Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 1, Number 11, November 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Ariantje J. A. Sundah. (2021). Membangun Pola Pikir Produktif pada Peserta Didik Broken Home Melalui
Pendekatan Konselor Kognitif Behavior Kelompok di SMP Kristen Tomohon. Jurnal Sosial dan Teknologi
(SOSTECH), 1(11): 1.481-1.488
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenpublisher.id/
MEMBANGUN POLA PIKIR PRODUKTIF PADA PESERTA DIDIK BROKEN
HOME MELALUI PENDEKATAN KONSELOR KOGNITIF BEHAVIOR
KELOMPOK DI SMP KRISTEN TOMOHON
Ariantje J. A. Sundah
Program Studi Bimbingan Konselorng, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Manado,
Indonesia
Abstrak
Latar belakang: Pola pikir yang mampu beroperasi secara sehat, dapat menghasilkan perilaku
belajar untuk kemajuan atau produktif.
Tujuan penelitian: Untuk membantu subjek penelitian mengubah pola pikir yang tidak
produktif, menjadi produktif, melalui penerapan pendekatan konselor Rasional Emotif Behavior.
Metode penelitian: Subjeknya empat peserta didik broken home yang menunjukkan pola pikir
irasional sehingga tidak produktif. Melalui proses konselor rasional emotif behavior, dengan
metode action research (tindakan konselor kelompok) maka 4 subjek dalam kelompok dapat
mengalami perubahan pola pikir secara bertahap dalam menjalani kehidupan penuh tantangan.
Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus. Siklus 1 dilaksanakan selama 4 sesi dalam 3 tahapan
konselor. Siklus kedua dilaksanakan 4 sesi dalam 2 tahapan konselor selanjutnya.
Hasil penelitian: Hasil siklus pertama terlihat kedua konselor mengalami perubahan, dimana
mereka terlihat mulai kuat menghadapi tantangan dalam belajar, juga pada ungkapan pada proses
konselor kedua subjek mulai dapat mengemukakan pandangan sehat dan membagi pengalaman
kemajuan aktivitas belajar mereka. Sharing of experiance ke dua subjek pertama dapat
membantu kedua subjek lainnya, sehingga pada sesi kedua di siklus kedua, dua subjek berikut
mulai menunjukkan perubahan, dengan mengemukakan statement yang dapat membangun
komunikasi produktif. Hal tersebut menunjukkan adanya perubahan pola pikir yang terwujud
dalam perilaku belajar. Temuan tersebut menunjukan bahwa konselor kognitif behavior efektif
mengubah pola piker negatif atau tidak produktif peserta didik broken home.
Kesimpulan: Mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagai mana telah diuraikan pada bagian
sebelumnya, maka pada bagian ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut
bahwa konselor kognitif behavior efektif membantu konselor broken home (peserta didik) dalam
meningkatkan kemampuan mengubah pola pikir negatif atau pola pikir produktif.
Kata kunci: Pola Pikir Produktif, Konselor, Kelompok Rasional Emotif Behavior
Abstract
Background: A mindset that is able to operate in a healthy manner, can produce learning
behaviors for progress or productivity.
Research purposes: To help research subjects change unproductive, productive mindsets,
through the application of the Emotive Behavior Rational counselor approach.
Research methods: The subject was four broken home learners who showed irrational mindsets
so unproductive. Through the process of rational counseling emotive behavior, with the method
of action research (action counseling group) then 4 subjects in the group can experience a
gradual change in mindset in living a life full of challenges. This study was conducted 2 cyclics.
Cycloles 1 is carried out for 4 sessions in 3 stages of counseling. The 2nd cycloles is carried out
4 sessions in the next 2 stages of counseling.
Research results: The results of the first cycle saw both participants experience changes, where
they seemed to start strong to face challenges in learning, as well as in the expression in the
counseling process both subjects began to be able to express a healthy view and harmonize the
experience of progressing their learning activities. Sharing of experiance to the first two subjects
can help the other two subjects, so that in the second session in the 2nd cyclical, the following
two subjects begin to show changes, by putting forward statements that can build productive
communication. This indicates a change in mindset that manifests in learning behavior. The
findings showed that cognitive behavior counseling effectively changed the negative or
unproductive mindset of broken home learners.
