Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 2, Number 1, January 2022
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
How to cite:
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
. (2022). Analisis Kestabilan Lereng Tambang
Terbuka Blok A Sisi Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan. Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH), 2(1): 1.7721.785
E-ISSN:
2774-5155
Published by:
https://greenpublisher.id/
ANALISIS KESTABILAN LERENG TAMBANG TERBUKA BLOK A SISI TIMUR
DAERAH TANJUNG LALANG, KECAMATAN TANJUNG AGUNG, KABUPATEN
MUARA ENIM, SUMATERA SELATAN
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
1 dan 2
baniargaprabo[email protected]m.ac.id
1
, hendy.setiawan@ugm.ac.id
2
dan igbindrawa[email protected].id
2
Abstrak
Latar belakang: Tambang batubara di Indonesia secara umum menggunakan metode tambang
terbuka pada tahap eksploitasi.
Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng di daerah
penelitian berdasarkan metode klasifikasi massa batuan RMR dan GSI, menentukan tingkat
kestabilan desain lereng berdasarkan metode kesetimbangan batas dan memberikan rekomendasi
optimasi geometri desain lereng di daerah penelitian berdasarkan potensi keruntuhan dan nilai FK
yang dihasilkan.
Metode penelitian: Pada tahap penelitian ini peneliti melakukan pengumpulan data yang berasal
dari data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan sebagai pedoman peneliti adalah
data geologi dan geoteknik daerah penelitian.
Hasil penelitian: Berdasarkan klasifikasi massa batuan RMR dari data lima titik pemboran,
didapatkan hasil bahwa batuan di lokasi penelitian termasuk dalam kategori II-III yaitu good rock
fair rock. Nilai GSI di daerah penelitian dikategorikan termasuk dalam intact rock very
blocky. Parameter geoteknik didapatkan dengan menggunakan metode back analysis dengan
menggunakan pendekatan Generalized Hoek-Brown didapatkan UCS 1000 kPa, m 0,192161 , s
7,91279.e-5, a 0,561101. Berdasarkan analisis kinematika terhadap kelongsoran yang dapat
terjadi didapatkan hasil bahwa terdapat potensi Wedge Sliding 6,65 % dan Toppling Sliding
3,13% .
Kesimpulan: Hasil dari empat log bor menunjukkan bahwa Rock Mass Rating (RMR) daerah
tersebut didominasi kategori II (dua) dengan interpretasi batuan baik dengan nilai perhitungan
>60. Kondisi lereng saat penelitian dilakukan telah mengalami keruntuhan dan sebelum terjadi
keruntuhan diasumsikan lereng labil. Mitigasi kestabilan lereng tambang terbuka dilakukan
dengan cara membuat desain ulang lereng yang memiliki nilai faktor keamanan >1,25.
Kata kunci: Tanah, Longsor, LEM, RMR, GSI
Abstract
Background: Coal mining in Indonesia generally uses the open pit mining method at the
exploitation stage.
Research purposes: This study aims to determine the level of slope stability in the study area
based on the RMR and GSI rock mass classification methods, determine the level of slope design
stability based on the boundary equilibrium method and provide recommendations for
optimization of slope design geometry in the study area based on the potential for failure and the
resulting FK value.
Research methods: At this research stage, the researcher collects data from primary and
secondary data. The primary data used as a guide for researchers is geological and geotechnical
data in the research area.
Research results: Based on the RMR rock mass classification from data from five drilling points,
it was found that the rocks in the research location were included in categories II-III, namely
good rock fair rock. The GSI value in the research area is categorized as intact rock very
blocky. Geotechnical parameters obtained using the back analysis method using the Generalized
Hoek-Brown approach obtained UCS 1000 kPa, m 0.192161 , s 7.91279.e-5 , a 0.561101. Based
on the kinematics analysis of the possible slides, the results show that there is a potential for
Wedge Sliding 6.65% and Toppling Sliding 3.13%.
Conclusion: The results of the four drill logs indicate that the Rock Mass Rating (RMR) of the
area is dominated by category II (two) with good rock interpretation with a calculated value of
>60. The condition of the slope at the time of the study had collapsed and before the collapse
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.773
occurred it was assumed that the slope was unstable. The mitigation of the slope stability of the
open pit mine is done by redesigning the slope which has a safety factor value of > 1.25 .
Keywords: Soil, Landslide, LEM, RMR, GSI
Diterima: 26-11-2021; Direvisi: 29-11-2021; Disetujui: 15-1-2022
PENDAHULUAN
Tambang batubara di Indonesia secara umum menggunakan metode tambang
terbuka pada tahap eksploitasi (Nugroho & Yassir, 2017). Permasalahan yang sering
terjadi pada tambang terbuka adalah longsor pada dinding lereng tambang (Arif, 2016).
