Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 10, October 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Boy Piter Nizu Kekry. (2021). Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Wilayah Adat Ha
Anim. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 1(10): 1.203-1.210
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenpublisher.id/
MODEL RASIO PERTUMBUHAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DI
WILAYAH ADAT HA ANIM
Boy Piter Nizu Kekry
Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Cendrawasih, Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Berbagai kendala pembangunan yang terjadi di Provinsi Papua selama ini,
memberikan sebuah orientasi tersendiri dalam membangun skema kesejahteraan yang berbasis
pada etnografi Papua.
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur nilai model rasio pertumbuhan
pendapatan asli daerah di wilayah adat Ha Anim tahun 2015-2019, mendeskripsikan orientasi
ilmiah, dalam membangun daya saing Pendapatan Asli Daerah dalam ruang lingkup keuangan
daerah.
Metode penelitian: Metode analisis ini terdapat dua rasio pertumbuhan yang diterapkan yaitu
Rasio Pertumbuhan Wilayah Studi (RPs) dan Rasio Pertumbuhan Wilayah Referensi (RPr).
Hasil penelitian: Hasil menunjukkan bahwa perkembangan pertumbuhan pendapatan asli
daerah hanya mampu mencapai 1,74%, potret ini sebagai wujud dari wajah kemandirian fiskal
pada wilayah adat Ha Anim periode 2015-2019.
Kesimpulan: Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perkembangan pertumbuhan pendapatan
asli daerah hanya mampu mencapai 1,74%, potret ini sebagai wujud dari wajah kemandirian
fiskal pada wilayah adat Ha Anim periode 2015-2019. Tentunya pertumbuhan negatif pada
komponen PAD Kabupaten Pemekaran Boven Digoel menjadi salah satu tantangan dimasa
yang akan datang. Melalui hasil Perhitungan Model Rasio Pertumbuhan (MRP) wilayah adat
Ha Anim, ternyata Kabupaten Boven Digoel memiliki pola tanda RPip [negatif] pada
komponen retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Tentunya hal ini mengindikasikan
penerimaan potensi kedua komponen PAD ini, belum optimal memberikan dampak kepada
daya saing kemandirian fiskal dengan Kabupaten Merauke, sebagai Kabupaten Induk.
Kata kunci : Ha Anim, Model Rasio Pertumbuhan, Pendapatan Asli Daerah
Abstract
Background: Various development constraints that occurred in Papua Province so far,
providing a separate orientation in building a welfare scheme based on Papuan ethnography.
Research objectives: This study aims to measure the value of the regional native income
growth ratio model in the Ha Anim indigenous region in 2015-2019, describing scientific
orientation, in building the competitiveness of Regional Native Income within the regional
financial scope.
Research method: This analysis method contains two growth ratios applied, namely the Study
Area Growth Ratio (RPs) and the Reference Area Growth Ratio (RPr).
Results: Results showed that the development of regional native income growth was only able
to reach 1.74%, this portrait as a manifestation of the face of fiscal independence in the ha
anim customary region for the period 2015-2019.
Conclusion: This study can be concluded that the development of regional revenue growth was
only able to reach 1.74%, this portrait as a form of the face of fiscal independence in the ha
anim indigenous region for the period 2015-2019. Of course, negative growth in the PAD
component of Boven Digoel Expansion Regency becomes one of the challenges in the future.
Through the results of the Calculation of Growth Ratio Model (MRP) of Ha Anim customary
region, it turns out that Boven Digoel Regency has a pattern of RPip [negative] marks on
regional levy components and other legitimate PAD. Of course, this indicates the acceptance of
the potential of these two PAD components, has not optimally impacted the competitiveness of
fiscal independence with Merauke Regency, as the Parent Regency.
