How to cite:
Masmuji. (2021). Penguatan Pendidikan Karakter:Pemahaman, Implementasi dan Metode Guru PAI di
SMAN 5 Laung Tuhup Jurnal Sosial dan Teknologi. 1(6): 522-528
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 6, June 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
PENGUATAN PENDIDIKAN
KARAKTER:PEMAHAMAN, IMPLEMENTASI
DAN METODE GURU PAI DI SMAN 5 LAUNG
TUHUP
Masmuji
Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya
Diterima:
16 Mei 2021
Direvisi:
30 Mei 2021
Disetujui:
14 Juni 2021
Abstrak
Penguatan pendidikan karakter di sekolah: Pemahaman, implementasi
dan peranan guru PAI. Tujuan penelitian ini adalah umtuk
mendeskripsikan pemahaman dan peranan guru PAI (Pendidikan Agama
Islam) dalam mengimplentasikan atau menerapkan penguatan
pendidikan karakter, metode yang digunakan dalam penerapannya di
lapangan. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara yang terarah dan
kuisioner terbuka. Partisipasi teridiri dari siswa Sekolah Menengah Atas
kelas XII, Kepala Sekolah dan guru PAI (Pendidikan Agama Islam).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipan telah memahami
maksud dan tujuan pelaksanaan pendidikan karakter, namun sebagian
partisipan belum me-ngerti bagaimana mengimplementasikannya.
Penerapan pendidikan karakter dilakukan dengan tiga metode, yaitu:
pemahaman, pembiasaan, dan keteladanan. Peranan guru PAI
(Pendidikan Agama Islam) masih belum bersinergi dengan guru
pengampu mata pelajaran lainnya dalam mendukung dan
mengimplentasikan penguatan pendidikan karakter di sekolah.
Kata kunci: Pendidikan karakter; Implementasi; Guru PAI
Abstract
Strengthening character education in Schools: Understanding,
implementing and the role of Islamic Education Teachers. The purpose
of this study is to describe the understanding and role of Islamic
Education (Islamic Education) teachers in implementing or
implementing strengthening character education, the method used in its
application in the field. In this study, using a qualitative approach, data
collection was carried out by means of directed interviews and open
questionnaires. Participation consisted of high school students of class
XII, school principals and teachers of Islamic Education (Islamic
Education). The results show that the participants have understood the
aims and objectives of implementing character education, but some
participants do not understand how to implement it. The application of
character education is carried out by three methods, namely:
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Masmuji 523
understanding, habituation, and exemplary. The role of PAI (Islamic
Religious Education) teachers is still not in synergy with teachers who
teach other subjects in supporting and implementing strengthening
character education in schools.
Keywords: Character education; Implementation; Islamic education
teacher
PENDAHULUAN
Diantara kebutuhan manusia adalah kebutuhan akan pendidikan yang dapat
membedakan tingkat kemampuan (Bungkaes et al., 2013), kecerdasan dan kematangan
berpikir seseorang (Gastaldi et al., 2018). Melalui pendidikan akan menghasilkan
manusia yang sehat secara fisik, pintar secara intelektual dan terpuji secara moral
(Fitriana, 2020). Maka pendidikan merupakan sebuah upaya yang dilakukan untuk
mempersiapkan individu yang lebih sempurna etika (Zurqoni, 2016), sistematis dalam
berpikir, memiliki ketajaman intuisi, giat dalam berkreasi, memiliki toleransi pada yang
lain (Usman, 2011), berkompetensi dalam mengungkap bahasa lisan dan tulisan, serta
memiliki beberapa keterampilan (Putra, 2016).
Adanya sistem pendidikan ini diharapkan mampu merumuskan tujuan pendidikan
nasional yang diharapkan (Noor, 2018). Tujuan pendidikan tersebut meliputi pendidikan
moral atau pendidikan karakter yang dalam konteks sekarang sangat relevan untuk
mengatasi krisis moral yang tiada henti dialami oleh negara Indonesia (Birhan et al.,
2021). Krisis tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, kebiasan
menyontek (Pranoto, 2017), penyalahgunaan pemakaian obat-obatan maraknya
kekerasan dan lain sebagainya yang menjadi masalah sosial yang hingga kini belum dapat
diatasi secara tuntas (Iriany, 2017), oleh karena itu karakter menjadi hal penting yang
perlu diterapkan guna membangun masyarakat yang berkarakter (Julaeha, 2019).