Membangun Pola Pikir Produktif pada Peserta Didik
Broken Home Melalui Pendekatan Konselor Kognitif
Behavior Kelompok di SMP Kristen Tomohon
Ariantje J. A. Sundah 1.482
Conclusion: Referring to the results of the study as outlined in the previous section, then in this
section will be put forward some conclusions as follows that cognitive behavior counseling
effectively helps the confectioner of broken home (learners) in improving the ability to change
negative mindsets or productive mindsets.
Keywords: Productive Mindset, Counseling, Rational Group Emotive Behavior
Diterima: 29-10-2021; Direvisi: 2-11-2021; Disetujui: 14-11-2021
PENDAHULUAN
Menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan, memerlukan pola pikir sehat
(Siahaan, 2012) yang memungkinkan produktif untuk mengalami kemajuan dan
kesuksesan (Fauziah, 2014). Demikian dalam proses belajar sebagai tugas pokok setiap
peserta didik dalam mencapai kesuksesan secara akademik di sekolah (Ali, 2021).
Berdasarkan kegiatan belajar tersebut peserta didik memerlukan pola pikir yang positif
yang diwujudkan oleh individu tersebut melalui pandangan (Affandy, 2017) dan usaha
belajarnya, untuk memperoleh kesuksesan secara akademik (Azmi, 2016). Para peserta
didik di SMP dilihat dari fase perkembangan yang disebut remaja (Hutagalung et al.,
2020), belum dapat digolongkan sebagai individu dewasa, namun juga tidak lagi usia
sebagai anak (Padly, 2019). Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai dengan
perubahan fisik, emosi dan dan psikis (Nugroho & Wahyuni, 2019). Salah satu tugas
remaja adalah menerima dirinya sendiri serta memiliki kepercayaan terhadap kemampuan
diri (Zuraida, 2019). Berdasarkan hal ini remaja membutuhkan dukungan sosial
khususnya dukungan sosial keluarga (Kumalasari & Ahyani, 2012). Bila keluarga dapat
menunjukkan perannya sebagai orang tua yang mendampingi remaja dalam tugas-tugas
perkembangannya (Yandri & Juliawati, 2018), maka besar kemungkinan peserta didik
remaja dapat menjalani kehidupan sukses (Sitanggang, 2018), mulai dari usaha belajar di
sekolah untuk sukses akademik, bahkan kehidupan nanti dalam dunia kerja (Firdaus,
2017). Kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup merupakan unsur-unsur pendidikan
yang secara tidak langsung (Framanta, 2020) akan masuk ke dalam pribadi anak mereka
yang sedang tumbuh. Pandangan tersebut menekankan sangat pentingnya peran orang tua
dalam usaha belajar anak di sekolah untuk sukses.
Namun fenomena yang dialami oleh beberapa peserta didik di SMP Kristen
Tomohon lain dari apa yang diharapkan dimana beberapa peserta didik harus mengalami
tekanan karena terpisahnya kedua orang tua dengan berbagai penyebab yang tidak mereka
pahami. Peristiwa tersebut menimbulkan kebingungan, pada anak, apalagi anak dalam
menghadapi tugas-tugas di sekolah. Tantangan yang ada dalam kemajuan teknologi,
dimana anak-anak remaja yang tidak lepas dari keinginan untuk mengalami seperti
remaja lainnya yang hidup layak dalam kasih sayang orang tua, kebutuhan terpenuhi,
dikontrol, diperhatikan, dimotivasi untuk belajar. kondisi tersebut dapat memungkinan
untuk sukses akademi, sebagai persiapan masuk dunia kerja, sebagai harapan masa
depan. Menghadapi kenyataan yang sangat berbeda dengan suasana yang harus dihadapi
oleh 4 anak remaja dalam kehidupan keluarga yang dihujani pertengkaran diakhiri dengan
berpisahnya kedua orang tua. Menghadapi kondisi tersebut, anak menjadi sangat kurang
percaya diri, harapan dan cita-cita terasa tak mungkin terwujud, masa depan akan suram
karena peristiwa yang dialami menimbulkan pola pikir yang pesimis pada diri sendiri.
