Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 7, July 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Yohan Armindo Yoseph. (2021). Kajian Yuridis Pengaturan Daluwarsa dalam Tindak Pidana Pemalsuan
Surat. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 1(7): 735-723
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
KAJIAN YURIDIS PENGATURAN DALUWARSA DALAM TINDAK PIDANA
PEMALSUAN SURAT
Yohan Armindo Yoseph
Universitas Nusa Cendana Kupang Nusa Tenggara Timur, Indonesia
Diterima:
29 Mei 2021
Direvisi:
27 Juni 2021
Disetujui:
14 Juli 2021
Abstrak
Pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang akibatnya tidak
dirasakan langsung oleh korban. Berdasarkan Putusan Nomor
3/Pid.Pra/2018/PN Kpg hak dari tersangka yang diuntungkan
seharusnya korbanlah yang harus diuntungkan sesuai dengan data atau
kasus yang ditangani tindak pidana pemalsuan surat tersebut belum
daluwarsa. Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini
yaitu untuk menganalisis pengaturan daluwarsa ditetapkan untuk
menghapus atau meniadakan tuntutan pidana pada seseorang, untuk
menganalisis implementasi dari ketentuan daluwarsa dalam praktik
penanganan pemalsuan surat dan merumuskan formulasi kebijakan
pidana tentang daluwarsa dalam undang-undang pidana yang akan
datang. Metode penelitian adalah normatif dengan pendekatan
konseptual, kasus dan perundang-undangan. Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa rasio legis pengaturan daluwarsa ditetapkan untuk
menghapus atau meniadakan tuntutan pidana adalah faktor kesulitan
pembuktian serta menemukan tiga hal yang memengaruhi kesulitan
mengungkap perkara.
Kata kunci : Aturan daluwarsa; Pemalsuan surat; Perhitungan
daluwarsa
Abstract
Forgery of letters is a criminal act that consequently is not felt directly by the
victim. Based on The Decision No. 3/Pid.Pra/2018/PN Kpg the rights of the
suspects who benefited should be the victims who should benefit in accordance
with the data or cases handled criminal forgery of the letter has not been
expired. The purpose to be achieved from the implementation of this study is to
analyze the arrangements set to remove or eliminate criminal charges against
a person, to analyze the implementation of the provisions daluwarsa in the
practice of handling forgery letters and formulate a criminal policy
formulation on daluwarsa in the upcoming criminal law. Research methods
are normative with conceptual, case and statutory approaches. The results of
this study showed that the legis ratio of the arrangement set to remove or
eliminate criminal charges is a factor of difficulty in proving and finding three
things that affect the difficulty of uncovering a case.
Keywords: Rules of daluwarsa; Forgery of mail; Calculation of
daluwarsa
Kajian Yuridis Pengaturan Daluwarsa dalam Tindak
Pidana Pemalsuan Surat
Yohan Armindo Yoseph 736
PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah memberlakukan hukum yang
berasal dari Belanda (Putra, 2018) karena Indonesia dijajah oleh Belanda selama 350
tahun sehingga hukum Belanda diadopsi oleh Negara Indonesia (Aseri, 2016) (sistem
civil law). Sistem civil law adalah bentuk-bentuk sumber hukum dalam arti formal
(Nurhardianto, 2015) berupa peraturan perundang- undangan, kebiasaan-kebiasaan dan
yurisprudensi (Ariani, 2020). Negara-negara penganut civil law menempatkan konstitusi
pada urutan tertinggi dalam hirarki peraturan perundang-undangan (Bawole, 2013).
Ketentuan tindak pidana pemalsuan surat dalam KUHP tidak bisa dilepaskan dari
ketentuan hukum pidana yang berlaku di Belanda (Zulfa, 2018) yang juga mendapatkan
pengaruh dari ketentuan Code Penal dalam Hukum Romawi (Purwaningsih, 2019).
Berdasarkan hukum Romawi, dianggap sebagai suatu deeigenlijkefalsum atau sebagai
tindak pidana pemalsuan (Yasir, 2016) yang sebenarnya bila meliputi pemalsuan surat-
surat berharga dan pemalsuan surat. Kemudian ditambah dengan tindak pidana
pemalsuan lainnya yang di dalam doktrin disebut sebagai quasifalsum (Zulfa, 2018) atau
pemalsuan yang sifatnya semu (Zougira, 2017).