Investigasi masalah kegagalan lereng dinding tambang diperlukan agar perusahaan dapat
memiliki rasa percaya diri dalam produksi yang memenuhi target produksi (Halidin,
2018). Lereng dinyatakan stabil apabila memenuhi kriteria Bowles (1989) yang
menyatakan bahwa lereng dengan nilai faktor keamanan berada pada kondisi stabil/aman
(Putra, 2021). Penyelidikan geoteknik terkait kestabilan lereng perlu dilakukan lebih
lanjut guna memberikan rasa aman (Bargawa, 2014) serta diharapkan mampu
meningkatkan ekonomi tambang (Kuswardani & Anggraini, 2021). Selama proses
eksploitasi batubara pada periode tahun 2020 telah terjadi kasus kegagalan lereng pada
sidewall timur tambang batubara pada periode bulan Mei dan Agustus (Maulidina, 2021).
Penelitian ini dilakukan sebagai bentuk upaya mitigasi terhadap longsor yang terjadi pada
tambang. Maksud dari penelitian ini adalah menganalisis kestabilan lereng tambang
terbuka batubara berdasarkan analisis kesetimbangan batas dan klasifikasi massa batuan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kestabilan lereng di daerah
penelitian berdasarkan metode klasifikasi massa batuan RMR dan GSI, menentukan
tingkat kestabilan desain lereng berdasarkan metode kesetimbangan batas dan
memberikan rekomendasi optimasi geometri desain lereng di daerah penelitian
berdasarkan potensi keruntuhan dan nilai FK yang dihasilkan.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa kajian dan informasi
mengenai kestabilan lereng pada tambang terbuka batubara yang dilihat dari nilai faktor
keamanan lereng (FK) sehingga akan memberikan informasi potensi keruntuhan lereng
dan keamanan lereng tambang dengan rekomendasi yang akan diberikan pada lereng.
Lereng adalah permukaan bumi yang membentuk sudut kemiringan tertentu dengan
bidang horizontal (Askari et al., 2017). Lereng dapat terbentuk secara alami maupun
buatan manusia (Pangemanan et al., 2014). Lereng yang terbentuk secara alami misalnya
lereng bukit dan tebing sungai (Kopa, 2021), sedangkan lereng buatan manusia antara
lain: galian dan timbunan (Hasan & Heriyadi, 2020), tanggul dan dinding tambang
terbuka. Pada tambang batubara kestabilan lereng sangat penting karena dapat
mempengaruhi nilai produksi dan keselamatan kerja. Kestabilan lereng dapat ditentukan
dengan nilai faktor keamanan (FK). Namun, nilai FK saja tidak cukup, karena lereng
yang dikatakan stabil juga dapat terjadi longsor jika memiliki nilai probabilitas longsor
(PK) yang tinggi. Sehingga, penentuan nilai PK juga sangat penting (Tabel 1).
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.774 http://sostech.greenvest.co.id
Tabel 1. Nilai Faktor Keamanan dan Probabilitas Longsor (KEPMEN ESDM No. 1827
K/30/MEM/2018)
Jenis Lereng
Keparahan
Longsor
(Consequences of
Failure)
Kriteria Diterima (Acceptance Criteria)
Faktor
Keamanan
(FK) Statis
Faktor
Keamanan
(FK) Dinamis
Probabilitas
Longsor
(Probability of
Failure)
Lereng Tunggal
Rendah - Tinggi
1,1
-
25-50%
Inter-ramp
Rendah
1,15-1,2
1,0
25%
Menengah
1,2-1,3
1,0
20%
Tinggi
1,3-1,5
1,1
10%
Lereng
Keseluruhan
Rendah
1,2-1,3
1,0
15-20%
Menengah
1,3
1,05
10%
Tinggi
1,3-1,5
1,1
5%
Lereng dapat dikategorikan menjadi dua jenis yaitu lereng alam dan buatan. Lereng
alam (natural slope) adalah lereng yang terbentuk karena adanya fenomena alam yang
terjadi akibat aktifitas geologi. Lereng buatan (man made slope) adalah lereng yang
dengan sengaja dibentuk untuk suatu keperluan seperti lereng tanah timbunan untuk jalan.
Kestabilan lereng, baik lereng alami maupun lereng buatan (buatan manusia) serta lereng
timbunan, dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat dinyatakan secara sederhana
sebagai gaya-gaya penahan dan gaya- gaya penggerak yang berhubungan dengan
kestabilan lereng tersebut (Abramson dkk.,2001).
Faktor keamanan (FK) adalah perbandingan antara kekuatan geser yang diperlukan
agar setimbang terhadap kekuatan geser yang tersedia. Secara prinsip, pada suatu lereng
berlaku dua macam gaya, yaitu gaya penahan dan gaya penggerak. Gaya penahan yaitu
gaya yang menahan massa dari pergerakan, sedangkan gaya penggerak adalah gaya yang
menyebabkan massa bergerak. Lereng akan longsor jika gaya penggeraknya lebih besar
dari gaya penahan. Secara matematis kestabilan suatu lereng dinyatakan dalam bentuk
Faktor Keamanan (FK), klasifikasi faktor keamanan (FK) sebagai berikut:
FK =


(1)
Coulomb pada tahun 1776 memperkenalkan teori geser maksimum (the maximum
shear theory), yaitu bahwa keruntuhan (failure), nilai tekanan pada saat terjadinya
perubahan bentuk tetap, terjadi jika tekanan geser yang diberikan mencapai nilai kritis
dari kemampuan tanah. Teori ini kemudian disempurnakan oleh Mohr, sehingga
kemudian dikenal dengan hukum Mohr-Coulomb (Das,1995). Kekuatan geser yang
dimiliki oleh suatu tanah disebabkan oleh :
a. Pada tanah berbutir halus (tanah kohesif) misalnya lempung kekuatan geser yang
dimiliki tanah disebabkan karena adanya ikatan kohesi (c) atau lekatan antara butir
tanah
b. Pada tanah berbutir kasar ( tanah non-kohesif), kekuatan geser disebabkan karena
adanya gesekan antara butir butir tanah sehingga sering disebut sudut gesek dalam
(ɸ)
c. Pada tanah campuran antara kohesif dan non kohesif, kekuatan geser disebabkan
karena adanya lekatan dan gesekan antara butir tanah.
