Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 11, November 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Syakroni. (2021). Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Reproduksi dan Keutuhan Rumah
Tangga. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 1(11): 1.465-1.474
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenpublisher.id/
PERNIKAHAN DINI DAN DAMPAKNYA TERHADAP KESEHATAN
REPRODUKSI DAN KEUTUHAN RUMAH TANGGA
Syakroni
Kantor Kementerian Agama, Kabupaten Bungo, Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Pernikahan merupakan sesuatu yang sangat berarti untuk setiap orang yang
berupa ikatan lahir batin antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri.
Tujuan penelitian: Untuk mengetahui bagaimana pernikahan dini dan dampaknya bagi
kesehatan reproduksi dan keutuhan rumah tangga.
Metode penelitian: Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian
kualitatif.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan pernikahan dini memberikan dampak yang
sangat besar bagi kesehatan reproduksi seperti kematian ibu dan bayi, kelainan pada bayi dan
komplikasi kehamilan.
Kesimpulan: Penelitian ini dapat disimpulkan dengan tingkat perceraian pada saat pernikahan
dini sangat tinggi disebabkan karena faktor ekonomi yang belum matang.
Kata kunci: Pernikahan Dini, Kesehatan Reproduksi, Rumah Tangga
Abstract
Background: Marriage is something that means a lot to everyone in the form of an inner birth
bond between a man and a woman as a husband and wife.
Research purposes: To find out how early marriage and its impact on reproductive health and
household integrity.
Research methods: The methods used in this research are carried out through qualitative
research.
Research results: The results showed early marriage had a huge impact on reproductive health
such as maternal and infant mortality, abnormalities in the baby and pregnancy complications.
Conclusion: This research can be concluded with the divorce rate at the time of early marriage
is very high due to immature economic factors.
Keywords: Early Marriage, Reproductive Health, Home
Diterima: 20-10-2021; Direvisi: 29-10-2021; Disetujui: 14-11-2021
PENDAHULUAN
Istilah penggunaan kata menikah digunakan pada manusia karena mengandung
keabsahan secara hukum nasional, adat istiadat, dan terutama menurut agama. sedangkan
istilah perkawinan digunakan secara umum, untuk tumbuhan, hewan, manusia dan
menunjukkan proses generatif secara alami. Jadi, kata pernikahan dan perkawinan
memiliki makna yang sama, hanya penggunaan kata yang berbeda. Pernikahan
merupakan sesuatu yang sangat berarti untuk setiap orang yang berupa ikatan lahir batin
(Hanifah, 2019) antara laki-laki dan perempuan sebagai suami dan istri yang memiliki
tujuan untuk membina rumah tangga yang harmonis dan kekal serta pernikahan ini juga
salah satu bentuk penyempurnaan iman bagi seorang muslim (Alexander, 2020). Selain
untuk mempersatukan dua orang yang berbeda (Islay, 2014), pernikahan juga secara
otomatis mengubah status (Arliman, 2019) dan memberikan tanggung jawab kepada
keduanya (Anwar, 2014). Pernikahan yaitu seseorang yang telah melakukan ikatan lahir
batin antara pria dengan wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga, baik yang dilakukan secara hukum maupun secara adat/kepercayaan (Desiyanti,
2015).
Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Reproduksi dan Keutuhan Rumah Tangga
Syakroni 1.466
Jika ingin menjalin hubungan pernikahan terdapat aturan yang harus dijalankan
baik itu aturan secara hukum negara dan juga agama (Damanik, 2021). Secara hukum
pernikahan tertera dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan
bahwa perkawinan diizinkan apabila pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak
wanita telah mencapai umur 16 tahun. Namun dilakukan perubahan dan revisi kembali
(UU No. 16 tahun 2019) menjadi perkawinan bisa dilakukan apabila pihak dari laki-laki
dan pihak perempuan berusia minimal 19 tahun (Umar, 2021). Pada ayat 2 dinyatakan
dalam hal tersebut terjadi pelanggaran terhadap ketentuan umur pada ayat diatas, orang
tua pihak pria dan orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan
dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup. Kemudian,
pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) juga telah
mengeluarkan aturan bahwa usia ideal menikah pihak perempuan adalah 20-35 tahun dan
25-40 tahun untuk pihak pria (Khairunnisa & Nurwati, 2021).
