Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)

Volume 2, Number 4, April 2021

p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155


PENERAPAN LEAN HOSPITAL PADA PELAYANAN� UNIT GAWAT DARURAT DI RSUD BAYU ASIH KABUPATEN PURWAKARTA

Apnaria Liana Wati 1, Muhardi 2, Harits Nu�man3

Magister Manajemen, Universitas IsIam Bandung, Indonesia 1,2,3

[email protected]1, [email protected]2, [email protected]3

 

Diterima:

26 Maret 2022

Direvisi:

8 April 2022

Disetujui:

14 April 2022

 

Abstrak

Instalasi Gawat Darurat (IGD) adalah unit di rumah sakit yang berfungsi sebagai pintu masuk pasien dengan keadaan darurat. Pasien yang dirawat di ruang gawat darurat rumah sakit tentunya membutuhkan pertolongan yang cepat dan tepat, sehingga perlu adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat. Unit gawat darurat yang terlalu padat dan tingkat hunian rumah sakit yang tinggi dapat menyebabkan pasien menumpuk di area unit gawat darurat. Permasalahan yang sering dihadapi adalah proses menunggu pasien di IGD yang terlalu lama, seperti yang terjadi di IGD RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta. Lean adalah sistem manajemen yang berfokus sepenuhnya pada efisiensi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan Lean Hospital dalam pelayanan gawat darurat yang sesuai dengan prinsip lean hospital serta untuk mengidentifikasi dan mengidentifikasi waste dan value add yang ada. Jenis penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan penelitian tindakan. Informan dipilih secara non-probabilitas dengan menggunakan teknik purposive sampling. Kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan metode analisis Lean. Hasil penelitian menunjukkan bahwa identifikasi waste adalah waste waiting dengan nilai tambah sebesar 23,68%, rasio added value �to non added value �activities kurang dari 30%. Perbaikan yang diusulkan melalui pendekatan lean membuktikan perbaikan dalam waste waiting.

�� Kata kunci: Rumah Sakit Lean, Unit Gawat Darurat, Limbah, nilai tambah

 

Abstract

An emergency department (ED) is a unit in a hospital that acts as the entrance for patients with emergencies. Patients who are admitted to the hospital emergency room certainly need fast and precise help, so there is a need for standards in providing emergency services. Overcrowded emergency units and high hospital occupancy rates can cause patients to accumulate in the emergency unit area. The problem that is often faced is the process of waiting for patients in the ED that is too long, as happened in the IGD RSUD Bayu Asih, Purwakarta district. Lean is a management system that focuses entirely on efficiency. The purpose of this study was to determine the application of Lean Hospital in emergency services in accordance with the principles of lean hospital and to identify and identify existing waste and value add.. This type of research is qualitative with an action research approach. Informants were selected by non-probability using purposive sampling technique. Then the data is processed using the Lean analysis method. The results showed that the identification of waste is waste waiting with a value add of 23.68%, the ratio of added value �to non added value �activities is less than 30%. The proposed improvement through a lean approach proves an improvement in waste waiting.

Keywords: Lean Hospital, Emergency Department, Waste, added value



 

PENDAHULUAN

 

Instalasi gawat darurat (IGD) adalah unit di rumah sakit sebagai pintu masuk pasien dengan kegawatdaruratan. IGD adalah salah satu unit di rumah sakit yang harus dapat memberikan pelayanan darurat kepada masyarakat yang menderita penyakit akut dan mengalami kecelakaan, sesuai dengan standar (Fatmawati, 2021). Pelayanan gawat darurat merupakan pelayanan yang dapat memberikan tindakan yang cepat dan tepat pada seorang atau kelompok orang agar dapat meminimalkan angka kematian dan mencegah terjadinya kecacatan yang tidak perlu. Upaya peningkatan pelayanan gawat darurat ditujukan untuk menunjang pelayanan dasar, sehingga dapat menanggulangi pasien gawat darurat baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam keadaan bencana.

Unit darurat yang penuh sesak dan tingkat hunian rumah sakit yang tinggi dapat menyebabkan pasien menumpuk di daerah unit darurat dan menciptakannya sebagai tempat menunggu sementara pasien rawat inap (Standar Akreditasi Rumah Sakit, 2018). Mengelola alur berbagai pasien selama menjalani asuhannya masing-masing menjadi sangat penting untuk mencegah penumpukan yang selanjutnya mengganggu waktu pelayanan dan akhirnya juga berpengaruh terhadap keselamatan pasien (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017). Dengan demikian, rumah sakit harus menetapkan standar waktu berapa lama pasien di unit darurat dan di unit intermediate, kemudian harus ditransfer ke unit rawat inap rumah sakit. Diharapkan rumah sakit dapat mengatur dan menyediakan tempat yang aman bagi pasien.

Pengelolaan yang efektif terhadap alur pasien (seperti penerimaan, asesmen dan tindakan, transfer pasien, serta pemulangan) dapat mengurangi penundaan asuhan kepada pasien. Monitoring dan perbaikan proses ini merupakan strategi yang tepat dan bermanfaat untuk mengatasi masalah (Saputri, 2018).

IGD merupakan salah satu departemen yang sering mendapatkan keluhan tentang mutu pelayanan. Salah satu bentuk mutu pelayanan yang sering dikeluhkan masyarakat adalah waktu tunggu. Waktu tunggu dokter adalah waktu dari pasien daftar sampai dengan diperiksa oleh dokter. Waktu tunggu rawat inap adalah Waktu tunggu pasien masuk rawat inap ≤ 6 jam adalah waktu sejak pasien dinyatakan dirawat sampai dengan registrasi masuk rawat inap. Waktu tunggu yang lama berisiko menurunkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan.

