Eka Jumailatun Niswah 517
memperhatikan (receiving), partisipasi atau merespon (responding), penilaian atau
penentuan sikap (Valuing), organisasi (organization), dan internalisasi atau karakterisasi
(caracterization by a value complex). Hal ini berbeda dengan beberapa siswa sepert AN
dan JG yang mendapatkan nilai sikap B. Hal ini disebabkan beberapa faktor yang
mempengaruhi hasil belajar salah satunya aspek minatnya. Setelah didapatkan melalui
hasil wawancara, siswa yang mendapatkan nilai sikap B disebabkan kurang
memperhatikan penjelasan guru saat pembelajaran matematika dikarenakan dirinya
kurang berminat terhadap pembelajaran matematika tersebut.
Hal ini sesuai dengan pendapat (Sarasti, 2016) yang menyatakan bahwa banyak
faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas
perolehan pembelajaran siswa. Faktor-faktor yang termasuk dalam aspek psikologis
diantaranya yaitu tingkat inteligensi siswa, sikap, bakat, minat, motivasi dan emosi.
Sesorang siswa yang tidak memiliki minat terhadap pembelajaran matematika maka
secara sikap juga tidak dapat menerima pembelajaran tersebut dengan baik sehingga
ketika guru menjelaskan siswa tersebut sibuk bermain dengan dunianya sendiri serta
mencari kesenangannya sendiri dan mengabaikan penjelasan dari guru.
Akibat minat terhadap matematika ini tidak ada menyebabkan sikap kurang
memperhatikan penjelasan guru danakhirnya akan berdampak pada hasil pelajarannya
terkait hasil rata-rata ujiannya yang tidak lebih tinggi dari KKM. Seperti SR, GN, LP, WP
dan AR mendapatkan nilai 70. Sebaiknya siswa harus mampu lebih tinggi mendapatkan
hasil belajarnya dari KKM. Misalkan nilai KKM 70 maka harus bisa mendapatkan nilai 8
dan melebihi nilai standar yang ditentukan oleh sekolah tersebut. Walaupun nilainya
cukup tetap dikatakan mendapat hasil belajar yang baik karena mampu mendapatkan
sesuai standar yang ditentukan serta tidak kurang.
Nilai yang didapatkan tersebut telah sesuai dengan atas sikapnya selama kegiatan
pembelajaran berlangsung. Terdapat salah satu siswa yang sering tidak mengerjakan
tugas dan tidak pernah memperhatikan kegiatan pembelajaran sehingga harus mengulang
ujian. Siswa tersebut juga tidak dapat mengimplementasikan hasil belajar dalam
kehidupan sehari-hari. Hal inidapat diketahui ketika seorang siswa tersebut yang bernama
JG tidak mampu mengatasi permasalahannya seperti jika terjadi error pada laptopnya
yang digunakan untuk belajar.
Kemandirian belajar merupakan kondisi aktivitas belajar yang mandiri tidak
tergantung pada orang lain, memiliki kemauan serta bertanggung jawab sendiri dalam
menyelesaikan masalah belajarnya (Bakhtiar, 2017). Kemandirian belajar akan terwujud
apabila siswa aktif mengontrol sendiri segala sesuatu yang dikerjakan, mengevaluasi dan
selanjutnya merencanakan sesuatu yang lebih dalam pembelajaran yang dilalui dan siswa
juga mau aktif dalam proses pembelajaran. Kemandirian belajar juga diartikan sebagai
belajar mandiri, tidak menggantungkan diri kepada orang lain, siswa dituntut untuk
memiliki keaktifan dan inisiatif sendiri dalam belajar, bersikap, berbangsa maupun
bernegara. Kemandirian belajar juga merupakan kesadaran diri dari siswa tersebut yang
digerakkan oleh kemauannya sendiri dan keinginannya sendiri untuk mencapai tujuan.
Kemandirian belajar ini juga berupa kegiatan belajar mengarahkan diri sendiri atau
tidak bergantung pada orang lain, mampu menjawab pertanyaan saat pembelajaran bukan
karena bantuan guru atau lainnya, lebih suka aktif daripada pasif, memiliki kesadaran apa
yang harus dilakukan, evaluasi belajar dilaksanakan bersama-sama, belajar dengan
mengaplikasikan (action), pembelajaran yang berkolaborasi artinya memanfaatkan
pengalaman dan bertukar pengalaman, pembelajaran yang berbasis masalah, dan selalu
mengharapkan manfaat yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan. Sehingga
kemandirian belajar diperlukan oleh setiap siswa untuk mencapai keberhasilan