Menurut pandangan Islam pernikahan merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW.
Pernikahan disyariatkan supaya manusia mempunyai keturunan dan keluarga yang sah
menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha
Allah SWT dan hal ini telah diisyaratkan sejak dulu, dan juga sudah banyak penjelasan
pernikahan dalam Al-Qur’an, salah satunya:
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang
yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya yang lelaki dan hamba-hamba sahaya
yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-
Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) Lagi Maha Mengetahui (QS. An-
Nuur/24:23).
Tujuan pernikahan dalam Islam dijelaskan pada surat Ar-Rum ayat 21, yang
artinya:
Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan untukmu
pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram
kepadanya dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih sayang (mawaddah warahmah).
Sesungguhnya pada yang demikian itu menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya bagi orang-
orang yang berpikir”.
Pernikahan dilakukan harus memperhatikan kematangan usia kedua belah pihak
agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Menurut (BKKBN, 2016)
menjelaskan usia normal untuk melakukan pernikahan pada laki-laki adalah 25 tahun dan
pada perempuan adalah 21 tahun. Akan tetapi banyak yang melakukan pernikahan di luar
dari usia normal pernikahan yaitu melakukan pernikahan di bawah umur. Pernikahan dini
adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan ataupun salah satu pasangannya
dikategorikan anak-anak atau remaja yang berusia di bawah 21 tahun (Isnaini & Sari,
2019).
Pada tahun 2010 Indonesia menduduki peringkat ke 37 di dunia yang
masyarakatnya melakukan pernikahan dini, yang artinya Indonesia termasuk salah satu
Negara dengan persentase pernikahan dini tertinggi di dunia. Berdasarkan hasil survei
BKKBN menunjukkan jumlah pernikahan dini di Indonesia terutama daerah pedesaan
masih tergolong tinggi. Pada tahun 2013 rasio pernikahan dini adalah 67 per 1.000
pernikahan. Pernikahan dini bisa dikatakan sebagai pernikahan yang dilakukan oleh anak.
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak, penafsiran
anak merupakan seseorang yang wajib mendapatkan hak-hak yang kemudian hak-hak
tersebut bisa menjamin perkembangan serta pertumbuhan dengan baik secara rahasia,
jasmaniah, maupun sosial (Sangaji & Djufri, 2017). Anak juga memiliki hak untuk
memperoleh pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya,
dan memperoleh perlindungan baik dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.465-1.474, November 2021
1.467 http://sostech.greenvest.co.id
Pernikahan dini memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan seseorang seperti
pengaruh terhadap kesehatan reproduksi dan keutuhan rumah tangga. Dampak pernikahan
dini terhadap kesehatan reproduksi adalah alat reproduksi belum siap menerima
kehamilan sehingga dapat menimbulkan berbagai komplikasi. Kehamilan dini dan kurang
terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri, risiko anemia dan meningkatkan angka kejadian
depresi, berisiko pada kematian usia dini, meningkatkan Angka Kematian Ibu (AKI),
risiko terkena penyakit menular seksual.
Selain berpengaruh pada kesehatan reproduksi, pernikahan dini juga berpengaruh
terhadap keutuhan rumah tangga. Pernikahan dini dapat memicu terjadinya kekerasan
dalam rumah tangga, perceraian pada usia muda dan lain sebagainya. Terdapat beberapa
aspek yang dapat menyebabkan pernikahan dini terjadi, antara lain faktor ekonomi dan
pendidikan rendah, kultur nikah muda, perkawinan yang diatur, dan seks bebas pada
remaja yang menyebabkan kehamilan sebelum menikah. Faktor ekonomi dan kemiskinan
menyebabkan orang tua tidak sanggup memenuhi kebutuhan anaknya dan tidak mampu
membiayai sekolah. Selain itu mereka memutuskan untuk menikahkan anaknya dengan
harapan sudah lepas tanggung jawab untuk membiayai kehidupan anaknya ataupun
dengan harapan anaknya bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik. Faktor orang tua
menyetujui perkawinan di usia muda ini juga seringkali dikarenakan oleh kekhawatiran
orang tua akan terjadinya hamil di luar nikah sehingga mendorong anaknya untuk
menikah diusia yang masih belia.
Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia (M
Yusuf, 2014) dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pernikahan merupakan
sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik pada manusia,
hewan, maupun tumbuh tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT
sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan adalah merupakan sunnatullah yang dengan sengaja diciptakan oleh Allah
yang antara lain tujuannya untuk melanjutkan keturunan dan tujuan-tujuan lainnya.
Dalam Al-Qur’an Allah berfirman:
Artinya: Dan segala sesuatu. Kami ciptakan supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah” (Adz-Dzariyaat: 49).
Definisi lain tentang pernikahan yaitu pernikahan menurut syara’ yaitu akad yang
ditetapkan syara’ untuk membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dengan
perempuan dan menghalalkan bersenang-senangnya perempuan dan laki-laki. Sedangkan
dalam kompilasi hukum islam pasal 2 menjelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan
yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghaliza untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Remaja adalah tahapan yang penting setelah masa kanak-kanak. Masa remaja juga
disebut sebagai masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami
perkembangan semua aspek atau semua fungsi untuk mencapai masa dewasa.
Terdapat dua faktor besar yang penyebab terjadinya pernikahan dini yaitu:
1. Faktor internal anak diantaranya adalah berhubungan dengan pendidikan yang
sangat memengaruhi terjadinya pernikahan dini. Apabila seorang anak berstatus
sebagai pelajar maka akan dapat menunda suatu pernikahan yang terjadi tetapi
sebaliknya apabila seorang anak putus sekolah pada usia wajib bersekolah maka
anak akan cenderung tidak mempunyai kesibukan atau menganggur. Sehingga
seorang anak atau remaja akan mendorong orang tua untuk berfikir bahwa menikah
lebih baik daripada berdiam atau menganggur di rumah. terutama bila anak remaja
sudah mempunyai teman dekat.
Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Reproduksi dan Keutuhan Rumah Tangga
Syakroni 1.468
2. Faktor internal kedua yaitu apabila remaja telah melakukan hubungan biologis.
ketika orang tua mengetahui anak remajanya terutama anak gadisnya telah
melakukan hubungan biologis dengan lawan jenis maka orang tua akan cenderung
berpikiran cepat menikahkan anak gadisnya. Walaupun usianya terbilang masih
muda karena orang tua khawatir kepada remaja apabila dibiarkan akan terjadi hamil
diluar nikah ataupun khawatir apabila anak gadisnya ditinggal oleh lawan jenis yang
telah melakukan hubungan biologis dengan anak gadis atau remaja perempuan.
3. Faktor internal ketiga yaitu hamil sebelum menikah apabila seorang remaja
perempuan telah hamil sebelum dilangsungkan pernikahan, keluarga akan
mengambil keputusan menikahkan remaja putrinya. Keputusan ini diambil oleh
orang tua untuk menghindari malu karena hamil diluar nikah dianggap sebagai aib
keluarga. Keputusan ini diambil tanpa memikirkan dampak dan usia remaja saat
dinikahkan.
Selain faktor internal, faktor eksternal juga mempengaruhi terjadinya pernikahan
dini. Faktor internal tersebut diantaranya :
1. Faktor pemahaman agama ada beberapa keyakinan dalam agama bahwa bila seorang
anak telah memiliki hubungan yang sangat dekat dengan lawan jenis, maka orang
tua harus mengambil keputusan untuk menikahkan remaja untuk menghindari dari
hal yang tidak diinginkan atau pergaulan bebas dan agar tidak terjadi perzinahan.
Faktor ekonomi perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang sangat
memprihatinkan atau keadaan keluarga yang hidup digaris kemiskinan, untuk
meringankan beban orang tua atau keadaan ekonomi keluarga seorang remaja
dinikahkan dengan lawan jenis yang lebih mampu. Maka jumlah anggota keluarga
akan berkurang sehingga tanggung jawab keluarga juga berkurang.
2. Faktor adat dan budaya merupakan fenomena ini masih sering terjadi di masyarakat,
terutama masyarakat pedesaan suatu kondisi budaya yang menikahkan anaknya di
usia muda. Hal ini bermula dengan adanya perjodohan yang direncanakan oleh orang
tuanya, maupun pemahaman masyarakat bahwa remaja wanita yang telah
mendapatkan menstruasi pertama maka remaja wanita layak untuk menikah, bahkan
ada yang menikahkan anaknya sebelum mendapatkan menstruasi pertama. Selain itu,
ada juga anggapan apabila remaja wanita tidak segera menikah akan membuat malu
keluarga karena dapat disebut sebagai remaja yang jauh dari jodoh.