Keywords : Ha Anim, Growth Ratio Model, Regional Native Income
Diterima: 26-9-2021; Direvisi: 7-10-2021; Disetujui: 14-10-2021
Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Wilayah Adat Ha Anim
Boy Piter Nizu Kekry 1.204
PENDAHULUAN
Keberadaan unsur entografi seringkali terlupakan dalam perencanaan dan proses
pembangunan daerah (Murdiastuti & Rohman, 2018), hal ini senapas dengan adanya
pesta Otonomi Daerah saat ini menjadi momentum dalam memperkokoh kedalaman
(Wijoyo, 2012) dan dinamika kultur budaya. Sepanjang dua periode masa kepemimpinan
Gubernur Provinsi Papua Bapak Lukas Enembe dan Bapak, Klemen Tinal, terlihat
strategi pembangunan kewilayahan didasarkan pola pembagian 5 wilayah adat, hal
mendasar yang menjadi pertimbangan ialah hubungan kekerabatan, perkawinan, hak
ulayat, tipe kepemimpinan, ciri-ciri fisik hingga geografis (Paskalis, 2020). Kebijakan
Otonomi Daerah ini, memberikan ruang kebebasan dalam pembentukan daerah otonom
baru (DOB) (Hidayat, 2020), sejak tahun 1999-2009 mampu melahirkan 7 Provinsi, 164
Kabupaten, dan 34 Kota (Permendagri 21 Tahun 2010). Wilayah selatan Provinsi Papua
yaitu Kabupaten Merauke, saat ini dikenal dengan wilayah adat “Ha Anim” memproses 3
daerah otonom baru yait: Boven Digoel, Mappi, dan Asmat. Hakekat pemekaran ini
didasarkan pada unsur kesejahteraan rakyat, memperbaiki pelayanan publik,
meningkatkan daya saing daerah, dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Negeri,
2011). Secara teori kewilayahan, terdapat suatu mimpi besar pembangunan ialah
mengentaskan kesenjangan vertikal dan horizontal (Siagian, 2020).
Perjalanan wilayah adat “Ha Anim” hingga saat ini, masih diselimuti oleh
tantangan-tantangan otonomi daerah, hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi pemekaran
daerah bahwa terindikasi daerah otonom baru tidak secara otomatis menjadi lebih baik
dari sebelum dimekarkan (Negeri, 2011). Jika lahirnya Daerah Otonom Baru dalam
kerangka mendekatkan pembangunan, maka sepatutnya perlu adanya penopang keuangan
daerah yang seimbang. Kondisi faktual hingga saat ini, Kabupaten Merauke, Boven
Digoel, Asmat dan Mappi memiliki proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
APBD masih sangat didominasi oleh transfer pendanaan dari pemerintah pusat. Fakta
empiris lainnya, sampai tahun 2016 belum ada daerah di Indonesia yang mencapai
proporsi PAD terhadap APBD sebesar 70 persen.
Landasan konseptual mengenai Pendapatan Asli Daerah, memandang semua
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2004 Tentang, 2004). Selain itu, PAD merupakan penerimaan yang diperoleh
daerah otonom yang dipungut berdasarkan ketentutan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Anggraini, 2010). Keterkaitan dengan yang disampaikan dalam konsep
ialah Pendapatan Asli Daerah sebagai cermin Pertumbuhan Ekonomi. Maka dapat
dibangun sebuah asumsi, melalui sudut pandang pendapatan asli daerah merupakan
impact dari pergerakan perekonomian wilayah ataupun dapat sebaliknya Pendapatan Asli
Daerah merupakan merupakan input dalam perekonomian wilayah itu sendiri.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan Lokus pada wilayah adat Ha Anim terdiri dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Asmat dan Mappi. Sedangkan
fokus pada penelitian ini mengungkap isu tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dengan rentang tahun pengamatan 5 (lima) tahun 2015-2019. Secara garis besar
penelitian ini pada prinsipnya menggunakan pendekatan kuantitatif dalam
mengungkap berbagai kecenderungan yang terjadi pada isu penelitian dan juga
proses pengukuran fokus penelitian. Kebutuhan data dalam penelitian ini yakni data
sekunder yang ber-sumber dari beberapa lembaga resmi antara lain (1) Direktorat
Vol. 1, No. 10, pp. 1.203-1.210, October 2021
1.205 http://sostech.greenvest.co.id
Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) RI dan (2) Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi
Papua. Proses Pengumpulan Data melalui mekanisme studi kepustakaan pada beberapa
dokumen antara lain (1) Target/Realisasi APBD Pokok/Perubahan Kabupaten Merauke,
Boven Digoel, Asmat dan Boven Digoel tahun 2015-2019 (2) Regulasi Keuangan Daerah
dan Literatur Jurnal Penelitian yang berkaitan secara langsung terhadap isu penelitian ini.
