Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 9, September 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
1
, Andi Nurainul Yaqin
1
, Syamsul Bakhri
1
. (2021). Proses Saponifikasi Minyak
Jelantah dan Sisik Ikan untuk Produksi Sabun Cair Penghilang Luka. Jurnal Sosial dan Teknologi
(SOSTECH), 1(9): 1.121-1.130
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenvest.co.id/
PROSES SAPONIFIKASI MINYAK JELANTAH DAN SISIK IKAN UNTUK
PRODUKSI SABUN CAIR PENGHILANG LUKA
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
Universitas Muslim Indonesia
1,2,3 dan 4
1
2
,
andinurainulyaqin7222[email protected]
3
dan syamsul.bak[email protected]
4
Diterima:
30 Agustus
2021
Direvisi:
9 September
2021
Disetujui:
14 September
2021
Kolagen, Luka, Saponifikasi
Collagen, Wound, Saponification
Proses Saponifikasi Minyak Jelantah dan Sisik Ikan untuk
Produksi Sabun Cair Penghilang Luka
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
1.122
PENDAHULUAN
Minyak goreng termasuk bahan pokok yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-
hari. Selain untuk kebutuhan rumah tangga, minyak goreng juga banyak digunakan di
beberapa industri seperti perhotelan dan warung kuliner. Bahkan di Indonesia, konsumsi
minyak goreng mencapai 2,5 juta ton pertahun atau setara dengan 12 kg per orang per
tahun (Prasetyo, 2018). Semakin tinggi konsumsi minyak goreng mengakibatkan semakin
tinggi pula limbah yang dihasilkan (Yuarini et al., 2018). Limbah minyak goreng bekas
tersebut dikenal dengan sebutan minyak jelantah.
Minyak jelantah adalah minyak goreng yang digunakan secara berulang. Jumlah
produksi minyak jelantah di Indonesia mencapai 4 juta ton pertahun (Hadrah, Kasman
dan Sari, 2018). Selain itu minyak jelantah juga dapat berdampak tidak baik pada
kesehatan apabila dikonsumsi (Megawati dan Muhartono, 2019). Perubahan pada sifat
minyak goreng menyebabkan tidak layak digunakan untuk bahan makanan (Susanti dan
Priamsari, 2019) disebabkan minyak jelantah ini menghasilkan senyawa peroksida yang
bersifat beracun bagi tubuh. Perubahan fisika yang terjadi diantaranya perubahan warna
menjadi gelap dan beraroma kurang enak, sedangkan perubahan kimia ditandai dengan
adanya reaksi yang terjadi seperti reaksi pencokelatan disebabkan oleh pemanasan pada
suhu yang tinggi menyebabkan menurunnya kualitas minyak (Susanti dan Priamsari,
2019). Apabila minyak jelantah ini langsung dibuang ke lingkungan akan menimbulkan
efek yang kurang baik dan mencemari lingkungan, yaitu dapat memerusak komponen
tanah, mengganggu ekosistem air, bahkan dapat menyumbat saluran pipa air (Hermawan,
Sayekti dan Nurhandayani, 2020). Akibat dari masih kurangnya pengetahuan mengenai
dampak terhadap kesehatan maupun lingkungan, maka perlu adanya inovasi untuk
mengatasi masalah tersebut. Jika ingin mengolah minyak jelantah menjadi produk ramah
lingkungan dan bernilai ekonomis. Kandungan asam lemak yang terdapat pada minyak
jelantah dapat diolah menjadi sabun (Kusumaningtyas dan Qudus, 2019).
