
3 UUPTPK,
Juncto Pasal
55 ayat (1)
ke-1 KUHP
AYDAME
L
TAKALA
PETA
1. K
RISTOFO
RUS
LABA
2. B
LASIUS
GARU
3. M
ARGARE
TA
BJAHAT
ANG
-
-
4
2019
Dugaan
TPK
Peningkat
an
Jaringan
Irigasi D.I.
Mnesat
Batan
pada
Dinas
PUPR
Kab. TTU
T.A. 2017
Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal
3, UUPTPK,
Juncto Pasal
55 Ayat 1
ke-1 KUHP
1. M
ANURUN
G
MARIANU
S SINAGA,
A.Mdt
(selaku
Direktur
CV. Gabe
Jaya)
2. DO
MINIKUS
MENE
BANO,
S.T. (selaku
Kepala PT.
SUK
Cabang
TTU)
PIUS
WENDELI
NUS
LAKA, S.T.
(selaku
PPK)
-
-
Dugaan
TPK
pengadaan
benih
bawang
merah
pada
Dinas
Tanaman
Pangan,
Holtikultu
ra dan
Perkebuna
n Kab.
Malaka
T.A 2018
Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal
3, UUPTPK,
Juncto Pasal
55 Ayat 1
ke-1 KUHP
TONI
BAHARUD
IN
1. Yu
stinus
Nahak,
M.Si
2. Ag
ustinus
Klau Atok
3. Egi
dius P.
Mapadoma
4. Yo
seph Klau
Berek
5. Si
meon Benu
6. Sev
erinus
Defrikandus
Siribein
7. Jefr
i Seri Beri
Epy Mapa
Membantu
dalam
pengetikan
dokumen
penawaran
untuk
mengikuti
pelelangan
pekerjaan
dimaksud dan
atas nama CV.
Timindo
491
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 488
8. Ma
rtinus Bere
5
2020
Dugaan
TPK paket
pekerjaan
Pembangu
nan Jeti
Dan
Kolam
Renang
Apung
Beserta
Fasilitas
Lain Pulau
Siput
Awalolong
Pasal 2 Ayat
(1) dan Pasal
3 UUPTPK,
Juncto Pasal
55 Ayat 1
ke-1 KUHP
ABRAHA
M
YEHEZKI
BEL
TSAZAR
O L, S.E.
(selaku
Kuasa
Direktur
PT. BKN)
SILVEST
ER
SAMUN,
S.H.
(selaku
PPK)
1. L
EONARD
US
KURNIA
WAN
HARSOE
TO
MANGG
OL, S.T.,
M.Plan
2. A
LFRED
SUWAR
DI
1. Membantu
sdr. MIDDO
A.B
mencarikan
perusahaan
dalam rangka
perencanaan
teknis,
mengenalkan
sdr. MIDDO
A.B dengan
sdr.
YOHANIS
MBAKE
(karyawan
PT. KPK),
membantu
mengerjakan
dokumen
penawaran
berupa Surat
Penawaran,
Rencana
Anggaran
Biaya (RAB)
dan
Pendekatan
Dan
Metodologi
untuk dan atas
nama PT.
KPK padahal
ia bukan
merupakan
karyawan dari
PT. KPK
2. Mengenalkan
saudara
ABRAHAM
dengan
saudara
MIDDO A.B
untuk
melaksanakan
pekerjaan
fisik serta
mencarikan
dan
memberikan
HPS kepada
saudara
ABRAHAM
492
Vol. 1, No. 6, pp. 487-498, June 2021
489 http://sostech.greenvest.co.id
melalui
saudara
ADREW.
Sumber: Ditreskrimsus Polda NTT Tahun 2016 Tahun 2020.
Berdasarkan data penanganan perkara korupsi oleh penyidik Subdit 3 Tipidkor
Ditreskrimsus Polda NTT di atas, diketahui bahwa penyidikan perkara tindak pidana
korupsi yang penanganannya dilakukan oleh Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT
hanya mengusut pelaku (pleger) dan yang turut serta melakukan (medepleger) dengan
hanya diterapkannya Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP saja dan tidak sampai menyentuh
pelaku pembantuan (medeplichting) dalam kasus tindak pidana dimaksud sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 56 KUHP. Padahal terjadinya sebuah kasus tindak pidana korupsi
tidak terlepas dari adanya pembantuan baik pada waktu sebelum ataupun pada saat
terjadinya tindak pidana, yang ancaman pidananya terdapat dalam Pasal 57 KUHP yang
berbunyi:
(1).Dalam hal pembantuan, maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dikurangi
sepertiga.