Konsep Lean mulai muncul tahun 1950-an, dan diadaptasi oleh banyak perusahaan untuk meningkatkan added value �(nilai tambah) dan meminimalisir waste (pemborosan) yang terjadi dalam industri (Komariah, 2022). Melalui� sistem� pendekatan�� dalam peningkatan quality, safety dan efficiency. Minimalisasi waste, yang biasa disebut dengan pemborosan, dalam pelayanan kesehatan bergantung pada output dan flow. Poin-poin dalam output adalah proses yang salah, overproduction, delay dan luasnya rentang variasi permintaan, sedangkan yang termasuk dalam flow adalah waktu tunggu, duplikasi dalam proses, pekerjaan

Bagi rumah sakit, prinsip Lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan, meningkatkan efisiensi dan operasional response time. Selain itu bertujuan untuk menemukan dengan cepat masalah yang sedang atau akan terjadi dan melakukan perbaikan secara berkelanjutan serta menciptakan lingkungan yang konsisten dan stabil (Maulid, 2017).

Lean diartikan sebagai kurus (ramping). Lean didefinisikan sebagai seperangkat peralatan (tools set), sistem manajemen dan metodologi yang dapat mengubah rumah sakit dalam mengatur dan mengelola sehingga mengurangi kesalahan, mengurangi waktu tunggu, menghilangkan semua hambatan dan mendukung kegiatan dokter dan karyawan yang bertujuan meningkatkan kualitas pelayanan dan perawatan pasien (Graban, 2016). Lean adalah suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value adding activities) melalui peningkatan terus-menerus secara radikal (radikal continuous activities) dengan cara mengalirkan produk (material, work-in-process, output) dan informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan eksternal untuk mengejar keunggulan dan kesempurnaan. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, maka fokus Lean adalah pada peningkatan terus-menerus customer value melalui identifikasi dan eliminasi aktivitas- aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah yang merupakan pemborosan (waste).

Hal paling sederhana dan paling elegan mengenai Lean, yang berasal dari budaya Toyota menurut (M Graban, 2016) dalam buku Lean Hospital edisi ketiga, terdiri dari dua bagian yang pertama adalah total elimination of waste, pemborosan, muda atau waste merupakan segala aktivitas yang tidak membantu proses penyembuhan terhadap pasien. Semua pemborosan harus dihilangkan atau diminimalisasi agar dapat menekan biaya rumah sakit, meningkatkan kepuasan pasien serta meningkatkan keselamatan pasien dan pegawai. �Contoh pemborosan yang sering terjadi di rumah sakit adalah sebagai berikut, waktu tunggu pasien untuk diperiksa dokter, waktu tunggu pasien untuk tahap berikutnya, adanya kesalahan yang membahayakan pasien dan pergerakan yang tidak perlu, contohnya letak apotek dan kasir yang jauh.

Yang kedua adalah respect of people, respect yang dimaksud dalam Lean adalah memotivasi pegawai agar melaksanakan pekerjaan menjadi lebih baik dan konstruktif (Poksinska et al., 2013). Menghormati orang mengacu pada bagaimana pemimpin berkomitmen dan mempercayai karyawannya untuk membantu memecahkan masalah dan mengurangi pemborosan, memotivasi karyawan untuk lebih peduli pada pasien dan lingkungan rumah sakit tanpa membuat mereka merasa terpaksa, dan membangun kerjasama antara karyawan pelaksana dan manajemen sehingga ada Tidak ada anggapan bahwa manajemen mengatur sistem, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan sedangkan pegawai pelaksana hanya menjalankan tugasnya (Restudana & Darma, 2022).

Konsep kunci dari Lean thinking adalah value. Value adalah kemampuan untuk memberikan produk atau layanan yang memang konsumen inginkan dengan waktu minimal saat konsumen mulai meminta suatu produk atau layanan hingga layanan itu diberikan dengan harga yang pantas (Womack & Jones, 2015). Value dalam hal ini berdasarkan perspektif pasien dan didapatkan dengan menghilangkan waste (Dewi, 2018).

Waste dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang tidak membantu pasien atau tidak bernilai dalam proses pengobatannya (Mark Graban & Toussaint, 2018). Waste adalah segala hal yang tidak berguna (kegiatan yang tidak bernilai tambah) dalam sebuah proses aktivitas dan harus disingkirkan. 80% atau lebih dari waktu yang dihabiskan pada proses pelayanan kesehatan adalah waste, yang meliputi overtreatment pasien, gagal mengkoordinasi layanan, kompleksitas administrasi, aturan yang memberatkan dan fraud dan lebih kurang 20% merupakan added value. Hanya 31-34% waktu perawat yang dihabiskan bersama pasien dan sebagian besar waktu yang dihabiskan oleh pasien adalah waiting. Vincent Gaspersz menyingkatkan menjadi sebuah akronim yang disebut dengan downtime, yang berarti sebagai berikut defects, overproduction, waiting, Not utilizing employees knowledge, skill and abilities, Transportation, Inventories, Motion dan Excess Processing

Tujuan dari Lean Hospital adalah meningkatkan customer value yaitu pasien melalui peningkatan terus menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the value to waste-ratio). Banyak rumah sakit di seluruh dunia yang telah menerapkan Lean Hospital dan menghasilkan banyak manfaat.� Diantaranya� mengurangi� waktu� tunggu� pasien, meningkatkan�� kualitas�� pelayanan�� terhadap�� pasien,�� meningkatkan�� nilai�� keterlibatan karyawan� dan� dapat� mendeteksi� waste� yang� terjadi� di� rumah� sakit� sehingga� dapat meminimalkan biaya operasional (Graban, 2009).