Sabun merupakan bahan yang digunakan untuk mencuci maupun sebagai
pembersih dan dikenal memiliki beberapa jenis diantaranya sabun mandi, sabun cuci,
sabun tangan dan sabun wajah. Sabun memiliki bentuk yang berbeda pula seperti sabun
padat, sabun cair dan sabun krim (Agustina et al., 2017). Sabun cair menjadi semakin
banyak digunakan karena praktis dan menarik dibandingkan dengan sabun padat (Sari
and Ferdinan, 2017). Asam lemak dari minyak nabati ataupun minyak hewani dapat
diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi, yaitu proses hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa menggunakan Natrium Hidroksida (NaOH)
dan Kalium Hidroksida (KOH). Apabila menggunakan NaOH maka yang dihasilkan
berupa sabun padat, sedangkan apabila menggunakan KOH maka yang dihasilkan berupa
sabun cair (Bidilah, Rumape dan Mohamad, 2017). Berdasarkan proses penyabunan
karena merupakan reaksi eksotermis maka perlu diperhatikan penambahan minyak dan
larutan NaOH atau KOH agar panas yang terjadi tidak berlebihan. Sehingga dengan
proses yang sempurna dan pengadukan yang merata dapat menghasilkan sabun layak
pakai (Muawanah, Jaudah dan Ramadhanti, 2019). Sabun juga dapat dimanfaatkan untuk
membunuh bakteri pada kulit, sehingga memerlukan standar khusus dalam
penggunaannya seperti harus bisa menyingkirkan kotoran dan bakteri, juga tidak merusak
kesehatan kulit (Dimpudus, Yamlean dan Yudistira, 2017). Didukung oleh perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga mulai diadakan produk berbahan herbal yang
aman dalam penggunaannya (Ariyani dan Hidayati, 2018). Sebagai contoh di era
sekarang ini telah ada pembuatan sabun khusus yang digunakan untuk menutrisi kulit,
melembutkan kulit dan mencerahkan kulit, bahkan untuk tetap menjaga kesehatan wajah,
Vol. 1, No. 9, pp. 1.121-1.130, September 2021
1.123 http://sostech.greenvest.co.id
saat ini dimasyarakat telah banyak dipasarkan sabun perawatan wajah yang mengandung
kolagen (Aminudin et al. 2019).
Ikan merupakan kebutuhan pokok manusia. Namun, umumnya ikan hanya
dimanfaatkan dagingnya saja untuk dikonsumsi sehingga menghasilkan limbah yang
hanya dibuang tanpa pengolahan lebih lanjut. Limbah yang dihasilkan seperti sisik,
tulang dan kulit, sehingga perlu adanya inovasi untuk memanfaatkan limbah tersebut.
Salah satunya adalah limbah sisik ikan yang dapat dijadikan sebagai sumber kolagen
(Pringgandini et al., 2018). Kolagen adalah protein serabut yang memberi kekuatan pada
jaringan tubuh dan merupakan salah satu jaringan ikat utama sehingga banyak digunakan
sebagai bahan biomedis dan industri. Beberapa fungsi biologis sel seperti pembelahan,
pertahanan dan diferensiasi sel sehingga pemanfaatan kolagen terutama dalam bidang
farmasi dan industri. Berdasarkan bidang industri kosmetik dan farmasi, kolagen
digunakan untuk perawatan dan kesehatan karena dapat memberikan kekuatan dan
fleksibilitas pada jaringan tubuh seperti kulit (Ata et al., 2016). Selain sebagai bahan
kosmetik, ekstrak dari kolagen dapat digunakan sebagai obat maupun bahan makanan (B,
Soekendarsi dan Erviani, 2019). Kolagen juga dapat digunakan untuk pemulihan luka,
yang mana ekstrak dari kolagen sisik ikan bersifat tidak beracun dan lebih mudah diserap
oleh kulit. Berdasarkan ekstrak kolagen tersebut dihasilkan protein alami sebagai
pelengkap kolagen dan membuat proses pengobatan lebih efektif (Imamah, 2015).
