Model Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
di Wilayah Adat Ha Anim
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Boy Piter Nizu Kekry 1.204
PENDAHULUAN
Keberadaan unsur entografi seringkali terlupakan dalam perencanaan dan proses
pembangunan daerah (Murdiastuti & Rohman, 2018), hal ini senapas dengan adanya
pesta Otonomi Daerah saat ini menjadi momentum dalam memperkokoh kedalaman
(Wijoyo, 2012) dan dinamika kultur budaya. Sepanjang dua periode masa kepemimpinan
Gubernur Provinsi Papua Bapak Lukas Enembe dan Bapak, Klemen Tinal, terlihat
strategi pembangunan kewilayahan didasarkan pola pembagian 5 wilayah adat, hal
mendasar yang menjadi pertimbangan ialah hubungan kekerabatan, perkawinan, hak
ulayat, tipe kepemimpinan, ciri-ciri fisik hingga geografis (Paskalis, 2020). Kebijakan
Otonomi Daerah ini, memberikan ruang kebebasan dalam pembentukan daerah otonom
baru (DOB) (Hidayat, 2020), sejak tahun 1999-2009 mampu melahirkan 7 Provinsi, 164
Kabupaten, dan 34 Kota (Permendagri 21 Tahun 2010). Wilayah selatan Provinsi Papua
yaitu Kabupaten Merauke, saat ini dikenal dengan wilayah adat “Ha Anim” memproses 3
daerah otonom baru yait: Boven Digoel, Mappi, dan Asmat. Hakekat pemekaran ini
didasarkan pada unsur kesejahteraan rakyat, memperbaiki pelayanan publik,
meningkatkan daya saing daerah, dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Negeri,
2011). Secara teori kewilayahan, terdapat suatu mimpi besar pembangunan ialah
mengentaskan kesenjangan vertikal dan horizontal (Siagian, 2020).
Perjalanan wilayah adat “Ha Anim” hingga saat ini, masih diselimuti oleh
tantangan-tantangan otonomi daerah, hal ini dibuktikan dengan hasil evaluasi pemekaran
daerah bahwa terindikasi daerah otonom baru tidak secara otomatis menjadi lebih baik
dari sebelum dimekarkan (Negeri, 2011). Jika lahirnya Daerah Otonom Baru dalam
kerangka mendekatkan pembangunan, maka sepatutnya perlu adanya penopang keuangan
daerah yang seimbang. Kondisi faktual hingga saat ini, Kabupaten Merauke, Boven
Digoel, Asmat dan Mappi memiliki proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan
APBD masih sangat didominasi oleh transfer pendanaan dari pemerintah pusat. Fakta
empiris lainnya, sampai tahun 2016 belum ada daerah di Indonesia yang mencapai
proporsi PAD terhadap APBD sebesar 70 persen.
Landasan konseptual mengenai Pendapatan Asli Daerah, memandang semua
pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33
Tahun 2004 Tentang, 2004). Selain itu, PAD merupakan penerimaan yang diperoleh
daerah otonom yang dipungut berdasarkan ketentutan peraturan perundang-undangan
yang berlaku (Anggraini, 2010). Keterkaitan dengan yang disampaikan dalam konsep
ialah Pendapatan Asli Daerah sebagai cermin Pertumbuhan Ekonomi. Maka dapat
dibangun sebuah asumsi, melalui sudut pandang pendapatan asli daerah merupakan
impact dari pergerakan perekonomian wilayah ataupun dapat sebaliknya Pendapatan Asli
Daerah merupakan merupakan input dalam perekonomian wilayah itu sendiri.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan Lokus pada wilayah adat Ha Anim terdiri dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Merauke, Boven Digoel, Asmat dan Mappi. Sedangkan
fokus pada penelitian ini mengungkap isu tentang Pendapatan Asli Daerah (PAD),
dengan rentang tahun pengamatan 5 (lima) tahun 2015-2019. Secara garis besar
penelitian ini pada prinsipnya menggunakan pendekatan kuantitatif dalam
mengungkap berbagai kecenderungan yang terjadi pada isu penelitian dan juga
proses pengukuran fokus penelitian. Kebutuhan data dalam penelitian ini yakni data
sekunder yang ber-sumber dari beberapa lembaga resmi antara lain (1) Direktorat