Penerapan Lean dapat menggunakan salah satu atau beberapa tools antara lain adalah Kanban, 5 S, Kaizen, Error Proofing dan Visual Management (Theryoto & Nadjib, 2019). Dan untuk perbaikan yang berkelanjutan dapat menggunakan siklus Kaizen, yaitu dengan kegiatan Plan-Do-Check-Action (siklus PDCA). Bed management yang dikelola dengan baik akan berdampak pada kualitas pelayanan yang efektif dan efisien, yang merupakan tujuan pendekatan Lean thinking.

Peneliti menemukan beberapa penelitian yang menganalisa lean hospital namun pada aspek yang berbeda. Penelitian-penelitian tersebut dilakukan oleh Handoyo et al. (2019); Pinta et al. (2022); Sari (2018).

METODE PENELITIAN

 

Penelitian ini bersifat analitik kualitatif dengan metode observasional action process research yang merupakan acuan Lean Thinking untuk memotret kondisi alur proses pelayanan gawat darurat melalui telaah dokumen, observasi, wawancara dengan unit terkait. Penelitian action research dimulai dengan identifikasi masalah (waste), action planning (usulan perbaikan), action taking (implementasi), serta evaluation sebelum dan sesudah usulan tersebut diaplikasikan.�

Data primer diperoleh dari observasi langsung ke instalasi gawat darurat dan terhadap pasien yang berobat ke unit gawat darurat RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta. Wawancara terstruktur dan wawancara mendalam dengan informan sebanyak 6 orang yaitu Wakil Direktur Pelayanan Medik, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Ruang Gawat Darurat, Dokter IGD, Perawat IGD dan Pasien IGD. Informan tersebut dianggap akan mampu memberikan informasi secara cukup dan sesuai. Informan atau partisipan dipilih secara non-probability dengan teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, dan dilakukan beberapa kali untuk menghindari bias pada penelitian ini. Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara telusur dokumen, tujuannya untuk melihat dokumen-dokumen yang berkaitan dengan pelayanan di IGD. Sesuai dengan tujuan penelitian ini, maka pengambilan data difokuskan pada identifikasi proses-proses pelayanan rawat darurat mulai dari pendaftaran sampai akhir pelayanan di IGD. Data diwujudkan dalam bentuk value assessment.

Data yang telah dikumpulkan penulis harus dijaga validitas dan reliabilitasnya. Validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum seperti trustworthiness, authenticity, dan credibility (Creswell & Creswell, 2017). Analisis data merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan refleksi terus-menerus terhadap data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan analitis, dan menulis catatan singkat sepanjang penelitian (Creswell & Creswell, 2017).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

1.     Value Asessment

1.1.   Waste selama pelayanan di IGD

Alur pasien di IGD dimulai dari pasien diturunkan dari kendaraan diterima oleh security. Selanjutnya dilakukan proses skrining � triase pasien, pendaftaran, asesmen, pemeriksaan penunjang, apotek dan kasir.

 

1.1.1.Triase

Di bawah ini adalah berbagai waste yang terjadi pada proses tindakan triase, antara lain:

a.      Pemilahan pasien oleh perawat PPJA/PJ shift di saat pagi berjalan efektif namun di saat dinas siang dan malam atau hari libur terkendala SDM. Sehingga bisa terjadi keterlambatan triase dan asesmen pasien karena petugas triase sedang memeriksa pasien yang lain.

b.     Ketika kunjungan pasien ramai terkadang terjadi keterlambatan dalam memegang pasien karena adanya pembagian tugas dimana perawat yang sedang luang tapi bukan area penugasan nya. Sehingga menunggu perawat yang bertugas selesai memeriksa pasien lain.

c.      Bed untuk triase terbatas sehingga pasien jadi menunggu

d.     Ruangan triase tercampur dengan ruang front office pendaftaran (selama pandemi sehingga lalu lalang pasien dan yang mendaftarkan

e.      Pekerjaan pemeriksaan tanda vital awal yang� secara berulang bisa mengakibatkan terjadinya kesalahan.

f.      Jarak antara posisi ruang triase dan dokter yang sekitar� 4 meter sehingga petugas triase melakukan gerakan bolak balik secara berulang kali

1.1.2. Pemeriksaan dokter

Setelah perawat melakukan triase maka selanjutnya form triase yang telah diisi diberikan ke dokter jaga. Maka dokter melakukan pemeriksaan baik pada kasus emergency atau non-emergency. Berikut adalah beberapa waste yang terjadi saat pemeriksaan dokter di IGD:

a.      Jarak antara ruang triase dan dokter relative jauh sekitar 4 meter

b.     Dokter sedang memeriksa pasien yang lain

c.      Dokter sedang melakukan konsul kepada DPJP

d.     Dokter sedang melakukan tindakan life saving

e.      Dokter sedang istirahat makan/shalat) di kamar jaga

Gambar 1.� Diagram Spaghetti Alur Gerakan Petugas di Ruang IGD

Sumber: Data Primer, 2021

Pada gambar di atas terlihat gerakan petugas selama alur pelayanan di IGD mulai dari penerimaan di triage, asesmen dokter, melakukan proses pemeriksaan penunjang baik ke laboratorium atau radiologi. Kemudian mengambil bahan habis pakai atau alat kesehatan ke depo farmasi, mengantarkan dan mengambil hasil laboratorium atau mengantarkan pasien ke radiologi� IGD. Setelah pasien selesai pelayanan menginput semua tindakan ke sistem dan mengantarkan berkas adimistrasi ke kasir IGD.