Kemampuan tubuh dalam memproduksi kolagen juga dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya akibat dari aktivitas yang buruk (B et al., 2019) sehingga mengakibatkan
luka pada kulit. Maka dibutuhkan kolagen dari luar yang berperan membantu kolagen
alami dalam tubuh untuk memberi jaringan baru serta meningkatkan serabut kolagen
pada saat penyembuhan luka. Kolagen yang menyatu dapat membantu menekan
pembuluh darah dalam penyembuhan luka sehingga bekas luka menjadi rata dan tipis
(Pringgandini et al., 2018). Kolagen juga dapat bersumber dari dalam tubuh manusia,
namun kemampuan memproduksi kolagen ini juga dipengaruhi oleh faktor usia dan
aktivitas sehari-hari, sehingga dibutuhkan alternatif lain yang digunakan untuk
menghasilkan kolagen, salah satunya berasal dari limbah sisik ikan. Pemanfaatan limbah
sisik ikan ini dapat mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat meningkatkan nilai
tambah dari limbah sisik ikan (B et al., 2019).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan perlunya pemanfaatan limbah untuk
mengatasi pencemaran lingkungan, maka perlu pedalaman dan pengembangan lebih
lanjut mengenai produk sabun terbarukan, sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai pemanfaatan limbah minyak jelantah dan sisik ikan sebagai sabun cair
penghilang luka dengan proses saponifikasi.
Terdapat juga rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu berapa perbandingan
komposisi bahan baku yang optimal antara minyak jelantah dan KOH yang bagus untuk
kesehatan kulit dengan penambahan kolagen dari limbah sisik ikan untuk menghilangkan
bekas luka, agar dihasilkan sabun cair penghilang luka.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan komposisi bahan baku
yang optimal anara minyak jelantah dan KOH untuk kesehatan kulit dengan penambahan
kolagen dari limbah sisi ikan untuk menghilangkan bekas luka, agar menghasilkan sabun
cair penghilang luka.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sabun cair untuk
kesehatan kulit dan efektivitas menghilangkan luka, dan pengembangan sediaan sabun
cair dari pemanfaatan limbah minyak jelantah dan sisik ikan untuk menghilangkan luka
melalui proses saponifikasi.
Proses Saponifikasi Minyak Jelantah dan Sisik Ikan untuk
Produksi Sabun Cair Penghilang Luka
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
1.124
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Jenis riset yang digunakan dalam proses pembuatan sabun cair dari limbah minyak
jelantah dan sisik ikan yaitu riset empirik, yang dilakukan secara daring dan laboratorium
atau disebut juga dengan penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian
pendahuluan, menerapkan sistem daring yang dilakukan seperti studi pustaka, diskusi
antara pembimbing dan tim, penentuan perlakuan terbaik terhadap minyak jelantah dan
sisik ikan. Penelitian utama, menerapkan sistem laboratorium yang dilakukan di
laboratorium dan melakukan uji coba produk yang pelaksanaannya mematuhi protokol
kesehatan.
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengolahan Air dan Limbah Fakultas
Teknologi Industri, Universitas Muslim Indonesia, Makassar. Pengujian sabun cair
terhadap efektivitas membunuh kuman, dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Farmasi Universitas Muslim Indonesia.
Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan, yaitu wadah penampungan, ulekan, alat-alat gelas,
hotplate, magnetic stirrer, timbangan analitik, termometer, stick blender, spatula
karet, water bath, pengaduk dan kertas saring.
2. Bahan
Bahan yang digunakan, yaitu aquadest, minyak jelantah, sisik ikan bandeng,
KOH, NaOH, asam sitrat, arang aktif, indikator PP, pewangi, pewarna dan asam
asetat.
Prosedur Penelitian
1. Proses Aktivasi Arang
Proses aktivasi arang dimulai dengan menghancurkan dan menghaluskan arang
kayu. Arang yang sudah dihancurkan kemudian diayak menggunakan ayakan ukuran
50 mesh. Tahap selanjutnya menimbang arang sebanyak 500 gr. Larutan KOH dibuat
dengan konsentrasi 30% dalam 1500 ml aquadest. Kemudian merendam arang
menggunakan aktivator KOH yang telah dilarutkan selama 24 jam. Setelah itu
meniriskan arang yang telah direndam dan memasukkan arang ke dalam oven
menggunakan suhu 150°C selama 1 jam.