Kuat geser dinyatakan dalam rumus Mohr-Coulomb :

󰆒
󰆒
 󰡆 (2)
τ = kekuatan geser tanah (kN/m
2
)
 = kohesi (kN/m
2
)
 = tegangan efektif (kN/m
2
)
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.775
󰡆 = sudut geser dalam efektif (derajat)
Analisis Kestabilan Lereng
Analisis kestabilan lereng dilakukan untuk menentukan faktor aman dari bidang
longsor yang potensial, yaitu dengan menghitung besarnya kekuatan geser untuk
mempertahankan kestabilan lereng dan menghitung kekuatan geser yang menyebabkan
longsor yang kemudian keduanya dibandingkan. Nilai dari hasil analisis kestabilan lereng
akan berupa sebuah nilai probabilitas keamanan lereng atau nilai faktor keamanan (FK),
dimana nilai aman FK>1,2- 1,5. Lereng dapat terjadi sebuah keruntuhan jika gaya
meluncur massa batuan atau tanah melebihi dari gaya penahan tanah atau batuan pada
sebuah lereng.
Menurut (Zakaria, 2010) faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi
faktor internal (dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng),
antara lain: kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun
situasi setempat, tingkat kelembapan tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas
geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi. Proses eksternal
penyebab longsor yang dikelompokkan oleh (Noronha & Arifianto, 2019) diantaranya
adalah :
a. Pelapukan (fisika, kimia dan biologi) dan erosi
b. Penurunan tanah (ground subsidence)
c. Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah)
d. Getaran dan aktivitas seismik
e. Jatuhan tepra
f. Perubahan rejim air.
Pengelolaan lereng tambang dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan
menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif, berdasarkan
studi kelayakan teknik yang mencakup geologi teknik, mekanika tanah dan
hidrogeologi. Rekomendasi terhadap keruntuhan sangat penting untuk
meningkatkan rasa kepercayaan diri pegawai dan perusahaan, menghilangkan resiko
bahaya, dan mendapatkan income produksi yang baik. Rekomendasi yang dapat
dilakukan untuk mencegah adanya keruntuhan lereng tambang adalah
a. Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara pemangkasan lereng, biasanya
digabungkan dengan pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng
b. Membuat dinding penahan atau tanggul
c. Membuat desain dan teknik penanggulangan sistem air tanah dan air
permukaan dengan cara membuat beberapa penyalur air di kemiringan lereng
dekat ke kaki lereng. Manfaat drainase tersebut adalah agar muka air tanah
yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga muka air
tanah turun.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian berada di Tanjung Lalang, Tanjung Agung, Kabupaten Muara
Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi penelitian dapat dicapai dengan kendaraan
mobil selama empat jam dari kota Palembang dengan jarak ± 215 km (Gambar 1).
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.776 http://sostech.greenvest.co.id
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian.
Geologi Regional
A. Fisiografi Regional Daerah Penelitian
Sumatera merupakan salah satu pulau besar di Indonesia dan termasuk dalam enam
pulau terbesar di dunia dengan luas sekitar 435.000 km
2
. Secara fisiografi, Pulau
Sumatera menurut van Bemmelen (1949) terbagi menjadi enam zona, yaitu Jajaran
Barisan, Semangko, Pegunungan Tiga Puluh, Kepulauan Busur Luar, Paparan Sunda, dan
Dataran Rendah dan Berbukit. Sumatera Selatan memiliki rekam pola tiga sesar utama
yaitu Utara-Selatan, Timur Laut-Barat Daya dan Barat Laut Tenggara. Secara fisiografi
lokasi penelitian merupakan bagian dari zona dataran rendah dan berbukit dan termasuk
dalam Cekungan Sumatera Selatan. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x
510 km
2
, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh Pegunungan
Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
B. Struktur Geologi Regional
Cekungan Belakang Busur Sumatera terbentuk pada fase pertama tektonik
regangan pada masa Tersier Awal. Sedimentasi awal merupakan sedimentasi dengan
lingkungan darat yang diakibatkan pengangkatan blok batuan dasar. Batuan dasar yang
tersingkap sekarang di Cekungan Sumatera Selatan berarah Utara-Selatan dan Timur
Laut-Barat Daya. Pada Oligosen awal sampai dengan miosen awal terdapat fase
transgresi yang menyebabkan sesar dan lipatan sebagai media sistem jebakan pada
hidrokarbon. Berdasarkan Miosen tengah terjadi pengangkatan Bukit Barisan
menyebabkan regresi muka air laut yang dilanjutkan dengan pengendapan sedimen darat
pada Miosen Tengah. Cekungannya menjadi objek dari deformasi baru yang berarah
Timur Laut-Barat Daya yang mengaktifkan kembali struktur perlipatan berarah Barat
Laut-Tenggara dan sesar mendatar berarah Utara-Selatan juga membentuk struktur
struktur bunga.