Pengalaman tersebut membawa mereka tidak dapat konsentrasi penuh dalam belajar,
karena terancam dengan keadaan risiko yang akan dihadapi. Kondisi tersebut memberi
kontribusi besar atas terbentuknya pola pikir negatif yang semakin mengarah pada
ketidakmampuan, serta kegagalan yang semakin menghantui.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.480-1.488, November 2021
1.483 http://sostech.greenvest.co.id
Pola pikir tersebut melemahkan kemampuan berpikir positif, tidak dapat
memotivasi diri, sehingga yang muncul perilaku pasra, mengarah pada putus asa, bahkan
mendominasi seluruh aktivitas. Hal tersebut merupakan pola pikir dan perilaku yang
berisiko bahkan perilaku negatif yang dapat membahayakan jika dibiarkan.
Rasional Emotive Behaviour (REB) merupakan terapi yang digunakan untuk
memperbaiki melalui pola pikir dan menghilangkan pola pikir irasional. Pandangan
tersebut mengartikan bahwa penggunaan konselor REBT penting dalam mengubah pola
pikir menyimpang sebagai usaha mengkondisikan terjadinya perubahan pola pikir ke
arah yang lebih produktif melalui pemulihan (reeducation).
Pola pikir produktif dapat dikatakan sebagai pola pikir yang berorientasi pada
perilaku yang memungkinkan untuk menghasilkan apa yang menghasilkan hal positif,
atau sesuatu yang bermanfaat dalam kehidupan dan lebih khusus dalam proses belajar di
sekolah peserta didik dapat menunjukkan perilaku yang dapat fokus mengikuti penjelasan
atau sajian mata pelajaran, serta dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik tepat waktu.
Individu yang dapat sukses (superior) adalah individu yang menunjukkan lifestyle
success. Lebih lanjut ditegaskan bahwa individu dapat sukses ketika ia sanggup membuat
komitmen diri untuk menunjukkan lifestyle for success. Pandangan tersebut mengatakan
bahwa individu memiliki kemampuan menata diri, membuat komitmen diri berperilaku
sukses. Hal tersebut diregulasi dari kognisi yang mampu secara sadar untuk
mengorientasikan kognitifnya pada hal-hal yang bermakna dalam kehidupan, baik
sekarang maupun ke depan.
Konselorng kelompok rasional emotif behavior dalam upaya membangun pola
pikir produktif peserta didik broken home. Ketika pandangan mengenai makna kehidupan
tertutup oleh masalah yang ada, maka kelemahan berpikir produktif terjadi. Pola pikir
diliputi dengan kekalutan peristiwa menyakitkan membuat ketakberdayaan, sehingga
orientasi berpikir menjadi negatif. Kebingungan menghadapi perasaan terancam melebihi
realiti, membuat konselor melupakan segala potensinya, yang dapat memampukan
konselor untuk berusaha menolak kegagalan. Terdapat bagian setengah dari konselor
yang begitu terpisah dari realiti sehingga usaha untuk membawanya ke alam nyata sukar
sekali dicapai. Ada juga konselor yang terlalu berprasangka terhadap logik, sehingga
sukar untuk menerima analisa logika. Terkait dengan masalah prasangka negatif, self
talk negatif yang terus terpelihara dalam diri konselor, sehingga self talk semakin
menguasai seluruh area berpikir konselor, dimana semuanya akan mempersulit penolakan
atau disput kecemasan. Dialog internal yang berisikan penilaian negatif terhadap diri
sendiri akan membuat orang lain gelisah dalam menghadapi tantangan hidup dan kurang
mampu mengambil tindakan penyesuaian diri yang tepat. Teknik cognitive restructuring
tidak hanya membantu konselor belajar mengenal dan menghentikan pikiran-pikiran
negatif/yang merusak diri tetapi juga mengganti pikiran-pikiran tersebut dengan pikiran
yang positif.
