Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 8, August 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa Nabila
6
. (2021). Implementasi
Pendidikan dalam Al-Qur’an Bagi Generasi Muda di Indonesia. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 1(8):
893-900
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN DALAM AL-QUR’AN BAGI GENERASI
MUDA DI INDONESIA
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa
Nabila
6
Institut Agama Islam Nusantara Batang Hari Jambi, Indonesia
1,2,3,4,5 dan 6
1
, candrayogi485@gmail.com
2
3
,
4
5
dan shafanabilaa27@gmail.com
6
Diterima:
22 Juli 2021
Direvisi:
8 Agustus
2021
Disetujui:
14 Agustus
2021
Abstrak
Al-Qur'an merupakan firman Allah yang dijadikan pedoman hidup oleh kaum
muslim yang tidak ada keraguan di dalamnya. Al-Qur’an mengandung ajaran-
ajaran pokok (prinsip dasar) menyangkut segala aspek kehidupan manusia dan
dalam berbagai permasalahannya. Al-Qur’an bagaikan sumber mata air yang
tidak pernah kering ketika manusia mengambil dan mengkaji hikmah isi
kandungannya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui metode
pembelajaran dalam perspektif Al-Qur’an dan untuk mengetahu cara
mengimplementasikan metode pembelajaran dalam perspektif Al-Qur’an oleh
pendidik era milenial. Sudah tentu tergantung kemampuan dan daya nalar
setiap orang dan kapan pun masanya akan selalu hadir secara fungsional
memecahkan problem kemanusiaan. Oleh karena itu, maka yang harus
dijadikan landasan utama atau pertama dalam pendidikan Islam adalah Al-
Qur;an, dimana di dalamnya banyak ditemukan ayat-ayat yang berkenaan
dengan pentingnya belajar dan pembelajaran
Kata kunci : Pendidikan Al-Qur’an, Belajar, Generasi Muda, Indonesia
Abstract
The Qur'an is the word of Allah which is used as a guide to life by Muslims who
have no doubt in it. The Qur'an contains the basic teachings regarding all
aspects of human life and in various problems. The Qur'an is like a spring that
never dries when man takes and studies the wisdom of its contents. The purpose
of this research is to find out the method of learning in the perspective of the
Qur'an and to know how to implement learning methods in the perspective of
the Qur'an by millennial educators. Of course, it depends on the ability and
reasoning power of each person and whenever the time will always be present
functionally solving the problem of humanity. Therefore, what must be used as
the main or first basis in Islamic education is the Qur'an, in which many verses
are found regarding the importance of learning and learning.
Keywords : Qur'an Education, Learning, Young Generation, Indonesia
Implementasi Pendidikan dalam Al-Qur’an Bagi Generasi
Muda di Indonesia
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa
Nabila
6
894
PENDAHULUAN
Terdapat dua kata yang digunakan Al-Qur’an untuk mengungkapkan makna
pendidikan yaitu kata rabb dengan bentuk masdarnya tarbiyah (Nihaya, 2016) dan kata
‘allama dengan bentuk masdarnya taklim (Djunaid, 2014). Kata tarbiyah sebagaimana
dijelaskan oleh al-Raghib al-Ashfahany adalah sya’a al-syai halan fa halun ila haddi al-
tamam artinya mengembangkan atau menumbuhkan sesuatu setahap demi setahap sampai
batas yang sempurna. Sedangkan kata taklim digunakan secara khusus untuk
menunjukkan sesuatu yang dapat diulang (Djunaid, 2014) dan diperbanyak sehingga
menghasilkan bekas atau pengaruh pada diri seseorang (Basyar, 2019).
