Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 11, November 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Mohamad Dedi Junaedi. (2021). Akuntansi Aset Biologis Studi Kasus PT. Bibit Indonesia. Jurnal Sosial dan
Teknologi (SOSTECH), 1(11): 1.518-1.525
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenpublisher.id/
AKUNTANSI ASET BIOLOGIS STUDI KASUS PT. BIBIT INDONESIA
Mohamad Dedi Junaedi
Magister Akuntansi, Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia, Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Setiap negara memiliki sistem akuntansi berbeda yang disesuaikan dengan
kebutuhan negara tersebut. Untuk meningkatkan komparabilitas dan kualitas laporan keuangan
secara global, International Accounting Standard Board (IASB) mengembangkan dan
mengeluarkan International Financial Reporting Standard (IFRS) dengan tujuan untuk
mengurangi peraturan pelaporan yang berbeda antar negara, mengurangi biaya pelaporan
keuangan perusahaan multinasional dan mengurangi biaya analisis laporan keuangan.
Tujuan penelitian: Untuk mengatahui menganalisis perlakuan akuntansi aset biologis
perusahaan, menganalisis klasifikasi aset biologis, nilai pasar aktif dan metode penilian aset
biologis berdasarkan PSAK 69.
Metode penelitian: Metode penelitian ini mengunakan metode kualitatif. Objek penelitian
dilakukan pada PT. Bibit Indonesia.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menjukkan perusahaan sudah melakukan perlakuan akuntansi
aset biologis sesuai dengan PSAK 69. Namun, masih terdapat beberapa perbedaan dimana
perusahaan tidak melalukan pengukuran kembali nilai aset biologis pada setiap akhir periode
pelaporan. Pengukuran kembali nilai wajar aset biologis diproyeksikan untuk laporan keuangan
tiga bulan ke depan.
Kesimpulan: Klasifikasi aset biologis perusahaan terbagi atas ayam pembibit induk nenek dan
telur tetas. Masih belum terdapat pasar aktif atas aset biologis perusahaan. Jika ingin mengukur
nilai pasar sebagai salah satu aspek pengukuran nilai wajar aset biologis, perusahaan mengambil
dari nilai penjualan Parent Stock Daily On Chick (PS DOC), penjualan dari final stock broiler
dan penjualan culled/infertile egg. Penilaian aset biologis perusahaan menggunakan metode
hybrid, yaitu untuk ayam yang masih dalam masa pertumbuhan nilai ayam diukur berdasarkan
biaya. Metode perusahaan dalam menilai aset biologis telah mengikuti langkah-langkah yang
dijelaskan PSAK 69. Selisih menggunakan metode proyeksi nilai wajar dengan aktual nilai wajar
menyebabkan selisih yang cukup besar.
Kata kunci: Penerapan, Pembantuan, Tindak Pidana Korupsi
Abstract
Background: Each country has a different accounting system that is tailored to the needs of that
country. To improve the comparability and quality of financial statements globally, the
International Accounting Standard Board (IASB) develops and issues the International Financial
Reporting Standard (IFRS) with the aim of reducing different reporting regulations between
countries, reducing the financial reporting costs of multinational companies and reducing the
cost of analyzing financial statements.
Research purposes: Untuk mengatahui menganalisis perlakuan akuntansi aset biologis
perusahaan, menganalisis klasifikasi aset biologis, nilai pasar aktif dan metode penilian aset
biologis berdasarkan PSAK 69.
Research methods: This research method uses qualitative methods. The object of the study was
conducted at PT. Indonesian Seedlings
Research results: The results of the study showed that the company had conducted biological
asset accounting treatment in accordance with PSAK 69. However, there are still some
differences where companies do not re-measure the value of biological assets at the end of each
reporting period. The re-measurement of the fair value of biological assets is projected for the
next three months' financial statements.
