Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 8, August 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
. (2021). Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter Ditinjau
dari Aliran Progresivisme. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 1(8): 840-847
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
PEMBENTUKAN KARAKTER SISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
DITINJAU DARI ALIRAN PROGRESIVISME
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia
1 dan 2
abiyudianto@yahoo.com
1
dan endang.fauziati@ums.ac.id
2
Diterima:
27 Juni 2021
Direvisi:
23 Juli 2021
Disetujui:
14 Agustus
2021
Abstrak
Sistem pendidikan secara umum masih dititik beratkan pada kecerdasan
kognitif. Saatnya para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan
masyarakat senantiasa memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak
melulu dilihat dari prestasi angka-angka. Penelitian ini bertujuan untuk
menciptakan pengalaman-pengalaman bagi siswa untuk membangun dan
membentuk karakter unggul. Metode pada penelitian ini metode pustaka, yaitu
dengan merangkum berbagai sumber, baik itu jurnal, buku maupun majalah.
Aliran filsafat pendidikan yang menjadi dasar dan landasan dalam pendidikan
karakter adalah aliran Progresivisme. Aliran ini berupaya untuk
mengembangkan siswa untuk bisa berpikir yang baik dengan menekankan
prinsip mendisiplinkan diri sendiri, sosialisasi dan demokrasi. Dengan
demikian siswa diarahkan untuk memiliki karakter yang baik. Pembentukan
karakter siswa dipengaruhi oleh nilai moral dan nilai etika, yang dilaksanakan
melalui tahapan Moral Knowing, Moral iFeeling dan Moral Action.
Kata kunci : Pendidikan Karakter, Karakter, Aliran Filsafat Pendidikan
Abstract
The education system in general is still focused on cognitive
intelligence. It's time for policy makers, educators, parents and the
public to always enrich the perception that the measure of success is not
only seen from the achievement of the numbers. This research aims to
create experiences for students to build and shape superior character.
The method in this research is the library method, which is by
summarizing various sources, be it journals, books or magazines. The
school of educational philosophy that is the basis and foundation in
character education is the flow of progressivism. This school strives to
develop students to be able to think well by emphasizing the principles
of self-discipline, socialization and democracy. This students are
directed to have good character. The formation of student character is
influenced by moral values and ethical values, which are implemented
through the stages of Moral Knowing, Moral Feeling and Moral Action.
Keywords : Character Education, Character, School of Philosophy of
Education
Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter
Ditinjau dari Aliran Progresivisme
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
841
PENDAHULUAN
Progresivisme yang dalam konsep-konsep sangat berkaitan dengan penerapan
pembelajaran pendidikan Matematika yang melibatkan bahasa dan seni (Nugroho &
Priatna, 2016). Mazhab atau filsafat Progresivisme mengarahkan penganutnya untuk
selalu melakukan usaha-usaha untuk terus maju dan berkembang (progresif) (Salu &
Triyanto, 2017), dalam rangka mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam diri
setiap individu atau peserta didik (Sidik, 2016). Filsafat pendidikan ini melihat peserta
didik adalah manusia yang memiliki berbagai kemampuan-kemampuan yang potensial
(Mustaghfiroh, 2020) dan harus dikembangkan melalui cara-cara yang kreatif dan
inovatif (Darma et al., 2020).
Oleh karena itu, tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi
pengalaman yang terus-menerus (Aeni, 2012). Pendidikan bukanlah hanya
menyampaikan pengetahuan kepada anak didik saja (Fadlillah, 2018), melainkan yang
terpenting adalah melatih kemampuan berpikir secara alamiah (Matitaputty, 2016). Setiap
peserta didik dalam pendidikan Progresivisme khususnya dalam konteks pendidikan
Matematika dituntut agar selalu melakukan usaha-usaha mandiri untuk meningkatkan
kreativitas dalam menjawab soal (Malawi et al., 2019), karakter siswa dan melatih bahasa
komunikasi (Saihu, 2019). Tuntutan ini tentu dengan melihat berbagai pengalaman yang
ada dalam kehidupan sekitar sebagai bagian dari pengetahuan kebudayaan yang sangat
mendukung perkembangan diri peserta didik (Salu & Triyanto, 2017).