C. Stratigrafi Regional
Pengamatan stratigrafi daerah penelitian dilakukan untuk mengetahui urutan dan
sejarah geologi. Berdasarkan data yang berasal dari peta geologi regional lembar Lahat,
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.777
daerah penelitian merupakan formasi Muaraenim. Stratigrafi regional daerah penelitian
adalah sebagai berikut (Gambar 2).
a) Satuan Gunung Api Muda: Satuan Gunungapi muda terdiri dari breksi dan tuf,
sebarannya menempati bagian selatan daerah Kabupaten Muara Enim dengan
membentuk morfologi perbukitan tinggi dan menyatu dengan deretan Pegunungan
Bukit Barisan.
b) Formasi Kasai: Komposisi dari formasi ini terdiri dari batupasir tuffan, lempung dan
kerakil dan lapisan tipis batubara. Umur dari formasi ini tidak dapat dipastikan, tetapi
diduga Plio-Pleistosen. Lingkungan pengendapannya darat.
c) Formasi Muara Enim: Batuan penyusun yang ada pada formasi ini berupa batupasir,
batulempung dan lapisan batubara. Jumlah serta ketebalan lapisan-lapisan batubara
menurun dari Selatan ke Utara pada cekungan ini. Ketebalan formasi berkisar antara
sekitar 450-750 m.
Gambar 2. Bagian Peta Geologi Regional Daerah Penelitian (Gafoer dkk., 1986).
Lokasi Penelitian Ditunjukkan Lingkaran Bulat Merah.
Pada tahap penelitian ini peneliti melakukan pengambilan data yang berasal dari
data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan sebagai pedoman peneliti
adalah data geologi dan geoteknik daerah penelitian. Metode penghimpunan data pada
stopsite dilakukan dengan:
a. Melakukan pengamatan dan identifikasi pada singkapan batuan yang dijumpai.
Identifikasi singkapan dilakukan dengan cara melakukan pengukuran dimensi, foto,
dan sketsa. Melakukan deskripsi singkapan batuan dengan tahapan yaitu melihat
bentang arah singkapan dengan melihat kompas, mencatat perkiraan dimensi
panjang, tinggi, dan lebar singkapan, melihat kondisi singkapan batuan terhadap
lingkungan sekitar, melakukan pengukuran dan pencatatan terhadap bidang
perlapisan batuan dan melakukan pengukuran dan pencatatan terhadap bidang
diskontinuitas
b. Melakukan pengamatan, deskripsi, dan pencatatan terhadap susunan batuan yang
tersingkap pada singkapan tersebut secara megaskopis, dimana proses deskripsi
batuan tersebut memiliki parameter diantaranya warna, struktur, tekstur, dan
komposisi batuan.
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.778 http://sostech.greenvest.co.id
Pengamatan pada singkapan batuan dapat memberikan interpretasi tentang
stratigrafi daerah penelitian yang dapat tersajikan dalam bentuk kolom stratigrafi. Data
geoteknik merupakan data yang dijadikan sebagai salah satu data primer yang diantaranya
dilakukan secara mandiri oleh peneliti sebagai data utama dalam penelitian ini. Proses
penghimpunan data geoteknik dilakukan dengan cara :
1. Back analysis, metode ini adalah metode untuk melihat parameter sebelum
terjadinya longsor pada lereng. Metode ini dilakukan dengan menggunakan data
geometri lereng sebagai data utama dalam proses analisis. Proses analisis akan
menggunakan bantuan software Slide yang berbasis Limit Equilibrium Method
(LEM) dengan metode trial and error untuk menentukan nilai kohesi dan sudut
geser dalam sebelum lereng mengalami longsor
2. Analisis laboratorium, metode ini dilakukan dengan menggunakan sampel tanah dari
lokasi penelitian yang diuji dengan menggunakan alat Direct Shear Test. Hasil dari
pengujian ini adalah sudut geser dalam, kohesi, dan sifat fisik tanah
3. Analisis kinematika, metode ini dilakukan dengan menggunakan data hasil
pengukuran bidang diskontinuitas yang dilakukan di titik pengamatan di lokasi
penelitian. Data tersebut akan diolah pada software Dips untuk mengetahui jenis
kelongsoran yang akan terjadi pada lokasi penelitian dari hasil plot pada streonet.
