Pengaruh Penambahan Buah Roti (Artocarpus
Communis) Murni dalam Pembuatan Penerimaan
Konsumen Terhadap Sate Lilit
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Syarafina Farhani
1
, Sachriani
2
dan Mariani
3
942
PENDAHULUAN
Banyaknya jenis makanan yang tersedia didukung oleh adanya kekayaan alam
yang terdapat di setiap daerah seluruh nusantara (Sulistyani & Rahayuningsih, 2014).
Ragam jenis makanan tersebut mencerminkan bagaimana tiap-tiap masyarakat yang
tinggal di daerah dapat memanfaatkan bahan-bahan yang terdapat di lingkungannya untuk
dikonsumsi sehari-hari. Dijumpainya jenis bahan bahan serta bumbu yang khas menjadi
identitas kelompok masyarakat yang tinggal di daerah tersebut seperti rendang bagi
masyarakat Minang, kari bagi masyarakat Aceh, Pempek bagi masyarakat Palembang,
rujak cingur bagi masyarakat Surabaya, serta Sate Lilit bagi masyarakat Bali (Garjito,
2013).
Sate Lilit merupakan salah satu makanan khas Bali yang sangat popular di
kalangan wisatawan domestik maupun asing (Pratista et al., 2021). Sate Lilit terbuat dari
daging hewani yang sudah dihaluskan lalu ditambahkan garam serta campuran bumbu
seperti bawang merah (Sanaji, 2013), bawang putih, ketumbar, jahe, kunyit, lengkuas,
daun salam dan daun jeruk yang disebut dengan bumbu basa genap (komplit) dan
menggunakan pelepah kelapa yang dipotong agak besar yang digunakan sebagai tusuk
satenya (Agung, 2013). Dulu, Sate Lilit hanya dibuat dari daging babi. Hal ini karena
mayoritas penduduk Pulau Bali memeluk agama Hindu (Suadnyana & Gunawijaya,
2020). Namun, kini Sate Lilit bisa dibuat dari berbagai macam daging seperti daging sapi,
ayam dan ikan atau bahkan kura-kura yang dicincang (Sembiring & Sulistyawati, 2019).
Hal ini terjadi untuk memenuhi permintaan wisatawan yang tidak bisa makan daging babi
(Hotabilatdur & Supriana, 2013) dan sehingga dalam penelitian ini menggunakan bahan
utamanya dari daging ikan.
Sate lilit juga dikembangkan dengan bahan pangan nabati salah satu contohnya
yaitu dengan kacang merah. Menurut (Rofi’ah, 2019), pada penelitian dengan judul
“Pengembangan Salilit Readbeans: Sate Lilit Dari Kacang Merah”, varian yang
digunakan adalah kacang merah, formulasi terbaik yaitu dengan menggunakan persentase
60% yang menghasilkan tekstur kenyal, beraroma rempah, memiliki rasa yang gurih. Dari
hasil penelitian tersebut sate lilit dapat dimodifikasi dengan menggunakan bahan pangan
lokal lainnya, adanya pemanfataan bahan lokal akan menambah inovasi pada sate lilit dan
semakin banyak diminati oleh masyarakat.
Buah Sukun (Artocparpus Altilis) adalah salah satu bahan pangan lokal, yang
banyak ditemukan di Indonesia. Sukun mengandung karbohidrat, vitamin B1, B2,
Vitamin C serta mineral (kalsium, fosfor, dan zat besi). Buah sukun mengandung lemak
dan protein yang rendah dibanding dengan tepung terigu (Indonesia, 2013). Sukun
merupakan sumber karbohidrat yang potensial karena memiliki kalori yang rendah
dibanding dengan beras (Rukmana, 2014). Masyarakat Indonesia biasanya mengolah
buah sukun menjadi makanan ringan seperti kripik sukun, kroket sukun, getuk sukun dan
lain-lain. Seperti yang dilakukan oleh (N. M. Putri, 2018) yaitu penelitian tentang Sukun
dapat diolah berbagai macam makanan salah satunya black burger buns dengan
penambahan Puree Sukun, bahan tersebut dijadikan sebagai bentuk memanfaatkan bahan
pangan lokal Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan penggunan sukun dapat dijadikan
sebagai bahan tambahan dalam jenis olahan makanan lainnya.
Berdasarkan kandungan gizi yang terdapat pada buah sukun dan penelitian yang
sudah ada sebelumnya (Nugraeni, 2017), peneliti tertarik untuk mengembangkan variasi
olahan produk lainnya dari buah sukun, yaitu dengan mengolahnya sebagai lauk
makanan. Buah sukun diolah menjadi Puree Sukun yang dikombinasikan dengan Sate
Lilit (M. K. E. Putri & Lutfiati, 2014). Sehingga tidak hanya melakukan inovasi pada
pengolahan buah Sukun, tetapi juga inovasi dan variasi rasa pada Sate Lilit (Irawati &