Kata rabb digunakan oleh Al-Qur’an untuk berbagai makna antara lain digunakan
untuk menerangkan salah satu sifat Allah SWT (Hasan, 2017) yaitu rabbul ‘alamin yang
diartikan pemelihara, pendidik, penjaga dan penguasa alam semesta (Alifansyah, 2016)
(lihat QS. Al- Fatihah/1: 2, Al-Baqarah (2) : 131, Al-Maidah (5) : 28, Al-An’am (6) : 45,
71, 162, dan 164, Al-A’raf (7) : 54, digunakan juga untuk menjelaskan objek sifat Tuhan
sebagai pemelihara, pendidik, penjaga dan penguasa alam semesta seperti: al-‘arsy al-
‘azhim yakni ‘arsy yang agung (QS. Al-Taubah (9) : 129). Oleh karena itu, pendidikan
oleh Allah SWT, meliputi pemeliharaan seluruh makhluk-Nya.
Adapun kata ‘allama digunakan dalam berbagai konteks (Rizal, 2014). Terkadang
digunakan untuk menjelaskan bahwa Allah SWT sebagai subjek yang mengajarkan
kepada manusia beberapa hal antara lain: mengajarkan nama-nama (benda) semuanya
(surat Al-Baqarah (2) : 31-32), mengajarkan Al-Qur’an (QS. Ar-Rahman (55) : 1-4),
mengajarkan al-hikmah, taurat dan injil (QS Ali-Imran (3) : 48) mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahui (QS. Al-Alaq (96) : 5 dan QS. Al-Baqarah (2) : 239)
dan terkadang digunakan bahwa manusia sebagai subyek, seperti Nabi Musa
mengajarkan sihir kepada pengikut Fir’aun (Al-Syu’ara (26) : 49 dan QS. Thaha (20) :
71) dan terkadang pula digunakan bahwa Jibril sebagai subyek yang mengajarkan wahyu
kepada Nabi Muhammad SAW. (QS. An-Najm (53) : 5). Menurut beberapa ungkapan
tersebut, terkesan bahwa kata ta’lim dalam Al-Qur’an menunjukkan adanya sesuatu
berupa pengetahuan yang diberikan kepada seseorang. Jadi, sifatnya intelektual.
Berdasarkan pembahasan selanjutnya ditemukan perbedaan pendapat di kalangan
para ahli mengenai pemakaian kata tersebut dalam hubungannya dengan pendidikan
(Nata, 2016). Menurut Abdurrahman Al-Nahlawi dalam Ahmad Tafsir, bahwa kata
tarbiyah lebih tepat digunakan untuk makna pendidikan (Dana, 2020). Menurutnya, kata
Tarbiyah berasal dari tiga kata, yaitu pertama, dari kata raba-yarbu yang berarti
bertambah atau tumbuh (Putra, 2019), karena pendidikan mengandung misi untuk
menambah bekal pengetahuan kepada anak dan menumbuhkan potensi yang dimilikinya
(Akbal, 2017). Kedua, dari kata rabiya-yarba’ yang berarti menjadi besar, karena
pendidikan juga mengandung misi untuk membesarkan jiwa (Said, 2011) dan
memperluas wawasan seseorang. Ketiga, dari kata rabba-yarubbu’ yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan (Ridwan, 2018), menuntun, menjaga dan memelihara
sebagaimana telah dijelaskan di atas (Al-Ayubi, 2010).
Menurut Sayed Muhammad Al-Naquid Al-Atas, kata taklim disinonimkan dengan
pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar, namun bila taklim disinonimkan
dengan tarbiyah (Imroatun & Ilzamudin, 2020), taklim mempunyai arti pengenalan
tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem. Menurutnya, ada hal yang membedakan
antara tarbiyah dan taklim, yaitu ruang lingkup taklim lebih umum daripada tarbiyah
(Atul Mahmudah, 2020), karena tarbiyah tidak mencakup segi pengetahuan dan hanya
mengacu pada kondisi eksistensial dan juga tarbiyah merupakan terjemahan dari bahasa
Vol. 1, No. 8, pp. 893-900, August 2021
895 http://sostech.greenvest.co.id
latin education, yang keduanya mengacu kepada segala sesuatu yang bersifat fisik-
mental, tetapi sumbernya bukan dari wahyu.
