Seleksi Merit Sistem PNS Pratama Aparatur Sipil Negara
di Pemerintah Provinsi
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Mohammad Ilham Maulana
1.004
PENDAHULUAN
Penelitian ini menganalisis sistem merit dalam proses seleksi Pejabat Eksekutif
Senior (SES) Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintah Provinsi. ASN merupakan isu
sentral dalam reformasi birokrasi, selain lembaga Pemerintah Provinsi (Askari, 2019).
Secara umum, reformasi birokrasi Pemerintah Provinsi dilakukan dengan (1)
Restrukturisasi organisasi (Rohayatin, 2017), (2) Penyederhanaan proses tata kelola dan
(3) Peningkatan kompetensi ASN. Kompetensi ASN, terutama yang menduduki jabatan
SES, menjadi prioritas yang perlu ditingkatkan. Jabatan SES merupakan jabatan strategis
di Instansi Pemerintah yang memiliki peran dan tanggung jawab untuk memimpin
(Sumar, 2015) dan memotivasi setiap pegawai ASN melalui kepemimpinan dan
tindakannya (Hamid & Kurniawaty, 2020), serta sebagai kekuatan pemersatu Negara
Kesatuan Republik Indonesia (Brata & Wartha, 2017). Mengingat perannya yang
strategis, sistem manajemen sumber daya manusia untuk promosi, mutasi dan
penempatan perlu dievaluasi serta ditingkatkan. Promosi, mutasi dan penempatan pejabat
SES dengan sistem merit melalui proses rekrutmen yang adil dan terbuka diperlukan
untuk menghasilkan pejabat SES yang profesional. Proses promosi sistem merit
mempertimbangkan kelangsungan karir pegawai dan rekrutmen dilakukan dengan proses
seleksi yang transparan, objektif, kompetitif dan akuntabel, dipantau dan dievaluasi
secara terbuka (Ali & Jannah, 2017). Berdasarkan birokrasi pemerintahan, promosi,
mutasi dan penempatan pegawai ASN cenderung bermotif politik sehingga menyebabkan
gagalnya pelembagaan sistem meritokrasi dalam kepengurusan ASN.
Akibatnya, promosi dan penempatan pejabat didasarkan pada pertimbangan
subjektif, seperti afiliasi politik, hubungan dan suap (Ali & Jannah, 2017). Kualifikasi,
kompetensi dan prestasi aparatur negara yang seharusnya menjadi pertimbangan utama
dalam promosi dan penempatannya (Meyrina, 2017), dikesampingkan dan dipengaruhi
oleh politisasi birokrasi di beberapa instansi pemerintah, terutama di daerah. Semakin
banyak penugasan dan pemilihan pejabat politik (Arianto, 2020) dan birokrasi tanpa
mempertimbangkan merit sistem, pemberhentian pejabat di instansi pemerintah tanpa
memperhatikan merit sistem dan lebih banyak jabatan berbasis karir, seperti Sekretaris
Jenderal, Direktur Jenderal. Kepala Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) atau
lainnya, diberikan karena alasan politik, bukan berdasarkan kompetensi atau
profesionalisme (Apathy & Everson, 2020).
Berdasarkan sisi lain, integritas ASN dipertanyakan, dengan banyaknya pejabat
ASN yang bermasalah dengan hukum. Pada tahun 2017 KPK mengusut kasus suap
terkait mutasi dan kenaikan pangkat pejabat di lingkungan Pemkab Nganjuk yang
berimplikasi antara lain Bupati Nganjuk, Kepala Seksi Umum RSUD Nganjuk, Kepala
Sekolah SMP 3 Nggrogot, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Nganjuk. Seorang Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung diduga menerima suap (korupsi)
atas Peninjauan Kembali (PK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperoleh bukti
dugaan suap Rp. 1,7 Milyar di rumahnya (Atmojo & Pratiwi, 2020). Proses kenaikan
pangkat, seleksi dan pengangkatan pejabat ASN tidak objektif, banyak bermotif politik,
bahkan ada yang dilakukan secara ilegal seperti di Kabupaten Klaten dimana pegawai
ASN dan Bupati terlibat suap. Kementerian Dalam Negeri telah memecat sekitar 200
Pegawai Negeri Sipil dalam upaya membersihkan kementerian karena terlibat dalam
korupsi dan pelanggaran lainnya (Dwiputrianti, 2020).
Kajian sebelumnya tentang promosi, seleksi dan penempatan pejabat ASN juga
menunjukkan hasil yang kurang optimal. Pertama, penelitian Abdul Halim tahun 2002
“Kebijakan Promosi di Birokrasi Daerah” menyimpulkan bahwa secara umum kebijakan
promosi di daerah bertentangan dengan prinsip merit sistem (Dwiputrianti, 2020). Belum