Menghadapi suasana perasaan tertekan, cemas, terancam melebihi realita, maka
konselor harus bijaksana secara terang-terangan menyerang irasional konselor. Hal ini
akan mengharuskan konselor memiliki keterampilan komunikasi, menciptakan hubungan
keakraban dengan konselor serta memberi stimulus kepada konselor untuk menghadirkan
secara detail semua peristiwa yang menimbulkan kecemasan, emosi dan berbagai
perasaan lainnya yang mengganggu, bahkan mengancam kehidupan konselor.
Konselor mengarahkan konselor melalui wawancara untuk mengungkapkan semua
yang dapat dikatakan yaitu terkait dengan penyebab lumpuhnya kemampuan untuk
mengoperasikan pola pikir produktif. Konselor menstimulasi konselor untuk
mengemukakan mengenai belief konselor terhadap peristiwa yang dihadapinya, yang
membawah pada lumpuhnya pola pikir produktif. Kepercayaan diri adalah sikap positif
Membangun Pola Pikir Produktif pada Peserta Didik
Broken Home Melalui Pendekatan Konselor Kognitif
Behavior Kelompok di SMP Kristen Tomohon
Ariantje J. A. Sundah 1.484
seorang individu yang kemampuan dirinya untuk mengembangkan penilaian positif, baik
terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang dihadapinya.
Keterampilan konselor untuk mampu membawa konselor berpikir rasional, dengan
menolak belief yang melahirkan kekalutan karena terbawa belief keliru. Hal ini mengenai
kemampuan yang menarik konselor melalui teknik yang memungkinkan konselor mampu
mengseketa segala perasaan irasional, self talk negatif, demi kebermaknaan hidup.
Konselor yang mampu membuka mata konselor untuk memandang ke depan, menyadari
semua yang merugikan dirinya, menyadari kekuatan yang konselor miliki atau dalam hal
ini konselor mengarahkan konselor bersama menggali potensi yang terkubur (Ezra,
2021), untuk bangkit serta sanggup beroperasi secara rasional. Maka suasana konselor
memungkinkan membantu konselor mengubah beliefnya terhadap peristiwa
mencemaskan menjadi peristiwa yang mengharuskan individu untuk tertantang untuk
berpikir kreatif dengan pola pikir yang dapat menghasilkan kekuatan yang dapat
mendorong konselor berusaha untuk sukses. Sehubungan dengan belief konselor terhadap
peristiwa yang dialaminya, Fatimah menjelaskan bahwa Kepercayaan diri adalah sikap
positif seorang individu mengenai kemampuan dirinya untuk mengembangkan penilaian
positif, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan atau situasi yang
dihadapinya. Konselor sangat perlu memahami belief konselor terhadap peristiwa yang
dialami, untuk melihat bagaimana konselor dapat melihat sisi positif dari peristiwa yang
dialaminya, dengan mendidik dirinya untuk tangguh menghadapi tantangan. Jika hal
tersebut dapat dioperasikan maka konselor akan mencoba berjuang untuk kreatif,
mandiri,dengan cara yang layak, ke luar dari pola pikir yang mengurung konselor
bagaikan individu yang berakal, tidak berdaya. Masalah-masalah yang dibahas dalam
konselor kelompok lebih berpusat pada pendidikan, pekerjaan, sosial dan pribadi.
Berdasarkan konselor kelompok perasaan dan hubungan antar anggota sangat ditekankan
di dalam kelompok, anggota dapat pula belajar untuk memecahkan masalah berdasarkan
masukan dari orang lain. Hal inilah yang dilakukan oleh konselor untuk mengkondisikan
konselor untuk menjadi. Konselor dijadikan tidak bergantung pada orang lain,
menjadikan konselor menemukan sejak awal bahwa beliau bisa melakukan banyak hal,
lebih banyak daripada yang dikiranya. Oleh karena itu, terkait dengan belief konselor
yang negatif terhadap peristiwa yang dialami yang perlu diarahkan untuk berubah.