Pengumpulan data sekunder adalah proses pengumpulan data yang dilakukan oleh
peneliti menggunakan data-data yang telah tersedia sebelumnya. Data yang telah tersaji
adalah data hasil pemboran yang dipadanankan dengan kondisi batuan dilapangan. Data
sekunder yang digunakan adalah data geoteknik, dan didaptkan dengan cara:
1. Analisis Rock Mass Rating (RMR), metode ini dilakukan dengan menggunakan data
pemboran pada lima titik pemboran yang dilakukan di lokasi penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya. Data yang dihasilkan dari analisis ini adalah mengetahui
parameter massa batuan yang dapat mempengaruhi perilaku massa batuan di lokasi
penelitian. Pemerian RMR dilakukan dengan melakukan pembobotan pada
parameter hasil pemboran menurut pembobotan RMR Bieniawski (1989).
2. Analisis Geological Strength Index (GSI), metode ini dilakukan dengan
menggunakan data kondisi diskontinuitas, RQD, dan RMR yang sebelumnya telah
didapatkan. Hasil dari analisis ini adalah mengetahui parameter massa batuan yang
dapat mempengaruhi perilaku massa batuan di lokasi penelitian terkait dengan
ketahanan terhadap pelapukan dan struktur geologi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Geologi Daerah Penelitian
Pada pengamatan litologi yang dilakukan dengan melihat highwall dan sidewall
pada area tambang, terlihat susunan batuan dengan kedudukan N 150
o
E/10
o
SW.
Pengamatan dilakukan pada batuan yang mempresentasikan kondisi batuan yang masih
dapat diamati secara megaskopis. Pengamatan litologi dilakukan dengan deskripsi secara
megaskopis pada sampel batuan hand specimen yang dirasa merepresentasikan kondisi
batuan di daerah tambang. Interpertasi stratigrafi daerah penelitian mengacu pada peta
geologi regional daerah sekitar yang dipadanankan dengan kondisi dilapangan. (Gambar
3).
a. Batubara
Batubara pada lokasi penelitian dapat dideskripsikan memiliki warna hitam pekat
dengan kilap bright-dull. Kilap ini menunjukkan adanya proses pembakaran batubara
yang kurang efisien, berdasarkan informasi yang didapatkan bahwa batubara yang
terdapat pada lokasi penelitian merupakan jenis batubara sub-bituminus. Batubara pada
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.779
lokasi penelitian memiliki pecahan uneven. Batubara ini memiliki tingkat kekerasan 50-
100 Mpa saat dites dengan dua sampai tiga kali pukulan palu geologi. Pada beberapa titik
pengamatan pada singkapan batubara segar terlihat adanya bekas sisa tumbuhan serta
terdapat amber (fosil getah kayu) dan tuff yang diinterpresentasikan sebagai leaching
(pengotor) pada batuan.
b. Batupasir
Batupasir pada lokasi penelitian memiliki warna coklat hingga abu-abu dengan
besar butir pasir kasar sampai sedang (sedimen klastik). Batupasir daerah penelitian
memiliki derajat pemilahan poorly sorted . Batupasir pada formasi muaraenim memiliki
porositas1,27%-8,62% (buruk) dan permeabilitas 1,0-8,0 mD (rapat), hal tersebut
dipengaruhi oleh adanya matrix suported yaitu pasir kasar sampai >15% (Purwandono,
2015). Pada beberapa titik pengamatan, terdapat adanya fragmen batubara yang memiliki
ukuran sebesar kerikil-kerakil. Batupasir pada lokasi penelitian memiliki ketebalan 1-15
meter.
c. Batulempung
Batulempung pada lokasi penelitian memiliki warna abu-abu dengan besar butir
lempung, terendapkan sebagai perselingan batupasir-batulempung dengan ketebalan ±5-
15 cm. Pada beberapa titik pengamatan ditemukan sisipan batubara dengan ketebalan <5
cm. Batulempung pada lokasi penelitian pada kondisi lapuk lanjut (hampir sempurna).
Gambar 3. Stratigrafi Daerah Penelitian.
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.780 http://sostech.greenvest.co.id
Klasifikasi Massa Batuan Daerah Penelitian
Pada analisis geologi teknik dilakukan dengan menggunakan data pemboran yang
telah dilakukan sebelumnya. Data pemboran yang telah tersaji selanjutnya akan dikalukan
penilaian klasifikasi massa batuan sebagai cara untuk mengetahui parameter yang dapat
mempengaruhi kondisi batuan tersebut (Tabel 2). Pada hasil interpretasi deskripsi litologi
bawah permukaan didapatkan data litologi penyusun berupa claystone (CS), sandstone
(SS), soil (SO), carbonaceous mudstone (XM), dan coal (CO). Hasil pemboran akan
dapat dibaca dan diinterpretasi dari hasil pemboran dengan batuan yang masih utuh
(recovered length). Pada lima titik pemboran dapat terlihat batuan yang dapat
diinterpretasi dengan baik sebanyak 82-91%.
Tabel 2. Data Pemboran.