Atas dasar pertimbangan tersebut, pemerintah Indonesia saat ini sangat serius
dalam mensosialisasikan dan melaksanakan pendidikan karakter di berbagai jenjang
pendidikan (Syarbini, 2014). Ini dilandasi oleh salah satu butir Nawacita presiden Joko
Widodo yang memperkuat pendidikan karakter bangsa (Komang Sukendra & Wayan,
2020). Beliau ingin melakukan Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM) yang akan
diterapkan diseluruh sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk didalam dunia
pendidikan. Kemudian presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor
87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter, dengan harapan kualitas
pendidikan karakter di Indonesia semakin menunjukkan peningkatan. (Peraturan Presiden
Republik IndonesiaNomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter).
Pendidikan karakter ini memang menjadi isu utama dalam pendidikan. Selain
menjadi bagian dari proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter
diharapkan mampu menjadi pondasi utama dalam meningkatkan derajat dan martabat
bangsa Indonesia (Dailami Qodri, 2015). Di lingkungan Kementerian Pendidikan
Nasional sendiri, pendidikan karakter menjadi fokus pendidikan di seluruh jenjang
pendidikan yang dibinanya (Aliyyah, 2019).
Adapun yang menjadi alasan penguatan pendidikan karakter adalah karena karakter
merupakan pondasi suatu bangsa . Bangsa yang memiliki karakter kuat akan menjadi
mampu menjaga marwah dirinya sebagai bangsa yang bermartabat, disegani oleh bangsa
lain, dan akan berdiri di atas kakinya sendiri tanpa harus ketergantungan dengan bangsa
lain.
Pendidikan karakter (character education) dalam konteks sekarang sangat relevan
untuk mengatasi krisis moral yang sedang melanda di negara kita. Krisis tersebut antara
Vol. 1, No. 6, pp. 522-528, June 2021
524 http://sostech.greenvest.co.id
lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya angka kekerasan anak-anak dan
remaja, kejahatan terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan menyontek,
penyalahgunaan obat-obatan, pornografi sudah menjadi masalah sosial hingga saat ini
yang belum dapat diatasi secara tuntas.
Dalam konteks pendidikan formal di sekolah, bisa jadi salah satu penyebabnya
karena pendidikan di Indonesia lebih menitik beratkan kepada pengembangan intelektual
atau kognitif semata, sedangkan aspek soft skill atau nonakademik sebagai unsur utama
pendidikan moral belum diperhatikan. Padahal, pencapaian hasil belajar siswa tidak dapat
hanya dilihat dan diukur dari ranah kognitif dan psikomotorik saja, sebagaimana selama
ini terjadi dalam praktik pendidikan kita, tetapi harus juga dilihat dari hasil afektif.
Pendidikan Agama Islam dalam hal ini adalah guru atau tenaga pendidik
Pendidikan Agama Islam (PAI) mampu memberikan kontribusi yang nyata dalam dunia
pendidikan dalam rangka membentuk karakter anak bangsa, sehingga akan melahirkan
generasi yang bermartabat untuk menyongsong masa depan bangsa Indonesia yang
gemilang, bangsa yang disegani oleh bangsa lain.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan jenis data yang digunakan dan tujuan yang hendak dicapai, penelitian
ini dikategorikan sebagai penelitian dengan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk
memelajari makna yang disampaikan para responden tentang masalah-masalah atau isu-
isu penelitian. Responden penelitian berjumlah 1 orang guru PAI di SMAN 5 Laung
Tuhup. Peneliti memfokuskan analisis pada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) pada
SMA Negeri 5 Laung Tuhup. Analisis penelitian ini difokuskan pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI). Metode pengumpulan data menggunakan kuesioner
terbuka (open questionnaire) dan wawancara terarah (structured interview) yang
bertujuan untuk menggali informasi spesifik melalui serangkaian pertanyaan yang
disampaikan oleh peneliti kepada responden. Wawancara dikembangkan dari komponen-
komponen pendidikan karakter yang meliputi deskripsi konsep pendidikan karakter di
sekolah; nilai-nilai karakter yang dikembangkan dan metode-metode pendekatan yang
dilakukan guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dalam menerapkan nilai-nilai karakter
dan sinergisitas peranan guru PAI dalam pengembangan dan implementasi pendidikan
karakter. Teknik analisis data yang digunakan adalah reduksi data yang bertujuan untuk
mengarahkan, menggolongkan, lalu menajamkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data sehingga kesimpulan akhir dapat diperoleh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dikumpulkan sebelumnya melalui
kuesioner terbuka dan wawancara terarah, hasil penelitian dapat diikhtisarkan ke dalam
tiga hal, yaitu pemahaman guru PAI tentang pendidikan karakter, prioritas nilai-nilai
karakter dan metode yang digunakan untuk mengimplementasikan nilai-nilai karakter,
dan peranan guru PAI dalam mendukung pendidikan karakter.