Sesungguhnya hal ini memengaruhi kualifikasi dari tindak pidana pemalsuan surat
dalam Code Penal yang disamakan dengan tindak pidana lain (Fahmi, 2016) yang bukan
pemalsuan yang disebut sebagai lescrimesetdelitscontrelapaix publique atau tindak
pidana terhadap ketertiban umum. Berdasarkan KUHP Indonesia saat ini, ketentuan ini
dirumuskan dalam Buku II KUHP tentang kejahatan dan BAB XII tentang Pemalsuan
Surat.
Pemalsuan dalam surat-surat (valschheid in geschrift) yang berturut-turut memuat
empat title (Baiddilah, 2012), semuanya tentang kejahatan terhadap kekuasaan umum.
Pemalsuan dalam surat-surat dianggap lebih bersifat publik yaitu mengenai kepentingan
masyarakat (Wibisono, 2015), kepercayaan masyarakat kepada isi surat-surat daripada
bersifat kepentingan pribadi yang secara langsung dirugikan dengan pemalsuan surat ini.
Secara umum, unsur-unsur pemalsuan surat dalam Bab XII KUHP terdiri dari suatu surat
yang dapat menghasilkan sesuatu hak sesuatu perjanjian utang atau yang diperuntukkan
sebagai bukti dari sesuatu kejadian, membuat surat palsu (artinya surat itu sudah dari
mulainya palsu) atau memalsukan surat (artinya surat itu tadinya benar, tetapi kemudian
palsu), tujuan menggunakan atau digunakan oleh orang lain dan dapat menimbulkan
kerugian.
Praktik yang sedang berjalan didapat penafsiran yang berbeda khususnya pada
suatu peristiwa tindak pidana pemalsuan surat yang berpendapat sejak diketahui (Aulia,
2020) atau digunakan dalam pemalsuan surat, tidak jarang terjadi orang yang melapor
sudah diberikan penjelasan kejadiannya sudah lewat waktu tetap minta untuk kasusnya di
proses sehingga pada tahap gelar perkara dihentikan, ada yang sampai pada pengadilan
hakim berpendapat berbeda cara menghitung daluwarsa tersebut (Alfiantoro, 2019).
Pemalsuan surat merupakan tindak pidana yang akibatnya tidak dirasakan langsung
oleh korban (Rosyida, 2019). Akibat dari tindak pidana pada umumnya baru ketahui oleh
korban pada saat diketahui adanya kerugian yang nyata. Sebagai contoh adalah kasus
pemalsuan surat sebagaimana tercantum dalam Putusan Nomor: 3/Pid.Pra/2018/PNKpg.
Permohonan praperadilan diajukan setelah korban mengetahui adanya tindak pidana
pemalsuan surat pada tahun 2015. Kronologi kasus peristiwa pemalsuan surat akta jual
beli yang terjadi pada tahun 2015 bertempat di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat
dengan pelapor Christian Nathanael alias Chris, pelapor tidak mengakui dan tidak pernah
membubuhkan tanda tangannya pada Akta Jual Beli (AJB) No. 53/JB/KK/IV/1998
tentang penjualan tanah dengan SHM No.875 dengan terlapor Frans Oan Semewa,
Vol. 1, No. 7, pp. 735-723, July 2021
737 http://sostech.greenvest.co.id
selanjutnya kasus tindak pidana pemalsuan surat dari pihak terlapor atau pemohon
melaksanakan upaya hukum praperadilan dengan putusan hakim mengabulkan
permohonan praperadilan pemohon, menyatakan sebagai hukum kewenangan termohon
untuk melakukan segala tindakan hukum pidana hapus karena daluwarsa, menyatakan
penetapan tersangka tidak sah, membebankan biaya perkara kepada termohon nihil.
Berdasarkan Putusan Nomor 3/Pid.Pra/2018/PN Kpg hak dari tersangka yang
diuntungkan seharusnya korbanlah yang harus diuntungkan sesuai dengan data atau kasus
yang ditangani tindak pidana pemalsuan surat tersebut belum daluwarsa, di bandingkan
dengan pertimbangan hakim yang lain, ternyata hakim Pengadilan Tinggi Bandung dalam
pertimbangannya adalah sebagai berikut menimbang, bahwa Pengadilan Tinggi
berpendapat untuk menghitung kapan dimulai dan dihitung tenggang waktu daluwarsa
tindak pidana pemalsuan surat, bukankah pada hari sesudah perbuatan pemalsuan surat
itu dilakukan, akan tetapi pada hari berikutnya surat yang diduga palsu itu dipergunakan
dan adanya kepalsuan itu diketahui oleh korban atau orang atau pihak lain yang dirugikan
akibat digunakannya surat yang diduga palsu tersebut menimbang, bahwa karena itu
tenggang waktu daluwarsa dalam perkara terdakwa ini tidak dihitung sejak dibuat/di
ketiknya surat pernyataan hibah tanah waris dengan mutlak pada tanggal 24 Agustus
1993 dan bukan pula pada saat terdakwa menyuruh balik nama letter C dari atas nama H.