Karakter dapat dipandang sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas dari
setiap individu untuk hidup (Setiawan, 2014), bergaul dan bekerjasama di lingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara (Bilda, 2016). Karakter yang baik ditunjukkan
dengan akhlak, budi pekerti dan perilaku yang terpuji (Hadi, 2020) dan menjadi teladan
di tengah keluarga, masyarakat, maupun bangsa (Budiyono & Harmawati, 2017)
mengartikan karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk
baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan yang membedakan dengan
orang lain serta diwujudkan dalam sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Secara etimologis, kata karakter (Inggris:character) berasal dari bahasa Yunani (greek),
yaitu charassein yang berarti toengrave.
Kata toengrave bisa diterjemahkan mengukir, melukis, memahatkan, atau
menggoreskan. Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan
yang lain dan watak. Karakter juga bisa berarti huruf, angka, ruang, simbol khusus yang
dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik.
Simpulan ini menekankan bahwa karakter adalah suatu nilai-nilai mendasar yang
terdapat pada diri individu. Pengertian karakter dalam beberapa hal. Pertama, karakter
dipandang sebagai suatu jalinan nilai-nilai kepribadian yang mengarah pada sesuatu yang
normal. Karakter itu tentang siapa kita dan menjadi apa kita, hal baik dan buruk. Kedua,
karakter bukan sesuatu yang tetap dan dengan mudah diukur atau dimodifikasi. Ketiga,
karakter merupakan pilihan-pilihan tentang pengarahan tindakan dan pemikiran yang
benar atau salah. Arthurme yakni bahwa seseorang dapat aktif dalam membentuk karakter
dirinya sendiri dan orang lain. Pendidikan karakter dipandang sebagai suatu pendekatan
khusus dari pendidikan moral. Pendidikan karakter bukan penyederhanaan dari
pencapaian keterampilan-keterampilan sosial tetapi tentang bagaimana seseorang siswa
akan tumbuh. Maka demikian karakter yang dikembangkan melalui pendidikan sifatnya
bukan hanya dikaitkan dengan keterampilan sosial tetapi integratif diarahkan untuk
perkembangan siswa. Sistem pendidikan secara umum masih dititikberatkan pada
Vol. 1, No. 8, pp. 840-847, August 2021
842 http://sostech.greenvest.co.id
kecerdasan kognitif. Hal ini dapat dilihat dari orientasi sekolah-sekolah yang ada masih
disibukkan dengan ujian, mulai dari ujian mid, ujian akhir hingga ujian nasional. Saatnya
para pengambil kebijakan, para pendidik, orang tua dan masyarakat senantiasa
memperkaya persepsi bahwa ukuran keberhasilan tak melulu dilihat dari prestasi angka-
angka. Hendaknya institusi sekolah menjadi tempat yang senantiasa menciptakan
pengalaman-pengalaman bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.
Pendidikan karakter adalah salah satu usaha untuk bisa membentuk karakter unggul
tersebut. Pendidikan karakter lahir dari beberapa pandangan para filosofis dalam filsafat
pendidikan.
Pendidikan karakter erat kaitanya dengan nilai moral dan nilai etik yang harus di
didikan pada siswa. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan tersebut
seharusnya menjadi dasar dari kurikulum sekolah yang bertujuan mengembangkan secara
berkesinambungan dan sistematis karakter siswa. Kurikulum yang menekankan pada
penyatuan pengembangan kognitif dengan pengembangan karakter melalui pengambilan
perspektif, pertimbangan moral, pembuatan keputusan yang matang dan pengetahuan diri
tentang moral. Di samping nilai tersebut diintegrasikan dalam kurikulum, juga yang tidak
kalah penting adalah adanya model yang baik dalam masyarakat untuk memberikan
contoh dan mendorong sifat baik tertentu atau ciri-ciri karakter yang diinginkan, seperti
kejujuran, kesopanan, keberanian, ketekunan, kesetiaan, pengendalian diri, simpati,
toleransi, keadilan, menghormati harga diri individu dan tanggung jawab untuk kebaikan
umum. Tujuan dan manfaat penelitian ini untuk menciptakan pengalaman-pengalaman
bagi siswa untuk membangun dan membentuk karakter unggul.