2. Pemurnian Minyak Jelantah
Proses pemurnian minyak jelantah ini dilakukan dengan melalui beberapa tahap.
Tahap awal yaitu menimbang minyak jelantah sebanyak 725 gr sebagai hasil
penjumlahan dari formula 1 sebanyak 375 gr dan formula 2 sebanyak 350 gr, lalu
dipanaskan pada suhu 70℃. Menambahkan arang aktif 10% berat adsorben ke dalam
wadah yang berisi minyak jelantah yang selanjutnya dipanaskan hingga mencapai
suhu 100℃ dengan melakukan pengadukan selama 20 menit. Kemudian memisahkan
campuran antara minyak dan arang aktif dengan cara penyaringan menggunakan
kertas saring biasa dan kertas saring whatman 40 (Paputungan et al. 2017).
3. Ekstraksi Kolagen
Proses ekstraksi kolagen dilakukan dengan tiga tahap, yaitu deproteinisasi
menggunakan larutan NaOH, perendaman dalam larutan CH
3
COOH dan ekstraksi
dengan air. Berdasarkan tahap deproteinisasi ini dilakukan proses perendaman sisik
Vol. 1, No. 9, pp. 1.121-1.130, September 2021
1.125 http://sostech.greenvest.co.id
ikan bandeng sebanyak 10 gram dengan larutan NaOH 50 mL selama 12 jam. Sisik
hasil perendaman larutan NaOH dicuci dengan aquadest. Selanjutnya dilakukan
proses perendaman sisik ikan dengan larutan CH
3
COOH 250 mL selama 2 jam.
Kemudian sisik ikan bandeng hasil perendaman tersebut dicuci dengan menggunakan
aquadest dan dilakukan proses ektraksi. Proses ektraksi dilakukan dengan air pada
suhu 40℃ selama 4 jam dengan rasio antara sisik ikan bandeng dengan air 1:4 (b/v).
Hasil dari ektraksi kolagen tersebut berupa kolagen larut air yang selanjutnya akan
dikeringkan sehingga menghasilkan kolagen dalam bentuk sisik ikan kering
(Suptijah, Indriani dan Wardoyo 2018).
4. Proses Pembuatan Sabun Cair
Adapun proses pembuatan sabun cair terdiri dari beberapa tahap, yaitu;
a. Proses Pembuatan Soap Base
Menimbang minyak jelantah yang telah dimurnikan dan KOH secara
terpisah. Kemudian memanaskan minyak jelantah untuk formula 1 sebanyak 375
gram dan untuk formula 2 sebanyak 350 gram pada suhu 70℃. Selanjutnya
membuat larutan KOH untuk formula 1 125 gram dan formula 2 sebanyak 150
gram. Memasukkan larutan KOH ke dalam wadah minyak jelantah yang
dipanaskan pada suhu 150℃ dan diaduk dengan stick blender selama 60 menit
hingga terjadinya reaksi saponifikasi ditandai dengan adanya trace (sempurna)
dan campuran menjadi tebal dan padat. Campuran yamg tebal dan padat tersebut
disebut soap base.
b. Proses Pemanasan Soap Base
Memasukkan soap base yang memadat ke dalam double boiler dengan air
yang mendidih dan memanaskannya selama 3 jam hingga sabun menjadi jernih.
Selama proses pemanasan dilakukan juga proses pengadukan setiap 30 menit
sekali. Setelah itu dilakukan uji pH sabun dengan mengambil sebanyak ±5 gram
sampel dan melarutkannya ke dalam 50 mL air mendidih. Lalu meneteskan
larutan indikator phenolphthalein untuk mengetahui pH. Jika pH belum
menunjukkan warna merah gelap maka pemanasan diteruskan hingga pengujian
pH sampel menunjukkan warna pink terang.
c. Proses Melarutkan Soap Base
Memanaskan air sebanyak 500 mL pada suhu 100℃. Kemudian
memasukkan soap base ke dalam air yang telah mendidih kemudian didiamkan
selama 60 menit. Setelah soap base mencair, maka jadilah produk sabun cair
yang kemudian dilakukan penetralan.