Metode analisis data yang diterapkan pada penelitian ini yaitu proses adopsi metode MRP
competitive advantage (Papua, 2016). Dimana penggunaan model dalam penelitian daya
saing keuangan daerah di wilayah adat Ha Anim, MRP membandingkan pertumbuhan
komponen pendapatan asli daerah pada suatu kabupaten yang lebih besar (Kabupaten
Induk). Pada metode analisis ini terdapat dua rasio pertumbuhan yang diterapkan yaitu
Rasio pertumbuhan wilayah studi (RPs) dan Rasio prtumbuhan wilayah referensi (RPr).
Berikut metode analisis MRP pendapatan asli daerah di wilayah adat Ha Anim.
( y
ipt
- y
ip0
) / y
ipt
RP
ip
= ----------------------- .........................................................(1)
( y
pt
- y
p0
) / y
p0
( y
int
- y
in0
) / y
int
RP
in
= ----------------------- .......................................................(2)
( y
nt
- y
n0
) / y
n0
Keterangan:
RP
ip
= Rasio Pertumbuhan wilayah analisis
RP
in
= Rasio Pertumbuhan wilayah referensi
yi
pt
= Komponen PAD wilayah analisis ke p pada periode tahun akhir
yi
p0
= Komponen PAD wilayah analisis ke p pada periode tahun awal
ypt = Total PAD wilayah analisis ke p pada periode tahun akhir
yp0 = Total PAD wilayah analisis ke p pada periode tahun awal
yint = Komponen PAD wilayah referensi ke p pada periode tahun akhir
yin0 = Komponen PAD wilayah referensi ke p pada periode tahun awal
ynt = Total PAD wilayah referensi ke p pada periode tahun akhir
yn0 = Total PAD wilayah referensi ke p pada periode tahun awal
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri khas sesuatu daerah otonom baru, ialah mampu menunjukkan eksistensi
pelayanan publik dari kemampuan kemandirian keuangan daerah. Sepatutnya porsi
Pendapatan Asli Daerah (PAD), dalam pembiayaan pelayanan publik harusnya
mendominasi porsi belanja daerah. Namun menjadi tantangan bersama hampir
keseluruhan daerah otonom baru, ataupun kabupaten induk di Provinsi Papua.
Menunjukkan kemandirian keuangan daerah secara rata-rata masih berkisar di bawah 10
persen. Tentunya dalam rangka menjawab tantangan tersebut, diperlukannya strategi
pengelolaan pendapatan asli daerah pada daerah otonom baru, baik dari segi intensifikasi
maupun ekstensifikasi. Berikut disajikan beberapa potret secara makro perkembangan
pertumbuhan komponen pendapatan asli daerah khususnya pada wilayah adat Ha Anim.
Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Wilayah Adat Ha Anim
Boy Piter Nizu Kekry 1.206
Tabel 1. Pertumbuhan Pajak dan Retribusi Daerah Wilayah Adat Ha Anim Tahun 2015-
2019.
No
Kabupaten
Pajak (%)
Retribusi (%)
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
1
Merauke
4,86
4,64
4,43
4,24
-2,67
4,45
-0,33
0,82
2
Boven Digoel
0,50
5,59
9,88
7,95
-3,68
-2,19
-3,35
-3,18
3
Mappi
-2,04
-4,39
1,55
8,91
6,71
-0,44
-2,11
6,78
4
Asmat
6,76
4,05
1,62
4,91
-0,85
3,08
2,09
8,79
Rerata
2,52
2,47
4,37
6,50
-0,12
1,22
-0,93
3,30
Sumber Data: DJPK Kementerian Keuangan, 2015-2019 (Data diolah).