Alasan dilakukannya pernikahan dini sebagai berikut:
1. Faktor sosial budaya, beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik kawin
muda, karena mereka menganggap anak perempuan yang terlambat menikah
merupakan aib bagi keluarga
2. Desakan ekonomi pernikahan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup
di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya, maka anak
perempuannya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu
3. Tingkat pendidikan, pendidikan yang rendah makin mendorong cepatnya pernikahan
usia muda
4. Sulit mendapatkan pekerjaan, banyak dari remaja yang menganggap kalau mereka
menikah muda, tidak perlu lagi mencari pekerjaan atau mengalami kesulitan lagi
dalam hal keuangan karena keuangan sudah ditanggung suaminya
5. Media massa, gencarnya ekspos seks di media massa menyebabkan remaja modern
kian permisif terhadap seks
6. Agama, dari sudut pandang agama menikah di usia muda tidak ada pelarangan
bahkan dianggap lebih baik daripada melakukan perzinaan
Vol. 1, No. 11, pp. 1.465-1.474, November 2021
1.469 http://sostech.greenvest.co.id
7. Pandangan dan kepercayaan, banyak di daerah ditemukan pandangan dan
kepercayaan yang salah misalnya kedewasaan dinilai dari status pernikahan, status
janda dianggap lebih baik daripada perawan tua.
Penyebab pernikahan usia dini diantaranya:
1. Pendidikan yang rendah
Pendidikan yang rendah adalah salah satu penyebab terjadinya pernikahan dini.
Kebanyakan dari mereka kurang menyadari bahaya yang timbul akibat pernikahan dini.
2. Peraturan budaya
Faktor budaya bisa jadi merupakan salah satu penyebab pernikahan dini. Usia
layak menikah menurut budaya dikaitkan dengan datangnya haid pertama bagi wanita.
Dengan demikian banyak remaja yang belum layak menikah, terpaksa menikah karena
desakan budaya.
3. Kecelakaan
Tidak sedikit pernikahan dini disebabkan karena “kecelakaan” yang tidak sengaja
akibat pergaulan yang tidak terkontrol. Dampaknya mereka harus
mempertanggungjawabkan perbuatan dengan menikah dini.
4. Keluarga cerai
Banyak anakanak korban perceraian terpaksa menikah secara dini karena berbagai
alasan misalnya, tekanan ekonomi, untuk meringankan beban orang tua tunggal,
membantu keluarga, mendapatkan pekerjaan, meningkatkan taraf hidup dan sebagainya.
5. Daya tarik fisik
Faktor lain yang mendorong terjadinya pernikahan dini adalah daya tarik fisik.
Banyak remaja yang terjerumus ke dalam pernikahan karena daya tarik fisik.
Masalah dan dampak pernikahan dini dapat menyebabkan
1. Perkawinan yang dilangsungkan pada usia remaja umumnya akan menimbulkan
masalah-masalah
2. Alat reproduksi masih belum siap untuk menerima kehamilan sehingga dapat
menimbulkan berbagai bentuk komplikasi
3. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-
29 tahun
Umumnya para pasangan muda keadaan psikologisnya masih belum matang,
sehingga masih labil dalam menghadapi masalah yang timbul dalam perkawinan.
Dampak yang dapat terjadi seperti perceraian, karena kawin cerai biasanya terjadi pada
pasangan yang umurnya pada waktu kawin relatif masih muda. Makin bertambahnya
umur seseorang, kemungkinan untuk kematangan dalam bidang sosial ekonomi juga akan
semakin nyata. Pada umumnya dengan bertambahnya umur akan semakin kuatlah
dorongan mencari nafkah sebagai penopang hidup.
Akibat-akibat perkawinan di bawah umur mencakupi pemisahan dari keluarga,
isolasi serta kurangnya kebebasan untuk berinteraksi dengan temanteman sebaya.