Berdasarkan skala ukur yang digunakan, terdapat lima item yang digunakan untuk
mengungkap pemahaman responden terhadap pendidikan karakter, yang meliputi
pemahaman tentang pendidikan karakter dan tujuan-tujuannya, peranan guru PAI dalam
mengimplementasikan pendidikan karakter, praktik penyelenggaraan pendidikan karakter
di sekolah, tahapan-tahapan yang dilakukan di kelas dan lingkungan di sekolah.
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Masmuji 525
Dari data yang berhasil dikumpulkan responden mengaku memahami pengertian
dan tujuan pendidikan karakter. Responden menyampaikan bahwa pendidikan karakter
merupakan pendidikan budi pekerti yang bertujuan untuk membentuk karakter-karakter
peserta didik/ siswa yang unggul dan prestatif. Responden juga menyatakan bahwa telah
mengimplementasikan prinsip-prinsip pendidikan karakter pada kelas PAI. Pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah memang telah diintegrasikan ke dalam proses
pembelajaran di kelas, tetapi pengertian terintegrasi yang dimaksud baru sebatas
menyisipkan cerita-cerita dan nasihat-nasihat tersebut dalam Proses Belajar Mengajar
(PBM) di kelas. Pemahaman bahwa pendidikan karakter itu identik dengan nasihat-
nasihat dan nilai keteladanan mengakibatkan guru PAI dalam kegiatan Kegiatan mengajar
Mengajar (KBM) tidak harus menyiapkan persiapan yang khusus dalam memberikan atau
mengimplementasikan nlai-nilai penguatan pendidikan karakter. guru PAI dalam
memberikan nasihat-nasihat dan keteladanan dalam proses Kegitan Mengajar Mengajar
(KBM) di kelas maupun di luar kelas mengalir saja, karena nilai-nilai pendidikan karakter
sudah terintegritas pada mata pelajaran (PAI) yang diberikan.
Guru PAI menyatakan setelah diimplementasikan nilai-nilai karakter perilaku
siswa dirasakan lebih positif, di antaranya semangat belajar lebih tinggi, meningkatkan
kualitas hubungan antara murid dengan guru yang ditandai oleh meningkatnya rasa
hormat murid kepada guru, dan suasana kelas lebih kondusif. Meskipun penilaian ini baru
bersifat kualitatif, setidaknya guru PAI memiliki kepercayaan bahwa nilai-nilai karakter
yang ditanamkan membawa pengaruh positif bagi perkembangan anak didiknya.
Selanjutnya, dalam menggali metode yang digunakan oleh guru PAI untuk
mengimplementasikan pendidikan karakter, wawancara difokuskan pada dua komponen,
yaitu prioritas nilai-nilai karakter yang ditanamkan dan metode yang digunakan untuk
menanamkan nilai-nilai karakter. Berdasarkan data yang terkumpul, nilai karakter sangat
dipengaruhi oleh latar belakang responden untuk menanamkan nilai-nilai seperti
kejujuran, kemandirian, toleransi, kedisiplinan, ketekunan, kegigihan, dan kreativitas
serta nilai keislaman, antara lain keimanan, ketaqwaan, kejujuran, keyakinan.
Metode yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai karakter dilakukan oleh
guru PAI melalui tiga cara, yaitu memberikan pemahaman kepada siswa tentang nilai-
nilai yang ditanamkan, melakukan pengulangan atau pembiasaan terhadap nilai-nilai yang
dipahami dan guru PAI berperan aktif sebagai model yang memberikan keteladanan atas
nilai-nilai yang diajarkan (artinya, guru PAI tidak hanya sekadar pandai menasihati tetapi
juga memraktikkan nilai-nilai yang diajarkan).Pemahaman atas nilai-nilai karakter
dilakukan dengan cara meminta siswa menggali nilai-nilai positif pada materi yang
diajarkan atau meminta siswa mendiskusikan tema-tema karakter tertentu dan mencari
contoh-contoh nyata dalam perilaku sehari-hari.