ID
Easting
Northing
Kedalaman
(m)
Recovered
Length (m)
Recovered
Length (%)
GTA-01
368115
9573279
48,6
40
82
GTA-02
367682
9572687
128
106,2
83
GTA-02R
367678
9572695
147,5
24,6
91
GTA-03
367599
9572991
200
184,3
92
GTA-04
367211
9572175
96,5
87,9
91
a. Rock Mass Rating (RMR)
Hasil analisis dari data pemboran selanjutnya dilakukan pemerian pada
klasifikasi RMR dengan tujuan untuk membagi batuan berdasarkan kelas dan
identifikasi bataun tersebut. Perhitungan RMR menggunakan parameter UCS, RQD,
joint space, joint condition, dan groundwater. Hasil klasifikasi RMR didapatkan
bahwa nilai batuan bawah permukaan berada pada kelas II-III dengan idetifikasi
batuan dalam kondisi baik sampai cukup baik (Tabel 3). Hal ini memberikan
penjelasan bahwa kondisi batuan bawah permukaan masih dalam kondisi fresh dan
belum terkena weathering factors.
Tabel 3. Data Rekapitulasi RMR.
Kategori
Jumlah
GTA-01
GTA-02
GTA-02R
GTA-03
GTA-04
I
0
1
1
1
0
II
15
70
33
117
61
III
26
26
22
81
49
IV
1
5
1
4
1
V
0
4
1
2
0
b. Geological Strength Index (GSI)
Hasil analisis yang telah dilakukan dari hasil data pemboran yang selanjutnya
dilakukan perhitungan pada klasifikasi GSI ini dilakukan dengan melihat joint
condition dan RQD (Hoek et al., 2013). Hasil perhitungan pada GSI dihasilkan
bahawa kondisi batuan adalah intact-very blocky (Tabel 4). Kondisi ini memberikan
gambaran bahwa batuan pada bawah permukaan dalam kondisi fresh dan sedikit
dipengaruhi oleh gaya yang menyebabkan terbentuknya block pada batuan tersebut.
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.781
Tabel 4. Data Rekapitulasi GSI
GSI
Jumlah
GTA-01
GTA-02
GTA-02R
GTA-03
GTA-04
Intact
17
61
24
95
57
Blocky
6
11
10
20
6
Very Blocky
18
25
21
87
46
Blocky Disturbed
1
0
0
0
0
Disintegrated
0
5
0
1
2
Laminated
0
4
3
2
0
c. Parameter Geoteknik Daerah Penelitian
a) Pengujian Laboratorium
Proses membuat suatu desain lereng dipengaruhi oleh sifat fisik batuan yang
terdiri dari berat isi batuan (γ), kadar air dalam batuan (w), kohesi batuan (c), dan
sudut geser dalam (
o
). Pengujian sampel tanah dari lokasi longsor dilakukan
dengan mengambil sampel tanah pada lokasi mahkota longsor, tubuh longsor,
dan ekor longsor. Dari hasil pengujian dengan uji geser langsung didapatkan nilai
rata-rata kohesi dan sudut geser dalam adalah 0,04 kPa dan 0,01
o
(dalam tan Φ).
Nilai tersebut sangat kecil untuk karakteristik fisik tanah, dan
menginterpretasikan bahwa tanah yang ada pada lokasi tersebut sudah sangat
lepas. Ikatan materi tanah yang ada telah hilang dan tidak ada materi tanah
kohesif sebagai pengikat tanah. Hal ini yang mengindikasikan lokasi dapat
mudah mengalami keruntuhan. Tanah kohesif dapat berisikan materi campuran
tanah dan lempung sebagai pengikat kestabilan tanah. Komposisi tanah pasir dan
tanah lempung dapat memberikan nilai kohesi dan sudut geser berbeda pada
kestabilan tanah. Semakin besar ukuran dari partikel pasir maka sudut geser pasir
(Φ) akan meningkat, sedangkan semakin banyak kandungan lempung maka
semakin meningkat kohesi tanah tersebut.
b) Back Analysis
Metode back analysis merupakan metode dimana memperoleh nilai kohesi
dan sudut geser dalam dari desain lereng sebelum longsor terjadi. Proses metode
trial-error dilakukan pada desain lereng sampai ditemukan nilai kitis lereng
(FK≤1). Pada pengujian desain dan nilai analisis balik digunakan software Slide
versi 6 dengan metode Generalized Hoek-Brown. Hasil dari pengolahan metode
back analysis dapat dilihat pada tabel 5 dan 6.
Tabel 5 Rekomendasi Geometri Lereng.
Deposit
Dump
Height (m)
Bench
Height (m)
Batter
Angle (o)
Berm
Width (m)
Overall
Slope Angle
(o)
Inter
Ramp
Angle (o)
Block A
90
10
37
29,7
14,2
13,1
c)
Tabel 6 Parameter Geologi teknik Back Analysis
Faktor Keamanan (FK)
UCS
(kPa)
m
(ɸ)
s
(c)
a
1,046
1000
0,192161
7,91279.