Terlihat waste of motion petugas di saat petugas mengambil specimen lab, mengantarkan dan mengambil hasil ke lab yang jaraknya 25 meter dari Nurse station.

1.1.3. Konsul

Setelah dokter jaga melakukan asesmen dan penegakkan diagnosa awal terhadap pasien pada kasus ATS 1-3 yang membutuhkan life saving atau konsultasi lebih lanjut maka selanjutnya dokter jaga akan konsul melalui telepon atau via WhatsApp (WA). Berikut adalah beberapa waste yang terjadi saat konsul di IGD:

a.      Dokter jaga menelepon DPJP sesuai jadwal. Ada proses waktu untuk menelepon

b.     Dokter jaga membuat secara tertulis konsultasi yang dilakukan di dalam BRM dan hasil konsultasi tersebut.

c.      Konsul via telepon tidak berhasil, dan dilakukan telepon ulang beberapa kali sesuai SPO.

d.     Apabila tidak berhasil maka selanjutnya konsul melalui WA dimana diketik sesuai prosedur dan membutuhkan waktu.

e.      Menunggu jawaban hasil konsul via WA

f.      Konsul tidak berhasil atau belum ada jawaban

1)     Waste di bagian penunjang

Setelah pemeriksaan dokter selanjutnya pasien bisa direncanakan untuk pemeriksaan penunjang baik laboratorium atau radiologi. Berikut adalah beberapa waste yang terjadi di bagian penunjang di IGD:

a.      Pemeriksaan gula darah sewaktu kita yang harus menunggu analis laboratorium. Sedangkan petugasnya hanya satu di saat dinas siang atau malam.

b.     Perawat mengambil sampel dan mengantar ke laboratorium serta menunggu hasil.

2)     Waste di bagian Apotek

a.      Pasien menunggu entri layanan oleh perawat kemudian menunggu di panggil oleh petugas.

b.     Entri layanan terjadi keterlambatan karena petugas sedang memeriksa pasien lainnya.

3)     Waste di bagian admisi

a.      Ketidaklengkapan syarat pendaftaran seperti KTP /BPJS

b.     Petugas menelpon ruangan rawat inap yang dituju dan tidaka ada jawaban dari ruangan yang bersangkutan.

c.      Jarak antara ruang admisi dan ruang penyimpanan rekam medis yang berbeda gedung dan berada di gedung utama lantai 2 sejauh 300 meter.

 

1.2.   Hasil Value assessment

Pada� assessment� pasien� di� rumah� sakit,� perhitungan� dimulai� saat� pasien masuk ke ruang IGD. Pasien datang di triase oleh petugas kemudian keluarga pasien mendaftarkan ke bagian pendaftaran IGD selanjutnya dilakukan asesmen medis oleh dokter, pemeriksaan penunjang, farmasi, kasir atau apabila pasien dirawat setelah asesmen dan pemeriksaan penunjang kemudian dibuatkan Surat Perintah Rawat Inap (SPRI) selanjutnya dipindahkan ke ruang rawat inap yang dituju.

 

Grafik 2.� Waktu Tunggu IGD < 6 jam Tahun 2020

Sumber: Data Sekunder Laporan Mutu IGD RSUD Bayu Asih

Berdasarkan grafik� indikator mutu waktu� tunggu IGD < 6 jam didapatkan�� bahwa ada pasien yang menunggu� lama > 6 jam di IGD sebelum dipindahkan ke ruang rawat� inap yang dibutuhkan. Penyebab utama terjadinya boarding adalah out flow� �obstruction, artinya pasien yang berindikasi rawat inap belum dapat keluar dari IGD. Ketika terjadi pasien� tertahan di IGD, maka bed pasien untuk pasien baru akan terpakai oleh pasien tersebut sehingga ketika kunjugan pasien banyak, tempat tidur berkurang akibatnya akan� terjadi penumpukkan pasien yang selanjutnya mengganggu aliran pasien.

Tabel 1. Value assessment Alur Pelayanan di IGD RSUD Bayu Asih Kab. Purwakarta berdasarkan kegiatan pelayanan di IGD

No

Kegiatan

Waktu Rata-Rata

Aliran Informasi

Value

Non Value

(detik)

Avoidable

Non Avoidable

1

Masuk Ruang IGD

20

Bed disiapkan

20

 

 

2

Menunggu Triase

60

 

 

60

 

3

Triase

120

 

120

 

 

4

pendaftaran

180

 

180

 

 

5

Menunggu Diperiksa Dokter

120

 

 

120

 

6

Pemeriksaan Dokter

300

BRM disiapkan

300

 

 

7

Menunggu pemeriksaan penunjang

300

 

 

300

 

8

Pemeriksaan Lab/Rad

300

Hasil

300

 

 

9

Menunggu Expertise

3600

 

 

3600

 

10

Menyiapkan konsul

1800

 

 

 

1800

11

Konsul

900

Mengisi BRM

900

 

 

12

Menunggu jawaban konsul

3600

 

 

3600

 

13

Kasir

600

Adm pelayanan

600

 

 

14

Apotek

900

Kelengkapan adm

900

 

 

15

Menunggu Obat

1800

Obat disiapkan

 

1800

 

16

Penyerahan Obat

180

Obat diterima

180

 

