EFEKTIVITAS PENAMBAHAN DAUN KELOR PADA NUGGET CUMI-CUMI� UNTUK PENCEGAHAN STUNTING DI DESA PADANG KECAMATAN MANGGENG

Syahfitri 1 Desi Susanti 2

Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Teuku Umar, Indonesia1

Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar, Indonesia2

[email protected] 1, [email protected] 2

 

 

Diterima:

26 Januari 2022 Direvisi:

15 Februari 2022 Disetujui:

15 Februari 2022

Abstrak

Stunting merupakan masalah gizi kronis yang terjadi karena asupan zat gizi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur. Untuk itu diperlukan makanan yang bergizi untuk pencegahan stunting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan daun kelor terhadap tingkat kesukaan nugget cumi-cumi. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dengan komposisi perlakuan yang diberikan terdiri dari empat taraf yaitu Ac (tanpa penambahan daun kelor ), A1 (cumi-cumi 100 g + daun kelor 10 g), A2 (cumi-cumi 150 g + daun kelor 20 g) dan A3 (cumi-cumi 200 g + daun kelor 30� g). pengujian ini dilakukan oleh panelis yang berjumlah 20 orang terdiri dari kader posyandu dan Tim penggerak PKK. Parameter yang di uji adalah uji organoleptik meliputi rasa, aroma, tekstur, dan warna. Penelitian ini dianalisis menggunakan analisis varian ANOVA. Hasil penelitian terbaik berdasarkan parameter adalah formulasi A1 (10 gram daun kelor dan 100 gram cumi - cumi) dengan karakteristik rasa gurih (4.70), aroma daging cumi-cumi dapat tercium (4.55), tekstur padat, sangat kompak dan kenyal (4.25), dan� warna hijau menarik (4.30), perlakuan tersebut berbeda nyata lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya

Kata kunci : Cumi � Cumi, Daun Kelor, Nugget, Stunting.

 

Abstract

Stunting is a chronic nutrional problem that occurs due to insufficient intake of nutrients in the long term. This cauces growth disorders characterized by height that is not in accordance with age. For this reason, nutritious food is needed to prevent stunting.. The purpose of this study was to determine the effect of adding mringa leaves to the level of preference for squid nuggets. The research method used was an axperiment wit the formulation of the treatment given consisting of four levels, namely Ac (without with the formulation of the treatment given consisting f four levels, namely Ac (without the addition of Moringa leaves), A1 (100 g squid + 10 g Moringa leaves), A2 (150 g squid + 20 g Moringa leaves). ) and A3 (squid 200 g + Moringa leaves 30 g). This test was carried out by a panel of 20 people consisting of posyandu cadres and the PKK driving team. The parameters tested were organoleptic tests including taste, aroma, texture, and color. This study was analyzed using ANOVA analysis of variance. The best research results based on parameters were the A1 formulation (10 grams of Moringa leaves and 100 grams of squid) with a savory taste characteristic (4.70), the aroma of squid meat could be smelled (4.55), dense texture, very compact and chewy (4.25), and an attractive green color (4.30)

Keywords : Moringa Leaves, Nuggets, Stunting, Squid



PENDAHULUAN

 

Masalah gizi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi dunia, terutama di negara-negara miskin dan berkembang seperti Indonesia termasuk di provinsi Aceh (Putri, 2017). Masalah gizi umumnya sering terjadi pada balita dan ibu hamil, salah satunya adalah prevalensi stunting. Stunting merupakan masalah gizi kronis yang terjadi karena asupan zat gizi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan yang ditandai dengan tinggi badan yang tidak sesuai dengan umur. Stunting dapat terjadi mulai dari janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016). Konsekuensi akibat stunting dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada masa balita, rendahnya fungsi kognitif psikologis pada masa sekolah. Stunting juga dapat merugikan kesehatan jangka panjang dan pada saat dewasa dapat mempengaruhi produktifitas kerja, resiko kegemukan dan memicu penyakit sindrom metabolic, hiperensi, jantung koroner, stroke, dan diabetes militus tipe 2 (World Health Organization, 2014). Berdasarkan hasil survei Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS 2018) kasus stunting secara nasional mencapai 30,8% dari keseluruhan jumlah balita Di Indonesia. Provinsi Aceh� termasuk kelompok provinsi dengan angka kejadian stunting 37,3% pada balita. Data tahun 2021 menunjukkan bahwa terdapat disparatis yang sangat tinggi pada beberapa kabupaten yang berada di lingkup Provinsi Aceh prevalensi stunting melebihi angka rata-rata provinsi. Dari 21 kabupaten/kota, diantaranya Kabupaten Aceh Barat Daya khususnya di Kecamatan Manggeng, Desa Padang terdapat 3 dari 10 anak mengalami stunting. Pemberian makanan yang kaya akan kandungan protein pada ibu hamil dan balita merupakan salah satu cara untuk pencegahan stunting.