Banin (almarhum) ke atas nama Siti cs Fitriah dan Supriatin cs Ajat di kantor Kelurahan
Marga Mulya tahun 1993, melainkan saat ahli waris H. Banin yang lain (selain
Terdakwa) yaitu saksi Leo Bin H. Banin dan kawan-kawan datang menemui Terdakwa
pada tahun 2008 untuk mengurus dan menanyakan pembagian harta warisan almarhum
H. Banin, dimana saat itu terdakwa memperlihatkan dua lembar surat pernyataan hibah
tanah waris dengan mutlak dan SPPT atas nama Siti cs Fitriah dan Supriatin cs Ajat,
padahal saksi Leo Bin H. Banin dan kawan-kawan merasa tidak pernah memberikan
persetujuan hibah tanah warisan tersebut, dan karenanya saksi Leo Bin H. Banin dan
kawan-kawan merasakan ada hal yang tidak beres, curiga adanya pemalsuan dan
karenanya melaporkan kasus tersebut ke pihak Kepolisian, terdapat perbedaan antara
putusan hakim terhadap kasus pemalsuan yang lainnya yang menyatakan bahwa
pemalsuan surat belum daluwarsa sebagaimana Putusan Tinggi Bandung nomor
261/Pid/2014/PT Bdg. Ditentukan untuk menghitung tenggang waktu daluwarsa tindak
pidana pemalsuan surat, bukanlah pada hari sesudah perbuatan pemalsuan surat
dilakukan, akan tetapi pada hari berikutnya surat yang diduga palsu itu dipergunakan dan
adanya kepalsuan itu di ketahui oleh korban atau orang atau pihak lain yang dirugikan
akibat digunakan surat yang diduga palsu tersebut. Aturan tenggang waktu daluwarsa
dalam pasal 78 KUHP aturan tersebut sangat menguntungkan tersangka sehingga
merujuk pada putusan nomor 3/Pid.Pra/2018/PNKpg, maka calon peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian guna menyusun tesis dengan judul Kajian Yuridis Pengaturan
Daluwarsa dalam Tindak Pidana Pemalsuan Surat”.
Tujuan yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian ini yaitu untuk menganalisis
pengaturan daluwarsa ditetapkan untuk menghapus atau meniadakan tuntutan pidana
pada seseorang, untuk menganalisis implementasi dari ketentuan daluwarsa dalam
praktek penanganan pemalsuan surat dan merumuskan formulasi kebijakan pidana
tentang daluwarsa dalam undang-undang pidana yang akan datang.
Manfaat yang dapat didapatkan dari penelitian ini ada dua berdasarkan teoritis dan
praktik. Manfaat berdasarkan teoritis yaitu sebagai bahan masukan atau pertimbangan
atau acuan bagi para akademisi di dalam melakukan penelitian lebih lanjut dan sebagai
literatur tambahan di dalam perpustakaan. Manfaat berdasarkan praktis penelitian ini
dapat memberikan manfaat bagi penegak hukum untuk meningkatkan pengetahuan,
Kajian Yuridis Pengaturan Daluwarsa dalam Tindak
Pidana Pemalsuan Surat
Yohan Armindo Yoseph 738
keahlian, perilaku dalam praktik pengambilan kebijakan atau keputusan khususnya dalam
menangani masalah penetapan daluwarsa tindak pidana pemalsuan surat.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan uraian-uraian diatas maka jenis penelitian dalam penulisan ini yaitu
penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang memuat deskripsi tentang persoalan
hukum yang diteliti berdasarkan bahan-bahan hukum tertulis. Oleh sebab itu, penelitian
ini bersifat kepustakaan (library research yaitu penelitian yang dilakukan untuk
menelaah bahan-bahan dari buku utama yang berkaitan dengan masalah atau persoalan
hukum dan buku penunjang lain yang relevan dengan topik permasalahan yang dikaji
oleh penulis. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
konseptual (conceptual approach) artinya mendekatkan permasalahan yang dikaji dengan
filsafat, asas, kaidah hukum, konsep yang relevan dengan permasalahan yang diteliti,
pendekatan kasus (case approach) yaitu mengkaji putusan hakim dalam perkara
praperadilan yang menetapkan hak tersangka yang gugur akibat dari daluwarsa tindak
pidana pemalsuan surat dan pendekatan perundang-undangan (statute approach) yaitu
pendekatan yang dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan dan
regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani. Jenis dan sumber bahan
hokum terdiri atas bahan hukum primer, yaitu bahan yang mengikat, antara lain berupa
peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan tindak pidana pemalsuan surat
dan daluwarsa:
a. Undang-Undang No.1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP)
b. Undang-Undang No.8 tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP)
c. Putusan Hakim Nomor 3/Pid.Pra/2018/PNKpg tentang penetapan tersangka
pemalsuan surat.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan
hukum primer seperti tulisan ilmiah yang berkaitan dengan persoalan yang sedang diteliti.