Penerimaan pajak daerah merupakan salah satu basis dalam postur Pendapatan Asli
Daerah (Samuda, 2016). Jika diamati dari informasi pada tabel 1 di atas maka Kabupaten
Merauke merupakan kabupaten induk yang memiliki rerata pertumbuhan 4,54 persen,
sedangkan untuk Kabupaten Boven Digoel mampu menembus rerata tingkat
pertumbuhan sebesar 5,98 persen, untuk Kabupaten Mappi dan Asmat masing-masing
dengan rerata pertumbuhan sebesar 4,34 persen dan 3,97 persen. Jika diamati untuk
kinerja realisasi pajak daerah pada daerah otonom baru, sepanjang tahun 2015-2019
berkisar 3,78 persen. Angka ini menunjukkan adanya upaya peningkatan kapasitas fiskal
daerah (Adi, 2012), memang disadari kontribusi pajak daerah masih sangat dominan
dibandingkan dengan komponen PAD lainnya. Secara makro terhadap beberapa
hubungan yang mampu mendongkrak peningkatan penerimaan pajak daerah yaitu dari
sisi pertumbuhan ekonomi daerah. Esensi dari konsep bahwa pemerintah daerah
diberikan kewenangan yang seluas-luasnya dalam kerangka mengelola potensi
perekonomian daerah, dengan berkembanganya ekonomi daerah maka mampu
mendorong tumbuhnya pendapatan daerah dari pendapatan pajak dan retribusi daerah.
Deskriptif perkembangan retribusi daerah seperti yang disajikan pada tabel 1, Jika
mengamati informasi pada tabel pertumbuhan retribusi di atas, tercermin kondisi yang
berbeda dengan capaian pada pajak daerah. Dimana kabupaten induk yakni Merauke
mengalami pertumbuhan negatif pada tahun 2016 sebesar -2,67 persen dan pada tahun
2018 mencapai -0,33 persen. Kabupaten Boven Digoel sepanjang tahun 2015-2019
mengalami pertumbuhan negatif dengan rata-rata sebesar -3,10 persen. Sedangkan
Kabupaten Mappi dan Asmat mampu menjaga pertumbuhan retribusi dengan rerata
masing-masing 2,74 persen dan 3,28 persen, walaupun pada tahun 2017-2018 juga
mengalami hal yang sama yaitu pertumbuhan retribusi daerah yang negatif. Perbedaan
dari pengelolaan pajak daerah, dimana retribusi daerah lebih kepada inovasi dan
kebijakan kepala daerah dan masing-masing organisasi pemerintah daerah.
Tabel 2. Pertumbuhan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan
Pertumbuhan Lain-lain PAD yang Sah Wilayah Adat Ha Anim Tahun 2015-
2019.
No
Kabupaten
Hasil pengelolaan kekayaan
daerah yang dipisahkan (%)
Lain-lain
PAD yang sah (%)
2016
2017
2018
2019
2016
2017
2018
2019
1
Merauke
9,14
0,78
-2,83
9,11
2,23
1,82
1,65
-0,84
2
Boven Digoel
8,54
9,37
5,50
7,24
-1,72
-1,03
-1,52
4,15
3
Mappi
-2,09
2,16
4,65
0,67
0,19
-0,23
0,05
7,33
4
Asmat
1,34
-2,15
-2,40
9,46
4,05
3,21
1,48
3,39
Rerata
4,23
2,54
1,23
6,62
1,19
0,94
0,42
3,51
Vol. 1, No. 10, pp. 1.203-1.210, October 2021
1.207 http://sostech.greenvest.co.id
Sumber Data: DJPK Kementerian Keuangan, 2015-2019 (Data diolah).
Salah satu sumber pendapatan daerah yang perlu dioptimalkan ialah pengelolaan
kekayaan daerah dan lain-lain PAD yang sah seperti yang telah di potret pada tabel 2 di
atas. Seyogyanya dengan adanya pemekaran daerah ataupun daerah otonom baru, telah
mampu memetakan potensi daerah, yang mana akan dikembangkan menjadi sumber
pendapatan daerah. Sepanjang tahun 2015-2019 terlihat perkembangan Hasil pengelolaan
kekayaan daerah yang dipisahkan pada Kabupaten Merauke sebagai kabupaten induk
dengan rerata sebesar 4,05 persen namun untuk pertumbuhan lain-lain PAD yang sah
hanya 1,21 persen, sedangkan untuk kabupaten pemekaran mappi hanya mampu tumbuh
dengan rata-rata 1,35 persen begitupun capaian pertumbuhan pada lain-lain PAD yang
sah hanya berkisar 1,84 persen, sedangkan untuk Kabupaten Asmat pertumbuhan hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebesar 1,56 persen, namun untuk lain-lain
PAD yang sah cukup tinggi mencapai 3,03 persen. Namun untuk Kabupaten Boven
Digoel dapat dikatakan unggul, dimana mampu menciptakan pertumbuhan rata-rata
sebesar 7,66 persen, namun kondisi yang berbeda capaian pada lain-lain pendapatan yang
sah, dimana mengalami pertumbuhan negatif dengan rerata mencapai -0,03 persen.