Cumi-cumi merupakan salah satu hewan laut jenis seafood yang memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu protein berkisar (15-20%), mineral, natrium, kalium, fosfor, kalsium, magnesium, dan selenium. Cumi-cumi juga merupakan sumber vitamin seperti vitamin B1 (tiamin), B2 (ribofavin), B12, niasin, asam folat, dan vitamin larut lemak (A, D, E, K) (Ensminger dkk, 1995). Menurut hasil penelitian (Agusandi, Supriadi, & Lestari, 2013) Cumi-cumi mengandung protein 16,1 g,� energy sebesar 75 kilokalori, karbohidrat 0,1 g, lemak 0,7 g, kalsium 32 mg, fosfor 200 mg, dan zat besi 1,8 mg. kandungan mineral seperti fosfor dan kalsium yang baik bagi pertumbuhan tulang anak-anak. Selain itu daging cumi-cumi memiliki keunggulan� dibandingkan dengan hewan hasil laut lainnya yaitu tidak ada tulang belakang, mudah dicerna, memiliki rasa dan aroma yang khas, serta mengandung semua jenis asam amino esensial yang diperlukan oleh tubuh antara lain : leusin, lisin, dan fenilalanin (Jumiati, Ratnasari, & Sudianto, 2019). Untuk meningkatkan pemanfaatan cumi - cumi sebagai makanan pencegah stunting, maka perlu dicampur bahan lain, salah satu bahan yang potensial sebagai makanan pencegah stunting adalah daun kelor.

Daun kelor memiliki kandungan gizi yang tinggi, Dalam setiap 100 gram daun kelor mengandung 82,0 kalori; 6,7 g protein; 1,7 g lemak; 14,3 g karbohidrat; 440,0 mg kalsium; 70,0 mg fosfor; 7,0 mg zat besi; 11.300,0 SI vitamin A; 0,21 mg vitamin B1; 220,0 mg vitamin C; dan 75,0 g air, bagian yang dapat dimakan (bbd) sebesar 65% (Rukmana, 2005). Daun kelor digunakan sebagai bahan pangan untuk mengatasi masalah kekurangan gizi pada anak-anak dan ibu hamil dalam upaya untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh(Rahayu & Nurindahsari, 2018). Salah satu yang paling menonjol dari kandungan tanaman kelor yaitu antioksidan, kandungan antioksidan sangat diperlukan oleh tubuh untuk menjaga sistem kekebalan dan imun tubuh agar terhindar dari penyakit. Kandungan antioksidan kelor terdapat pada daunnya yaitu tanin, steroid, triterpenoid, flavonoid, saponin, antarquinon, dan alkaloid (Kasolo et al, 2010, dalam Hardiati, 2015).

Pembuatan nungget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor (Moringa oleifera) merupakan modifikasi terbaru sebagai salah satu cara penganekaraman pangan makanan untuk pemenuhan gizi pada anak balita maupun ibu hamil. Nugget merupakan makanan ringan yang disukai oleh anak-anak memiliki kandungan kalsium dan protein tinggi. Tujuan pembuatan nungget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor adalah sebagai pemenuhan gizi pada batita, balita dan ibu hamil. Dibutuhkan komposisi yang tepat untuk menghasilkan nuget cumi - cumi yang dusukai oleh anak - anak dan ibu hamil, namun belum ada penelitian yang menemukan komposisi yang tepat dalam pembuatan nuget cumi - cumi yang dicampur dengan daun kelor. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang efektifitas penambahan daun kelor pada nuget cumi - cumi sebagai makanan pencegahan stunting, sehingga kejadian stunting di desa Padang dapat diatasi dan angka kejadian stunting di Kabupaten Aceh Barat Daya menurun.