Conclusion: The classification of the company's biological assets is divided into granny parent
breeders and hatched eggs. There is still no active market for the company's biological assets. If
it wants to measure market value as one aspect of measuring the fair value of biological assets,
the company takes from the sales value of Parent Stock Daily On Chick (PS DOC), sales from
final stock broiler and culled/infertile egg sales. The valuation of the company's biological assets
Akuntansi Aset Biologis Studi Kasus PT. Bibit
Indonesia
Mohamad Dedi Junaedi
1.519
using a hybrid method, which is for chickens that are still in the growth period of chicken value is
measured by cost. The company's method of assessing biological assets has followed the steps
described by PSAK 69. The difference using the fair value projection method with the actual fair
value causes a considerable difference.
Keywords: Application, Assistance, Criminal Acts of Corruption
Diterima: 29-10-2021; Direvisi: 2-11-2021; Disetujui: 14-11-2021
PENDAHULUAN
IFRS merupakan standar akuntansi, interpretasi, dan kerangka dalam penyusunan
(Cahyono, 2011) dan penyajian laporan keuangan yang memberikan laporan keuangan
berkualitas tinggi (Setyowati et al., 2016) berdasarkan standar berbasis principle-based
daripada rule-based standards (Saputra & Hermawan, 2012). Hal ini akan memberikan
fleksibilitas yang lebih besar kepada perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansi dan
estimasi yang paling sesuai dengan perusahaan mereka (Jasmine & Mawardi, 2020).
Penyusunan laporan keuangan suatu perusahaan harus memperhatikan metode
akuntansi yang digunakan (Halim et al., 2005). Pada perusahaan yang bergerak dalam
bidang agrikultur, metode akuntansi atas aset yang digunakan berbeda dengan
perusahaan pada umumnya (Trina, 2017), baik pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan (Pawan, 2013) karena, aset pada perusahaan yang bergerak pada bidang
agrikultur berupa aset biologis yang mengalami transformasi biologis sepanjang umur
ekonomisnya (Rachmawati & Oktariyani, 2019).
Banyak perusahaan yang kurang detail mengungkapkan informasi atas aset
biologis di perusahaan mereka (Putri & Siregar, 2019). Seperti yang ditunjukkan dari
hasil penelitian (Ainurrofiq, 2018) yang menyatakan bahwa sedikit dari perusahaan yang
diteliti memiliki catatan menyediakan informasi keanekaragaman hayati yang
berkelanjutan. Perusahaan yang memberikan informasi keanekaragaman hayati paling
banyak berada di sektor berisiko rendah (Cheng & Christiawan, 2011).
Metode nilai wajar diharapkan akan memberikan nilai aset biologis yang lebih
akurat (Kurniawati, 2013). Namun nilai wajar umumnya dihitung berdasarkan estimasi,
terutama melalui arus kas masa depan yang didiskontokan (Arimbawa et al., 2017),
pengukuran menjadi lebih sulit untuk dipahami dan oleh karena itu, mungkin menjadi
kurang relevan bagi pengguna informasi akuntansi (Puspitaningtyas, 2012). Hasil
empiris mendukung penggantian biaya historis untuk pengukuran nilai wajar aset
biologis tidak relevan bagi pengguna informasi akuntansi (Kirana, 2019). Alasan dari
temuan ini adalah pengukuran biaya historis lebih dapat diverifikasi, obyektif dan mudah
dipahami.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, penelitian ini dimaksudkan untuk
menganalisis perlakuan akuntansi atas aset biologis pada salah satu perusahaan
agrikultur di Indonesia yang bergerak di bidang peternakan, yaitu PT. Bibit Indonesia,
dan menganalisis kesesuaian perlakuan akuntansi atas aset biologis perusahaan
berdasarkan PSAK 69.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis klasifikasi aset biologis perusahaan
dibandingkan dengan klasifikasi menurut PSAK 69, untuk mengetahui penentuan nilai
pasar aktif atas aset biologis perusahaan, untuk menganalisis metode yang digunakan
oleh perusahaan dalam menilai aset biologisnya dibandingkan dengan penilaian menurut
PSAK 69, untuk mengetahui nilai aset biologis yang dinilai menggunakan PSAK 69 dan
untuk menganalisis dampak dari penerapan PSAK 69 terhadap laporan keuangan
perusahaan.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.518-1.525, November 2021
1.520 http://sostech.greenvest.co.id
Penelitian ini bermanfaat untuk sebagai penambahan wawasan dalam melakukan
penerapan akuntansi atas aset biologis, karena hal ini masih cukup baru dan masih
jarangnya perusahaan yang bergerak di bidang agrikultur yang sudah menerapkan PSAK
69. Penelitian ini juga dapat menjadi bahan referensi atau acuan bagi penulis selanjutnya,
khususnya untuk mahasiswa Institute Perbanas program studi akuntansi. Penelitian
dijadikan masukan pemikiran untuk perusahaan yang dapat dikembangkan berkenaan
dengan permasalah yang dibahas di dalam penelitian ini agar dapat membantu dalam
meningkatkan pemahaman atas perlakuan akuntansi aset biologis yang sesuai dengan
Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku umum, khususnya PSAK 69 tentang
Agrikultur. Terutama untuk manajemen, bagian accounting, dan costing PT. Bibit
Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif.
Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah dalam
bentuk analisis kualitatif yang bersifat deskriptif dan participant observation. Analisis
data yang bersifat deskriptif adalah menganalisis data dengan cara mengumpulkan,
menyusun, dan menginterpretasikan data sehingga memberikan keterangan lingkup
untuk pemecahan masalah dan pengambilan kesimpulan. Sebagai participant observer,
peneliti sudah bekerja selama 4 (empat) tahun sebagai senior supervisor di perusahaan
ini dan mempunyai job desk untuk melakukan penyusunan laporan keuangan
perusahaan. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara telaah
dokumen dan wawancara.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aset biologis perusahaan terdiri atas ayam pembibit nenek (grand parent stock)
dan telur tetas, karena kegiatan usahanya bergerak dibidang pembibitan ayam. Ayam ini
memiliki transformasi biologis pertumbuhan dari telur, menetas menjadi anak ayam,
kemudian mulai menghasilkan telur dan kemudian menjadi ayam afkir.
Perusahaan melakukan regenerasi setelah masa usia ayam mencapai 66 minggu.
Dalam memperoleh Grand Parent Stock (GPS) ini dilakukan dengan cara impor. Hal
tersebut perlu dilakukan impor karena masih sedikit sekali indukan GPS di Indonesia.
Dikarenakan jumlah GPS yang dapat diimpor sangat terbatas, sehingga GPS tidak boleh
sembarangan dibeli dan harus memperhatikan kualitasnya, agar telur yang dihasilkan juga
berkualitas. Sehingga ketika ditetaskan, juga akan menjadi PS DOC (parent stock day old
chick) yang berkualitas. Jadi Perusahaan memilih untuk membudidayakan dua jenis
ayam pembibit nenek (grand parent stock), yaitu jenis Cobb dan jenis Ross.
GPS yang diakui perusahaan adalah yang berjenis kelamin betina. Untuk jenis
kelamin jantan tidak diakui karena saat melakukan pembelian GPS, jantan dianggap
sebagai extra bonus saja. Hal ini disebabkan juga karena satu jantan bisa membuahi
banyak betina. Kemudian GPS betina tersebut akan digunakan sebagai aset perusahaan
untuk menghasilkan telur tetas. Telur tetas akan dipindahkan ke Penetasan (Hatchery)
selama masa tetasnya, kemudian atas telur tetas tersebut akan menghasilkan PS DOC
untuk dijual.
Berikut adalah gambaran dari transformasi biologis ayam perusahaan sebagai
hewan ternak pembibit nenek sebagai berikut.
Akuntansi Aset Biologis Studi Kasus PT. Bibit
Indonesia
Mohamad Dedi Junaedi
1.521
Gambar 1. Transformasi Biologis Ayam.
Berdasarkan gambar diatas, ayam pada usia 0 sampai dengan 26 minggu adalah
masa pertumbuhan ayam dari anak menjadi dewasa, pada usia 27 minggu diasumsikan
ayam sudah mulai menghasilkan telur dengan kualitas yang baik, meskipun sebelum usia
ayam berumur 27 minggu sudah ada yang mulai menghasilkan telur, namun pada usia ini
kualitas telur masih dianggap kurang baik. Umur produktif ayam untuk menghasilkan
berada pada usia 27 sampai dengan 66 minggu, ketika usia ayam telah berusia lebih dari
66 minggu ayam tersebut sudah dianggap tua dan hasil telur menjadi kurang produktif
kembali. Pada kondisi ayam tua ini atau disebut afkir dan akan dijual oleh perusahaan.