Kebalikan dari pendapat Sayed Muhammad al-Naquid al-Atas, Muhammad
Athiyah Al-Abrasy, mengatakan bahwa kata taklim lebih khusus dibandingkan dengan
tarbiyah. Hal itu karena kata taklim hanya merupakan upaya menyiapkan individu dengan
mengacu pada aspek-aspek tertentu saja, sedangkan kata tarbiyah mencakup keseluruhan
aspek-aspek pendidikan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat di simpulkan
bahwa pendidikan menurut Al-Qur’an adalah usaha yang dilakukan secara terencana dan
bertahap untuk memberikan pengetahuan, keterampilan dan sikap kepada peserta didik
sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di muka
bumi. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui metode pembelajaran dalam
perspektif Al-Qur’an dan untuk mengetahu cara mengimplementasikan metode
pembelajaran dalam perspektif Al-Qur’an oleh pendidik era milenial. Berdasarkan tujuan
diatas maka manfaat penelitian ini juga tidak terlepas daripadanya, namun kegunaan
penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni mamfaat teoritis dan manfaat
praktis. Secara praktis, dapat menambahkan wawasan dan khazanah keilmuan dalam
memperkaya teori dan konsep pendidikan. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi
pengolola institusi khususnya bagi pendidik dan tenaga kependidikan dan disarankan juga
dapat menjadi bahan rujukan bagi yang berkepentingan untuk penelitian perkembangan
atau penelitian tindak lanjut pada suatu waktu. Sebagai sarana bagi penulis untuk
mengembangkan dan menerapkan ilmu yang didapat dalam bidang pendidikan.
Menjadikan peneliti berwawasan luas dalam memotivasi dan memberikkan pemahaman
terhadap anak didik, dan nantinya dapat sebagai pengalaman, latihan, dan pengembangan
dalam pelaksanaan pembelajaran. Untuk menambah wawasan praktis sebagai
pengalaman bagi penulis sesuai dengan disiplin ilmu yang telah penulis tekuni. Secara
teoritis, dengan terkumpulnya imformasi tersebut, maka dapat disarankan kepada semua
pihak khususnya kepada guru agar dapat memperkaya dengan berbagai ilmu
pengetahuan.
METODE PENELITIAN
Berdasarkan penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian murni deskriptif
kualitatif dengan alasan informasi yang digunakan dalam penelitian ini bukan berupa
angka-angka melainkan berupa data-data baik dari buku, jurnal, majalah atau surat kabar
yang semua itu akan digambarkan secara jelas dan terperinci untuk mengembangkan teori
pendidikan sains yang relevan dengan ajaran Islam. Metode yang digunakan adalah
library research, yaitu suatu riset kepustakaan. Penelitian kepustakaan ini bertujuan
untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan berbagai macam material yang
terdapat di perpustakaan. Data yang diteliti berupa kitab-kitab, buku-buku, naskah-naskah
atau surat kabar yang bersumber dari khazanah kepustakaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Al-Qur’an telah menyinggung pembahasan yang berkaitan dengan materi atau
mata pelajaran dengan merujuk kepada berbagai ayat al-Qur’an sebagai contoh terdapat
dalam QS. Luqman ayat 12-19 Pada ayat tersebut, Al-Qur’an menggunakan kata Al-wa’z
atau Al-Idzdzah sebagai istilah pendidikan. Kata tersebut menurut Al-Maraghi berarti
tadzkir bi alkhair yariqqu lahu Al-Qalb, yang artinya peringatan agar melakukan kebaikan
dengan cara yang menyenangkan hati. Pada ayat tersebut Allah memerankan diri-Nya
sebagai guru yang mengajar Luqman dengan Al-hikmah dan memerankan Luqman
Implementasi Pendidikan dalam Al-Qur’an Bagi Generasi
Muda di Indonesia
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa
Nabila
6
896
sebagai guru yang mengajar anaknya. Selanjutnya pada ayat tersebut juga diungkapkan
tentang materi pelajaran yang diberikan Luqman kepada anaknya. Materi atau pelajaran
tersebut berkaitan dengan aspek: keimanan kepada Tuhan dengan semurni-murninya
dengan menjauhkan berbagai perbuatan yang dapat menimbulkan perbuatan musrik,
berbuat baik kepada orang tua, beribadah kepada Allah SWT, memiliki kepedulian
terhadap lingkungan dengan cara menyuruh orang lain berbuat kebaikan serta tidak
membiarkan tumbuh berkembangnya berbagai kemungkaran, memiliki akhlak yang
mulia yang tercermin pada sikap rendah hati dan membangun hubungan kemitraan
dengan orang lain atas dasar kesetaraan derajat dan kesamaan kesempatan, menjauhkan
sikap egois, sombong dan merasa hebat sehingga cenderung meremehkan orang lain.