 

 

METODE PENELITIAN

 

Lokasi Penelitian

Pembuatan nugget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor dilakukan di posko pencegahan stunting di Desa Padang Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya pada bulan November 2021.

 

Metode

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yang melibatkan kader posyandu dan tim penggerak PKK sebagai panelis panelis sebanyak 20 orang.� Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 2 faktor yaitu jumlah cumi-cumi dan jumlah daun kelor. sehingga didapatkan 4 kombinasi perlakuan setiap perlakuan dilakukan 5 kali pengulangan sehingga diperoleh 20 satuan percobaan. Teknik Pengumpulan Data dalam penelitian ini antara lain dengan uji hedonik menggunakan 5 skala penlaian yaitu : (Sangat suka: 5), (Suka: 4), (Netral: 3), (kurang suka: 2), (tidak suka:1) meliputi rasa, aroma, warna, dan tekstur. Data dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA). Perhitungan data tersebut dianalisis menggunakan program SPSS.

 

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan untuk membuat nugget cumi-cumi meliputi wadah plastik, pengaduk, wajan, sutel, talenan, sendok, panci, kompor gas, pisau, loyang stainless, timbangan analitik, blender, dan kuesioner uji organoleptik.

Bahan yang digunakan untuk pembuatan nuggets adalah daun kelor yang segar yang diperoleh dari pekarangan rumah di desa Padang Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya. Cumi-cumi diperoleh dari pasar ikan di Desa Padang Kecamatan Manggeng Kabupaten Aceh Barat Daya. bahan lainnya yaitu 200 gram tepung tapioka, 200 gram tepung terigu, 500 gram tepung panir, 5 siung bawang putih, 3 butir telur, 1 sdm garam, 1 sdm kaldu bubuk, 1 sdm gula pasir, 1 sdm lada bubuk dan 200 ml air.


 

Tabel 1. Komposisi pembuatan nugget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor

Bahan

Perlakuan

Ac

A1

A2

A3

Cumi-cumi

150 g

100 g

150 g

200g

Daun Kelor

0 g

10 g

20 g

A3

Tepung Terigu

50 g

50 g

50 g

50 g

Mizena

20 g

20 g

20 g

20 g

Bawang Bombay

25 g

25 g

25 g

25 g

Gula

� sdt

� sdt

� sdt

� sdt

Garam

� sdt

� sdt

� sdt

� sdt

Lada Bubuk

� sdt

� sdt

� sdt

� sdt

Margarin

1sdm

1sdm

1sdm

1sdm

Bawang Putih

2 Siung

2 Siung

2 Siung

2 Siung

Air

200ml

200ml

200ml

200ml

Telur Ayam

2 Butir

2 Butir

2 Butir

2 Butir

Tepung Panir

1 Bungkus

1 Bungkus

1 Bungkus

1 Bungkus

Daun Salam

2 Lembar

2 Lembar

2 Lembar

2 Lembar

Serai

1 Batang

1 Batang

1 Batang

1 Batang

Sumber: Modifikasi dari Andriani dan Wirjatmadi (2012) dan Rustaman (2015)

 

Proses Pembuatan Nungget Cumi Daun Kelor

Yang pertama, bahan untuk pembuatan nugget yang terdiri dari cumi-cumi dan daun kelor dibersihkan dan ditimbang sesui dengan perlakuan , Ac(150 g cumi + 0 g daun kelor ), A1(100 g cumi + 10 gram daun kelor), A2(150 g cumi + 20 gram daun kelor), A3(200 g cumi + 30 gram daun kelor), dan A4(220 g cumi + 40 gram daun kelor).Bahan yang telah dibersihkan dimasukkan kedalam blender beserta bumbu-bumbu sesuai perlakuan yaitu, (bawang putih 2 siung, bawang Bombay 25g, gula � sdt, garam � sdt, dan lada bubuk � sdt) lalu tambahkan air 200ml.