Konselor dapat mengarahkan pandangan konselor mengenai makna kehadiran individu di
dunia yang penuh tantangan, kehidupan apa dan bagaimana yang seharusnya untuk
memiliki masa depan yang baik. Makna hidup merupakan bentuk dari upaya menemukan
solusi dari permasalahan sosial yang dihadapi.
Sharing of experience para pejuang yang berasal latar belakang keluarga yang pas-
pasan, bahkan ada yang tak punya orang tua sekalipun pada kenyataannya dapat mandiri
dan berhasil mengubah posisi hidup dengan baik. Artinya banyak hal positif yang perlu
dicoba secara mandiri untuk dapat mengalami kemajuan, kesuksesan. Kesuksesan
pertama dapat memicu kesuksesan selanjutnya. Peran makna sangat penting dalam
kehidupan manusia. Selanjutnya ditegaskan bahwa makna adalah kategori kognitif yang
membentuk pandangan seseorang tentang realitas dan dengan tindakan yang
didefinisikan.
Percaya diri berada di tingkat paling tinggi ketika remaja memiliki tingkat rasa
percaya diri yang paling tinggi ketika mereka berhasil di dalam domain-domain diri yang
penting. Remaja harus didukung untuk mengidentifikasikan dan menghargai kompetensi-
kompetensi mereka. Konselor REB sangat didaktik dan direktif serta lebih banyak
berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran daripada dengan dimensi-dimensi perasaan,
dapat membantu konselor dalam mengubah pola pikir negatif menjadi positif atau
menjadi produktif dalam menghadapi kehidupan.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.480-1.488, November 2021
1.485 http://sostech.greenvest.co.id
Penelitian ini bertujuan untuk membantu subjek penelitian mengubah pola pikir
yang tidak produktif, menjadi produktif, melalui penerapan pendekatan konselor Rasional
Emotif Behavior, serta bermanfaat untuk membantu menjadikan kurikulum pembelajaran
semakin menarik.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan oleh peneliti di SMP Kristen Tomohon mengungkapkan
bahwa dari beberapa anak broken home, memiliki karakteristik pola pikir cenderung
negatif (tidak produktif) yaitu menanggapi kritikan secara emosional, kurang menerima
lebel baik yang orang berikan, cenderung bersikap hiperkritik, cenderung merasa tidak
disenangi oleh orang lain dan pesimis terhadap kompetisi. Data awal seperti
menunjukkan bahwa kondisi keluarga yang tidak utuh sehingga mempengaruhi
perkembangan sosial anak. Anak akan merasa berbeda dengan teman-temannya, malu
dengan kondisi keluarganya, merasa tidak ada yang menyayanginya, menjadi pendiam,
masa bodoh dan sikap yang mangarah pada pikiran negatif. Selain itu, kondisi keluarga
tidak utuh juga memengaruhi akademiknya, anak jadi malas belajar karena merasa orang
tuanya tidak memperdulikannya, sehingga prestasi belajarnya terganggu. Untuk
mengubah pola pikir negatif anak menjadi positif, maka diberikan konseling secara
kelompok dengan menggunakan pendekatan REBT.
Penelitian dilakukan dengan tindakan (action research), yaitu salah satu strategi
pemecahan masalah yang memanfaatkan tindakan nyata dan proses pengembangan
kemampuan dalam mendeteksi dan memecahkan masalah. Langkah penelitian tindakan
yaitu (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (action), (3) pengamatan (observing),
(4) refleksi (reflection) melalui observasi, wawancara dan dokumentasi, dengan
mengoprasikan langkah-langkah pendekatan konseling REBT. Langkah-langkah tersbut
diaplikasikan secara tepat pada setiap sesi dalam siklus. Penelitian tindakan pada
hakikatnya berupa perangkat-perangkat atau untaian-untaian dengan satu perangkat
terdiri dari empat komponen, yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi.