Menimbang asam sitrat sebanyak 4 gram kemudian dilarutkan ke dalam 20
mL aquadest. Setelah itu larutan asam sitrat dimasukkan ke dalam sabun cair dan
diaduk hingga sabun cair mengalami perubahan warna menjadi jernih.
Selanjutnya ditambahkan esktraksi kolagen sebanyak 10 gram ke dalam sabun
cair tersebut. Setelah itu kemudian diaduk hingga bahan larut kemudian
ditambahkan pewangi dan pewarna. Tahap terakhir, sabun cair didiamkan selama
2 pekan agar dihasilkan sabun cair jernih (Banaransoap 2016).
Pengujian
1. Pengujian Sabun Cair terhadap Kuman
Pengujian sabun cair terhadap efektivitas membunuh kuman digunakan
bakteri Staphylococcus Aureus menggunakan metode ekperimental. Skema proses
pengujian yang pertama yaitu membuat media pengujian. Kemudian melakukan uji
aktivitas antibakteri secara in vitro dan selajutnya melakukan proses pengamatan
serta pengukuran untuk mengetahui diameter zona hambat.
2. Pengujian sabun cair terhadap Bekas Luka secara In Vivo
Proses Saponifikasi Minyak Jelantah dan Sisik Ikan untuk
Produksi Sabun Cair Penghilang Luka
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
1.126
Pengujian secara in vivo dilakukan secara langsung terhadap orang yang
memiliki luka (luka kering atau bekas luka). Sabun cair yang telah dihasilkan
digunakan untuk mandi atau untuk menghilangkan luka secara rutin selama kurang
lebih 14 hari sebanyak 2 kali sehari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Sabun Cair Terhadap Kuman
Uji antibakteri pada pengujian sabun cair terhadap bakteri Staphylococcus Aureus
secara rinci dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 1. Zona Hambat
R1
Gambar 2. Zona
Hambat R2
Gambar 3. Zona Hambat
R3
Pada tabel 1 menunjukkan hasil penentuan daya hambat cemaran bakteri
Staphylococcus Aureus pada sabun cair dengan komposisi 375:125 dan 350:150.
Tabel 1. Hasil Penentuan Daya Hambat Cemaran Bakteri Staphylococcus Aureus
Rasio
(Massa Minyak Jelantah:KOH)
Zona Hambat
Rata-rata
R1
R2
R3
375:125
29,6
33,3
30,6
31,1
350:150
31,6
30,0
32,6
31,4
Sumber: Laboratorium Mikrobilogi Universitas Muslim Indonesia
Gambar 4. Grafik Hubungan Antara Rasio Minyak Jelantah:KOH Dengan Zona Hambat
Berdasarkan hasil uji sabun cair terhadap bakteri Staphylococcus Aureus diperoleh,
dan dihubungkan dengan kriteria kekuatan daya antibakteri itu dapat dikategorikan
berdasarkan zona hambat yang terbentuk, dimana ukuran diameter zona hambat <5 mm
dikategorikan lemah, zona hambat 5-10 mm dikategorikan sedang, zona hambat 10-20
mm dikategorikan kuat dan zona hambat >20 mm dikategorikan sangat kuat. Berdasarkan
26
28
30
32
34
375:125 350:150
Replika 1 Replika 2 Replika 3 Rata-rata
Vol. 1, No. 9, pp. 1.121-1.130, September 2021
1.127 http://sostech.greenvest.co.id
kriteria tersebut, maka daya hambat bakteri oleh sabun cair pada formula 1 (375:125) dan
formula 2 (350:150) masuk ke dalam kriteria yang sangat kuat karena masing-masing
memiliki daya hambat sebesar 31,1 mm dan 31,4 mm. Maka demikian komposisi sabun
cair formula 2 (350:150) merupakan komposisi terbaik untuk menghambat bakteri
Staphylococcus Aureus sehingga bagus untuk kesehatan kulit dibandingkan dengan sabun
cair formula 1 (375:125). Hal ini dikuatkan dengan pendapat (Wulandari, Bahri dan
Mappiratu, 2019) bahwa dengan bertambahnya massa KOH maka asam lemak bebas
yang bereaksi akan lebih banyak sehingga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri
Staphylococcus aureus semakin baik.