(2). Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dijatuhkan pidana penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama
lima belas tahun.
(3). Pidana tambahanan bagi pembantuan sama dengan kejahatannya sendiri.
(4). Dalam menentukan pidana bagi pembantu, yang diperhitungkan hanya
perbuatan yang sengaja dipermudah atau diperlancar olehnya, beserta akibat-
akibatnya.”
Adanya perbedaan klasifikasi peran dan perbedaan pertanggungjawaban pidana
terhadap pelaku pembantuan dalam tindak pidana korupsi dimaksud yang menjadi latar
belakang penelitian ini dilakukan.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini termasuk jenis penelitian yuridis empiris atau disebut juga dengan
penelitian lapangan yaitu dengan mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang
terjadi pada kenyataannya dalam masyarakat (Asri, 2020). Penelitian yuridis empiris
adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum
normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam
masyarakat (Setiawan et al., 2017). Atau dengan kata lain penelitian yuridis empiris
adalah penelitian yang dilakukan terhadap keadaan sebenarnya (Rismayanti, 2018) atau
keadaan nyata yang terjadi di masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan
menemukan fakta-fakta dan data yang dibutuhkan (Syafrizal, 2020), setelah data yang
dibutuhkan terkumpul kemudian menuju kepada identifikasi masalah yang pada akhirnya
menuju pada penyelesaian masalah (Dhana, 2020).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) berdasarkan Undang-Undang dan peraturan
yang ada, memiliki kewenangan untuk melakukan penyidikan terhadap seluruh jenis
tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi. Penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana korupsi di wilayah hukum Polda NTT secara khusus, dilakukan oleh Subdit 3
Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT dibawah kendali Kasubdit 3 dan di bawah
493
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 494
pengawasan Direktur Reserse Krimunal Khusus Polda NTT yang berpangkat Komisaris
Besar Polisi (KOMBES POL/II B).
Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT beranggotakan 16 (enam belas) orang
yang terdiri dari 6 (enam) orang penyidik dan 10 (sepuluh) orang penyidik pembantu
yang dibagi menjadi 2 (dua) unit dengan susunan yaitu 2 (dua) orang Pejabat Sementara
(PS) Kanit berpangkat Ajun Komisaris Polisi (AKP), 4 (empat) orang Panit, 2 (dua) orang
berpangkat Inspektur Polisi Satu (IPTU) dan 2 (dua) orang berpangkat Inspektur Polisi
Dua (IPDA) dan 10 (sepuluh) orang Bintara.
Struktur organisasi Subdit 3 Tipidkor Polda NTT pada Polda Tipe A sesuai dengan
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, digambarkan dalam bagan
berikut:
Gambar 1. Struktur Organisasi Subdit III/Tipidkor
Sumber: Dokumentasi Pribadi
Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dengan cara wawancara
penanganan perkara tindak pidana korupsi pada Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda
NTT diketahui bahwa dalam periode tahun 2016 sampai 2020, terdapat 8 (delapan)
perkara yang dilakukan penyidikan dengan menerapkan pasal primer dijunctokan dengan
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengenai prosedur dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Kepolisan Negara Republik Indonesia (POLRI), pada umumnya
sama dengan penanganan tindak pidana umum lainnya yaitu mengacu pada Kitap
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Selain itu juga berpedoman pada
Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia tentang Penyidikan Tindak
Pidana. Hal tersebut dimaksudkan agar dalam pelaksanaan tugas penegakan hukum,
penyidik kepolisian Negara Republik Indonesia yang mempunyai tugas, fungsi dan
wewenang di bidang penyidikan tindak pidana sesuai dengan undang-undang, dapat
dilaksankan secara profesional, transparan dan akuntabel terhadap setiap perkara pidana
Vol. 1, No. 6, pp. 487-498, June 2021
495 http://sostech.greenvest.co.id
demi terwujudnya supremasi hukum yang mencerminkan kepastian hukum, rasa keadilan
dan kemanfaatan.