Nilai-nilai yang telah dipahami oleh siswa diterapkan dalam kegiatan pembelajaran
di kelas, antara lain siswa masuk dan keluar kelas tepat waktu (nilai kedisiplinan), siswa
mengerjakan soal secara mandiri (nilai kejujuran), siswa memberikan bantuan kepada
siswa lain yang mengalami musibah (nilai kesetiakawanan, keikhlasan), dan seterusnya.
Untuk memerkuat kedua hal di atas, guru PAI memberikan keteladanan, di antaranya
guru PAI masuk dan keluar kelas tepat waktu, guru menunjukkan sikap ramah kepada
siswa, guru PAI ikut menjaga kebersihan sekolah, guru PAI rajin mengerjakan ibadah dan
seterusnya.
Peranan guru PAI dalam mengimplementasikan pendidikan karakter sangatlah
penting. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa secara institusional sekolah telah
mencanangkan pendidikan karakter sebagai bagian yang tak terpisahkan dari PBM, hanya
saja canangan itu masih cenderung sebagai jargon. Pimpinan sekolah belum
mengoptimalkan peran kontrol dan evaluasi sehingga realisasi pendidikan karakter
Vol. 1, No. 6, pp. 522-528, June 2021
526 http://sostech.greenvest.co.id
sepenuhnya dilaksanakan guru PAI dan juga guru mata pelajaran yang lainnya. Selain itu,
pendidikan karakter masih cenderung bagi anak didik, di dukung oleh sebagian guru yang
menerapkan pendidikan karakter pada mata pelajaran yang diampunya.
Selain memberikan nasihat-nasihat, pembiasaan dan tauladan guru PAI juga
memberikan sanksi atau hukuman-hukuman yang sifatnya mendidik bagi peserta didik
atau siswa apabila dalam proses Kegiatan Belajar Mengajar ada peserta didik yang tidak
mematuhi atau melanggar aturan yang telah disepakati bersama dalam kelas. Adapaun
jenis sanksi atau hukuman yang diberikan antara lain: menulis kembali beberapa ayat al-
Qur’an, menambah hafalan surah-surah pendek, berdiri depan kelas sambil menghafal
surah-surah pendek.
Guru PAI menyampaikan telah memahami maksud dan tujuan pendidikan
karakter. Guru PAI memahami bahwa tujuan pendidikan karakter selain membentuk
pribadi yang unggul, juga untuk meningkatkan kedisiplinan dan prestasi belajar siswa.
Pemahaman tersebut sejalan dengan pendapat para ahli yang di antaranya menyatakan
bahwa ada korelasi positif antara penanaman nilai-nilai positif dengan kedisiplinan, juga
dapat meningkatkan jumlah kehadiran siswa di sekolah. Responden selain menanamkan
nilai-nilai yang general, juga memrioritaskan nilai-nilai yang bersumber dari Islam,
seperti menambahkan nilai-nilai seperti keimanan, ketaqwaan, dan keikhlasan.
Metode yang digunakan oleh guru PAI dalam menanamkan nilai-nilai karakter
meliputi tiga macam, yaitu:
Pertama, pemahaman. Peserta didik/ Siswa diajarkan untuk memahami maksud
dan tujuan dari nilai-nilai yang sedang dipelajari. Pemahaman merupakan fondasi awal
bagi perubahan perilaku, karena tanpa memahami makna suatu nilai karakter individu
tidak dapat mencapai tujuan dari nilai-nilai yang diajarkan. Metode penanaman nilai-nilai
dengan pendekatan pemahaman sejalan dengan teori belajar kognitif, yaitu belajar disertai
dengan pemahaman seperti yang dikemukakan oleh Wolfgang Kohler. Belajar adalah
serangkaian proses kognitif untuk mencapai pemahaman (insight). Yang dimaksud
insight adalah pemahaman koneksitas antara satu bagian dengan bagian lainnya dalam
suatu rangkaian problem. Teori belajar kognitif yang merupakan bagian dari teori Gestalt
merupakan kritik terhadap aliran pendahulunya, yaitu behaviorisme yang berpendapat
bahwa perilaku manusia itu bersifat mekanistis mengikuti hukum sebab-akibat. Kohler
berpendapat bahwa inti dasar dari perubahan perilaku adalah pemahaman. Menurutnya,
mustahil individu akan berubah perilakunya bila ia tidak memahami maksud dan tujuan
dari yang dipelajarinya. Misalnya, ketika siswa memelajari makna kejujuran, maka siswa
harus paham definisi kejujuran dan tujuan berperilaku jujur, serta manfaat dan
dampaknya bagi individu dan dalam interaksi dengan orang lain.