Uji Organoleptik
1. Pengujian Kualitas Sabun
Hasil uji organoleptik dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada
responden sehingga hasilnya diperoleh dan disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel 2. Hasil Responden Terhadap Kualitas Sabun Cair
No.
Responden
Busa
Aroma
Kelembutan
Formula 2
1
Lya
3
4
4
2
Ainun
4
5
4
3
Asri
4
5
4
4
Anwar
3
5
4
5
Nisa
3
5
5
Sumber: Hasil kuesioner Pengguna Sabun Cair
Keterangan:
Pemberian nilai 1-5 untuk Parameter busa, aroma dan kelembutan.
1 = Sangat Kurang, 2 = Kurang, 3 = Cukup, 4 = Baik, dan 5 = Sangat Baik.
Gambar 5. Grafik Hubungan Antara Hasil Responden Dengan Nilai Parameter
Kualitas Sabun Cair
Data hasil uji organoleptik yang didapat, sabun cair yang dihasilkan dalam
penelitian ini memiliki aroma yang sangat baik, memiliki tekstur yang baik terhadap
kulit, memiliki kualitas busa yang sangat baik dan memiliki kelembutan yang baik.
Berdasarkan dari hasil tersebut, maka sabun cair yang dihasilkan dalam penelitian ini
sangat bagus untuk kesehatan kulit dan layak untuk digunakan.
2. Pengujian Sabun Cair terhadap Bekas Luka secara In Vivo
0
1
2
3
4
5
6
Lya Ainun Asri Anwar Nisa
Busa Aroma Lembut
Proses Saponifikasi Minyak Jelantah dan Sisik Ikan untuk
Produksi Sabun Cair Penghilang Luka
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
1.128
Berdasarkan hasil kemampuan penghilang luka masih dilakukan proses pengujian
pada beberapa responden yang berkesempatan untuk melakukan uji coba secara
organoleptik.
Tabel 3. Hasil Responden Terhadap Sabun Penghilang Luka
No.
Nama Responden
Jenis Luka
Luka
Bakar
Luka Iris
Luka
Alergi
Luka
Gores
Bekas
Luka
1.
Ikka
-
2
-
-
-
2.
Anwar
1
-
-
-
-
3.
Uliyah
-
-
2
-
-
4.
Isra
-
-
-
-
2
Sumber: Hasil kuesioner Pengguna Sabun Cair
Keterangan:
Pemberian nilai 1-5 untuk parameter sabun sebagai penghilang luka.
1 = Sangat Kurang, 2 = Kurang, 3 = Cukup, 4 = Baik, dan 5 = Sangat Baik.
Berdasarkan hasil pengamatan penggunaan sabun cair terhadap beberapa jenis
luka dan bekas luka didapatkan hasil yang berpotensi baik dan berhasil. Hal ini
dikarenakan pengujian yang dilakukan kurang dari 7 hari, telah menunjukkan adanya
perubahan pada luka iris, luka alergi, dan bekas luka. Berdasarkan teori dari
penelitian (Sugiyono, Hernani dan Mufrod, 2016) bahwa luka yang mengakibatkan
terjadinya kerusakan jaringan kulit membutuhkan waktu penyembuhan yang sangat
lambat karena melibatkan pembentukan sel-sel terus menerus. Ada tiga fase dalam
proses penyembuhan luka, yaitu fase inflamasi (0-7 hari), fase regenerasi (3-24 hari)
dan fase remodeling (3-12 bulan atau lebih). Hasil yang dicapai dalam penelitian ini
dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Hasil yang Dicapai
Sabun
Cair
Busa
Aroma
Kelembutan
Daya
Hambat
Bakteri
Luka
Iris
Luka
Alergi
Bekas
Luka
350:150
Sangat
baik
Tahan
lama
Sangat baik
Sangat
bagus
Cukup
Cukup
Cukup
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil uji sabun cair yang dihasilkan dalam penelitian ini terhadap
bakteri Staphylococcus Aureus diperoleh hasil bahwa daya hambat bakteri yang sangat
bagus. Berdasarkan hasil uji organoleptik, sabun cair yang dihasilkan dalam penelitian ini
memiliki kualitas yang sangat baik dari segi banyaknya busa, aroma dan kelembutan.