Selanjutnya daun kelor dimasukkan kedalam alat pemotong untuk pengecilan ukuran.� Masukkan kedalam food processor cumi-cumi yang yang telah di potong-potong fillet beserta, bawang putih, lada bubuk, garam dan gula lalu tambahkan air sesui dengan perlakuan. Kemudian campurkan semua bahan yaitu cumi-cumi yang telah diblender, tepung terigu, tepung maizena dan daun kelor lalu aduk hingga merata.

Masukkan adonan kedalam loyang stainless yang telah diolesi margarin lalu kukus selama 30 menit. Proses pengukusan menggunakan air yang telah di tambahkan dengan daun salam dan batang serai.Cetak nugget sesui selera, celupkan kedalam telur kocok, lalu baluri dengan tepung panir.Goreng hingga coklat keemasan dan nugget siap disajikan.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Penilaian organoleptik terhadap nugget cumi-cumi dengan jumlah penambahan daun kelor yang berbeda pada setiap perlakuannya dilakukan oleh 20 orang panelis agak terlatih untuk pengujian� mutu produk yang dihasilkan. Uji organoleptik atau uji indra merupakan cara pengujian dengan menggunakan indera manusia sebagai alat utama untuk pengukuran daya penerimaan terhadap suatu produk. Dalam penelitian bahan pangan, sifat yang menentuan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat sensorinya. Indera yang digunakan dalam menilai sifat sensori adalah indera perasa, indera peraba, indera penglihatan, dan indera peciuman. Sedangkan kuesioner merupakan alat bantu berupa daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang (responden) yang akan diukur (Ningrum, 2017). Hasil uji organoleptik merupakan hasil pengujian yang dilakukan untuk mengetahui penerimaan masyarakat terhadap produk nugget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor (Muliawati, 2015). Uji organoleptic bertujuan untuk mengetahhui tingkat kesukaan suatu produk berdasarkan parameter rasa, aroma, tekstur dan warna.

Table 1. Hasil uji hedonik nugget cumi daun kelor

Perlakuan

Parameter

Rasa

Aroma

Tekstur

Warna

Keseluruhan

Ac (150 g CC + 0 g DK)

3.95c

4.05b

3.75b

3.75c

3.68

A1(100 g CC + 10 g DK)

4.70d

4.55c

4.25d

4.30d

3.38

A2 (150 g CC + 20 g DK)

3.35b

2.50a

3.50b

3.15b

3.55

A3 (200 g CC + 30 g DK)

2.75a

2.45a

2.70a

2.15a

3.33

Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris (abc) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Sumber: Olahan data SPSS

 

Nilai Rasa

Hasil nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma nugget cui-cumi dengan penmbahan tepung labu dapat dilihat pada tabel 2.

Table 2. hasil uji hedonik rasa nugget cumi dengan penambahan daun kelor

Perlakuan

Rata-rata

Ac

3.95c

A1

4.70d

A2

3.35b

A3

2.75a

Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris (abc) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

�Sumber: Olahan data SPSS

 