0,561101
d. Analisis Kestabilan Lereng
a) Analisis Kinematika
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.782 http://sostech.greenvest.co.id
Analisis kinematika dilakukan untuk mengetahui potensi keruntuhan yang
akan terjadi dengan menggunakan data struktur geologi dan selanjutnya dilakukan
analisis dengan bantuan software Dips (Gambar 4). Pada hasil plotting pada
streonet, terdapat kemungkinan longsor yang dapat terjadi yaitu wedge dan
toppling. Wedge Sliding memiliki kemungkinan longsor sebesar 6,65%, dimana
longsoran dapat terjadi apabila bidang diskontinuitas memiliki dua sumber rekahan
besar pada muka lereng yang saling berpotongan. Toppling Sliding memiliki
kemungkinan longsor sebesar 3,13 %, dimana longsor ini dapat terjadi apabila
terdapat bidang diskontinuitas yang tegak lurus terhadap muka lereng.
Gambar 4. Plot Kekar Streonet.
Pada pemerian klasifikasi Keputusan Menteri ESDM Nomor
1827/K/30/MEM/2018, tingkat keparahan longsor dapat diketahui dari nilai probabilitas
potensi longsor. Data pemerian potensi longsor yang dapat terjadi dapat dilihat pada
Tabel 7.
Tabel 7. Data Pemerian Potensi Longsor
Jenis Kelongsoran
Probabilitas (%)
Keparahan Longsor
Planar Sliding
0
-
Wedge Sliding
6,65
Tinggi
Toppling Sliding
3,13
Tinggi
b) Analisis Jenis Kelongsoran
Pada analisis menggunakan metode drawing contour secara 2D dengan
tujuan untuk melihat kenampakan sayatan dari longsor tersebut. Analisis tersebut
menunjukkan adanya jenis longsoran composite yaitu busur dan planar. Pada
bagian mahkota longsor terdapat dari garis permukaan menunjukkan adanya
penurunan kontur lereng secara signifikan, hal tersebut mengindikasikan
interpretasi terhadap longsor busur yang terjadi di lokasi penelitian. Pada bagian
mahkota lereng diasumsikan memiliki komposisi lereng yang didominasi oleh
material tanah lepas sehingga lapisan permukaan akan lebih mudah mengalami
perubahan akibat faktor eksternal. Pada bagian tubuh longsor, terlihat adanya
kondisi tubuh lereng yang tidak selaras dengan bentuk jenis longsoran busur. Hal
tersebut diasumsikan karena pada bagian tubuh lereng didominasi oleh material
yang lebih masif sehingga longsoran akan dapat membentuk longsoran planar.
Longsoran planar disebabkan karena batuan yang masif terdapat bidang
diskontinuitas yang tegak lurus terhadap arah muka lereng (Gambar 5).
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.783
Gambar 5. Sayatan Longsoran Daerah Penelitian.
c) Analisis Desain Kestabilan Lereng
Desain lereng yang dibuat merupakan bentuk overall slope, dengan asumsi
bahwa lereng dapat runtuh dengan bentuk rotasi dan campuran (composite).
Analisis desain lereng menggunakan data yang telah didapatkan dari analisis
balik dengan menggunakan pendekatan Generalized Hoek-Brown. Hasil analisis
desain lereng didapatkan nilai faktor keamanan >1,25 , dengan interpretasi bahwa
lereng aman secara temporal. Hasil desain ulang lereng longsoran didapatkan
nilai faktor keamanan (FK) sebesar 1,3. Nilai tersebut dirasa aman pada kondisi
lereng dan pertambangan saat ini. Hasil desain ulang lereng dapat dilihat pada
Tabel 8 dan Gambar 6.
Hasil analisis memberikan interpretasi bahwa lereng lebih tegak, dengan
interpretasi bahwa lereng yang tegak dapat meningkatkan produksi batubara. Semakin
banyak batubara diambil, maka peningkatan ekonomi akan semakin baik. Lereng dengan
komposisi material lepas cenderung memiliki lereng yang tidak tetap. Hal ini dikarenakan
material penyusun dapat terganggu oleh faktor eksternal seperti air hujan, getaran
kendaraan besar, dan iklim. Material disposal tambang tersusun dari berbagai tanah yang
dikeruk bersamaan dengan alat berat, sehingga dapat menyebabkan terbentuknya material
lempung karena air dapat mengendap dan terperangkap dalam tanah. Lempung dapat
menyebabkan terbentuknya bidang gelincir pada lereng. Oleh karena itu, lereng perlu
monitoring berkala untuk memastikan lereng tetap aman.
Tabel 8. Geometri Desain Lereng.
Deposit
Factor
of
Safety
Dump
Height
(m)
Bench
Height
(m)
Batter
Angle (o)
Berm
Width (m)
Overall
Slope
Angle (o)
Inter
Ramp
Angle
(o)
Block A
1,337
90
9,648
30
27,276
15
16
50
60
70
80
90
100
110
120
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250
ELEVASI (m)
JARAK (m)
SAYATAN LERENG
LERENG SETELAH LONGSOR LERENG SEBELUM LONGSOR
TIMUR
BARAT
Vol. 2, No. 1, pp. 1.772-1.785, January 2022
1.784 http://sostech.greenvest.co.id
Gambar 6. Desain Lereng.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil dari
empat log bor menunjukkan bahwa Rock Mass Rating (RMR) daerah tersebut didominasi
kategori II (dua) dengan interpretasi batuan baik dengan nilai perhitungan >60, sedangkan
hasil dari Geological Strength Index (GSI) menunjukkan hasil intact rock dengan
interpretasi batuan yang ada di daerah tersebut tergolong batuan massive. Kondisi batuan
yang ada di daerah penelitian tergolong baik sebagai batuan basement pada lereng.