Dilihat dari segi penghilang luka, sabun cair ini berpotensi baik dan berhasil dalam
menghilangkan luka.
BIBLIOGRAFI
Agustina, Lia, Mia Yulianti, Fenita Shoviantari, and Indra Fauzi Sabban. 2017.
“Formulasi Dan Evaluasi Sabun Mandi Cair Dengan Ekstrak Tomat (Solanum
Lycopersicum L.) Sebagai Antioksidan.” Jurnal Wiyata Penelitian Sains Dan
Kesehatan 4(2):hal. 104-110.
Aminudin, Muhammad Farid, Nayyifatus Sa’diyah, Putri Prihastuti, and Laeli Kurniasari.
Vol. 1, No. 9, pp. 1.121-1.130, September 2021
1.129 http://sostech.greenvest.co.id
2019. Formulasi Sabun Mandi Padat Dengan Penambahan Ekstrak Kulit Manggis
(Garcinia Mangostana L.).” Inovasi Teknik Kimia 4:4952.
Ariyani, Sukma Budi, and Hidayati Hidayati. 2018. “Penambahan Gel Lidah Buaya
Sebagai Antibakteri Pada Sabun Mandi Cair Berbahan Dasar Minyak Kelapa.
Jurnal Industri Hasil Perkebunan 13(1):1118.
Ata, Stephanie T. W., Risfah Yulianty, Fitriyanti J. Sami, and Naimah Ramli. 2016.
“Isolasi Kolagen Dari Kulit Dan Tulang Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis).”
Journal of Pharmaceutical and Medicinal Science 1(1):2730.
B, Nurhidayah, Eddy Soekendarsi, and Andi Evi Erviani. 2019. Kandungan Kolagen
Sisik Ikan Bandeng Chanos-Chanos Dan Sisik Ikan Nila.” Biologi Makassar
4(1):3947.
Banaransoap. 2016. Membuat Sabun Mandi Alami Untuk Hobi Maupun Bisnis.
Bidilah, Siti Aulia, Opir Rumape, and Erni Mohamad. 2017. “Optimasi Waktu
Pengadukan Dan Volume KOH Sabun Cair Berbahan Dasar Minyak Jelantah.”
Jurnal Entropi 12(6):5560.
Dimpudus, Stefanie Amelia, Paulina V. Y. Yamlean, and Adithya Yudistira. 2017.
“Formulasi Sediaan Sabun Cair Antiseptik Ekstrak Etanol Bunga Pacar Air
(Impatiens Balsamina L.) Dan Uji Efektivitasnya Terhadap Bakteri Staphylococcus
Aureus Secara in Vitro.” Pharmacon 6(3):20815.
Hadrah, Hadrah, Monik Kasman, and Fitria Mayang Sari. 2018. “Analisis Minyak
Jelantah Sebagai Bahan Bakar Biodiesel Dengan Proses Transesterifikasi.” Jurnal
Daur Lingkungan 1(1):16.
Hermawan, Hengki, Ika Candra Sayekti, and Fitria Bekti Nurhandayani. 2020.
“Pemanfaatan Minyak Jelantah Menjadi Sabun Untuk Masyarakat Desa
Pentukrejo.” Jurnal Empati 1:5657.