Hubungan ayat Al-Qur’an dengan materi kurikulum lebih lanjut dapat dijumpai
pada sifat dan muatan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan Madinah. Quraish Shihab
misalnya, mengatakan bahwa Muhammad SAW pada awal turunnya wahyu pertama
(iqra) belum dilantik menjadi rasul. Menurut wahyu yang pertama itu, beliau baru
merupakan seorang Nabi yang tidak ditugaskan untuk menyampaikan apa yang
diterimanya. Baru setelah turun wahyu kedualah beliau ditugaskan untuk menyampaikan
wahyu yang diterimanya. Kandungan wahyu Ilahi berkisar pada tiga hal yaitu pendidikan
bagi Rasulallah SAW dalam membentuk kepribadiannya, pengetahuan dasar mengenai
sifat dan af’al Allah dan keterangan mengenai dasar-dasar akhlak islamiyah serta
bantahan-bantahan secara umum mengenai pandangan hidup masyarakat jahiliyah ketika
itu.
Adapun surah yang turun di Madinah berlangsung selama 10 tahun ditandai oleh
keterkaitan ayat-ayat tersebut dalam menjawab berbagai masalah yang timbul. Ayat-ayat
yang turun di Madinah banyak berisikan bimbingan kepada kaum muslimin menuju jalan
yang diridhoi Allah di samping mendorong mereka untuk berjihad di jalan Allah.
Kata khalifah pada mulanya berarti yang menggantikan atau yang datang sesudah
siapa yang datang sebelumnya. Selanjutnya khalifah dipahami sebagai yang
menggantikan Allah dalam menegakkan kehendak-Nya dan menerapkan ketetapan-
ketetapan-Nya.6 Ada empat sisi yang terkandung dalam tugas kekhalifahan yang saling
berkaitan yaitu pemberi tugas, dalam hal ini Allah SWT, penerima tugas, dalam hal ini
manusia, tempat atau lingkungan di mana manusia berada, dalam hal ini bumi dan materi-
materi penugasan yang harus dilaksanakan, dalam hal ini memakmurkan bumi.
Tugas khalifah tidak akan dinilai berhasil apabila materi penugasan tidak
dilaksanakan atau apabila kaitan antara penerima tugas dan lingkungannya tidak
diperhatikan. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, manusia
membutuhkan pembinaan dan pendidikan. Atau dengan kata lain pendidikan harus
mampu membantu manusia dalam melaksanakan sebagai khalifah. Menurut Sayyid
Quthub, meskipun ayat di atas sangat singkat namun mengandung hakekat yang besar
dan agung. Manusia tidak akan berhasil dalam hidupnya tanpa menyadari maknanya dan
menyadarinya, baik kehidupan pribadi maupun kolektif. Ayat ini menurutnya membuka
sekian banyak sisi dan aneka sudut dan tujuan. Sisi pertama bahwa pada hakikatnya ada
tujuan tertentu dari wujud manusia dan jin. Ia merupakan satu tugas. Siapa yang
melaksanakannya, maka dia telah mewujudkan tujuan wujudnya dan siapa yang
mengabaikannya maka dia telah membatalkan hakikat wujudnya dan menjadilah dia
seseorang yang tidak memiliki tugas (pekerjaan), hidupnya kosong tidak bertujuan dan
berakhir dengan kehampaan.