Keempat komponen berupa untaian tersebut dipandang sebagai satu siklus. Subjek
penelitian ini adalah anak broken home yang berjumlah 4 orang siswa. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data secara deskriptif
kualitatif. Penelitian ini dilakukan 2 siklus yaitu siklus pertama dilakukan melalui 3
tahapan konseling dan siklus pertama (1) dilaksanakan selama 3 sesi konseling yaitu;
tahap (1) pertemuan pertama adalah tahap membangun hubungan, (2) melakukan
assesment dan menghadirkan/mengungkapkan apa yang dipikirkan dan dirasakan
konselor, (3) menemukan diri. Konselor keterampilan sistematis guna observasi-diri,
sehingga mereka dapat melihat hubungan antara pikiran dan emosi. Mereka
mengembangkan hipotesis-hipotesis tertentu mengenai tingkah laku mereka dan akhirnya
belajar untuk menggunakan pemecahan masalah khusus dan keterampilan menghadapi
situasi-situasi tertentu. Acuan untuk membantu konseli menemukan diri, mengevaluasi
diri, juga terkait dengan akibat yang dapat dialami ketika konseli tetap dalam pola pikir
yang tidak produktif. Untuk semakin menyadarkan konseli akan keadaannya maka
digunakan juga teknik cognitive restructuring yaitu proses menemukan dan menilai
kognisi seseorang, memahami dampak negatif pemikiran tertentu terhadap tingkah laku,
dan belajar mengganti kognisi tersebut dengan pemikiran yang lebih realistik dan lebih
cocok. Proses dorongan merupakan aspek kunci fundamental untuk mengembalikan pola
harapan. Salah satu tugas utama konselor yaitu membantu memulihkan pola harapan.
Berdasarkan siklus ke 2 dilaksanakan selama 3 sesi yaitu langkah: (4) membangun
kesadaran diri, (5) membawa konseli menyadari pentingnya perubahan melalui
Membangun Pola Pikir Produktif pada Peserta Didik
Broken Home Melalui Pendekatan Konselor Kognitif
Behavior Kelompok di SMP Kristen Tomohon
Ariantje J. A. Sundah 1.486
rekontruksi, (6) reorientasi dan reedukasi untuk menemukan solusi diri, (7) terminasi.
Konselor membawa konseli mengevaluasi diri sehingga konseli membuat kesimpulan.
Konseli yang telah memiliki keyakinan rasional terjadi peningkatan dalam hal : (1) minat
kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3) pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain,
(5) fleksibel, (6) menerima ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya,
(8) penerimaan diri, (9) berani mengambil risiko dan (10) menerima kenyataan. Hal
tersebut dapat terjadi pada diri para konseli secara sedikit demi sedikit. Selanjutnya
sejalan dengan kemajuan yang dialami konseli, maka konseli pun mulai merasakan hasil
yang memungkinkan mulai nyaman dan kemajuan itupun semakin memicu konseli untuk
meninggalkan pola pikir yang tidak produk. Hal ini menunjukkan bahwa konseling REBT
efektif dalam merubah konsep diri negatif anak broken home.