Seluruh produk penyelidikan maupun produk penyidikan yang diperoleh penyidik
Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT yang juga dibutuhkan dalam rangkan Audit
Investigasi ataupun PKKN diserahkan kepada BPKP Perwakilan NTT dengan dibuatkan
Berita Acara Serah Terima Dokumen.
Pada tahap penyelidikan suatu dugaan perkara tindak pidana korupsi, Penyidik
Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT melakukan pengumpulan bahan keterangan
dan dokumen dalam rangka penyelidikan dengan cara-cara yang diatur dalam undang-
undang. Pada tahap ini koordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur
dilaksanakan guna menghindari tumpang tindih dalam penyelidikan suatu perkara dan
kesamaan persepsi guna kepentingan penuntutan.
Setelah melewati serangkaian kegiatan penyelidikan dimaksud, maka untuk
menyimpulkan apakah peristiwa tersebut merupakan suatu peristiwa tindak pidana,
dilakukan gelar perkara (Bangkut, 2019). Dalam gelar perkara tersebut fakta-fakta hasil
penyelidikan disajikan sedemikian rupa untuk mendapatkan tanggapan/masukan/koreksi
guna menghasilkan rekomendasi guna menentukan apakah peristiwa tersebut merupakan
tindak pidana atau bukan tindak pidana serta tindak lanjut proses penyelidikan.
Penyidikan merupakan suatu tahap terpenting dalam kerangka hukum acara pidana
di Indonesia (Inayah, 2018), karena dalam tahap inilah penyidik berupaya mengumpulkan
fakta-fakta dan bukti-bukti atas terjadinya suatu tindak pidana serta menemukan
tersangka pelaku tindak pidana dimaksud. Jika diketahui bahwa peritiwa tersebut
merupakan suatu tindak pidana yang kemudian ditingkatkan ke tahap penyidikan, maka
penyidikan dimulai dengan membuat administrasi penyidikan berupa Laporan Polisi,
Surat Perintah Penyidikan, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan yang ditujukan
kepada pelapor/korban (dalam hal ini instansi yang berkaitan dengan tindak pidana
korupsi) dan Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur, tembusan kepada Badan Reserse
Kriminal Polri dan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setiap perkembangan
penanganan perkara pada kegiatan penyidikan tindak pidana korupsi harus menerbitkan
Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) secara periodik yang
ditujukan kepada pelapor/korban.
Setelah melakukan serangkaian tindakan penyidikan, selanjutnya penetapan
tersangka dan penerapan pasal yang dipersangkakan dilakukan melalui mekanisme gelar
perkara dengan didasarkan pada paling sedikit dua alat bukti yang sah, kecuali jika dalam
hal tertangkap tangan. Berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP, yang dimaksud dengan
tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bukti permulaan sebagaimana
dimaksudkan di atas, tidak diatur secara spesifik dalam KUHAP.
Penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT menetapkan tersangka
pelaku tindak pidana korupsi dengan mempertimbangkan beberapa aspek, antara lain
aspek filosifis, aspek sosiologis dan aspek yuridis.
Dampak tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi perlu dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan serta perlu didukung oleh berbagai sumber
daya, baik sumber daya manusia maupun sumber daya lainnya.
Penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi bukanlah hal yang mudah.
Lawrence M. Wriedman mengatakan bahwa untuk mewujudkan kondisi dimana hukum
sebagai peraturan yang harus ditaati, maka harus didukung oleh unsur-unsur seperti
substansi hukum (substance of law), struktur hukum (stucture of law) dan budaya hukum
(legal culture).