Aset biologis perusahaan terdiri atas ayam pembibit nenek (Grand Parent Stock)
dan telur tetas. Untuk Grand Parent Stock (GPS) di Indonesia saat ini harga pasar belum
tersedia dikarenakan Great Grand Parent Stock (GGPS) yang tersedia di Indonesia masih
sangat sedikit. GGPS ini yang akan menghasilkan Grand Parent Stock (GPS). Perusahaan
yang dapat memproduksi GPS, tidak menjual GPS ini melainkan digunakan untuk
produksi perusahaan sendiri untuk menghasilkan Parent Stock (PS), kemudian PS ini
akan menghasilkan Final Stock (FS).
Hasil produksi dari GPS perusahaan adalah menetaskan Parent Stock Daily On
Chick (PS DOC). Untuk PS DOC yang kualitasnya kurang baik, akan dijual perusahaan
sebagai FS DOC. Berdasarkan pengukuran harga jual PS DOC ini sudah ditetapkan harga
standar oleh Management. Harga standar ini dijadikan ukuran untuk melakukan penjualan
PS DOC. Harga jual PS DOC ini bisa berubah sesuai kondisi pasar dan juga kesepakatan
dengan pembeli. Jika pembeli sudah menyepakati harga tersebut maka transaksi sudah
bisa dilakukan. Harga pasar atas ayam yang banyak tersedia di Indonesia adalah harga
ayam final stock (FS), yaitu ayam dari hasil pembibitan PS.
Aset biologis PT. Bibit Indonesia terdiri atas ayam pembibit nenek (grand parent
stock) dan telur tetas. yang diukur pada saat pengakuan awal dan pada setiap akhir
periode berdasarkan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual. Perubahan nilai wajar
atas aset biologis diakui pada laba rugi.
Aset biologis berupa ayam indukan nenek saat pengakuan awal diukur sebesar
harga perolehan pada saat pembelian dari supplier ditambah dengan biaya pakan, obat
yang dihabiskan dan overhead yang dimulai dari ayam indukan berusia 0 atau 1 hari atau
dikenal dengan DOC (Day Old Chick) sampai dengan ayam berusia 26 minggu. Aset
biologis yang berusia antara 25 minggu sampai usia 27 minggu siap untuk dikawinkan
dengan cara mencampur ayam indukan jenis kelamin jantan dan betina ke dalam satu
kandang. Sebelum dicampur, kedua jenis ayam sengaja dipisah agar pertumbuhan ayam
stabil dan sehat. Jadi umur produktif aset dihitung mulai dari usia 1 hari atau 0 hari sejak
penerimaan GPS (Grand Parent Stock) di kandang PT. Bibit Indonesia sampai dengan 26
minggu.
Growing
0-26
Week
Produktif
27-66
Week
Afkir
>66
Week
Vol. 1, No. 11, pp. 1.518-1.525, November 2021
1.522 http://sostech.greenvest.co.id
Untuk aset biologis berupa telur tetas diukur sebesar nilai wajar berdasarkan umur
telur berdasarkan hari setelah tiba di penetasan. Usia telur menetas diperkirakan adalah 25
(dua puluh lima hari), maka pencatatan atas telur tetas tersebut perusahaan
mengelompokkannya sesuai usia telur tetas, yaitu dari usia satu hingga dua puluh empat
hari.
Berikut adalah kertas kerja perusahaan untuk mengukur nilai wajar dari telur
tetas, contoh diambil untuk telur tetas di usia 21 hari:
Tabel 2. Kertas Kerja Mengukur Nilai Wajar Telur Tetas.