Kedua, pengulangan atau pembiasaan. Guru membiasakan peserta didik/ siswa
untuk menerapkan nilai-nilai tertentu berdasarkan kesepakatan yang telah dibuat.
Misalnya, guru bersama siswa dalam satu minggu menerapkan “senyum, sapa, salam”
menerapkan kedisiplinan dan kebersihan, dan seterusnya. Metode yang diterapkan ini
sesuai dengan teori perubahan perilaku classical conditioning yang diusung oleh tokoh
aliran behaviorisme yaitu Ivan Pavlov dan Edward Lee Thorndike. Prinsip dari classical
conditioning adalah reflek baru dapat dibentuk dengan cara mendatangkan stimulus
sebelum terjadinya reflek itu. Dalam penelitian ini, guru menyampaikan program yang
telah disepakati program yang telah disepakati. Setelah program dilaksanakan, guru PAI
akan memberikan reward (baik berupa pujian ataupun hadiah-hadiah lainya). Reward
yang diberikan guru ini memberikan motivasi tersendiri bagi peserta didik/siswa dalam
menerapkan nilai-nilai karakter yang telah disepakati.
Ketiga, keteladanan. Metode yang ketiga yaitu penanaman nilai-nilai karakter
melalui keteladanan (modeling). Berdasarkan data yang diperoleh, guru tidak hanya
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Masmuji 527
meminta kepada siswa untuk memraktikkan nilai-nilai karakter positif, tetapi guru juga
harus mempraktikannya. Keteladanan yang ditunjukkan guru berdampak positif bagi
penguatan penanaman nilai- nilai positif pada peserta didik/siswa. Keteladanan
menimbulkan kepercayaan siswa kepada guru, dan kepercayaan merupakan fondasi awal
bagi siswa untuk menerima materi-materi yang diajarkan oleh guru. Temuan ini
merupakan bukti keefektifan teori social learning dirintis oleh Albert Bandura. Memiliki
peranan yang penting dalam membangun karakter anak didik. Perilaku-perilaku guru
merupakan bagian dari pembelajaran; siswa tidak hanya melihat dan mendengarkan
materi yang disampaikan oleh guru, melainkan juga merekam seluruh gerak-gerik guru.
Guru yang tampil dengan karakter positif (seperti ramah, empatik, pemaaf dan sabar)
keberadaannya akan mudah diterima oleh anak didik dan penerimaan ini berdampak
kepada keefektifan pembelajaran dan penanaman nilai-nilai karakter. Dari ketiga model
tersebut dapat disimpulkan bahwa, dalam penerapan nilai-nilai karakter di sekolah, ketiga
metode saling menguatkan satu sama lain. Fondasi bagi pembelajaran adalah pemahaman
terhadap materi yang dipelajari, selanjutnya materi yang telah dipahami itu dipraktikkan
secara berulang-ulang. Dalam penerapannya guru memberikan reward atas perilaku yang
prestatif dan reward yang diberikan akan menjadi penguat perilaku tersebut
(reinforcement). Selanjutnya, penerapan nilai-nilai tersebut harus didukung oleh
lingkungan, di antaranya didukung oleh guru dan orangtua dalam bentuk keteladanan
perilaku.
Sinergi antar elemen sangat penting bagi implementasi pendidikan karakter di
sekolah. Pendidikan karakter tidak hanya diterapkan kepada para anak didik saja,
melainkan juga harus ditanamkan kepada seluruh komponen sivitas akademika di
sekolah, seperti kepala sekolah, guru, karyawan, hingga petugas kebersihan bahkan harus
masuk ke dalam visi-misi sekolah yang selanjutnya akan dijabarkan dalam materi-materi
pelajaran. Selain diimplementasikan di lingkungan sekolah, orangtua seharusnya telah
merealisasikan nilai-nilai karakter di rumah bahkan jauh sebelum guru mengajarkannya
di sekolah. Menurut mereka, orang tua merupakan the first teacher dalam kehidupan
putra-putrinya. Oleh karena itu, tugas orang tua yang utama mendidik karakter anak-
anaknya sebelum anak-anak terjun ke lingkungan sosial. Orang tua tidak bisa begitu saja
menyerahkan pendidikan karakter putra-putrinya kepada guru di sekolah, karena sebelum
anak-anak bersekolah tugas utama orang tua adalah membentuk karakter anak-anaknya.