METODE PENELITIAN
Metode pada penelitian ini metode pustaka, yaitu dengan merangkum
berbagai sumber, baik itu jurnal dan buku maupun majalah.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengertian karakter menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah “tabiat, sifat-sifat
kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain”.
Adapun berkarakter adalah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak”.
Karakter berasal dari bahasa Yunani yang berarti to mark atau menandai dan
memfokuskan bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau
tingkah laku, sehingga orang yang tidak jujur, kejam, rakus dan perilaku jelek lainnya
dikatakan orang berkarakter jelek.
Sebaliknya, orang yang perilakunya sesuai dengan kaidah moral disebut dengan
berkarakter mulia. Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi
dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis,
kritis, analitis, kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,
sabar, berhati-hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji, adil,
rendah hati, malu berbuat salah, pemaaf, berhati lembut, setia, bekerja keras, tekun,
ulet/gigih, teliti, berinisiatif, berpikir positif, disiplin, antisipatif, inisiatif, visioner,
bersahaja, bersemangat, dinamis, hemat/efisien, menghargai waktu, pengabdian/dedikatif,
pengendalian diri, produktif, ramah, cinta keindahan (estetis), sportif, tabah, terbuka dan
tertib.
Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau unggul dan
individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut. Karakteristik
adalah realisasi perkembangan positif sebagai individu (intelektual, emosional, sosial,
Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter
Ditinjau dari Aliran Progresivisme
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
843
etika dan perilaku). Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai
karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau
kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Menurut pendidikan
karakter di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk
komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran
dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah,
pelaksanaan aktivitas atau kegiatan kokurikuler, pemberdayaan sarana prasarana,
pembiayaan dan etos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan
karakter dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan
pendidikan harus berkarakter. Maka pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang
dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk membantu siswa memahami nilai-
nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
budaya dan adat istiadat. Pendidikan karakter melibatkan aspek pengetahuan (cognitive),
perasaan (feeling) dan tindakan (action).
Karakter membimbing dan mengarahkan seseorang untuk menilai sesuatu yang
dilakukan baik atau buruk. Fungsi-fungsi moral tersebut dinamakan moral anatomi yang
meliputi moral behaviour (perilaku moral), moral values (nilai-nilai moral), moral
personality (personalitas moral), moral emotion (emosi moral), moral reasoning
(penalaran moral), moral identity (identitas moral) dan foundational characteristics
(karakteristik-karakteristik dasar). Fungsi-fungsi tersebut memberi gambaran bahwa
karakter merupakan suatu konsep psikologi yang kompleks. Karakter meliputi
kemampuan berpikir membedakan yang baik dan benar, mengalami emosi-emosi moral
(bersalah, empati, sadar diri), melibatkan diri dalam tindakan-tindakan (berbagi,
berderma, berbuat jujur), meyakini moralitas yang beradab dan bermartabat dan
menunjukkan kejujuran, kebaikan hati dan tanggung jawab. Nilai-nilai karakterter diri
dari peduli, percaya diri, tertantang, ingin tahu, fleksibel, kebersamaan (friendship),
terencana (goal setting), hormat (humility), ceria (humor), inisiatif, integritas, sabar,
tekun, sikap positif, pemecah masalah, disiplin dan kerjasama (team work).
Nilai-nilai tersebut diperlukan dalam menghadapi dunia kerja dan saling terkait
dengan nilai-nilai yang lain. Tim Pengembang, karakter merupakan perilaku manusia
yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Orang yang perilakunya sesuai dengan norma-norma disebut insan berkarakter mulia.
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan tentang potensi dirinya, yang
ditandai dengan nilai-nilai seperti reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis,
kreatif dan inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu, sabar, berhati-
hati, rela berkorban, pemberani, dapat dipercaya, jujur, menepati janji adil, rendah hati
dan nilai-nilai lainnya. Individu juga memiliki kesadaran untuk berbuat yang terbaik atau
unggul dan individu juga mampu bertindak sesuai potensi dan kesadarannya tersebut.