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 496
Substansi hukum meliputi materi hukum yang diantaranya dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan memiliki kekuatan yang mengikat dan
menjadi pedoman bagi aparat penegak hukum. Peraturan perundang-undangan tersebut
dibuat berdasarkan cara-cara yang konstitusional oleh lembaga yang berwenang dalam
hal ini Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
Presiden. Dapat ditarik kesimpulan bahwa di dalam turut melakukan adalah adanya
keterlibatan dua orang atau lebih yang secara sadar ikut bekerjasama pada saat delik
dilakukan oleh pembuat yang lain. Jadi dalam hal ini peranan atau bobot perbuatan orang
yang terlibat tersebut tidak ditekankan pada memenuhi unsur delik atau tidak, juga tidak
melihat pada adanya kata sepakat terlebih dahulu atau tidak, yang paling mendasar adalah
adanya kerjasama yang disadari pada saat delik berlangsung. Berdasarkan data hasil
penelitian yang penulis telah lakukan, diketahui bahwa kendala berkaitan dengan struktur
hukum yaitu Personil Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT, berdasarkan pada data
hasil penelitian sebagaimana yang telah digambarkan pada bagian terdahulu, dari segi
kuantitas atau jumlah penyidik, Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT masih
mengalami kekurangan sebanyak 15 (lima belas) personil. Dari segi kualitas sumber daya
manusia penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT Sulitnya memperoleh 2
(dua) alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP yaitu (1).
Keterangan Saksi, (2). Keterangan Ahli, (3). Surat, (4). Petunjuk dan (5). Keterangan
Tersangka. Dalam pengungkapan suatu perkara tindak pidana korupsi, penyidik Subdit 3
Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT terlebih dahulu harus memiliki bukti hasil audit
perhitungan kerugian keuangan negara sebagai akibat dari perbuatan korupsi dimaksud
dan memerlukan bantuan dari instansi lain. Berdasarkan data hasil penelitian, petunjuk
jaksa peneliti (P-19) Kejati NTT kepada penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda
NTT terhadap hasil penelitian suatu berkas perkara dugaan tindak pidana korupsi yang
ditangani, diketahui bahwa dalam jaksa peneliti selalu memberikan petunjuk terkait
dengan kelengkapan materil terhadap unsur sebagai orang yang melakukan, menyuruh
melakukan atau turut serta melakukan perbuatan
Apabila budaya hukum yang dijalankan tidak sesuai dengan perasaan keadilan
yang diharapkan, maka dapat menimbulkan perilaku menyimpang, yang dalam hal ini
perilaku korupsi juga dapat dilakukan oleh segelintir aparatur penegak hukum.
Pada dasarnya penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT memahami
terkait dengan penerapan asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam hukum pidana.
Akan tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya kesulitan oleh para penyidik Subdit 3
Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT terkait kategori dan kualitas serta peran masing
peserta dalam suatu perkara tindak pidana korupsi, untuk menjerat semua para pihak yang
terlibat dalam suatu tindak pidana maka Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP dijadikan sebagai
“keranjang sampah” tanpa menyebutkan salah satu jenis klasifikasi peran peserta yang
ada dalam pasal dimaksud.
Menurut data hasil penelitian, diketahui pula bahwa dalam kesimpulan resume
dalam berkas perkara yang disusun oleh penyidik menggambarkan tidak
dikelompokannya atau tidak diklasifikasikannya perbuatan para pelaku dimana masih
didapati penggunaan kata “sebagian dilakukan oleh dan “secara bersama-
sama”dalam kesimpulan resume dan tanpa menyebutkan penyertaan jenis mana dalam
Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP padahal diketahui dalam pasal tersebut terdapat 3 (tiga)
peran yakni orang yang melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan
perbuatan.
Vol. 1, No. 6, pp. 487-498, June 2021
497 http://sostech.greenvest.co.id
KESIMPULAN
Merujuk pada uraian pembahasan di atas maka secara garis besar penulis
berkesimpulan yaitu kendala Penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT
menerapkan pembantuan dalam Pasal 15 Undang-Undang pemberantasan tindak pidana
korupsi terhadap pelaku pembantuan tindak pidana korupsi yaitu pertama, substansi
hukum terkait KUHP tidak memberikan kriteria terkait jenis peran para pihak kasus
bernuansa deelneming. Kedua, struktur hukum terkait kuantitas dan kualitas penyidik
Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda NTT, sulit memperoleh alat bukti, peran instansi
terkait serta petunjuk jaksa peneliti yang selalu terarah pada Pasal 55 Ayat (1) ke-1
KUHP. Ketiga, budaya hukum terkait kecenderungan penyidik selalu menerapkan Pasal
55 Ayat (1) ke-1 KUHP secara turun temurun dan pengimplementasian pembantuan
dalam Pasal 15 Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi terhadap pelaku
pembantuan tindak pidana korupsi oleh penyidik Subdit 3 Tipidkor Ditreskrimsus Polda
NTT belum pernah ada sejak tahun 2016 sampai dengan tahun 2020.