Rataan hasil uji hedonik nugget yang berbahan dasar cumi-cumi dan daun kelor dapat dilihat pada Tabel 3. Pada Tabel tersebut terlihat bahwa perlakuan A1 yaitu (100 gram cumi + 10 gram daun kelor) berpengaruh nyata lebih tinggi� (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Yohana (2016) (dalam Aliyah, 2019) menyatakan bahwa rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan keputusan akhir konsumen untuk menerima atau menolak suatu produk pangan. Fortifikasi nugget cumi-cumi Ac & A2 memiliki nilai yang masih bisa diterima oleh responden karena persentasenya yang sedikit, Sehingga tidak signifikan mempengaruhi rasa. Hasil tersebut menggambarkan bahwa semakin tinggi jumlah penambahan daun kelor semakin menurunkan tingkat kesukaan responden terhadap rasa nugget. Hal ini dapat dilihat pada pelakuan A3 dengan jumlah konsentrasi penambahan daun kelor sebanyak 30 gram terjadi penurunan daya� terima terhadap nugget. Penambahan jumlah daun kelor berpengaruh terhadap rasa nugget disebabkan kelor mengandung tannin yang menimbulkan rasa sepat karena terjadi penggumpalan protein yang melapisi rongga mulut dan lidah, atau karena terjadi penyamakan pada lapisan mukosa mulut sehingga menimbulkan rasa sepat (Muchtadi, dkk., 2011) Tanin banyak dijumpai di alam yang terdapat pada bagian tumbuhan khususnya tanaman di daerah tropis pada daun dan kulit kayu. Tanin dapat menyebabkan rasa sepat karena saat dikonsumsi akan terbentuk ikatan silang antara tanin dengan protein atau glikoprotein di rongga mulut sehingga menimbulkan perasaan kering dan berkerut (jamriati (dalam Wijayanti, 2016). Foild et al. (2007) dalam (dalam Wijayanti, 2016), menambahkan bahwa kandungan tanin dalam daun kelor sebanyak 1,4%.

 

Nilai Aroma

Hasil nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma nugget cui-cumi dengan penmbahan daun kelor dapat dilihat pada tabel 4.

 

 

Table 4. hasil uji hedonik rasa nugget cumi dengan penambahan daun kelor

Perlakuan

Rata-rata

Ac

4.05b

A1

4.55c

A2

2.50a

A3

2.45a

Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris (abc) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Aroma merupakan penilaian bau yang dilakukakan oleh indra penciuman yaitu hidung. Menurut Hadi dan Siratunnisak (2016) aroma dalam suatu produk makanan merupakan faktor yang penting dalam menentukan tingkat penentuan konsumen pada penentuan kelezatan bahan makanan, biasanya seseorang dapat menilai lezat atau tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang ditimbulkan.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapatkan aroma yang paling disukai oleh panelis tim penggerak PKK dan para kader posyandu adalah pada perlakuan A1 (100gram + daun kelor 10gram) dengan nilai rata-rata yaitu (���� 4.55) memiliki kriteria aroma cumi-cumi yang gurih, perlakuan tersebut berbeda nyata lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan A2 (150 gram+daun kelor 20 gram) dan A3 (200 gram+daun kelor 30 gram) dengan nilai rata-rata terendah yang memiliki kriteria aroma daun kelor sangat terasa. hal ini menunjukkan bahwa jumlah daun kelor dengan proporsi yang sesuai pada 10 gram (A1) dapat menghasilkan aroma yang baik sehinnga banyak disukai oleh panelis. Apabila semakin banyak jumlah penambahan daun kelor yang ditambahkan akan menyebabkan aroma daging cumi-cumi dan bahan tambahan yang digunakan semakain hilang. Hal ini disebabkan oleh daun kelor mengandung enzim lipoksidasea yang memiliki aroma tajam yang khas (Krisnadi, 2012). Sebagaimana menurut Fellows (1990) sayuran berwarna hijau yang mengandung minyak atsiri dan enzim lipoksidasea yang menyebabkan aroma lungu yang tidak enak.

 

Nilai Tekstur

Hasil nilai rata-rata uji organoleptik terhadap tekstur nugget cumi-cumi dengan penambahan tepung labu dapat dilihat pada tabel 5.

Table 5. hasil uji hedonik rasa nugget cumi dengan penambahan daun kelor

Perlakuan

Rata-rata

Ac

3.75b

A1

4.25d

A2

3.50b

A3

2.70a

Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris (abc) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Sumber: olahan data SPSS

 