 

17

TOTAL

14780

 

3500

9480

1800

Sumber: Data Primer

Added value �(VA)������������������� = 3500/14780 x 100%�������������� = 23,68 %

Non added value �(NVA)���������� = 11280/14780 x 100%� ����������� = 76,32 %

Berdasarkan hasil observasi di atas, diperoleh bahwa aktivitas keseluruhan dalam alur pelayanan gawat darurat yang added value �hanya 23,68% (berada di bawah 30%). Penyumbang waste terbesar adalah pada proses menunggu hasil pemeriksaan penunjang (terutama expertise) dan juga menunggu jawaban konsul dari DPJP.� Suatu rumah sakit dikatakan Lean apabila rasio antara aktivitas yang memberikan nilai (added value) dengan aktivitas yang tidak memberikan nilai/pemborosan (non added value /waste) mencapai 30%.

Tabel 2. Identifikasi Value di IGD

Aktivitas

Va

Nva

Nvan

Jenis Pemborosan

Dokter

 

 

 

 

Menulis asesmen di BRM

P

 

 

 

Membuat SPRI

P

 

 

 

memanggil security untuk mengamankan ruangan di IGD

 

P

 

over processing

Menulis resep

P

 

 

 

Mengisi BRM

P

 

 

 

Perawat

 

 

 

 

melengkapi BRM

P

 

 

 

mengisi input pelayanan di IGD

 

 

P

over processing

mengambil sampel

 

P

 

over processing, transportation

mengangkat telepon

 

P

 

over processing, motion

mengantar pasien ke rawat inap

 

 

P

over processing, motion, transportation

menempelkan label pasien di buku register

 

P

 

over processing, motion

mengantar resep ke bagian kasir

 

P

 

waiting, over processing, motion

TPRI

 

 

 

 

Menerima surat perintah rawat inap

P

P

 

waiting

Menyiapkan BRM

 

 

P

waiting

Memanggil keluarga pasien

 

P

 

over processing, transportation

mengantarkan BRM ke perawat

 

 

P

transportation

�Sumber: Data Primer

Berikut ini adalah value stream map alur pasien di IGD berdasarkan observasi yang dilakukan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Gambar 2.� Value Stream Map alur pelayanan pasien IGD

Sumber: Data Primer, 2021

Berdasarkan value stream map alur pelayanan pasien di IGD didapatkan non added value �sebesar 76.52 % kegiatan� yang tidak menambah nilai. Hal ini sesuai dengan hasil observasi, terutama saat proses pemeriksaan penunjang dan konsul kepada DPJP. Pada observasi menunggu hasil expertise dan juga persiapan APD petugas sempat menjadi kendala awal. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap konsul kepada DPJP karena menunggu hasil pemeriksaan lengkap.

2.     Visual Management

Tabel� 3. Visual Management IGD RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta

No

Lokasi

Visual Management

����� Bentuk VM

Ya

Tidak

 

1

Pintu masuk menuju IGD

P

 

Tulisan pintu� masuk

2

Klasifikasi Ruangan di IGD

 

 

Ada beberapa yang belum terpasang, seperti ruang observasi, ruang resusitasi

3

Petunjuk ruang di IGD

 

P

Belum ada

4

Informasi Pelayanan di IGD

 

P

Belum ada

5

Petunjuk ruang rawat inap

 

P

Belum ada

6

Admisi - Pendaftaran IGD

 

P

Form pendaftaran� langsung diberikan oleh petugas

7

Informasi tentang pelayanan

P

 

Ditempelkan di bagian depan IGD

8

Petunjuk alur proses sesuai klasifikasi pasien di IGD

P

 

Penanda triase sudah terhapus

9

Petunjuk lokasi ruang poliklinik, lab/radiologi

 

P

Tidak ada

10

Petunjuk keberadaan poliklinik, laboratorium/ radiologi

 

P

Tidak ada

11

Petunjuk keberadaan toilet

 

P

Tidak ada

Sumber: Data Primer

Berdasarkan observasi melalui visual management mulai dari masuk ke rumah sakit sudah ada petunjuk arah menuju IGD dan juga tulisan bangunan IGD sudah terlihat jelas. Namun petunjuk ke bagian bagian yang ada di IGD belum ada. Beberapa nama ruangan sudah ada namun beberapa ada yang belum seperti ruang observasi, ruang resusitasi dan toilet umum.� Kesan yang didapat tinggi bangunan IGD terasa sempit karena tinggi bangunan dirasakan rendah namun di ruang observasi tinggi bangunan sudah ideal. Kebersihan masih perlu ditingkatkan, dan termasuk kenyaman dimana AC tidak terasa sehingga udara terasa panas dan pengap (terutama saat kunjungan pasien banyak).

 

 

3.     Identifikasi Waste dengan Analisis Lean

Tabel 4. Seven Plus One Type Waste

No

Jenis Waste

Resources

Lokasi

waktu

Alasan kejadian

1.

Pasien yang menunggu karena tugas belum selesai menangani pasien lainnya

Man

IGD

Proses pelayanan IGD

Perawat sedang memeriksa pasien lainya

�

SDM kurang

2.

Pasien menunggu untuk pemeriksaan penunjang

Man

Radiologi

 

Lab

Proses pemeriksaan penunjang

�SDM kurang

 

Persiapan APD

3.

Pasien menunggu porter mengantar ke radiologi

 

Man

IGD

Proses pelayanan IGD

SDM kurang

4.

Pasien menunggu hasil rontgen

Man

Radiologi

Proses pemeriksaan penunjang

Menunggu jawaban expertise

5.

