Vol. 1, No. 9, pp. 987-994, September 2021
991 http://sostech.greenvest.co.id
diperbolehkan dalam Islam. Begitu pula dengan adanya berbagai macam sanksi dalam
fiqh jinayah (hukum pidana Islam) adalah juga untuk menghilangkan kemadharatan.
Unsur-unsur penyadapan dalam Islam yaitu, seperti yang telah dijelaskan pada
definisi tajassus di atas, bahwa seseorang yang dapat dikategoriakan melakukan tindakan
tajassus karena adanya niat dari seseorang untuk melakukan tindakan tajassus yang telah
dilarang dalam surah Al-Hujurat ayat 12, mencari-cari atau mendengarkan berita lebih
lanjut dari orang lain, baik itu berita tertutup maupun berita terbuka, pelaku mengetahui
bahwa mencari atau mendengarkan berita dari orang lain adalah tindakan yang dilarang di
dalam negara atau agamanya.
Apabila dilakukan oleh kafir harbiy maka hukumannya adalah dibunuh, bila
diketahui bahwa ia adalah mata-mata atau telah terbukti bahwa dia adalah mata-mata. Hal
ini sebagai mana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Salamah bin al-
-mata dari orang-orang musrik mendatangi Rasulullah SAW, sedangkan
orang itu sedang safar. Lalu, orang itu duduk bersama sahabat Nabi Muhammad SAW
dan ia berbincang-bincang dengan para sahabat. Kemudian orang itu pergi. Nabi
Muhammad -
berhasil mendapatkannya lebih dahulu dari para sahabat lain dan aku membunuhnya.
Imam Muslim juga meriwayatkan dengan perintah senada namun dengan lafaz
berbeda. Sedangkan -Mustakhraj, dari jalan Yahya
Al-Hamaniy, dari Abu Al--Hadis ini
menunjukkan dengan jelas, bahwa Rasulullah SAW telah menetapkan, bahwa ia adalah
mata-mata, kemudian beliau Rasululla
menunjukkan, bahwa tuntutan dari Rasul adalah thalab yang pasti, sehingga sanksi bagi
kafir harbiy yang memata-matai kaum muslimin, adalah dibunuh tanpa perlu komentar.
at
Bila tajassus dilakukan oleh kafir dzimmiy, maka sanksi yang dijatuhkan
kepadanya perlu dilihat. Jika pada saat ia menjadi kafir dzimmiy diisyaratkan untuk tidak
menjadi mata-mata dan bila ia melakukan spionase dibunuh, maka sanksi bila kafir
dzimmiy tadi melakukan tindak tajassus, maka hukumnya dibunuh sesuai dengan syarat
tadi. Namun bila saat ia menjadi kafir dzimmiy tidak disyaratkan apa-apa, maka khalifah
boleh menetapkan sanksi bunuh terhadapnya atau tidak, bila ia melakukan tajassus.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa Nabi Muhammad SAW
telah memerintahkan untuk membunuh seorang kafir dzimmiy, yakni mata-matanya Abu
Sofyan (Furat bin Hayyan), kemudian sekelompok orang Anshor mendatangi Furat bin
Hayyan, lalu dia (Furat bin Hayyan) berkata, ahabat
SAW
an yang menolak keimanan mereka dan
Hadis ini menunjukkan dengan jelas,
bahwa Rasulullah SAW memerintahkan para shahabat untuk membunuh kafir dzimmiy
yang melakukan tindak spionase (tajassus). Namun demikian, hal ini hanya berhukum
jaiz (boleh) bagi imam, tidak wajib seperti sanksi terhadap kafir harbiy bila menjadi
mata-mata. Dalil yang menyatakan bahwa sanksi bunuh terhadap kafir dzimmiy jaiz
(boleh) dan tidak wajib, adalah, hadis di atas tidak memiliki qarinah yang bersifat jaazim
(qarinah yang pasti). Maka hadis di atas tuntutannya menjadi tidak pasti (ghairu jaazim).
Ada qarinah yang menunjukkan bahwa tuntutan pada hadis itu tidak pasti (ghairu jaazim)
yakni, nash hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah SAW tidak langsung
membunuh Furat bin Hayyan, sekedar mengetahui bahwa ia adalah mata-mata, padahal
kafir harbiy yang disebutkan dalam hadis Salamah bin al- ullah SAW