Ellis (1975). mengungkapkan bahwa Konseli yang telah memiliki keyakinan
rasional terjadi peningkatan dalam hal : (1) minat kepada diri sendiri, (2) minat sosial, (3)
pengarahan diri, (4) toleransi terhadap pihak lain, (5) fleksibel, (6) menerima
ketidakpastian, (7) komitmen terhadap sesuatu di luar dirinya, (8) penerimaan diri, (9)
berani mengambil risiko, dan (10) menerima kenyataan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Melalui pelaksanaan konseling REBT secara kelompok maka 4 konseli sebagai
subjek penelitian mengalami kemajuan dalam kegiatan belajar dan prestasi belajar. Hasil
siklus pertama kedua konseli pertama terlihat menunjukan adanya perbedaan pola pikir
negatif berangsur menjadi positif dan mulai mengungkapkan pengalaman belajar serta
kemajuan yang mulai dirasakan. Berpikir mengenai perpisahan orang tua mulai kurang
dipikirkan, dan yang dipikirkan, terutama waktu untuk terus belajar, agar dapat
memperoleh hasil belajar yang berprestasi. Belief menjadi rasional untuk berupaya
mejalani kehidupan yang beraktivitas atau menunjukkan perilaku rasional untuk dapat
menumbuhkan motivasi diri. Dengan mengaplikasikan langkah Setelah proses konseling
REBT anak (konseli) dapat menunjukan kemajuan dalam hasil belajar mereka masing-
masing dan setelah melalui tindakan konseling individu REBT maka konseli dapat
menunjukan perubahan yang menunjukan konseli mampu mencapai identitas diri yang
berhasil yang mempengaruhi pada life style untuk kesuksesan dan menjalani kehidupan
yang bermakna. Dengan demikian konseling REBT menunjukan konseling yang
berorientasi pada kognitif behavior artinya terapi ini lebih menitik beratkan bagaimana
membantu subjek peneliti atau konseling untuk dapat merubah self talk negatif dan
mengubah yang mengarah pada perkembangan diri unutk dapat mengaktualisasikan diri
Menggunakan pendekatan REBT sangatlah penting untuk membantu siswa broken
home untuk dapat mengubah pola pikir negatif, self talk terancam yang memungkinkan
mereka untuk menolak yang membawa kegagalan. Dialog internal yang berisikan
penilaian negative terhadap diri sendiri akan membuat orang lain gelisah dalam
menghadapi tantangan hidup dan kurang mampu mengambil tindakan penyesuaian diri
yang tepat. Adanya keyakinan salah pada diri seseorang akan menimbulkan suatu pikiran
otomatis yang salah (distorsi kognitif). Maka individu tersebut menghadapi suatu situasi
yang rentan akan stres. Distorsi kognitif merupakan suatu penilaian atau interpretasi
salah terhadap suatu situasi yang berkembang dari waktu ke waktu. Antara core beliefs
dan distorsi kognitif ini terdapat jembatan yang memisahkan yang disebut dengan
intermediate beliefs. Intermediate beliefs ini berisi tentang asumsi, sikap dan aturan.
Teknik cognitive restructuring tidak hanya membantu konseli belajar mengenal dan
menghentikan pikiran-pikiran negatif yang merusak diri tetapi juga mengganti pikiran-
pikiran tersebut dengan pikiran yang positif.
Vol. 1, No. 11, pp. 1.480-1.488, November 2021
1.487 http://sostech.greenvest.co.id
Dari hasil tindakan pada siklus II, dari data observasi yang dilakukan oleh rekan
sejawat (kolaborator) menggambarkan bahwa keterlibatan subyek dalam cognitive
restructuring yang ditandai dengan munculnya indikator-indikator penyesuaian diri,
sangat baik. Elder, Edelstain dan Davidson. 1980. Membuktikan Cognitive Restructuring
efektif membantu konseli yang mengalami kecemasan sosial. Nasheeda (2008) dalam
penelitiannya mengenai Life Skills Education for young people: Coping with Challenges
menemukan bahwa kemampuan beradaptif pada perilaku positif memungkinkan individu
untuk secara efektif menangani tuntutan dan tantangan sehari-hari. Ini merupakan
keterampilan dasar mengatasi tantangan agar individu merasa lebih percaya diri,
termotivasi, dan mengembangkan sikap positif terhadap kehidupan. Demikian konseling
kognitif behavior membantu konseli mengubah pandangan-pandangan irasional menjadi
rasional, juga membawa konseli untuk kreatif berpikir mengenai kebermaknaan dalam
menghadapi kehidupan secara layak, memampukan individu untuk produktif mengisi
akativitas kehidupannya melalui belajar menanggapi peristiwa secara positif atau melihat
peritiwa sebagai peluang untuk berpikir produktif dalam menghadapi tantangan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada penelitian ini dapat diambil
kesimpulan yaitu mengacu pada hasil-hasil penelitian sebagai mana telah diuraikan pada
bagian sebelumnya, maka pada bagian ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan
sebagai berikut bahwa konseling kognitif behavior efektif membantu konseli broken
home (peserta didik) dalam meningkatkan kemampuan mengubah pola pikir negatif atau
pola pikir produktif.