Perilaku mendidik tersebut akan dirasakan oleh anak, selanjutnya terekam kuat dalam
ingatan yang kelak pada gilirannya sang anak akan mengimitasi perilaku orangtua
tersebut dalam mendidik putra-putrinya.
KESIMPULAN
Secara umum guru PAI telah memahami maksud dan tujuan pendidikan karakter,
meskipun implementasi pendidikan karakter belum sesuai dengan yang diarahkan oleh
pemerintah, yaitu penanaman nilai-nilai karakter secara terintegrasi di dalam kurikulum,
beberapa metode yang diterapkan dianggap efektif meningkatkan kualitas karakter anak
didik, yaitu metode pemahaman (insight), pembiasaan (conditioning) dan keteladanan
(modeling). Guru PAI dalam mengimplentasikan pendidikan karakter selain menanamkan
nilai-nilai yang general/umum seperti motivasi, kedisiplinan, ketaatan, kemandirian,
tanggung jawab, kesetiakawanan, toleransi dan sebagainya akan tetapi juga
memrioritaskan nilai-nilai yang bersumber dari Islam, seperti menambahkan nilai-nilai
seperti keimanan, ketaqwaan dan keikhlasan.
Vol. 1, No. 6, pp. 522-528, June 2021
528 http://sostech.greenvest.co.id
BIBLIOGRAPHY
Aliyyah, A. (2019). Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Ta’limul Muta’alim dan
Kitab Bidayatul Hidayah Serta Relevansinya dengan Program Pendidikan Karakter
di Indonesia. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Birhan, W., Shiferaw, G., Amsalu, A., Tamiru, M., & Tiruye, H. (2021). Exploring the
context of teaching character education to children in preprimary and primary
schools. Social Sciences & Humanities Open, 4(1), 100171.
https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.ssaho.2021.100171
Bungkaes, H. R., Posumah, J. H., & Kiyai, B. (2013). Hubungan efektivitas pengelolaan
program raskin dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Desa Mamahan
Kecamatan Gemeh Kabupaten Kepualauan Talaud. ACTA DIURNA KOMUNIKASI,
2(2).
Dailami Qodri, A. (2015).


. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Fitriana, D. (2020). Hakikat Dasar Pendidikan Islam. Tarbawy: Jurnal Pendidikan Islam,
7(2), 143150.
Gastaldi, L., Pietrosi, A., Lessanibahri, S., Paparella, M., Scaccianoce, A., Provenzale, G.,
Corso, M., & Gridelli, B. (2018). Measuring the maturity of business intelligence in
healthcare: Supporting the development of a roadmap toward precision medicine
within ISMETT hospital. Technological Forecasting and Social Change, 128, 84
103. https://doi.org/https://doi.org/10.1016/j.techfore.2017.10.023
Iriany, I. S. (2017). Pendidikan karakter sebagai upaya revitalisasi jati diri bangsa. Jurnal
Pendidikan UNIGA, 8(1), 5485.
Julaeha, S. (2019). Problematika Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Karakter.
Jurnal Penelitian Pendidikan Islam,[SL], 7(2), 157182.
Komang Sukendra, I., & Wayan, S. I. (2020). Analisis Problematika dan Alternatif
Pemecahan Masalah Pembelajaran Matematika di SMP. Emasains: Jurnal Edukasi
Matematika Dan Sains, 9(2), 177186.
Noor, T. (2018). Rumusan tujuan pendidikan nasional pasal 3 undang-undang sistem
pendidikan nasional No 20 Tahun 2003. Wahana Karya Ilmiah Pendidikan, 3(01).
Pranoto, T. (2017). Model Pengembangan Bahan Ajar PAI Terintegrasi pada Pendidikan
Karakter, Lingkungan dan Soft Skills untuk Siswa SMK (Studi Analisis SMK di
Kecamatan Mayong, Pecangaan dan Kedung-Kabupaten Jepara). STAIN Kudus.
Putra, N. (2016). Penilaian Autentik Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti di SMP Negeri 4 Pariaman. Al-Fikrah: Jurnal Manajemen Pendidikan, 3(2),
203218.
Syarbini, A. (2014). Model Pendidikan Karakter dalam Keluarga. Elex Media
Komputindo.
Usman, U. (2011). Islamic Education and The Local Wisdom in Globalisation Era.
Madania: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 1(2), 163176.
Zurqoni, Z. (2016). Menilai Esensi dan Modernisasi Pendidikan Islam. SYAAMIL.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International Licensed