Semacam petunjuk kearah mana peneliti melangkah. Bahan hukum tersier, yaitu bahan
yang memberikan informasi lebih lanjut mengenai bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder antara lain Kamus Hukum Indonesia J.C.T. Simorangkir, Kamus Bahasa
Inggris Indonesia John M. Echols, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Terminologi Hukum
Inggris-Indonesia Ranuhandoko.
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah studi dokumentasi yaitu mencari bahan hukum mengenai hal-hal atau variabel-
variabel yang berupa catatan, buku-buku, surat kabar, majalah dan sebagainya yang
berhubungan dengan persoalan hukum yang akan dikaji calon peneliti. Oleh sebab itu
yang menjadi sumber bahan hukum primer adalah Undang-Undang No.8 tahun 1981
tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP), Undang-Undang No.1 tahun 1946
tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Putusan Hakim.
Metode analisis bahan hukum untuk menjawab semua persoalan hukum yang
dikaji oleh calon peneliti maka metode analisis bahan hukum yang akan digunakan oleh
peneliti yaitu metode analisis secara kualitatif sehingga semua bahan hukum yang akan
dianalisis berupa teks. Analisis kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi
dan menganalisa teks atau dokumen untuk memahami dan menjawab persoalan hukum
yang dikaji oleh calon peneliti.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Vol. 1, No. 7, pp. 735-723, July 2021
739 http://sostech.greenvest.co.id
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa rasio legis pengaturan daluwarsa
ditetapkan untuk menghapus atau meniadakan tuntutan pidana adalah faktor kesulitan
pembuktian, serta menemukan tiga hal yang memengaruhi kesulitan mengungkap perkara
yakni keterangan saksi, tidak adanya akta otentik pembanding, keterangan tersangka yang
menyangkal. Implementasi pengaturan daluwarsa dalam penanganan pemalsuan surat
dipengaruhi oleh dua fakta yakni terdapat perbedaan penafsiran dalam putusan hakim,
hak dari korban yang dirugikan. Formulasi kebijakan pidana tentang daluwarsa di masa
yang akan datang yaitu meliputi dua faktor yaitu pembaharuan hukum pidana dan
Rancangan KUHP yang baru. Oleh karena itu, perlu adanya aturan yang jelas dalam
KUHP maupun aturan daluwarsa di luar KUHP mengenai daluwarsa untuk memberikan
keadilan kepada korban tindak pidana, peraturan daluwarsa yang lebih spesifik, jelas,
detail, tentang perhitungan waktu daluwarsa dalam tindak pidana pemalsuan surat yaitu
dimulai perhitungan daluwarsa pada saat diketahui oleh korban, adanya inovasi dari
penegak hukum untuk menemukan kebijakan hukum tanpa harus bertentangan dengan
ketentuaan hukum, teori dan doktrin yang ada.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penulis dapat menyimpulkan bahwa
pengaturan daluwarsa ditetapkan untuk menghapus atau meniadakan tuntutan pidana
pada seseorang terdapat alasan atau faktor yaitu kesulitan pembuktian semakin lama
lewatnya waktu akan semakin sulit untuk memperoleh alat-alat bukti tersebut, penulis
menemukan tiga hal yang memengaruhi kesulitan mengungkap perkara yakni keterangan
saksi, tidak adanya akta otentik pembanding, keterangan tersangka yang menyangkal.