Tabel 3. Nilai Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Pendapatan Asli Daerah Wilayah Adat
Ha Anim Periode Tahun 2015-2019.
PAD
Merauke (RPin)
Boven Digoel
(RPip)
Mappi
(RPip)
Asmat
(RPip)
Nilai
Tanda
Nilai
Tanda
Nilai
Tanda
Nilai
Tanda
Pajak
2.6624
+
7.4712
+
0.5368
+
1.4341
+
Retribusi
0.3448
+
-4.8824
-
1.5446
+
1.0965
+
Kekayaan
Daerah
2.3297
+
9.2824
+
0.7932
+
0.5166
+
Lain-Lain
0.7663
+
-0.0856
-
1.0615
+
1.0360
+
Sumber Data: DJPK Kementerian Keuangan, 2015-2019 (Data diolah).
Melalui ulasan mengenai pertumbuhan komponen PAD di wilayah adat Ha Anim,
ternyata peran pajak daerah masih menjadi penopang unggulan pada postur PAD
kewilayahan. Apabila menyikapi peranan PAD, langkah kongkrit yang penting ialah
perlu adanya inovasi dalam menciptakan daya saing pengelolaan pendapatan daerah.
Pada tabel 3 di atas menunjukkan hasil perhitungan model rasio pertumbuhan, dimana
melalui informasi ini menjadi sandaran awal, bagi proses perencanaan pendapatan daerah
pada wilayah adat Ha Anim. Melalui tabel 3 terlihat secara jelas dimana untuk kabupaten
merauke sebagai daerah referensi/kabupaten induk memiliki arah tanda yang [positif]
untuk keseluruhan komponen, hal serupa untuk kabupaten analisis/kabupaten pemekaran
yang bertanda (positif). Sedangkan untuk Kabupaten Boven Digoel, ternyata terdapat
arah tanda yang (negatif) pada komponen retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah.
Tabel 4. Kriteria Model Rasio Pertumbuhan (MRP) Pendapatan Asli Daerah Wilayah
Adat Ha Anim Periode Tahun 2015-2019.
PAD
Boven Digoel
Mappi
Asmat
RPin
RPip
Kriteria
RPin
RPip
Kriteria
RPin
RPip
Kriteria
Pajak
+
+
Potensi:
BD dan
MRK
+
+
Potensi:
MPP dan
MRK
+
+
Potensi:
AST dan
MRK
Retribusi
+
-
Potensi:
MRK
+
+
Potensi:
MPP dan
+
+
Potensi:
AST dan
Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Wilayah Adat Ha Anim
Boy Piter Nizu Kekry 1.206
PAD
Boven Digoel
Mappi
Asmat
RPin
RPip
Kriteria
RPin
RPip
Kriteria
RPin
RPip
Kriteria
MRK
MRK
Kekayaan
Daerah
+
+
Potensi:
BD dan
MRK
+
+
Potensi:
MPP dan
MRK
+
+
Potensi:
AST dan
MRK
Lain-Lain
+
-
Potensi:
MRK
+
+
Potensi:
MPP dan
MRK
+
+
Potensi:
AST dan
MRK
Sumber Data: DJPK Kementerian Keuangan, 2015-2019 (Data diolah).
Keterangan:
BD = Boven Digoel, MRK = Merauke, MPP = Mappi, AST= Asmat
Melalui tabel 4 di atas ini, telah dinformasikan kriteria model rasio pertumbuhan
PAD pada wilayah adat Ha Anim sepanjang periode anggaran 2015-2019. Kabupaten
Pemekaran Boven Digoel, kriteria RPin dan RPip komponen Pajak dan Kekayaan Daerah
memiliki pola tanda [positif], dimana hal ini menandakan penerimaan kedua komponen
PAD tersebut, merupakan potensi baik di Kabupaten Boven Digoel maupun Merauke.