Hasil analisis sidik ragam yang tercantum pada tabel 5 menunjukan bahwa penambahan daun kelor terhadap nugget berpengaruh nyata terhadap tekstur. Nilai rata-rata tekstur nugget cumi-cumi dengan penambahan daun kelor tertinggi terdapat pada perlakuan A1 (4.25) yang memiliki kriteria terkstur yang padat, kenyal, dan gurih. Hal ini menunjukkan bahwa campuran cumi-cumi� sebanyak 100-10 gram dengan daun kelor 10 gram merupakan perlakuan terbaik sehingga konsumen menyukai testur nugget cumi-cumi. Sedangkan rata-rata terendah tekstur nugget terdapat pada perlakuan A3 (2.70) dengan kriteria kurang padat, Kurang kenyal dan kurang gurih.� Hal ini disebabkan oleh suatu produk berkaitan dengan kadar air. Tekstur makanan merupakan ciri suatu bahan makanan sebagai akibat perpaduan dari beberapa sifat fisik yang meliputi ukuran, bentuk, jumlah, dan unsur-unsur pembentukan bahan yang dapat dirasakan oleh indera mulut dan penglihatan (Midayanto & Yuwono, 2014)

 

Nilai Warna

Hasil nilai rata-rata uji organoleptik terhadap aroma nugget cui-cumi dengan penmbahan daun kelor dapat dilihat pada tabel 4.

Table 6. hasil uji hedonik nugget cumi daun kelor

Perlakuan

Rata-rata

Ac

3.75c

A1

4.30d

A2

3.15b

A3

2.15a

Keterangan : Nilai dengan superskrip yang berbeda pada baris (abc) menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Sumber: olahan data SPSS

 

Berdasarkan hasil uji hedonik menggunakan tabel ANOVA dapat diketahui bahwa nilai terbaik untuk optimasi warna adalah sampel dengan perlakuan A1 (100 gram cumi-cumi+10 gram daun kelor) perlakuan tersebut mempunyai nilai optimasi tertinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penambahan daun kelor berpengaruh terhadap warna karena kandungan klorofil zat warna pada daun kelor lepas pada saat proses pemanasan. Daun kelor mengandung klorofil (zat warna hijau daun) dengan konsentrasi tinggi. Kandungan klorofil dalam daun kelor kering sebanyak 162 mg per 8 gram. Dengan demikian didalam 30 gram ekstrak daun kelor terdapat 4.860 mg atau 4,9 gram klorofil (Krisnadi, 2015). (Nasrullah, Husain, & Syahrir, 2020) mengatakan jika pemanasan hingga suhu hingga suhu 500C belum menyebabkan degradasi yang signifikan terhadap klorofil. Pada pemanasan 60-900C mulai terjadi degradasi yang signifikan. Pada suhu 60-700C terjadi degradasi klorofil karena lepasnya molekul klorofil. Dengan demikian jumlah proporsi daun kelor 40 gram (A3) menjadi alasan panelis kurang menyukai warna dari nugget. Warna merupakan salah satu atribut sensori yang dinilai dengan indra penglihatan. Winarno (1992) (dalam Sidi, Widowati, & Nursiwi, 2014) menyatakan warna merupakan karakteristik utama dari suatu produk. Hampir 60% penerimaan terhadap suatu produk ditentukan oleh warna warna suatu produk dapat menyebabkan seseorang menerima atau sebaliknya. Produk tersebut memberikan kenyamanan atau ketidaknyamanan, bahkan bisa mempengaruhi nafsu makan.

Desa Padang Kecamatan Manggeng memiliki sumber daya alam yang melimpah baik itu nabati maupun hewani (cumi-cumi dan daun kelor) dapat berpotensi menjadi peluang untuk mensejahterakan masyarakat sekaligus penurunan angka kejadian stunting. potensi ini yan menjadi dasar peneliti untuk melakukan pengabdian di desa padang dalam bentuk pengembangan industri kuliner rumahan yang berasal dari cumi dan daun kelor berupa nugget.. Produk olahan ini dapat dipasarkan untuk meningkatkan status ekonomi keluarga atau dikosumsi untuk memperbaiki status gizi. Masyarakat juga perlu memahami pentingnya protein dan kandungan gizi lainnya yang terdapat dalam nugget sebagai salah satu cara memperbaiki gizi.

Setelah dilakukan uji organoleptik nugget cumi-cumi dan daun kelor didapatkan bahwa nugget cumi-cumi dengan daun kelor dapat diterima oleh panelis kader posyandu dan tim penggerak PKK dapat di terima. dan para kader tertarik untuk mengembangkan produk ini karena dapat berpotensi sebagai makanan bergizi dan dipasarkan untuk meningkatkan ekonomi keluarga.