Implementasi pengaturan daluwarsa dalam penanganan pemalsuan surat dipengaruhi oleh
dua fakta yakni terdapat perbedaan Penafsiran dalam putusan hakim. Putusan Pengadilan
Negeri Kupang Nomor : 3/Pid.Pra/2018/PN.Kpg hakim menimbang dan amar putusannya
melihat perhitungan daluwarsa dalam tindak pidana pemalsuan surat sejak di buat oleh
tersangka sedangkan pertimbangan Putusan Pengadilan Tinggi Bandung Nomor :
261/Pid/2014/PT hakim melihat perhitungan pengaturan daluwarsa dalam tindak pidana
pemalsuan surat sejak diketahui oleh korban, hak dari korban yang dirugikan.
Keberpihakan hukum terhadap korban yang terkesan timpang tindih jika dibandingkan
dengan tersangka (terdakwa), terlihat dalam pengaturan daluwarsa dalam tindak pidana
pemalsuan surat lebih memberikan hak istimewa kepada tersangka (terdakwa)
dibandingkan kepada korban. Formulasi kebijakan pidana tentang daluwarsa di masa
yang akan datang yaitu meliputi dua faktor yaitu pembaharuan hukum Pidana, dimana
pada hakikatnya merupakan bagian upaya perlindungan masyarakat (khususnya upaya
penanggulangan kejahatan, ini bermakna langsung pada pelaku tindak pidana dan korban.
tetapi penulis lebih menekankan pada rasa keadilan kepada korban, rancangan KUHP
yang baru di masa yang akan datang menjadi suatu acuan, pedoman, petunjuk, aturan
yang diharapkan mencapainya rasa keadilan kepada korban.
BIBLIOGRAFI
Alfiantoro, H. (2019). Menyoal Kekuatan Eksekutorial Pidana Uang Pengganti dalam
Undang Undang Nomor 3 Tahun 1971 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi. Yurispruden: Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 2(2),
189202.
Ariani, D. (2020). Proses Pembentukan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi di Tinjau dari Undang-Undang Nomor 12 Tahun
Kajian Yuridis Pengaturan Daluwarsa dalam Tindak
Pidana Pemalsuan Surat
Yohan Armindo Yoseph 740
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Universitas YARSI.
Aseri, M. (2016). Hukum Islam dalam Konteks Nation-State Indonesia. ITTIHAD,
14(26).
Aulia, T. (2020). Urgensi Yuridis Kehadiran Notaris Sebagai Saksi Di Persidangan
Pidana. Universitas Islam Indonesia.
Baiddilah, A. (2012). Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum UPN “Veteran” Jawa Timur. UPN YK.
Bawole, G. Y. (2013). Penerapan Sistem Hukum Pidana Civil Law dan Common Law
terhadap Penanggulangan Kejahatan Korporasi. Lex Crimen, 3(3).
Fahmi, K. (2016). Sistem Penanganan Tindak Pidana Pemilu. Jurnal Konstitusi, 12(2),
264283.
Nurhardianto, F. (2015). Sistem Hukum dan Posisi Hukum Indonesia. Jurnal Tapis:
Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 11(1), 3344.
Purwaningsih, I. (2019). Pemalsuan Akta Autentik Yang Melibatkan Notaris. Jurnal
Hukum Dan Kenotariatan, 3(1), 113.
Putra, R. (2018). Prospek Pembentukan Daerah Istimewasumatera Barat Dalam Koridor
Negarakesatuan Republik Indonesia. Soumatera Law Review, 1(2), 335359.
Rosyida, M. (2019). Tinjauan Yuridis Tindak Pidana Pemalsuan Surat (Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Tegal). Universitas Islam Sultan Agung.
Wibisono, R. Y. (2015). Pembuktian Tindak Pidana Pemalsuan Surat Dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana. Universitas Airlangga.
Yasir, M. (2016). Aspek Hukum Jaminan Fidusia. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya
Syar-I, 3, 7592.
Zougira, E. M. (2017). Tindak Pidana Pemalsuan Akta Autentik Berdasarkan KUHP.
LEX CRIMEN, 6(7).
Zulfa, E. A. (2018). Menghancurkan Kepalsuan (Studi Tentang Tindak Pidana Pemalsuan
Dan Problema Penerapannya). Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(2), 345360.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike
4.0 International License