BIBLIOGRAPHY
Alsabah, A. F. (2018). Kebijakan Hukum Pidana dalam Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Al Daulah: Jurnal Hukum Pidana Dan Ketatanegaraan,
6(1), 196211.
Asri, D. P. B. (2020). Perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual Bagi
Produk Kreatif Usaha Kecil Menengah di Yogyakarta. Jurnal Hukum IUS
QUIA IUSTUM, 27(1), 130150.
Bangkut, N. S. (2019). Kajian Yuridis Gelar Perkara Oleh Kepolisian Negara
Republik Indonesia. LEX ET SOCIETATIS, 7(2).
Danil, E. (2021). Korupsi: Konsep, Tindak Pidana Dan Pemberantasannya-
Rajawali Pers. PT. RajaGrafindo Persada.
Dhana, R. A. W. (2020). Pelaksanaan Pasal 45 Ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan
Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. (Studi Di
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Timur Kordinator
Wilayah I. Universitas Brawijaya.
Inayah, A. (2018). Tinjauan Yuridis Mengenai Penyidik Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Yang Tidak Berwenang Mengeluarkan Surat Perintah
Penghentian Penyidikan (SP3) pada perkara Tindak Pidana Korupsi
Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang
Komisi Pemb. Universitas Komputer Indonesia.
Kabir, M. F. (2019). Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana
Obstruction of Justice: studi Pasal 21 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
jo Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UIN Sunan Ampel.
Lele, G. (2020). Revisiting the virtues of veto point: political corruption in post-
Soeharto Indonesia. The Journal of Legislative Studies, 26(2), 275294.
Pane, M. D. (2018). Peran Budaya Hukum dalam Pembaharuan Sistem Hukum
Pidana Perihal Efektifitas Penegakan Hukum Tindak Pidana Korupsi di
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Alfianus Sampererung 498
Indonesia. Majalah Ilmiah UNIKOM, 16(1).
Rismayanti, D. (2018). Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol
Soreang-Pasirkoja Kabupaten Bandung Dihubungkan dengan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum. UIN Sunan Gunung Djati.
Saputra, R. (2015). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana
Korupsi (Bentuk Tindak Pidana Korupsi yang Merugikan Keuangan Negara
Terutama Terkait Dengan Pasal 2 Ayat (1) UU PTPK). Jurnal Cita Hukum,
3(2), 269288.
Setiawan, A., Juliani, H., & Sa’adah, N. (2017). Kajian Yuridis Terhadap
Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
22/Per/2013 Tentang Ketentuan Lebih Lanjut Pelaksanaan Perjalanan Dinas
dalam Negeri Bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri dan Pegawai Tidak
Tetap (Studi Pada Direktora). Diponegoro Law Journal, 6(2), 114.
Solikhudin, M. (2020). Good Governance dalam Undang-Undang No. 28 Tahun
1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi, dan nepotisme perspektif Maqāṣid Al Sharī’ah Jasir Auda. UIN
Sunan Ampel.
Syafrizal, S. (2020). Pendaftaran Tanah Pusako Tinggi Melalui Program
Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap di Kota Padang. Universitas
Andalas.
Tarigan, E. S. (2017). Analisis Hukum Peran Kejaksaan dalam Penuntutan
Tindak Pidana Korupsi (Studi Kasus di Kejaksaan Negeri Tebing Tinggi).
Universitas Medan Area.
Yardi, B. (2020). Sanksi Pidana Pencabutan Hak Politik dan Denda Maksimal
Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi
Manusia (Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 1195 K/Pid. Sus/2014).
PETITA, 2(1).
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International Licensed