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan daun kelor terhadap nugget cumi-cumi berpengaruh nyata terhadap nilai uji organoleptik nugget. Kemudian, formulasi terbaik dengan nilai rata-rata tertinggi nugget cumi daun kelor yaitu pada perlakuan A1 dengan komposisi 10 gram daun kelor dan 100 gram cumi - cumi.

 

DAFTAR PUSTAKA

Agusandi, Agusandi, Supriadi, Agus, & Lestari, Shanti Dwita. (2013). pengaruh penambahan tinta cumi-cumi (Loligo sp) terhadap kualitas nutrisi dan penerimaan sensoris mi basah. Jurnal Fishtech, 2(1), 22�37.

Aliyah, Q. (2019). Penggunaan gum arab sebagai bulking agent pada pembuatan minuman serbuk instan labu kuning dengan menggunakan metode Foam Mat Drying. EDUFORTECH, 4(2).

Ensminger, A. H. M. E. Ensminger, J. E. Konlande, And J. R. K. Robson. (1995). The Concise Encyclopedia Of Foods And Nutrion. Boca Raton: CRC Press.

Fellows, P. (1990). Food Processing Technologi: Principal and Practice. New York: Elis Harwood.

Jumiati, J., Ratnasari, D., & Sudianto, A. (2019). Pengaruh Penggunaan Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) Terhadap Mutu Kerupuk Cumi (Loligo sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 11(1), 55�61.

Krisnadi, A. D. (2012). Kelor Super Nutrisi. Retrieved November 10, 2013, from Kelorina website: http://kelorina.com

Krisnadi, A. D. (2015). Kelor Super Nutrisi. Kunduran Blora: Moringa Indonesia.

Midayanto, Dedy Nur, & Yuwono, Sudarminto Setyo. (2014). Penentuan Atribut Mutu Tekstur Tahu Untuk Direkomendasikan Sebagai Syarat Tambahan Dalam Standar Nasional Indonesia [in Press Oktober 2014]. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 2(4), 259�267.

Muliawati. (2015). Dalam jurnal Pembuatan Nugget Jamur Merang. Riau: Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Nasrullah, Nasrullah, Husain, Halimah, & Syahrir, Muh. (2020). Pengaruh Suhu Dan Waktu Pemanasan Terhadap Stabilitas Pigmen Antosianin Ekstrak Asam Sitrat Kulit Buah Naga Merah (Hylocereus polyrizus) Dan Aplikasi Pada Bahan Pangan. Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia Dan Pendidikan Kimia, 21(2), 150�162.

Ningrum, Lestari. (2017). How The Panelists Votes Chicken Ballotine With Analog Chicken Turkey and Duck. International Journal of Innovative Science and Research Technology, 2(4).

Putri, Bella Anisa. (2017). KERJASAMA PEMERINTAH INDONESIA-UNICEF (UNITED NATIONS INTERNATIONAL CHILDREN�S EMERGENCY FUND) DALAM MENGATASI GIZI BURUK PADA ANAK-ANAK DI NTT. PERPUSTAKAAN.

Rahayu, T. B., & Nurindahsari, Y. A. W. (2018). Peningkatan status gizi balita melalui pemberian daun kelor (Moringa oleifera).

Sidi, Nurila Ciptaning, Widowati, Esti, & Nursiwi, Asri. (2014). Pengaruh Penambahan Karagenan pada Karakteristik Fisikokimia dan Sensoris Fruit Leather Nanas (Ananas Comosus L. Merr.) dan Wortel (Daucus Carota). Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 3(4).

Wijayanti, Sandya Sari. (2016). Pengaruh Jumlah Susu Skim dan Daun Kelor (Moringa oleifera) Terhadap Sifat Organoleptik dan Kecepatan Meleleh Es Krim. Jurnal Tata Boga, 5(3).

World Health Organization (WHO). (2014). WHA global nutrition targets 2025 : Stunting policy brief. Geneva: WHO.


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License