Ferderikus Ama Bili 1.803
produksi kapitalis sesungguhnya memiliki bentuk yang dinamis (Marzuki et al., 2021),
M-C-M’, dimana uang dipakai untuk membeli input guna memproduksi komoditas, yang
laku dijual untuk mendapatkan lebih banyak uang atau M’ (M + △m). Yang menjadi
tujuan, dengan kata lain, adalah situasi akhir dengan lebih banyak uang dibandingkan saat
memulai, yang berarti: nilai-lebih atau laba. Proses pertukaran seperti ini tidak mengenal
akhir, terus berlanjut tanpa batas. Dengan demikian putaran pertukaran berikutnya
berbentuk M’-C-M’’, menghasilkan putaran berikutnya M’’-C-M’’’ dan seterusnya dalam
dorongan tiada henti untuk akumulasi pada tingkat lebih tinggi lagi. Oleh karena tuntutan
tersebut, alam dan (kerja) manusia menjadi objek eksploitasi utama kapitalisme, atau
dengan kata lain sumberdaya utama kapitalisme. Keharusan untuk terus bertumbuh
(dalam hal ini perluasan pasar, perluasan eksploitasi dan sebagainya) adalah ciri
mendasar dari perusahaan secara individual maupun sistem kapitalisme secara
keseluruhan, yang diturunkan dari akumulasi kapital.
Jika ingin mencapai tujuan-tujuan dari kapital, beban ekologis dan sosial yang
cukup berat tidak terelakkan, seperti: (1) Polarisasi Pendapatan dan kekayaan; (2) Adanya
Kelompok cadangan kaum penganggur atau setengah menganggur yang terus membesar
(bisa fluktuatif); (3) Krisis-krisis ekonomi periodik (4) Imperialisme dan perang yang
sistematis dan (6) Pelumpuhan potensi banyak individu. Seiring perkembangannya
kapitalisme bertumbuh menjadi imperialisme, globalisasi Neoliberal menjadi manifestasi
dari imperialisme: Mega Korporasi menggunakan pemerintah, terkhususnya kekuatan
pemerintahan amerika untuk mempermudah sumberdaya alam dan manusia di bumi
Ketidakstabilan kapitalisme
Bergeraknya sistem ini, bergantung pada dua sumberdaya utama yaitu (kerja)
manusia dan sumberdaya alam, namun dengan berjalannya waktu terjadi degradasi pada
kedua sumberdaya utama kapitalisme ini yang merupakan akibat dari ketidakstabilan
sistem ini. Sistem ini memakan tubuhnya sendiri.
Kerja menjadi sesuatu yang alamiah dari manusia, merupakan pusat dari manusia
(human animal). Mungkin diantara para pembaca ada yang bertanya, apakah masih
relevan membicarakan kerja dimana banyak kerja mulai berubah menjadi AI (Artificial
Intelligence)? Tentu pertanyaan yang polos seperti ini tetap harus dijawab. Jika kerja
manusia terus diganti oleh kerja robot atau Artificial Intelligence mampu meningkatkan
produktivitas dan efektivitas, manajerial yang lebih tertata, akurasi data yang dapat
mendukung pengambilan keputusan, dan lain sebagainya, namun secara bersamaan
menurunkan lapangan pekerjaan, terutama dibidang produksi dan beberapa industri jasa.
Dengan demikian, meningkatkan jumlah reserve army of labor (pasukan tenaga kerja
cadangan atau pengangguran) dan tentu saja diikuti dengan mengecilnya pasar. Produksi
yang sempurna, namun berkurangnya pelanggan atau orang-orang yang dieksploitasi
tenaganya dalam relasi kerja upahan, dan memiliki kemampuan (uang) untuk bertransaksi
sama saja dengan kerugian yang sempurna. Tentu saja dalam kapitalisme anda harus
membeli (contohnya) susu dengan menggunakan uang, tidak dengan barter apalagi
bermodalkan sopan santun ketika bertemu pemilik toko atau pabrik. Reserve army of
labor yang terorganisir bisa menjadi ancaman serius bagi kapitalisme. Sistem otomatis
penuh dapat mengakhiri kapitalisme, karena kerja menjadi tumpuannya maka kerja harus
menjadi komoditas sehingga kapitalisme dapat mencapai tujuannya, setidaknya ada 3
kondisi yang dibutuhkan. Pertama Pemisahan pekerja dan alat produksi, Kedua tenaga
kerja harus terbebas dari kerja hamba dan perbudakan, ketiga membangun sebuah sistem
yang lebih bebas, agar setiap individu dapat berinvestasi dan bekerja tanpa “paksaan”.
Melalui kerja, manusia menyadari keberadaannya. Kapitalisme bertumpu pada
kerja, yang oleh karenanya tenaga kerja, Segala komoditas (baik itu produk dan jasa)
diciptakan oleh kerja (manusia). Kapitalisme adalah sistem yang berjalan dengan tujuan