Karakter adalah nilai-nilai yang unik-baik (tahu nilai kebaikan, mau berbuat baik
dan nyata berkehidupan baik) yang terpateri dalam diri dan terwujud dalam perilaku.
Karakter secara koheren memancar dari hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan olah
karsa, serta olahraga seseorang atau sekelompok orang. Karakter merupakan ciri khas
seseorang atau sekelompok orang yang mengandung nilai, kemampuan, kapasitas moral
dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Pengertian ini secara lengkap
menggabungkan karakter sebagai nilai-nilai, kemampuan, kapasitas moral, keyakinan dan
tindakan.
Vol. 1, No. 8, pp. 840-847, August 2021
844 http://sostech.greenvest.co.id
Aliran Filsafat Pendidikan yang Melandasi Pendidikan Karakter
Menurut filsafat pendidikan terdapat beberapa aliran yang saling merekonstruksi
masing-masing paradigm pendidikan. Paradigma yang dimaksud disini adalah sebagai
salah satu perspektif filosofisi dalam membaca persoalan mengenai pendidikan. Filsafat
kontemporer terdapat 5 jenis aliran filsafat diantaranya aliran Ensialisme, Perenialisme,
Progresivisme, Rekonstruksialisme dan Eksistensialisme. Filsafat pendidikan Esensialis
bertitik tolakidari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya. Tekanan
pendidikannya adalah pada pembentukan intelektual dan logika. Filsafat pendidikan
Perenialis tidak jauh berbeda dengan filsafat pendidikan Esensialis, yaitu ditekankan pada
kebenaran. Kebenaran Perenialis ada pada wahyu Tuhan. Pengaruh filsafat ini menyebar
ke seluruh dunia terutama pendidikan yang berbasis agama. Filsafat pendidikan
Progresivis menekankan pada perubahan, relativitas, kebebasan, dinamika, ilmiah dan
perubahan nyata. Filsafat pendidikan Rekonstruksionis merupakan variasi dari
Progresivisme yang menginginkan kondisi manusia pada umumnya harus diperbaiki.
Filsafat pendidikan Eksistensialis berpendapat bahwa kenyataan atau kebenaran adalah
eksistensi atau adanya individu manusia itu sendiri. Dari kelima aliran filsafat pendidikan
tersebut, yang menjadi dasar dan landasan dalam pendidikan karakter adalah aliran
Progresivisme. Aliran ini berupaya untuk mengembangkan siswa untuk bisa berpikir
yang baik dengan menekankan prinsip mendisplinkan diri sendiri, sosialisasi dan
demokrasi. Pandangan yang mengatakan bahwa manusia memiliki potensi-potensi dan
kemampuan untuk mengatasi masalah-masalah. Progresivisme yang juga menaruh
kepercayaan terhadap kebebasan manusia dalam menentukan hidupnya, serta lingkungan
hidup yang dapat memengaruhi kepribadiannnya.
Pandangan ini memfokuskan pada anak sebagai keseluruhan daripada isi pelajaran
dan guru. Mengarahkan bagaimana anak belajar melalui pengalaman aktif mereka.
Peserta didik dalam problem solver dan thinker yang dapat memahami melalui
pengalaman secara fisik maupun sosial. Siswa dapat belajar melalui bekerja. Isi pelajaran
didasarkan atas kepentingan dan permasalahan dalam diri anak. Pencarian jawaban
melalui metode ilmiah serta proses mencari tahu. Beberapa hal yang terkandung dalam
aliran Progresivisme ini kemudian secara mendalam dipikirkan untuk kemudian
memunculkan sebuah paradigma pendidikan dewasa ini, yang tidak lain adalah
pendidikan karakter.
Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter dengan menekankan
pada prinsip disiplin diri sendiri, sosialisasi dan demokrasi seperti yang dikemukakan
aliran Progresivisme. Pembentukan karakter siswa di arahkan menjadi karakter yang
baik. Oleh karenanya, pendidikan karakter dirancang dan dilaksanakan secara sistematis
untuk membantu siswa memahami nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan
Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang
terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Pada dasarnya setiap orang sudah memiliki potensi atau kemampuan yang ada
sejak ia dilahirkan. Potensi-potensi itulah yang menjadi bekal untuk pembentukan
karakter dirinya. Sedangkan pembentukan karakter selain didorong faktor bawaan, tidak
terlepas pula oleh faktor lingkungan yang juga memiliki pengaruh cukup besar bagi
pembentukan karakter seseorang. Karakter siswa dipengaruhi oleh pembentukan nilai
moral dan nilai etika. Membentuk karakter tidak bisa dilakukan dalam sekejap dengan
memberikan nasihat, perintah atau instruksi, namun lebih dari hal tersebut. Pembentukan
karakter memerlukan teladan/role model, kesabaran, pembiasaan dan pengulangan.
Dengan demikian, proses pendidikan karakter merupakan proses pendidikan yang dialami
Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter
Ditinjau dari Aliran Progresivisme
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
845
oleh siswa sebagai bentuk pengalaman pembentukan kepribadian melalui mengalami
sendiri nilai-nilai kehidupan, agama dan moral.
Proses pembentukan nilai moral pada siswa terdiri atas tiga tahap, yaitu:
1. Moral knowing, dilakukan dengan cara memahamkan dengan baik pada siswa
tentang arti kebaikan, mengarahkan siswa untuk berperilaku baik, memberi
pengertian untuk apa berperilaku baik dan apa manfaat berperilaku baik.
2. Moral feeling, dilakukan dengan cara membangun kecintaan berperilaku baik
pada siswa yang akan menjadi sumber energi siswa untuk berperilaku baik,
membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya
3. Moral action, dilakukan dengan cara membuat pengetahuan moral menjadi
tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya
dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior. Dengan
melalui tiga tahap tersebut, proses pembentukan karakter akan menjadi lebih
mengena dan siswa akan berbuat baik karena dorongan internal dari dalam
dirinya sendiri.
Selain itu penting juga untuk ditanamkan pada siswa nilai-nilai etika seperti
kepedulian, kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang
lain yang didukung oleh nilai-nilai kinerja seperti ketekunan, etos kerja yang tinggi dan
kegigihan sebagai basis karakter yang baik. Terdapat 9 pilar karakter yang harus
ditumbuhkan dalam diri siswa yaitu cinta pada Allah SWT, dengan segenap ciptaan-Nya,
kemandirian dan tanggung jawab, kejujuran, bijaksana, hormat, santun, dermawan, suka
menolong, gotong royong, percaya diri, kreatif, bekerja keras, kepemimpinan, keadilan,
baik hati, rendah hati, toleransi, kedamaian, kesatuan, menumbuhkan semua karakter di
atas tidaklah mudah, guru harus dapat menggunakan metode tertentu dalam
mengajarkannya kepada siswa.
Kesembilan pilar karakter perlu diajarkan dengan menggunakan metode knowing
the good (mengetahui hal yang baik), feeling the good (merasakan hal yang baik) dan
acting the good (melakukan kebaikan), knowing the good untuk membentuk karakter,
anak tidak hanya sekadar tahu mengenai hal-hal yang baik, namun mereka harus dapat
memahami kenapa perlu melakukan hal itu. Selama ini mereka tahunya mana yang baik
dan buruk, namun mereka tidak tahu alasannya. Feeling the good yaitu konsep yang
mencoba membangkitkan rasa cinta anak untuk melakukan perbuatan baik. Di sini anak
dilatih untuk merasakan efek dari perbuatan baik yang dia lakukan. Jika feeling the good
sudah tertanam, itu akan menjadi „mesin‟ atau kekuatan luar biasa dari dalam diri
seseorang untuk melakukan kebaikan atau menghindarkan perbuatan negatif. Acting the
good pada tahap ini, anak dilatih untuk berbuat mulia.