Karena perkawinan anakanak sering menyebabkan kehamilan usia dini, maka akses
mereka ke pendidikan berkurang, yang selanjutnya mengakibatkan berkurangnya potensi
penghasilan dan meningkatkan ketergantungan pada pasangan. Pengantin (anak)
tampaknya, kecil kemungkinan untuk tidak berhubungan seks dan mendesak penggunaan
kondom, karena itu mereka rentan terhadap risiko kesehatan seperti kehamilan dini,
penyakit menular seksual serta HIV/AIDS. Dampak yang terjadi karena pernikahan usia
muda yaitu sebagai berikut:
a. Kesehatan perempuan misalnya sebagai berikut.
1. Alat reproduksi belum siap menerima kehamilan sehingga dapat menimbulkan
berbagai komplikasi
Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Reproduksi dan Keutuhan Rumah Tangga
Syakroni 1.470
2. Kehamilan dini dan kurang terpenuhinya gizi bagi dirinya sendiri
3. Risiko anemia dan meningkatnya angka kejadian depresi
4. Berisiko pada kematian usia dini
5. Meningkatkan angka kematian ibu (AKI)
6. Studi epidemiologi kanker serviks: risiko meningkat lebih dari 10 kali bila
jumlah mitra seks 6/ lebih atau bila berhubungan seks pertama dibawah usia 15
tahun
7. Semakin muda perempuan memiliki anak pertama, semakin rentan terkena
serviks
8. Risiko terkena penyakit menular seksual
9. Kehilangan kesempatan mengembangkan diri
b. Kualitas anak, misalnya sebagai berikut
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) sangat tinggi, adanya kebutuhan nutrisi yang
harus lebih banyak untuk kehamilannya dan kebutuhan pertumbuhan ibu sendiri
2. Bayi-bayi yang dilahirkan dari ibu yang berusia dibawah 18 tahun rata-rata lebih
kecil dan bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan 5-30 kali lebih tinggi untuk
meninggal
c. Keharmonisan keluarga dan perceraian misalnya sebagai berikut
1. Banyaknya pernikahan usia muda berbanding lurus dengan tingginya angka
perceraian
2. Ego remaja yang masih tinggi
3. Banyaknya kasus perceraian merupakan dampak dari mudanya usia pasangan
bercerai ketika memutuskan untuk menikah
4. Perselingkuhan
5. Ketidakcocokan hubungan dengan orang tua maupun mertua
6. Psikologis yang belum matang, sehingga cenderung labil dan emosional
7. Kurang mampu untuk bersosialisasi dan adaptasi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pernikahan dini dan
dampaknya bagi kesehatan reproduksi dan keutuhan rumah tangga. Penelitian ini
bermanfaat dalam upaya peningkatan kompetensi guna untuk menambah, memperluas
khazanah ilmu pengetahuan dan diharapkan dapat memberikan kontribusi khazanah
keilmuan yang berkaitan dengan hukum keluarga dan memperluas wawasan umat islam
tentang praktik pernikahan yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan
syariat agama Islam.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan melalui penelitian
deskriptif dan penelitian kualitatif. Penelitian deskriptif ini, bertujuan untuk
mendeskripsikan atau membuat gambaran secara sistematis dan akurat mengenai fakta
yang ada. Dalam penelitian ini penulis mengenakan pendekatan kualitatif sebagai metode
penelitian yang menghasilkan informasi deskriptif berbentuk kata-kata yang tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Berdasarkan penelitian ini akan
berfokus kepada pemahaman terhadap fenomena secara mendalam melalui pengumpulan
data yang dapat menunjukkan detail dan pemahaman suatu data yang diteliti. Oleh karena
itu, kedua pendekatan ini digunakan untuk mendeskripsikan serta menggambarkan
fenomena pernikahan dini dan faktor-faktor yang berkaitan dengan masalah kesehatan
reproduksi akibat pernikahan dini.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.465-1.464, November 2021
1.471 http://sostech.greenvest.co.id
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pernikahan dini dapat diartikan sebagai hubungan lahir batin antara seorang laki-
laki dan perempuan sebagai suami istri pada usia yang masih muda (Nuraeni, 2021).
Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 pasal 1 tentang perkawinan,
mengartikan bahwa pernikahan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dan
wanita sebagai suami istri dengan tujuan untuk membina keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Undang-Undang No.