Pasien menunggu hasil lab

Man

Lab

Proses pemeriksaan penunjang

SDM kurang

 

6.

Petugas menunggu ruangan rawat��� Inap siap

Method

Instalasi rawat inap

Alur pindah pasien ke rawat inap

SPO dan respon time rawat inap dalam penerimaan pasien

7.

Dokter menunggu berkas rekam medis

Man

Instalasi rekam medis

Proses admisi dan konsul

Ruang penyimpanan rekam medis yang terpisah gedungnya dari IGD

8.

Pasien menunggu obat

Man

Depo farmasi

Proses penerimaan obat

Alur yang efisien dalam bentuk SPO

 

9.

Petugas menerima telepon dari luar

Environment

IGD

Proses pelayanan IGD

Tidak adanya operator khusus di IGD sehingga semua telepon masuk ke IGD

10.

Dokter menunggu jawaban dari konsulen

Man

IGD

Proses konsul

Ruangan yang sering meminta harus ada jawaban konsulen walau sudah ada SPO

11.

Dokter menunggu petugas radiologi ready

Man

radiologi

Proses pemeriksaan penunjang

Petugas berganti APD

12.

Dokter menunggu petugas lab ambil sampel

 

Man

Lab

Proses pemeriksaan penunjang

SDM kurang

13.

Keluarga pasien masuk secara bebas ke dalam IGD

Environment

IGD

Proses pelayanan IGD

Petugas security yang kurang standby

14.

Keluarga pasien bertanya kepada dokter/perawat terkait informasi

Environment

IGD

Proses pelayanan IGD

Tidak adanya customer service

15.

Ruangan rawat inap yang dituju penuh

Machine

IGD

Selama proses layanan gawat darurat

Belum ada rencana anggaran penambahan tempat tidur terkait anggaran RS

16

Kondisi pasien tidak tansportabel

Environment

IGD

Selama proses layanan gawat darurat

RSUD rujukan sehingga pasien datang dengan komorbid jelek

17

Jumlah pekarya kurang16

man

IGD

Proses pelayanan IGD

SDM kurang

Sumber: Data Primer

Permasalahan yang banyak terjadi adalah waste of waiting dikarenakan faktor konsultasi dan menunggu jawaban dan kondisi pasien, kurangnya SDM pekarya sehingga menghambat percepatan pengiriman pasien, faktor kesiapan, SDM dan respon time mutu pelayanan penunjang terutama selama pandemi terjadi keterlambatan dalam menunggu rontgen karena petugas berganti dan membersihkan diri dan ganti APD.

Hasil analisis VSM yang telah tergambar kemudian dimasukkan ke dalam tabel identifikasi waste sesuai dengan prinsip lean. Adapun kegiatan yang dimasukkan adalah yang tertera di tabel value assessment (tabel 6.1) maupun error yang juga ditemukan selama proses observasi. Dari kedelapan waste menurut Graban (2012), pada penelitian ini hanya ditemukan 3 jenis waste. Waste yang teridentifikasi selanjutnya dilakukan analisis dengan menggunakan teknik 5 Whys untuk mencari akar masalah. Sedangkan alternatif solusi, selain diperoleh melalui wawancara mendalam juga disusun berdasarkan studi literatur.

4.     Analisis Waste

4.1.   Waste Waiting

Waste waiting adalah waktu dimana kegiatan di suatu unit atau proses menunggu untuk dimulai atau kegiatan berikutnya, waste waiting yang ditemukan pada penelitian ini adalah:

What ���� : waktu tunggu pasien ke rawat inap

When ��� : saat asesmen dan semua pemeriksaan penunjang sudah dilakukan

Analisis 5 whys �ditampilkan sebagai berikut:

Waktu tunggu IGD lama

Ket

Pemeriksaan dokter/perawat IGD

Pasien menuggulamak rawat inap

Menunggu pemeriksaan penunjang

Menunggu hasil pemeriksaan

Why 1

Sedang memeriksa pasien yang lain

Menunggu perbaikan kondisi umum

Sedang ada pasien lain yang diperiksa

Pasien yang diperiksa banyak

Why 2

Dokter sedang melakukan konsultasi ke DPJP

Menunggu jawaban konsul

Petugas tidak standby

Menunggu jawaban dari konsulen

Why 3

Dokter sedang mengisi berkas rekam medis

Ruangan yang ditunggu penuh

Menunggu pekarya untuk mengantar

Petugas menginput hasil konsul

Why 4

Dokter sedang memberikan informed consent kepada keluarga pasien lain

Pekarya yang mengirim pasien hanya satu. (SDM kurang)

Petugas sedang mempersiapkan APD

Jawaban konsul lama

Why

5

Dokter /perawat

kurang

Menunggu kesiapan ruangan

SDM kurang

Terutama saat dinas malam, konsultasi ke DPJP tidak berhasil

Solusi yang bisa dilakukan:

a.      Memuat regulasi SPO respon time pelayanan di IGD

b.     Menambah ruangan� rawatan yang dibutuhkan

c.      Menambah SDM pekarya

4.2.   Waste Unnecessary Motion

�Waste Unnecessary Motion adalah waktu dan energi yang digunakan karena gerakan yang tidak memberikan nilai tambah, termasuk misalnya mencari, gerakan yang tidak efisien dan tidak ergonomis. Waste motion ini bisa berasal dari manusia atau mesin.

