Vol. 1, No. 11, pp. 1.526-1.533, November 2021
1.532 http://sostech.greenvest.co.id
Berdasarkan perhitungan tersebut dapat diketahui nilai wajar atas satu butir telur
tetas di usia 21 hari adalah sebesar Rp. 13.334,35. Berdasarkan pembahasan metode
perusahaan dalam menilai aset biologis sebelumnya, perusahaan telah mengikuti langkah-
langkah yang dijelaskan PSAK 69 dalam menilai aset biologis. Namun pada setiap akhir
periode pelaporan, perusahaan tidak mengukur kembali nilai wajar aset biologisnya,
melainkan nilai wajar aset biologis hanya diukur kembali pada akhir periode pelaporan
per tiga bulan saja. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan PSAK 69 dimana aset biologis
diukur kembali pada setiap akhir periode pelaporan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa klasifikasi aset
biologis perusahaan terbagi atas ayam pembibit induk nenek dan telur tetas. Pengakuan
aset biologis PT. Bibit Indonesia telah sesuai dengan PSAK 69. Dimana perusahaan telah
melakukan klasifikasi aset biologis kedalam klasifikasi jenis yang berbeda, yaitu ayam
pembibit nenek (GPS) dan telur tetas. Perusahaan juga mengklasifikasikan aset biologis
menghasilkan maupun belum menghasilkan, yaitu dengan membedakan antara ayam
pembibit induk nenek belum menghasilkan (masa pertumbuhan) dan ayam pembibit
induk nenek telah menghasilkan (masa produksi). Masih belum terdapat pasar aktif atas
aset biologis perusahaan. Dalam mengukur nilai pasar sebagai salah satu aspek
pengukuran nilai wajar aset biologis, perusahaan mengambil dari nilai penjualan Parent
stock daily on chick (PS DOC), penjualan dari final stock broiler dan penjualan
culled/infertile egg. Nilai penjualan tersebut diambil dari rata-rata penjualan 5 (lima)
tahun sebelumnya pada saat tanggal pelaporan. Penilaian aset biologis perusahaan
menggunakan metode hybrid, yaitu untuk ayam yang masih dalam masa pertumbuhan
nilai ayam diukur berdasarkan biaya, yaitu harga perolehan pada saat pembelian dari
supplier ditambah dengan biaya pakan, obat yang dihabiskan dan biaya overhead.
Sedangkan untuk ayam yang sudah dalam masa produktif dan telur tetas diukur
menggunakan Net Realizable Value (NRV), yaitu nilai wajar dikurangi biaya penjualan.
Pengukuran kembali nilai wajar aset biologis diproyeksikan untuk laporan keuangan tiga
bulan kedepan. Metode perusahaan dalam menilai aset biologis telah mengikuti langkah-
langkah yang dijelaskan PSAK 69. Namun perusahaan tidak melakukan pengukuran
kembali nilai aset biologis pada setiap akhir periode pelaporan, Hal ini tidak sesuai
dengan pernyataan PSAK 69 dimana aset biologis diukur kembali pada setiap akhir
periode pelaporan. Selisih menggunakan metode proyeksi nilai wajar dengan aktual nilai
wajar menyebabkan selisih yang cukup besar. Hal ini berdampak pada laporan keuangan
perusahaan setiap bulan nya, terutama pada laporan laba rugi.
BIBLIOGRAFI
Alfidyani, K. S., Lestantyo, D., & Wahyuni, I. (2020). Hubungan Pelatihan K3,
Penggunaan Apd, Pemasangan Safety Sign, Dan Penerapan Sop Dengan Terjadinya
Risiko Kecelakaan Kerja (Studi Pada Industri Garmen Kota Semarang). Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 8(4), 478–483.
Alfirdha, B., & Nuraeni, T. (2018). Hubungan Faktor Predisposisi dengan Perilaku
Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Pekerja PT. Elnusa TBK Warehouse
Karangampel. Afiasi: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 3(3), 101–110.
Andriyanto, M. R. (2017). Hubungan Predisposing Factor Dengan Perilaku Penggunaan
APD Pada Pekerja Unit Produksi I PT Petrokimia Gresik. The Indonesian Journal
of Occupational Safety and Health, 6(1), 37–47.