16 tahun 2019 Tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pasal 7
ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila Pria dan Wanita sudah
mencapai umur 19 Tahun. Dan bagi Pria dan Wanita yang belum mencapai umur 19
tahun kedua orang tua dapat mengajukan Dispensasi kepada Pengadila. Apabila masing-
masing calon mempelai yang belum mencapai umur 21 tahun, harus mendapat izin kedua
orangtua, sesuai dengan kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN) yang telah melakukan kerjasama dengan MOU yang
menyatakan bahwa Usia Perkawinan Pertama diizinkan apabila pihak pria mencapai
umur 25 tahun dan wanita mencapai umur 20 tahun.
Berdasarkan penjelasan diatas maka diperoleh kesimpulan bahwa seseorang yang
melakukan pernikahan sebelum usia mencapai target yang atur berdasarkan undang-
undang adalah dikatakan pernikahan usia dini (Mikasari, 2021). Usia minimal yang
diperbolehkan dan tidak dikategorikan sebagai pernikahan dini adalah 19 tahun. Apabila
melangsungkan pernikahan dibawah usia tersebut dikatan perbikahan dini. Pernikahan
dini ialah pernikahan dibawah umur yang dapat dikatakan memiliki persiapan yang
belum maksimal secara fisik, psikologis, maupun ekonomi.
Badan pusat statistik merekam data pernikahan usia dini 2017-2020 di Indonesia
menurun tapi tidak tidak cukup signifikan. Pada tahun 2017 tercatat 2,66 persen anak usia
dibawah 16 tahun melakukan pernikahan. Dan pada kategori usia 16 hingga 18 tahun
sebesar 20,89 persen. Pada tahun 2019 terjadi penurunan dari 2,66 persen menjadi 2,52
persen dan usia 16 sampai 18 tahun sebesar 20,55 persen. Dan berdasarkan survei yang
terakhir yaitu tahun 2020 menunjukkan terjadi penurunan lagi menjadi 2,16 persen yang
berusia 16 tahun dan yang berusia 16 sampai 18 tahun menurun menjadi 19,68 persen.
Tetapi jumlah ini masih tergolong sangat besar.
Tingginya angka pernikahan dini di Indonesia memberikan dampak besar bagi
kehidupan masyarakatnya. Bila merujuk pada bidang kesehatan, menujukkan bahwa
pernikahan atau perkawinan yang ideal adalah perempuan yang sudah berusia diatas 20
tahun, hal ini berdasarkan pertimbangan kesehatan reproduksinya. Pernikahan yang
dilakukan dibawah umur 20 tahun dapat menimbulkan risiko terkena kanker leher rahim,
sel-sel rahim yang belum siap, dan kemungkinan terkena penyakit Human Papiloma
Virus (HIV).
Terjadinya pernikahan dini disebabkan oleh beberapa faktor di bawah ini:
a) Faktor Pendidikan
Pendidikan yang rendah atau remaja yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tenggi adalah salah satu faktor pemicu banyaknya remaja yang memutuskan untuk menikah
dini. Selain itu tingkat pendidikan keluarga juga berpengaruh terhadap pernikahan usia dini.
Beberapa masyarakat yang tidak melanjutkan atau tidak mempunyai biaya untuk melanjutkan
pendidikan menikahkan anaknya dalam usia muda agar anak tersebut memiliki kehidupan yang
layak dan juga untuk mengurangi tanggungan orang tua. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Hanggara menunjukkan bahwa di kecamatan Gejugjati dan Lekok Kabupaten Pasuruan
pernikahan usia dini yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang rendah sebanyak 35%.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan remaja ataupun orang tua
memiliki pengaruh terhadap tingkat pernikahan usia dini. Dan merupakan salah satu faktor yang
menjadi penyebab pernikahan dini.
Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Reproduksi dan Keutuhan Rumah Tangga
Syakroni 1.472
b) Faktor Ekonomi
Faktor ekonomi adalah salah satu alasan seorang ayah atau anak setuju untuk menikah dini.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh UNICEF & UNFPA (2018) yang menunjukkan
bahwa bahwa ekonomi yang rendah menjadi salah satu faktor yang mempunyai pengaruh yang
besar pada pernikahan dini di Indonesia. Karena, beberapa wilayah di Indonesia masih
menganggap perempuan sebagai beban keluarga. Alasan orang tua untuk menikahkan anak
perempuannya dibawah usia normal karena ingin meringankan beban orang tua.
c) Faktor budaya
Adat istiadat yang diyakini masyarakat tertentu semakin menambah prosentase pernikahan
dini di Indonesia.Misalnya keyakinan bahwa tidak boleh menolak pinangan seseorang pada
putrinya walaupun masih dibawah usia 18 tahun terkadang dianggap menyepelekan dan menghina
menyebabkan orang tua menikahkan putrinya.