Lama waktu untuk pemeriksaan penunjang lab

Ket

Perawat bertugas mengambil sampel

Why 1

Petugas lab kurang

Why 2

Petugas� mengantarkan ke lab

Why 3

Petugas mengambil hasil lab

Why 4

Menunggu petugas lab datang (GDS cito)

Why 5

SDM kurang

Solusi yang bisa dilakukan:

a.      Menambah SDM analisis lab

b.     Membuat kebijakan khusus pemeriksaan yang bersifat CITO (segera)

c.      Mengusulkan adanya transportasi sampel dengan menggunakan kapsul otomatis

4.3.   Waste Excess Processing

Lamanya Pengisian hasil assessment

Perawat/bidan bertugas sebagai administrasi

Why

1

Semua hasil pemeriksaan diinput di SIRS

Why

2

Tidak ada petugas khusus yang bertugas sebagai administrasi

Why

3

Banyaknya poin-poin yang harus diisi semua pelayanan dan tindakan yang diberikan kepada pasien

Why

4

Pasien banyak sehingga suka tidak terinput secara� cepat dan lengkap

Why

5

SDM kurang

������������� Solusi yang bisa dilakukan:

a.      Adanya SDM administrasi khusus di IGD

b.     Adanya operator khusus di IGD

c.      Medical record elektronik

5.     Implikasi Penelitian

Melalui penelitian lean hospital ini, disain perbaikan yang telah diusulkan adalah dengan membuat alur pelayanan yang safety kepada pasien, masyarakat, dan petugas rumah sakit dengan melakukan perubahan pelayanan IGD menjadi pelayanan covid dan non covid. Selanjutnya dilakukan modifikasi ruangan sesuai dengan standar pelayanan covid dimana akhirnya ruangan observasi dibuat sekat pemisah dan difokuskan kepada pasien suspek covid. Serta kelengkapan ruangan dengan pemasangan exhaust fan, pemberian hepa filter dan juga membuat shield pelindung di nurse station.

6.     Future State Value Stream Mapping

Berdasarkan analisis penerapan Lean Hospital pelayanan unit gawat darurat, peneliti mendesain proses pelayanan IGD berdasarkan analisis dari pemecahan masalah, masukan dari petugas terkait serta usulan-usulan perbaikan yang telah dijabarkan sebelumnya. Dari hasil penelitian dilakukan.

Langkah-langkah yang diusulkan:

a.      Melakukan feedback kepada komite medik mengenai kendala waste waiting dan indikator mutu IGD terutama untuk permasalahan menunggu jawaban konsul.

b.     Membuat indikator mutu respon time untuk pelayanan penunjang (pelayanan covid nilai kritis sehingga waste waiting hasil pelayanan penunjang bisa diperbaiki).

c.      Mengoptimalkan fungsi manajer pelayanan pasien (MPP) yang ada untuk kasus pasien delay di IGD sehingga bisa memberikan solusi onsite.

d.     Menambah jumlah SDM perawat dan pekarya.�

e.      Memperdayakan peranan dokter internship dalam triase pasien.

f.      Menambah jumlah ruangan rawat inap

Tabel 5. Future State Value Stream Mapping Pelayanan di IGD

No

Kegiatan

Waktu Rata-Rata

(detik)

Aliran Informasi

Value

Non Value

Avoidable

Non Avoidable

1

Masuk Ruang IGD

20

Bed disiapkan

20

 

 

2

Menunggu Triase

60

 

 

60

 

3

Triase

120

 

120

 

 

4

pendaftaran

180

 

180

 

 

5

Menunggu Diperiksa Dokter

60

 

 

60

 

6

Pemeriksaan Dokter

300

BRM disiapkan

300

 

 

7

Menyiapkan konsul

1800

 

 

 

1800

8

Konsul

900

Mengisi BRM

900

 

 

9

Menunggu jawaban konsul

1800

 

 

1800

 

10

Menunggu pemeriksaan penunjang

60

 

 

60

 

11

Pemeriksaan Lab/Rad

300

Hasil

300

 

 

12

Menunggu Expertise

2700

 

 

2700

 

13

Kasir

600

Adm pelayanan

600

 

 

14

Apotek

900

Kelengkapan adm

900

 

 

15

Menunggu Obat

900

Obat disiapkan

 

900

 

16

Penyerahan Obat

180

Obat diterima

180

 

 

17

TOTAL

10880

 

3500

5580

1800

Sumber: Data Primer

Berdasarkan simulasi yang dilakukan terjadi peningkatan nilai value add pelayanan IGD menjadi 32,17 % (mencapai lebih dari 30%). Sehingga terjadi perbaikan dari value pelayanan pasien di IGD.

7.     Implementasi Lean� Hospital

Setelah mengetahui aktivitas-aktivitas yang merupakan added value �dan non added value , maka penulis membuat desain perbaikan yang dicoba diimplementasikan di instalasi gawat darurat. Berikut adalah implementasi lean yang terjadi selama penelitian berlangsung.

7.1.   Membuat rencana strategis pelayanan covid di IGD

Dengan cara pembagian tugas. Adanya suatu penanda dengan istilah code yellow untuk kasus pasien dengan tersangka covid.� Perawat yang bertugas bertanggung jawab untuk melakukan triase dan asesmen terhadap pasien tersangka covid. Sedangkan di bagian dokter dilakukan pembagian untuk kasus pasien igd datang sendiri diperiksa oleh dokter igd sedangkan yang datang dengan rujukan rumah sakit lain (faskes disertai pemeriksaan awal) diperiksa oleh dokter jaga ruangan. Ditetapkan PIC covid dalam hal ini kepala Instalasi IGD untuk melakukan skrining pasien rujukan luar sehingga alur rujukan dan penerimaan berjalan dengan aman. Melakukan koordinasi dengan Dinas Kesehatan setempat untuk alur rujukan dan pemantauan pasien selanjutnya pasca berobat ke RSUD.