Tugas tersebut adalah ibadah kepada Allah yakni penghambaan diri kepada-Nya.
Menurutnya, pengertian ibadah bukan hanya terbatas pada pelaksanaan tuntunan ritual,
karena jin dan manusia tidak menghabiskan waktu mereka dalam pelaksanaan ibadah
ritual. Allah tidak hanya mewajibkan mereka melakukan hal tersebut, tetapi Allah
Vol. 1, No. 8, pp. 893-900, August 2021
897 http://sostech.greenvest.co.id
mewajibkan aneka kegiatan yang lain yang menyita sebagian besar hidupnya. Aneka
kegiatan yang dimaksud tidak lain adalah tugas kekhalifahan yakni memakmurkan bumi,
mengenal potensinya, perbendaharaan yang terpendam di dalamnya, sambil mewujudkan
apa yang dikehendaki Allah dalam penggunaan, pengembangan dan peningkatannya.
Kekhalifahan juga menuntut upaya penegakan syariat Allah di bumi dan mewujudkan
sistem ilahi yang ditetapkannya bagi alam raya ini.
Oleh karena itu, ibadah yang dimaksud di sini lebih luas jangkauan maknanya dari
pada ibadah dalam bentuk ritual. Tugas khalifahan termasuk dalam makna ibadah.
Menurut M. Quraish Shihab, hakikat ibadah dalam ayat tersebut mencakup dua hal pokok
yaitu pertama, kemantapan makna penghambaan diri kepada Allah dalam hati setiap
insan. Kemantapan perasaan bahwa ada hamba dan ada Tuhan, hamba yang patuh dan
Tuhan yang dipatuhi (disembah). Tidak selainnya. tidak ada dalam wujud ini kecuali satu
Tuhan dan selainnya adalah hamba-hamba-Nya dan kedua, mengarah kepada Allah
dengan setiap gerak pada nurani, pada setiap anggota badan dan setiap gerak dalam
hidup. Semuanya hanya mengarah kepada Allah secara tulus. Melepaskan diri dari segala
perasaan yang lain dan segala makna selain makna penghambaan diri kepada Allah.
Salah satu makna yang dapat dipahami dari ayat QS. Al-Hujurat/49 ayat 13 adalah
bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah swt. adalah manusia yang paling
bertakwa, yaitu manusia yang senantiasa melaksanakan segala perintah Allah, baik
perintah yang berkaitan dengan tugas kehambaan maupun yang berkaitan dengan tugas
khalifahan dan menjauhi segala larangan-Nya. Dengan demikian, tujuan pendidikan
menurut Al-Qur’an adalah membina manusia sehingga mampu menjalankan fungsinya
sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep
yang di tetapkan oleh Allah atau dengan kata lain menjadikan manusia bertakwa kepada
Allah swt.
Uraian di atas, sejalan dengan rumusan tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh
beberapa tokoh pendidikan Islam sebagaimana yang ditulis oleh Ahmad Tafsir antara
lain: Al-Attas merumuskan tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya manusia yang
baik. Sedang Abdul Fattah Jalal merumuskan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Demikian pula Sayyed Qutub
mengemukakan tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang takwa. Sedang menurut
Komprensi Dunia Islam pertama 1977 berkesimpulan bahwa tujuan akhir pendidikan
Islam adalah manusia yang menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah.
Rumusan tujuan pendidikan tersebut, dari segi redaksinya berbeda, namun
mempunyai esensi dan kandungan yang sama. Yaitu sama-sama menyatakan bahwa
tujuan pendidikan ialah membentuk kepribadian seorang muslim yang dilandasi
keimanan dan ketakwaan sehingga dapat menjadi insan muslim yang sempurna. Metode
pendidikan tidak disebutkan secara tersurat di dalam ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, jika
dianalisis dari segi redaksi Al-Qur’an dan cara Allah mengajarkan ajaran-ajaran-Nya
kepada Rasul-Nya, ada beberapa metode yang dapat diadopsi menjadi metode pendidikan
antara lain:
A. Metode Dialog
Ada beberapa ayat Al-Qur’an yang disampaikan dengan cara dialog, baik
dialog antara Allah dengan makhluk-Nya maupun dialog antara makhluk dengan
makhluk lainnya. Dialog antara Allah dengan makhluk-Nya dapat dilihat ketika
Allah hendak menciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, Allah berdialog
dengan malaikat, sebagaimana diungkapkan dalam QS. Al-Baqarah (2) : 31.