Berdasarkan Analisis survei penduduk antar sensus (SUPAS) 2005 dari Badan Koordinasi
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) didapatkan angka pernikahan di perkotaan lebih rendah
dibanding di pedesaan, untuk kelompok umur 15-19 tahun perbedaannya cukup tinggi yaitu 5,28%
di perkotaan dan 11,88% di pedesaan. Hal ini menunjukkan bahwa wanita usia muda di perdesaan
lebih banyak yang melakukan perkawinan pada usia muda.
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dini yang paling
banyak terjadi adalah dipedesaan dibandingkan diperkotaan. Karena, masyarakat pedesaan masih
memiliki adat istiadat yang sangat kental.
d) Faktor MBA (Marriaged By Accident)
Terjadinya hamil di luar nikah, karena anak-anak melakukan hubungan yang melanggar
norma, mamaksa mereka untuk melakukan pernikahan dini, guna memperjelas status anak yang
dikandung. Pernikahan ini memaksa mereka menikah dan bertanggung jawab untuk berperan
sebagai suami istri serta menjadi ayah dan ibu, sehinga hal ini nantinya akan berdampak pada
penuaan dini, karena mereka belum siap lahir dan batin. Disamping itu, dengan kehamilan diluar
nikah dan ketakutan orang tua akan terjadinya hamil di luar nikah mendorong anaknya untuk
menikah diusia yang masih belia.
Faktor terjadinya pernikahan dini karena rendahnya tingkat pendidikan, ekonomi yang
rendah, faktor budaya dan terjadinya MBA sebelum menikah. Pada faktor ekonomi cenderung
juga berpengaruh terhadap pendidikan yang rendah yang menyebabkan anak terpaksa untuk
menikah dini guna untuk mengurangi beban. Faktor lain yang mempengaruhi pernikahan dini juga
erat dengan faktor kultur nikah muda. Di daerah terpencil dan pedesaan masih banyak anggapan
mengenai anggapan bahwa seorang wanita hanya akan berakhir menjadi pengurus rumah,
sehingga masyarakat daerah terpencil beranggapan bahwa perempuan akan lebih baik dinikahkan
ketika telah melalui masa balighnya. Berdasarkan faktor-faktor tersebut dapat disimpulkan bahwa
pernikahan usia dini disebabkan oleh faktor budaya.
Berikut ini adalah beberapa risiko atau dampak yang bisa terjadi pada remaja
yang hamil di usia terlalu muda:
1) Kematian ibu dan bayi
Semakin muda usia perempuan saat hamil, semakin tinggi pula risikonya untuk
mengalami berbagai masalah dalam kehamilan. Risiko ini tidak hanya berbahaya bagi
kesehatan dirinya, tetapi juga janin dalam kandungan.
2) Kelainan pada bayi
Perempuan yang hamil di usia muda terkadang tidak mendapatkan dukungan dari
keluarga atau bahkan pasangannya. Terkadang, kehamilan juga bisa saja tidak diinginkan.
Hal ini bisa saja membuat mereka kurang mendapat perawatan yang memadai. Padahal,
masa kehamilan adalah periode penting yang membutuhkan perawatan dan persiapan
yang baik. Sebuah riset menunjukkan bahwa masih banyak remaja hamil yang kurang
gizi. Kebutuhan nutrisi yang tidak tercukupi dapat meningkatkan risiko janin untuk
mengalami berbagai kelainan, seperti penyakit bawaan lahir, terlahir prematur, atau
bahkan keguguran.