Sedangkan untuk kriteria, RPin dan RPip komponen retribusi dan lain-lain PAD memiliki
pola tanda [negatif] untuk kriteria RPip. Kondisi ini memiliki makna bahwa komponen
tersebut tidak potensi pada Kabupaten Boven Digoel. Kriteria model rasio pertumbuhan
Kabupaten Mappi dan Asmat seragam pada periode anggaran 2015-2019, untuk
komponen Pajak, Retribusi, Kekayaan Daerah dan lain-lain PAD, memiliki kriteria RPin
dan RPip dengan pola tanda (positif). Hal ini tentunya mencerminkan keseluruhan
komponen PAD tersebut merupakan potensi pada Kabupaten Mappi dan Asmat. Melalui
ulasan analisis di atas, maka terdapat tantangan dalam membangun pertumbuhan yang
konsisten pada komponen retribusi dan lain-lain. Kondisi Kabupaten Boven Digoel ini,
tentunya belum sejalan dengan esensi desentralisasi fiskal yang diharapkan. Kondisi
tantangan potensi retribusi terjadi pada hasil penelitian (Dadang dan Hani, 2021) bahwa
Retribusi Daerah berpengaruh signifikan terhadap Kemandirian Pembangunan Daerah
namun dengan arah yang negatif, selain itu juga hasil penelitian dari (Orocomna et al.,
2017), bahwa retribusi tidak berpengaruh terhadap kemandirian daerah. Selanjutnya hal
serupa pada penelitian (Ningsih & Novianty, 2020) menyebutkan bahwa rata-rata
kontribusi retribusi daerah dan lain-lain PAD Provinsi Sumatera Selatan lebih rendah dari
rata-rata kontribusi retribusi nasional dengan berbagai kondisi pada daerah otonom di
berbagai daerah lainnya, maka dalam tatanan konsep daya saing ini, maka perlu adanya
penguatan inovasi secara simultan dan berkelanjutan dalam pengelolaan retribusi dan
lain-lain PAD di wilayah adat Ha Anim. Pendapatan asli daerah merupakan penerimaan
daerah yang berasal dari berbagai sumber ekonomi asli daerah, maka diharapkan setiap
pemerintah daerah dapat membangunan infrastruktur ekonomi baik di daerahnya masing-
masing guna meningkatkan pendapatannya. Konsep ini didukung dengan hasil empiris
dari (Yasin, 2020) bahwa hubungan linieritas positif antara PAD dengan pertumbuhan
ekonomi, dan juga perlu adanya pengelolaan belanja daerah yang mendukung dimana
hasil penelitian yang sama menunjukkan adanya pengaruh signifikan antara belanja
pembangunan/modal dengan pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan tantangan lainnya dari Kabupaten Mappi dan Asmat, dimana dengan
hasil model MRP yang menunjukkan adanya potensi pada semua komponen PAD.
Namun capaian tersebut belum mampu mewujudkan kemandirian keuangan daerah pada
daerah otonom tersebut. Sehingga dapat dikatakan, potensi pendapatan asli daerah selama
1.208
Vol. 1, No. 10, pp. 1.203-1.210, October 2021
1.209 http://sostech.greenvest.co.id
periode anggaran 2015-2019 ini belum mampu membiayai kebutuhan fiskal Kabupaten
Mappi dan Asmat. Kondisi wilayah adat Ha Anim berdasarkan derajat kemandirian fiskal
Propinsi Sulawesi Tengah selama kurun waktu penelitian (2001-2006), proporsi PAD
terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD) diperoleh hasil rata-rata sebesar 24,18 persen.
Ciri utama suatu daerah mampu melaksanakan otonomi (desentralisasi fiskal) adalah (1)
kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan
kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan
keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan; (2)
ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, PAD
harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan
keuangan pusat dan daerah.