Tanpa melakukan apa yang sudah diketahui atau dirasakan oleh seseorang, tidak
akan ada artinya. Selama ini hanya himbauan saja, padahal berbuat sesuatu yang baik itu
harus dilatih dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Selain ketiga metode
tersebut, pembentukan karakter juga ditumbuhkan dengan metode desiring the good
(merindukan kebaikan), loving the good (mencintai kebaikan) yakni bagaimana
merasakan dan mencintai kebajikan menjadi engine yang selalu bekerja membuat orang
mau selalu berbuat sesuatu kebaikan orang mau melakukan perilaku kebajikan karena dia
cinta dengan perilaku kebajikan itu. Setelah terbiasa melakukan kebajikan acting the
good berubah menjadi kebiasaan.
Sekolah harus juga berkomitmen untuk mengembangkan karakter peserta didik
berdasarkan nilai-nilai dimaksud, mendefinisikannya dalam bentuk perilaku yang dapat
diamati dalam kehidupan sekolah sehari-hari, mencontohkan nilai-nilai itu, mengkaji dan
mendiskusikannya, menggunakannya sebagai dasar dalam hubungan antar manusia dan
mengapresiasi nilai-nilai tersebut di sekolah dan masyarakat. Untuk mengembangkan
Vol. 1, No. 8, pp. 840-847, August 2021
846 http://sostech.greenvest.co.id
karakter siswa di sekolah, guru mempunyai peranan yang sangat penting, karena guru
sebagai pelaku utama dalam pembentukan karakter siswa tersebut. Guru sebagai contoh
dan sumber inspirasi serta motivasi peserta didiknya.
Tingkah laku guru senantiasa menjadi panutan dari setiap peserta didiknya
(Palunga & Marzuki, 2017). Karakter dan kepribadian guru menjadi cerminan bagi siswa.
Karakter guru yang baik bisa menjadi contoh pembentukan karakter siswa yang baik,
sebaliknya karakter guru yang tidak baik akan menghasilkan pembentukan karakter siswa
yang tidak baik pula. Dalam hal ini, keteladanan serta tingkah laku yang baik seorang
guru sangat penting dalam proses pembentukan karakter siswa. Karakter yang baik harus
ada dalam setiap perilaku guru, cara mengajar guru di kelas, cara berbicara guru, cara
bersikap guru dan tindakan guru di sekolah. Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung
jawab yang besar dalam menghasilkan generasi yang berkarakter baik, berbudaya dan
bermoral sesuai dengan yang diharapkan dalam pendidikan karakter. Selain di sekolah,
lingkungan keluarga dalam hal ini orang tua juga mempunyai peranan yang sangat
penting dalam pembentukan karakter siswa terutama dalam sikap dan perilaku siswa di
rumah. Perilaku siswa yang kurang baik di rumah, akan dibawanya ke sekolah dan akan
memengaruhi sikap dan perilaku di lingkungan sekolah. Bahkan mungkin akan membawa
dampak yang tidak baik untuk lingkungan sekitarnya. Dengan demikian semua
komponen dalam lingkungan siswa akan sangat berpengaruh untuk pembentukan karakter
siswa tersebut. Karakter juga menjadi kunci utama sebuah bangsa untuk bisa maju.
Negara Indonesia yang kaya dengan sumber daya alam, tidak akan maju jika Sumber
Daya Manusia (SDM) tidak berkarakter, tidak jujur, tidak bertanggungjawab dan tidak
mandiri.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembentukan karakter seorang
siswa dipengaruhi oleh nilai moral dan nilai etika. Nilai-nilai ini harus ditumbuhkan
melalui pendidikan karakter yang tidak lepas dari pengaruh aliran Progresivisme yang
melandasi pendidikan karakter. Pembentukan karakter siswa tersebut dilaksanakan
melalui tiga tahapan yaitu Moral Knowing, Moral Feeling dan Moral Action. Melalui
tahapan ini diharapkan siswa memiliki karakter yang baik seperti yang diharapkan tujuan
pendidikan dan tujuan bangsa. Pembelajaran dalam Filsafat Pendidikan Progresivisme
Pendidikan sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah
dapat menciptakan situasi edukatif yang pada akhirnya dapat memberikan warna dan
corak dari output (luaran) yang dihasilkan sehingga luaran yang dihasilkan (anak didik)
adalah manusia-manusia yang berkualitas unggul, berkompetitif, inisiatif, adaptif dan
kreatif sanggup menjawab tantangan zamannya. Oleh karena itu, sangat diperlukan
kurikulum yang berpusat pada pengalaman atau kurikulum eksperimental, dalam arti apa
yang diperoleh anak didik selama ini di sekolah akan dapat diterapkan dalam kehidupan
nyatanya. Dapat dilihat dari sini jelas sekali bahwa paham Progresivisme bermaksud
menjadikan anak didik memiliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang akan
menjawab tantangan zaman peradaban baru.