Imamah, Indah Nur. 2015. “Pengaruh Pemberian Kolagen Ikan Terhadap Proses
Penyembuhan Luka Insisi (Studi Eksperimen Pada Tikus Putih Rattus
Norvegicus).” Husada Mahakam 4(1):53.
Kusumaningtyas, Ratna Dewi, and Nur Qudus. 2019. “Penerapan Teknologi Pengolahan
Limbah Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Cuci Piring Untuk Pengendalian
Pencemaran Dan Pemberdayaan Masyarakat.” Jurnal Abdimas 22(2):2018.
Megawati, Melia, and Muhartono. 2019. “Konsumsi Minyak Jelantah Dan Pengaruhnya
Terhadap Kesehatan.” Majority 8(2):25964.
Muawanah, Nanah, Hilyati Jaudah, and Titan Destania Ramadhanti. 2019. “Pemanfaatan
Limbah Kulit Durian Sebagai Anti Bakteri Pada Sabun Transparan.” Seminar
Nasional Sains Dan Teknologi 110.
Paputungan, Rinto, Siti Nikmatin, Akhiruddin Maddu, and Gustan Pari. 2017.
“Mikrostruktur Arang Aktif Batok Kelapa Untuk Pemurnian Minyak Goreng Habis
Pakai.” Journal of Chemical Information and Modeling 53(9):2125.
Prasetyo, Joni. 2018. “Studi Pemanfaatan Minyak Jelantah Sebagai Bahan Baku
Pembuatan Biodiesel.” Jurnal Ilmiah Teknik Kimia 2(2):45.
Pringgandini, Laras Ayu, Ghinna Yulia Indarti, Melinda Melinda, and Morita Sari. 2018.
Efektivitas Spray Nanokolagen Limbah Sisik Ikan Mas (Cyprinus Carpio) Untuk
Mempercepat Proses Penyembuhan Luka Insisi.” Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Padjadjaran 30(2):113.
Sari, Rafika, and Ade Ferdinan. 2017. Antibacterial Activity Assay of the Liquid Soap
from the Extract of Aloe Vera Leaf Peel.” Pharmaceutical Sciences and Research
4(3):11120.
Sugiyono, Yulis Hernani, and Mufrod. 2016. Formulasi Salep Ekstrak Air Tokek
(Gekko Gecko L.) Untuk Penyembuhan Luka.” Media Farmasi Indonesia
Proses Saponifikasi Minyak Jelantah dan Sisik Ikan untuk
Produksi Sabun Cair Penghilang Luka
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Zahra Nur Aziza
1
, Uliyah
2
, Andi Nurainul Yaqin
3
dan Syamsul Bakhri
4
1.130
11(2):10931106.
Suptijah, Pipih, Dini Indriani, and Supriyono Eko Wardoyo. 2018. Isolasi Dan
Karakterisasi Kolagen Dari Kulit Ikan Patin (Pangasius Sp.).” Jurnal Sains Natural
8(1):8.
Susanti, Maria Mita, and Margareta Retno Priamsari. 2019. “Pemberdayaan Ibu-Ibu PKK
Pengolahan Limbah Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Cair Di Desa Sidorejo
Kabupaten Semarang.” Indonesian Journal of Community Services 1(1):48.
Wulandari, Ayu, Syaiful Bahri, and Mappiratu Mappiratu. 2019. Aktivitas Antibakteri
Ekstrak Etanol Sabut Kelapa (Cocos Nucifera Linn) Pada Berbagai Tingkat
Ketuaan.” Kovalen: Jurnal Riset Kimia 4(3):27684.
Yuarini, Dewa Ayu Anom, G. P. Ganda Putra, Luh Putu Wrasiati, and A. A. P. ..
Suryawan Wiranatha. 2018. “Karakteristik Minyak Goreng Bekas Yang Dihasilkan
Di Kota Denpasar.Scientific Journal of Food Technology 5(1):4955.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License