Demikian juga dialog antara Allah dengan penghuni neraka yang digambarkan
dalam ayat QS. As-Shaffat (37) : 20-23. Adapun dialog antara makhluk dengan
makhluk lainnya antara lain dialog antara Nabi Syuaib dengan kaumnya
Implementasi Pendidikan dalam Al-Qur’an Bagi Generasi
Muda di Indonesia
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa
Nabila
6
898
sebagaimana disebutkan dalam QS Hud (11) : 84-95.15 Demikian juga dialog antara
Nabi Musa dengan Nabi Khaidir sebagaimana dikisahkan di dalam QS. Al-Kahfi
(18) : 65-72. Dari ayat-ayat tersebut di atas terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT.
Menggunakan metode dialog dalam menyampaikan ajaran-ajaran-Nya. Hal ini
menjadi petunjuk bahwa metode seperti itu dapat digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Menurut Ahmad Tafsir, metode dialog mempunyai dampak yang
dalam bagi pembicara dan juga bagi pendengar pembicaraan itu. Itu disebabkan oleh
beberapa hal sebagai berikut pertama, dialog itu berlangsung secara dinamis karena
kedua pihak terlibat langsung dalam pembicaraan dan tidak membosankan. Kedua,
pendengar tertarik untuk mengikuti terus pembicaraan itu karena ia ingin tahu
kesimpulannya. Ketiga, dapat membangkitkan perasaan dan menimbulkan kesan
dalam jiwa, yang membantu mengarahkan seseorang menemukan sendiri
kesimpulannya. Keempat, bila dialog dilakukan dengan baik, memenuhi akhlak
tuntunan Islam, akan meninggalkan pengaruh berupa pendidikan akhlak dalam
berbicara.
B. Metode Perumpamaan
Adakalanya Allah swt. mengajari hamba-hamba-Nya dengan membuat
perumpamaan-perumpamaan. Ada beberapa perumpamaan yang ditemukan dalam
Al-Qur’an, sebagaimana digambarkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2) : 17,
Surah Al-Baqarah (2) : 171, Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-
orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah QS. Al-Baqarah/2: 261,27 dan
perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa QS. Al-Ra’du
(13) : 35. Perumpamaan kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya
teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dan perumpamaan kalimat yang buruk
seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akarakarnya dari permukaan
bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. QS. Ibrahim (14) : 24 dan 26, dan
perumpamaan cahaya Allah adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di
dalamnya ada pelita besar QS. Al-Nuur, (24) : 35, serta perumpamaan orang-orang
yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang
membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba
kalau mereka mengetahui. QS. Al-’Ankabut (29) : 41. Berdasarkan uraian di atas
terlihat dengan jelas bahwa Allah SWT menggunakan perumpamaan-perumpamaan
dalam menyampaikan ajaran-ajaran-Nya. Hal ini menjadi petunjuk bahwa cara
seperti itu dapat juga digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Sedikitnya ada dua
kelebihan yang dapat diperoleh dengan menggunakan metode ini; pertama,
mempermudah peserta didik memahami konsep yang abstrak. Ini terjadi karena
perumpamaan itu mengambil benda kongkrit; kedua, dapat merangsang kesan yang
tersirat dari perumpamaan tersebut.
C. Metode Kisah
Al-Qur’an menyampaikan pesan-pesannya juga menggunakan metode kisah.