Kondisi lereng saat penelitian dilakukan telah mengalami keruntuhan dan sebelum terjadi
keruntuhan diasumsikan lereng labil. Kondisi lereng labil selanjutnya dilakukan
pendekatan dengan metode back analysis untuk dapat mengetahui nilai parameter yang
mempengaruhi keruntuhan lereng. Kondisi lereng labil memiliki nilai faktor keamanan
(FK) sebesar 1,00. Mitigasi kestabilan lereng tambang terbuka dilakukan dengan cara
membuat desain ulang lereng yang memiliki nilai faktor keamanan >1,25. Keamanan
lokasi penelitian juga dapat dilakukan dengan memprediksi model kelongsoran yang
dapat terjadi selanjutnya dengan analisis kinematika bidang diskontinuitas di sekitar area
penelitian.
BIBLIOGRAFI
Arif, I. I. (2016). Geoteknik Tambang. Gramedia Pustaka Utama.
Askari, R., Rusydy, I., & Mutia, F. (2017). Studi Kestabilan Lereng Menggunakan
Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan
Lhoong, Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Teknik Kebumian, 1(1), 4549.
Bargawa, W. S. (2014). Kajian Lingkungan Hidup Strategis Sektor Pertambangan Studi
Kasus Pertambangan Batuan Basalt Di Kabupaten Banyumas. Prosiding Seminar
Nasional KebumianIX.
Halidin, A. (2018). Pembelajaran cinta lingkungan. Nusa Litera Inspirasi.
Hasan, B. M., & Heriyadi, B. (2020). Analisis Balik Kestabilan Lereng Tambang
Batubara Pit RTS-C Sisi Barat WUP Roto-Samurangau PT. Kideco Jaya Agung,
Kecamatan Batu Sopang, Kabupaten Paser, Provinsi Kalimantan Timur. Bina
Tambang, 5(1), 7484.
Hoek, E., Carter, T. G., & Diederichs, M. S. (2013). Quantification of the geological
strength index chart. 47th US Rock Mechanics/Geomechanics Symposium.
Kopa, R. (2021). Analisis Kestabilan Lereng Pada Rencana Lereng Akhir Penambangan
Analisis Kestabilan Lereng Tambang Terbuka Blok A Sisi
Timur Daerah Tanjung Lalang, Kecamatan Tanjung
Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
Baniarga Prabowo
1
, Hendy Setiawan
2
dan I Gde Budi Indrawan
2
1.785
Dengan Tinggi 55 m PT. Atika Tunggal Mandiri, Kecamatan Pangkalan Koto Baru,
Sumatera Barat. Bina Tambang, 6(4), 135142.
Kuswardani, I. F., & Anggraini, Y. I. (2021). Revisi UU Minerba Sebagai Tonggak Baru
Pertumbuhan Ekonomi Bangsa. Jurnal Teknologi Sumberdaya Mineral (JENERAL),
2(1), 16.
Maulidina, R. S. (2021). Analisis Pengaruh Volume Produksi Batubara, Nilai Tukar,
Inflasi Dan Produk Domestik Bruto Terhadap Volume Ekspor Batubara Indonesia
Tahun 1996-2019.
Noronha, E. M. D. C., & Arifianto, A. K. (2019). Analisis Penentuan Faktor Keamanan
Stabilitas Lereng Menggunakan Metode Fellinius Dan Bishop (Studi Kasus: Jl.
Mulyorejo, Kecamatan Ngantang Kabupaten Malang). EUREKA: Jurnal Penelitian
Teknik Sipil Dan Teknik Kimia, 3(1), 120130.
Nugroho, A. W., & Yassir, I. (2017). Kebijakan penilaian keberhasilan reklamasi lahan
pasca-tambang batubara di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, 14(2),
121136.
Pangemanan, V. G. M., Turangan, A. E., & Sompie, O. B. A. (2014). Analisis Kestabilan
Lereng Dengan Metode Fellenius (Studi Kasus: Kawasan Citraland). Jurnal Sipil
Statik, 2(1).
Purwandono, H. H. (2015). Petrofisik Batupasir Formasi Muara Enim Berdasarkan Data
Permukaan Di Daerah Talangberingin, Kabupaten Musirawas, Propinsi Sumatera
Selatan. Universitas Gadjah Mada.
Putra, N. D. (2021). Analisis Kestabilan Lereng Highwall Pit Timur PT Cipta Kridatama
Jobsite PT Kuansing Inti Makmur Kecamatan Jujuhan Kabupaten Bungo Provinsi
Jambi. Teknik Pertambangan.
Zakaria, Z. (2010). Model Starlet, suatu Usulan untuk Mitigasi Bencana Longsor dengan
Pendekatan Genetika Wilayah (Studi Kasus: Longsoran Citatah, Padalarang, Jawa).
Indonesian Journal on Geoscience, 5(2), 93112.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License