Revenue
Sold as PS DOC
Local Currency
15402.41
Sold as broiler
Local Currency
2063.12
Sold as culled/ infertile egg
Local Currency
49.22
Revenue
Local Currency
17514.75
Less: Cost to sell (e.g. transportation,
etc)
Local Currency
216.89
Net cash flow at Day 24 (pre-tax)
17297.86
Tax expense
25.00%
3294.03
Fair value before CAC
Local Currency
14003.83
Costs to sell
Hatchery costs
Local Currency
911.75
Hatchery CAC
Local Currency
3210.01
4121.75
Fair value at Day 0
9,882.08
Fair value per egg at Day
21
13,344.35
Catatan :
Fair value per egg at Day = Fair value at Day 0 + ((Day egg/ Total hatchery days) *
(Fair value before CAC - Fair value at Day0)
Fair value per egg at Day = 9,882.08 + ((21/25) * (14,003.83 9,882.08))
= 9,882.08 + (0.84 * 4,121.75)
= 9,882.08 + 3,462.27
= 13,344.35
Tidak semua telur tetas akan menetas dan atau menghasilkan PS DOC yang baik.
Oleh karena ini perusahaan mengasumsikan hasil dari penetasan telur dalam bentuk
persentase sebagai berikut:
Akuntansi Aset Biologis Studi Kasus PT. Bibit
Indonesia
Mohamad Dedi Junaedi
1.523
Tabel 3. Persentase Hasil dari Telur Tetas
% output of hatching eggs
%
Sold as PS DOC
30,17%
Sold as broiler
40,01%
Culled DOCs
1,87%
Sold as culled/ infertile egg
17,46%
Disposed before hatching
10,49%
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui nilai wajar atas satu butir telur
tetas di usia 21 hari adalah sebesar Rp. 13.334,35. Berdasarkan pembahasan metode
perusahaan dalam menilai aset biologis sebelumnya, perusahaan telah mengikuti langkah-
langkah yang dijelaskan PSAK 69 dalam menilai aset biologis. Namun pada setiap akhir
periode pelaporan, perusahaan tidak mengukur kembali nilai wajar aset biologisnya,
melainkan nilai wajar aset biologis hanya diukur kembali pada akhir periode pelaporan
per tiga bulan saja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan PSAK 69 dimana aset biologis
diukur kembali pada setiap akhir periode pelaporan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa klasifikasi aset
biologis perusahaan terbagi atas ayam pembibit induk nenek dan telur tetas. Pengakuan
aset biologis PT. Bibit Indonesia telah sesuai dengan PSAK 69. Dimana perusahaan telah
melakukan klasifikasi aset biologis kedalam klasifikasi jenis yang berbeda, yaitu ayam
pembibit nenek (GPS) dan telur tetas. Perusahaan juga mengklasifikasikan aset biologis
menghasilkan maupun belum menghasilkan, yaitu dengan membedakan antara ayam
pembibit induk nenek belum menghasilkan (masa pertumbuhan) dan ayam pembibit
induk nenek telah menghasilkan (masa produksi). Masih belum terdapat pasar aktif atas
aset biologis perusahaan. Dalam mengukur nilai pasar sebagai salah satu aspek
pengukuran nilai wajar aset biologis, perusahaan mengambil dari nilai penjualan Parent
stock daily on chick (PS DOC), penjualan dari final stock broiler dan penjualan
culled/infertile egg. Nilai penjualan tersebut diambil dari rata-rata penjualan 5 (lima)
tahun sebelumnya pada saat tanggal pelaporan. Penilaian aset biologis perusahaan
menggunakan metode hybrid, yaitu untuk ayam yang masih dalam masa pertumbuhan
nilai ayam diukur berdasarkan biaya, yaitu harga perolehan pada saat pembelian dari
supplier ditambah dengan biaya pakan, obat yang dihabiskan dan biaya overhead.
Sedangkan untuk ayam yang sudah dalam masa produktif dan telur tetas diukur
menggunakan Net Realizable value (NRV), yaitu nilai wajar dikurangi biaya penjualan.