Di dalam Al-Qur’an di temukan sejumlah ayat yang berisi tentang kisah-kisah umat
terdahulu. Kisah al-Qur'an banyak ragam dan bentuknya, diantaranya pertama,
kisah-kisah tentang nabi-nabi terdahulu. Al-Qur’an mengungkapkan upaya dakwah
yang dilakukan nabi terdahulu, kejadian dan peristiwa yang termasuk mukjizat yang
diberikan Allah kepada mereka, sikap-sikap perlawanan dari kaum mereka,
pertumbuhan dakwah, dan balasan bagi orang yang percaya (mukmin) dan
mengingkari (mukadzdzib) dakwah para nabi. Di antara contoh kisah para nabi
terdahulu adalah kisah Nabi Nuh dengan perahu penyelamat dan anaknya yang
durhaka, kisah keteguhan Nabi Ibrahim melawan pejabat yang zalim, bahkan
terhadap orang tuanya sendiri yang tidak mau beriman kepada Allah. Juga kisah
Vol. 1, No. 8, pp. 893-900, August 2021
899 http://sostech.greenvest.co.id
Nabi Musa dengan kaummnya yang ’ngeyel’, kisah Nabi Harun, kisah perjuangan
Nabi Isa, dan bahkan kisah perjuangan Nabi Muhammad sendiri. Selain itu, adapula
kisah Nabi Ismail, Nabi Ya’kub, dan nabi-nabi lainnya. Kedua, kisah-kisah tentang
peristiwa masa lalu dan kisah tentang orang-orang tertentu yang tidak ditetapkan
status kenabiannya. Sebagai contoh Al-Qur’an mengisahkan keluarnya ribuan orang
dari rumahnya karena takut akan kematian. Adapula kisah seseorang yang dijuluki
Al-Qur’an dengan Thalut dan Jalut, kisah dua anak Adam, Qabil dan Habil. Al-
Qur’an juga menceritakan keluarga Kahfi, Dzul Qarnain, Qarun, Ashhab Al-Sabt,
Maryam, Asbab Al-Ukhdud dan Ashhab Al-Fil. Ketiga, kisah-kisah tentang
peristiwa yang terjadi pada masa Nabi Muhammad. Sebagai contoh cerita tentang
peperangan Badar dan Uhud yang disebutkan dalam surat Ali Imran, perang Hunain
dan Tabuk yang dipaparkan dalam surat Al-Taubah, perang Ahzab diceritakan dalam
surat al-Ahzab. Adapula kisah tentang isra’ dan mi’raj Nabi Muhammad di bulan
Ramadhan, kisah hijrah Nabi ke Madinah, dan kisah-kisah lainnya. Kisah-kisah Al-
Qur’an tersebut di atas menunjukkan cara Allah swt. untuk mendidik hamba-hamba-
Nya agar beriman kepada-Nya. Ada beberapa kelebihan yang dapat diambil dari
metode kisah Al-Qur’an sebagai berikut :
Pertama, kisah Al-Qur’an selalu memikat karena mengundang pembaca atau
pendengar untuk mengikuti peristiwanya dan merenungkan maknanya. Selanjutnya
makna-makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau pendengar
tersebut. Kedua, kisah Al-Qur’an dapat menyentuh hati manusia karena kisah itu
menampilkan tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh sehingga pembaca atau
pendengar dapat ikut menghayati atau merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri
yang menjadi tokohnya. Ketiga, kisah Al-Qur’an mendidik perasaan keimanan
dengan cara membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida dan cinta,
mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpu pada suatu puncak yaitu
kesimpulan kisah dan melibatkan pembaca atau pendengar ke dalam kisah tersebut,
sehingga ia terlibat secara emosional.
KESIMPULAN
Al-Qur’an mengungkapkan istilah pendidikan dengan kata tarbiyah dan taklim.