KESIMPULAN
Mengacu pada hasil temuan empiris dan didukung dengan temuan fakta ilmiah
melalui model MRP, serta mempertimbangkan kerangka konseptual. Maka dapat ditarik
kesimpulan umum hasil penelitian ini bahwa perkembangan pertumbuhan pendapatan asli
daerah hanya mampu mencapai 1,74 persen, potret ini sebagai wujud dari wajah
kemandirian fiskal pada wilayah adat ha anim periode 2015-2019. Tentunya pertumbuhan
negatif pada komponen PAD kabupaten pemekaran Boven Digoel menjadi salah satu
tantangan dimasa yang akan datang. Melalui hasil perhitungan model rasio pertumbuhan
(MRP) wilayah adat Ha Anim, ternyata Kabupaten Boven Digoel memiliki pola tanda
RPip [negatif] pada komponen retribusi daerah dan lain-lain PAD yang sah. Tentunya hal
ini mengindikasikan penerimaan potensi kedua komponen PAD ini, belum optimal
memberikan dampak kepada daya saing kemandirian fiskal dengan Kabupaten Merauke,
sebagai kabupaten induk. Walaupun melalui kriteria model rasio pertumbuhan (MRP)
wilayah adat Ha Anim, untuk potensi komponen PAD yakni pajak, retribusi, kekayaan
daerah dan lain-lain PAD yang sah bagi Kabupaten Mappi dan Asmat. Dimana memiliki
pola tanda RPip [positif], tentunya hal ini dapat menguatkan opini bahwa telah terbentuk
daya saing pertumbuhan PAD dengan kabupaten induk Merauke. Namun capaian kriteria
MRP tersebut, ternyata belum memberikan dampak substantif kepada esensi dari
desentralisasi fiskal periode anggaran 2015-2019.
BIBLIOGRAFI
Adi, P. H. (2012). Kemampuan keuangan daerah dalam era otonomi dan relevansinya
dengan pertumbuhan ekonomi. KRITIS, Jurnal Studi Pembangunan Interdisiplin,
21(1), 119.
Anggraini, D. (2010). Analisis pengaruh penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD); studi empiris pada Propinsi
Bengkulu. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis, 2010.
Dadang dan Hani. (2021). Analisis Retribusi dan Pengaruhnya Terhadap Kemandirian
Pembangunan Daerah. Jurnal Akuntansi Dan Pajak.
Hidayat, A. (2020). Analisis Hukum Islam Terhadap Pembentukan Daerah Otonom Baru
Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat. Tahkim, 3(1), 125134.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 tentang, Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (2004).
Murdiastuti, A., & Rohman, H. (2018). Kebijakan Pengembangan Pariwisata Berbasis
Democratic Governance.
Negeri, K. D. (2011). Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang tentang
Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Wilayah Adat Ha Anim
Boy Piter Nizu Kekry 1.210
Pemerintahan Daerah. Direktorat Jenderal Otonomi Daerah pada Sekretariat
Kementerian Dalam Negeri ….
Ningsih, E. K., & Novianty, D. E. (2020). Analisis Potensi PAD Provinsi Sumatera
Selatan. COMPETITIVE Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 4(2), 157165.
Orocomna, M., Bharanti, B. E., & Allo Layuk, P. K. (2017). Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kemandirian Daerah Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2010-2015.
Jurnal Kajian Ekonomi Dan Keuangan Daerah, 2(3), 217593.
Papua, B. P. S. P. (2016). Sensus Ekonomi Hasil Listing. Potensi Ekonomi Provinsi
Papua.
Paskalis. (2020). Menggugat Tujuh Wilayah Adat di Tanah Papua. Suara Papua.
Samuda, S. (2016). Kebijakan Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Ternate dari
Sektor Pajak Daerah dalam Menutupi Defisit Fiskal (Tahun Anggaran 2012-2014).
Jurnal Natapraja: Kajian Ilmu Administrasi Negara, 4(1).
Siagian, D. L. (2020). Peranan Pemerintah Desa dalam Meningkatkan Partisipasi
Masyarakat untuk Pembangunan Infrastruktur Desa dalam Mengoptimalkan
Kesejahteraan Masyarakat.
Wijoyo, S. (2012). Kusebut Indonesia: Dari Keanekaragaman Menuju Keseragaman
Hayati. Airlangga University Press.
Yasin, M. (2020). Analisis Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Pembangunan terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten/Kota Jawa Timur. COSTING: Journal of
Economic, Business and Accounting, 3(2), 465472.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License