BIBLIOGRAFI
Affandy, S. (2017). Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Meningkatkan Perilaku
Keberagamaan Peserta Didik. Atthulab: Islamic Religion Teaching and Learning
Journal, 2(2), 201225.
Ali, I. (2021). Pembelajaran Kooperatif (Cooperativelearning) Dalam Pengajaran
Pendidikan Agama Islam. Jurnal Mubtadiin, 7(01), 247264.
Azmi, S. (2016). Self Regulated Learning Salah Satu Modal Kesuksesan Belajar dan
Mengajar. Jurnal Seminar Asean, Psychology Dan Humanty.
Ezra, J. (2021). Success Through Character: Sukses Melalui karakter. PBMR ANDI.
Fauziah, N. (2014). Empati, persahabatan, dan kecerdasan adversitas pada mahasiswa
yang sedang skripsi. Jurnal Psikologi, 13(1), 7892.
Firdaus, F. (2017). Urgensi soft skills dan character building bagi mahasiswa. Jurnal
Tapis: Jurnal Teropong Aspirasi Politik Islam, 13(1), 6073.
Framanta, G. M. (2020). Pengaruh lingkungan keluarga terhadap kepribadian anak.
Jurnal Pendidikan Dan Konseling (JPDK), 2(1), 126129.
Hutagalung, U. S. A., Ernawati, R., & Deliviana, E. (2020). Hubungan Antara Layanan
Konseling Individu dengan Tugas Perkembangan Sosial Peserta Didik Di SMP
Negeri 49 Jakarta Timur. Jurnal Selaras: Kajian Bimbingan Dan Konseling Serta
Psikologi Pendidikan, 3(1), 4666.
Kumalasari, F., & Ahyani, L. N. (2012). Hubungan antara dukungan sosial dengan
penyesuaian diri remaja di panti asuhan. Jurnal Psikologi: PITUTUR, 1(1), 1928.
Nugroho, A. S., & Wahyuni, M. (2019). Pengaruh Tayangan Berita Kriminal Televisi
terhadap Perilaku Remaja Desa Senaung Kabupaten Muaro Jambi. MAUIZOH:
Jurnal Ilmu Dakwah Dan Komunikasi, 3(2), 2152.
Membangun Pola Pikir Produktif pada Peserta Didik
Broken Home Melalui Pendekatan Konselor Kognitif
Behavior Kelompok di SMP Kristen Tomohon
Ariantje J. A. Sundah 1.488
Padly, F. (2019). Pertanggungjawaban Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak
Pidana Narkotika Di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Padangsidimpuan.
JUSTITIA: Jurnal Ilmu Hukum Dan Humaniora, 1(1), 443456.
Siahaan, R. (2012). Ketahanan sosial keluarga: perspektif pekerjaan sosial. Sosio Informa,
17(2).
Sitanggang, N. S. (2018). Implementasi Pengajaran Paulus tentang Hidup dalam Kristus
Berdasarkan Kolose 2: 6-15 bagi Peserta Didik Kelas VIII di SMP BOPKRI 3
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Yogyakarta.
Yandri, H., & Juliawati, D. (2018). Profile of the problem of the adolescent with parents
as Indonesian migrant workers. Konselor, 7(4), 160165.
Zuraida, Z. (2019). Konsep Diri Pada Remaja Dari Keluarga Yang Bercerai. Jurnal
Psikologi Kognisi, 2(2), 8897.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License