Kata tarbiyah digunakan untuk makna yang lebih luas yaitu proses pembinaan dan
pengarahan bagi pembentukan kepribadian dan sikap mental sedangkan kata taklim
digunakan untuk makna yang lebih khusus yakni proses pemberian bekal berupa
pengetahuan dan ketermpilan. Berdasarkan kedua istilah tersebut maka pendidikan
menurut Al-Qur’an dirumuskan sebagai usaha yang dilakukan secara terencana dan
bertahap untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mental kepada peserta
didik sebagai bekal dalam melaksanakan tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah di
muka bumi. Tujuan pendidikan menurut Al-Qur’an adalah membina manusia sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun
dunia ini sesuai dengan konsep yang di tetapkan oleh Allah atau dengan kata lain
menjadikan manusia bertakwa kepada Allah SWT. Ada beberapa metode di dalam Al-
Qur’an yang dipergunakan oleh Allah SWT. untuk menyampaikan ajaran-ajaran-Nya
kepada hamba-hamba-Nya yang dapat diadopsi menjadi metode pendidikan antara lain;
metode dialog, metode perumpamaan dan metode kisah.
BIBLIOGRAFI
Akbal, M. (2017). Pendidikan Kewarganegaraan dalam pembangunan karakter bangsa.
Implementasi Pendidikan dalam Al-Qur’an Bagi Generasi
Muda di Indonesia
Sukatin
1
, Yogi Candra
2
, Pandu Sigit Prianto
3
, Lili Trisnaliati
4
, Safitri
5
dan Shafa
Nabila
6
900
Prosiding Seminar Nasional Himpunan Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial, 2, 485493.
Al-Ayubi, S. (2010). Pendidikan Islam (Perspektif Tafsir Emansipatoris) Solehuddin Al-
Ayyubi. Fikroh: Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 4(1), 1930.
Alifansyah, R. (2016). Nilai-nilai Pendidikan Agama Islam dalam Novel Api Tauhid
karya Habiburrahman El Shirazy. IAIN Palangka Raya.
Atul Mahmudah, Q. (2020). (Gunakan Scan Warna pada Lembar Pernyataan Keaslian
Tulisan) Implementasi Konsep Ta’dib Ta’lim dan Tarbiyah dalam Kegiatan Ziarah
Wali Songo di Pondok Pesantren Darussalam Tegalrejo Desa Pelita Jaya
Kecamatan Belitang Madang Raya Kabupaten Oku Timur. IAIN Ponorogo.
Basyar, S. (2019). Problematika Ontologis Pendidikan Islam. Riayah: Jurnal Sosial Dan
Keagamaan, 4(01), 7388.
Dana, M. A. (2020). At-Tarbiyah Sebagai Konsep Pendidikan dalam Islam. INOVATIF:
Jurnal Penelitian Pendidikan, Agama Dan Kebudayaan, 6(1), 88104.
Djunaid, H. (2014). Konsep Pendidikan dalam Alquran (Sebuah Kajian Tematik).
Lentera Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 17(1), 139150.
Hasan, I. (2017). Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Al-Qur ‘an (Telaah Surah Al-
Fatihah). At-Tazakki: Jurnal Kajian Ilmu Pendidikan Islam Dan Humaniora, 1(2),
5676.
Imroatun, I., & Ilzamudin, I. (2020). Sejarah Peristilahan Tarbiyah Dan Taklim Dalam
Tinjauan Filsafat Pendidikan Islam. Ulumuddin: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman,
10(2), 163176.
Nata, H. A. (2016). Pendidikan dalam perspektif Al-Qur’an. Prenada Media.
Nihaya, H. (2016). Konsep Pendidikan Islam Dalam Prespektif Al Qur’an Surat at
Taubah Ayat 122. Al Ulya: Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 2738.
Putra, P. H. (2019). Tantangan Pendidikan Islam dalam Menghadapi Society 5.0.
Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 19(02), 99110.
Ridwan, M. (2018). Konsep Tarbiyah, Ta’lim Dan Ta’dib Dalam Al-Qur’an. Nazhruna:
Jurnal Pendidikan Islam, 1(1), 3760.
Rizal, A. S. (2014). Filsafat Pendidikan Islam Sebagai Landasan Membangun Sistem
Pendidikan Islami. Ta’lim, 1.
Said, B. (2011). Pewarisan Nilai-Nilai dan Budaya dalam Pendidikan Islam. Lentera
Pendidikan: Jurnal Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, 14(1), 103111.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License