BIBLIOGRAFI
Aeni, K. (2012). Progressivisme Dalam Perspektif Pendidikan (Kontribusi terhadap
Pendidikan Sekarang). AL-FURQAN, 1(1), 7994.
Bilda, W. (2016). Pendidikan karakter terencana melalui pembelajaran matematika.
AlphaMath: Journal of Mathematics Education, 2(1).
Pembentukan Karakter Siswa dalam Pendidikan Karakter
Ditinjau dari Aliran Progresivisme
Yudianto
1
dan Endang Fauziati
2
847
Budiyono, Y. H., & Harmawati, Y. (2017). Penguatan pendidikan karakter melalui nilai-
nilai keteladanan guru dan orang tua pada siswa sekolah dasar. Prosiding Seminar
Nasional PPKn III, 112.
Darma, I. K., Karma, I. G. M., & Santiana, I. M. A. (2020). Blended Learning, Inovasi
Strategi Pembelajaran Matematika di Era Revolusi Industri 4.0 Bagi Pendidikan
Tinggi. PRISMA, Prosiding Seminar Nasional Matematika, 3, 527539.
Fadlillah, M. (2018). Aliran Progresivisme dalam pendidikan di Indonesia. Jurnal
Dimensi Pendidikan Dan Pembelajaran, 5(1), 1724.
Hadi, S. (2020). Analisis Nilai Budi Pekerti Luhur Kumpulan Cerita Pendek Anak “Aku
Anak Baik” Anisa Widiyarti. Briliant: Jurnal Riset Dan Konseptual, 5(1), 98.
https://doi.org/10.28926/briliant.v5i1.435
Malawi, I., Kadarwati, A., & Dayu, D. P. K. (2019). Teori dan aplikasi pembelajaran
terpadu. CV. AE MEDIA GRAFIKA.
Matitaputty, J. K. (2016). Model Pembelajaran Isu-Isu Kontroversial Dalam
Pembelajaran Sejarah. Jurnal Social Science Education, 3(2), 185192.
Mustaghfiroh, S. (2020). Konsep-konsep Merdeka Belajar. Perspektif Aliran
Progresivisme.
Nugroho, I. D., & Priatna, A. (2016). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui
Penerapan Model Pembelajaran Tematik pada Pelajaran IPA, Bahasa Indonesia,
Matematika dan SBK Kelas II Sekolah Dasar. Didaktik: Jurnal Ilmiah PGSD
STKIP Subang, 1(2), 150157.
Palunga, R., & Marzuki, M. (2017). Peran Guru dalam Pengembangan Karakter Peserta
DIdik di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Depok Sleman. Jurnal Pendidikan
Karakter, 7(1).
Saihu, S. (2019). Komunikasi Pendidik Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah
Khusus Asy-Syifa Larangan. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen
Pendidikan Islam, 1(3), 418440.
Salu, V. R., & Triyanto, T. (2017). Filsafat Pendidikan Progresivisme dan Implikasinya
dalam Pendidikan Seni di Indonesia. Imajinasi: Jurnal Seni, 11(1), 2942.
Setiawan, A. (2014). Prinsip pendidikan karakter dalam islam: studi komparasi pemikiran
al-Ghazali dan Burhanuddin al-Zarnuji. Dinamika Ilmu: Jurnal Pendidikan, 14(1),
112.
Sidik, F. (2016). Guru Berkualitas Untuk Sumber Daya Manusia Berkualitas. Tadbir:
Jurnal Manajemen Pendidikan Islam, 4(2), 109114.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License