Pengukuran kembali nilai wajar aset biologis diproyeksikan untuk laporan keuangan tiga
bulan kedepan. Metode perusahaan dalam menilai aset biologis telah mengikuti langkah-
langkah yang dijelaskan PSAK 69. Namun perusahaan tidak melakukan pengukuran
kembali nilai aset biologis pada setiap akhir periode pelaporan, Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan PSAK 69 dimana aset biologis diukur kembali pada setiap akhir
periode pelaporan. Selisih menggunakan metode proyeksi nilai wajar dengan aktual nilai
wajar menyebabkan selisih yang cukup besar. Hal ini berdampak pada laporan keuangan
perusahaan setiap bulan nya, terutama pada laporan laba rugi.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.518-1.525, November 2021
1.524 http://sostech.greenvest.co.id
BIBLIOGRAFI
Ainurrofiq, M. (2018). Pengaruh Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpas.
Arimbawa, P. M., Sinarwati, N. K., & Wahyuni, M. A. (2017). Perlakuan Akuntansi Aset
Biologis Pada Organisasi Kelompok Tani Ternak Sapi Kerta Dharma Desa
Tukadmungga Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng. JIMAT (Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Akuntansi) Undiksha, 6(3).
Cahyono, A. T. (2011). Meta teori standar akuntansi keuangan di Indonesia-menuju
konvergensi SAK di masa globalisasi. Jurnal Eksis, 7(2), 18841897.
Cheng, M., & Christiawan, Y. J. (2011). Pengaruh pengungkapan corporate social
responsibility terhadap abnormal return. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 1(1), 23
35.
Halim, J., Meiden, C., & Tobing, R. L. (2005). Pengaruh manajemen laba pada tingkat
pengungkapan laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang termasuk dalam
indeks LQ-45. SNA VIII Solo, 8, 117135.
Jasmine, A. P., & Mawardi, I. (2020). Analisis Emiten Syariah di JII Mengenai Faktor
Struktur Modal Periode Tahun 2014-2018. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan
Terapan, 7(6), 11931204.
Kirana, T. S. (2019). Perlakuan Akuntansi Untuk Aset Biologis Tanaman Tebu
Berdasarkan Psak 69 Pada Pt Perkebunan Nusantara X Surabaya. STIE Perbanas
Surabaya.
Kurniawati, H. (2013). Tinjauan Rencana Adopsi IAS 41 Pada Perusahaan Agrikultur Di
Bursa Efek Indonesia. Binus Business Review, 4(1), 461472.
Pawan, E. C. (2013). Pengakuan, Pengukuran, Pengungkapan dan Pelaporan Pendapatan
Berdasarkan PSAK No. 23 Pada PT. Pegadaian (Persero). Jurnal EMBA: Jurnal
Riset Ekonomi, Manajemen, Bisnis Dan Akuntansi, 1(3).
Puspitaningtyas, Z. (2012). Relevansi nilai informasi akuntansi dan manfaatnya bagi
investor. EKUITAS (Jurnal Ekonomi Dan Keuangan), 16(2), 164183.
Putri, M. O., & Siregar, N. Y. (2019). Pengaruh Biological Asset Intensity, Ukuran
Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Dan Jenis Kap Terhadap Pengungkapan Aset
Biologis. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 10(2), 4470.
Rachmawati, Y., & Oktariyani, A. (2019). Implementasi Perlakuan Akuntansi Aset
Biologis Berbasis PSAK 69 yang Berlaku Efektif 1 Januari 2018 pada Perusahaan
Perkebunan (Studi Kasus PT. PP London Sumatera Indonesia, Tbk). Akuntansi Dan
Manajemen, 14(2), 130145.
Saputra, B. W., & Hermawan, A. (2012). Perkembangan International Financial
Reporting Standard (IFRS) dan Penerapannya di Indonesia. SSRN Electronic
Journal, 19.
Setyowati, L., Isthika, W., & Pratiwi, R. D. (2016). Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah Kota Semarang.
Trina, Z. I. (2017). Analisis perlakuan akuntansi dan deplesi aset biologis berdasarkan
IAS 41 pada perusahaan peternakan: Studi kasus pada CV. Milkindo Berka Abadi
Kepanjen. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
Akuntansi Aset Biologis Studi Kasus PT. Bibit
Indonesia
Mohamad Dedi Junaedi
1.525
International License