3) Komplikasi kehamilan
Vol. 1, No. 11, pp. 1.465-1.474, November 2021
1.473 http://sostech.greenvest.co.id
Perempuan yang hamil di usia muda berisiko lebih tinggi terkena komplikasi
kehamilan, seperti tekanan darah tinggi dan preeklamsia. Jika tidak ditangani dengan
baik, kondisi ini bisa berbahaya bagi ibu dan janin.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pernikahan merupakan sesuatu yang
sangat berarti untuk setiap orang yang berupa ikatan lahir batin antara lak-laki dan perempuan
sebagai suami dan istri yang memiliki tujuan untuk membina rumah tangga yang harmonis dan
kekal dan pernikahan ini juga salah satu bentuk penyempurnaan iman bagi seorang muslim. Hasil
penelitian menunjukkan pernikahan dini memberikan dampak yang sangat besar bagi kesehatan
reproduksi seperti kematian ibu dan bayi, kelainan pada bayi dan komplikasi kehamilan. Tingkat
perceraian pada saat pernikahan dini sangat tinggi disebabkan karena faktor ekonomi yang belum
matang. Pernikahan dini memberikan sumbangan yang besar pada tingkat perceraian di Indonesia.
Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi yang rendah. Hal ini karena mereka masih sangat muda
dan kurang dalam pendidikan.
BIBLIOGRAFI
Alexander, O. (2020). Tinjauan Batas Usia Perkawinan Dalam Persfektif Psikologis dan
Hukum Islam. El-Ghiroh: Jurnal Studi Keislaman, 18(01), 6976.
Anwar, S. S. (2014). Tanggung Jawab Pendidikan Dalam Perspektif Psikologi Agama.
Psympathic: Jurnal Ilmiah Psikologi, 1(1), 1121.
Arliman, L. (2019). Peran Lembaga Catatan Sipil Terhadap Perkawinan Campuran
Berdasarkan Undang-Undang Perkawinan. JCH (Jurnal Cendekia Hukum), 4(2),
288301.
BKKBN. (2016). Profil Kesehatan Tahun 2015. BKKBN Republik Indonesia.
Damanik, A. (2021). Implikasi Pembatasan Usia Perkawinan terhadap Dispensasi Kawin.
Jurnal Syntax Transformation, 2(8), 10671076.
Desiyanti, I. W. (2015). Faktor-faktor yang berhubungan terhadap pernikahan dini pada
pasangan usia subur di Kecamatan Mapanget Kota Manado. Jikmu, 5(3).
Hanifah, M. (2019). Perkawinan Beda Agama Ditinjau dari Undang-undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Soumatera Law Review, 2(2), 297308.
Islay, A. R. (2014). Pengaruh layanan konseling calon pengantin terhadap persiapan
psikologis pra-nikah yang akan dilaksanakan di KUA Kecamatan Bojongloa Kaler
Kabupaten Bandung. UIN Sunan Gunung Djati Bandung.
Isnaini, N., & Sari, R. (2019). Pengetahuan Remaja Putri Tentang Dampak Pernikahan
Dini Pada Kesehatan Reproduksi Di SMA Budaya Bandar Lampung. JKM (Jurnal
Kebidanan Malahayati), 5(1).
Khairunnisa, S., & Nurwati, N. (2021). Pengaruh Pernikahan Pada Usia Dini Terhadap
Peluang Bonus Demografi Tahun 2030. Jurnal Ilmu Kesejahteraan Sosial
HUMANITAS, 3(I), 4569.
M Yusuf, M. Y. (2014). Dampak perceraian orang tua terhadap anak. Jurnal Al-Bayan:
Media Kajian Dan Pengembangan Ilmu Dakwah, 20(1).
Mikasari, N. D. (2021). Analisis pandangan tokoh masyarakat terhadap penikahan dini
akibat hamil di luar nikah di tinjau dari sosiologi hukum (study kasus di desa
banjarsari kecamatan dagangan-madiun. IAIN Ponorogo.
Nuraeni, Y. (2021). Persepsi Ulama Desa Tigaherang Kecamatan Rajadesa Kabupaten
Ciamis Terhadap Pernikahan Di Bawah Umur. Hukum Keluarga IAIN Syekh
Nurjati Cirebon.
Sangaji, I. S., & Djufri, S. (2017). Analisis Dampak Pernikahan Dini Terhadap
Pernikahan Dini dan Dampaknya Terhadap Kesehatan
Reproduksi dan Keutuhan Rumah Tangga
Syakroni 1.474
Kesehatan Reproduksi pada Remaja Putri di Kecamatan Gamping Kabupaten
Sleman. Universitas’ Aisyiyah Yogyakarta.
Umar, K. (2021). Implementasi Batas Usia Perkawinan (BUP) Dalam Prespektif
Undang-Undang Tentang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Jo No 16 Tahun 2019.
IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License