7.2.   Memenuhi persyaratan sarana dan prasarana pelayanan covid di IGD

a.      Membuat pemisahan ruangan observasi/pemeriksaan pasien covid dengan non covid.

b.     Memasang sekat ruangan di ruangan observasi covid

c.      Memasang sekat di ruang nurse station

d.     Memindahkan ruang triase di bagian depan

Pada gambar 4 terlihat perubahan setelah Lean membuat alur pelayanan yang aman dengan memisahkan alur infeksius dan non infeksius.


Gambar 4. Denah IGD setelah Pandemi Covid 19

Sumber: Data Primer, 2021

Alur pelayanan pasien datang di IGD dipilah berdasarkan skrining� apakah ada gejala ke arah� terduga covid (infeksius atau� non I nfeksius)� selanjut nya triage dan penangana pasien sesuai dengan pedoman ATS. (Gambar 5)

 

Gambar 5.� Alur Pelayanan IGD Saat Pandemi

 

a.      Memenuhi kebutuhan alat kesehatan dan juga alat pelindung diri (APD) pada saat pelayanan covid

b.     Menyediakan dan mengajukan kebutuhan APD

c.      Penambahan hepa filter di ruang observasi dan nurse station

d.     Penambahan alat kesehatan HFNC untuk kebutuhan pasien dengan gangguan nafas

e.      Membuka ruang baru yaitu wing transit sebagai ruang transit pelayanan covid di IGD dengan manajemen tersendiri.

f.      Saat terjadi lonjakan pasien covid sehingga terjadi penumpukan pasien baik covid dan nonovid yang berisiko penularan. Akhirnya dilakukan mitigasi SDM dan dibukanya kembali ruang transit IGD dengan manajemen terpisah dari ruang gawat darurat.

g.     Peningkatan ilmu melalui pelatihan manajemen covid dan juga PPI untuk semua karyawan

h.     Melalui instalasi pendidikan dan pelatihan RSUD Bayu Asih membuat seminar tentang manajemen covid 19 termasuk penguatan materi PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi).

7.3.   Menerapkan budaya 5S

Penerapan budaya 5S akan membentuk budaya kerja yang mengutamakan keselamatan, kesehatan kerja sekaligus meningkatkan produktivitas karyawan, oleh sebab itu penggunaan 5S harus menghilangkan waktu tunggu pasien, dokter dan perawat yang terlalu lama dan menjadikan tempat kerja dan perilaku pegawai menjadi aman dan selamat, dan meningkatkan moral pegawai karena kepuasan bekerja di tempat yang bersih dan rapi.

Beberapa budaya 5S adalah memelihara tempat kerja yang bersih dan terorganisir dengan cara monitoring/inspeksi, mencari waste yang tersembunyi, peralatan, komputer, meja kerja dan area penyimpanan harus dalam keadaan bersih, penyediaan tempat sampah serta ventilasi yang memadai dan penerangan yang baik.

8.     Analisa Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat

Tujuan dari lean adalah membuat sistem menjadi efektif dan efisien dengan menghilangkan waste yang tidak menambah value kepuasan pelanggan. Berdasarkan value stream map pelayanan gawat darurat di RSUD Bayu asih Kabupaten Purwakarta, pasien mengeluhkan waktu tunggu pelayanan yang lama di IGD, ruangan selalu penuh dan juga lama pindah di ruangan. Upaya peningkatan mutu pelayanan rumah sakit, mengacu kepada Kepmenkes No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Rumah Sakit dimana pada keterangan standar dikatakan bahwa pasien dipindahkan ke ruang rawat inap < 8 jam. Indikator mutu yang sudah dibuat pada IGD RSUD Bayu Asih menetapkan bahwa waktu tunggu pasien di IGD adalah < 6 jam.

Dibuatnya manajemen terpisah ruangan transit IGD sebagai ruang wing transit (pada bulan Desember 2021) merupakan salah satu solusi untuk kondisi pasien yang tidak mendapat tempat tidur serta merupakan solusi untuk mencapai mutu waktu tunggu di IGD < 6 jam.

Pelayanan awal triase pada IGD RSUD Bayu Asih sudah dirasakan oleh para pasien. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi serta laporan mutu respon time IGD <5 menit. Salah satu pola yang perlu terus dipertahankan adalah pasien yang datang langsung diperiksa oleh petugas triase kemudian baru keluarga pasien mendaftarkan pasien. Sehingga pasien sangat puas dengan respon time pemeriksaan awal.

IGD RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta menggunakan Australisan Triase Scale (ATS) untuk proses pemilahan pasien yang datang ke IGD.� ATS dibagi menjadi 5 kategori ATS 1, ATS 2, ATS 3, ATS 4 dan ATS 5. Dan masing-masing kategori ATS sudah ditetapkan standar waktu pelayanan nya yang dituangkan dalam bentuk pedoman pelayanan dan standar prosedur operasional rumah sakit. Permasalahan nya sebagai rumah sakit rujukan tipe B di Kabupaten Purwakarta pasien yang datang ke IGD adalah rujukan dengan penyakit kompleks sehingga dibutuhkan SDM yang sesuai dengan standar kompetensinya. Sering pasien dengan ATS 2 tertahan di IGD karena kendala keadaan umum pasien yang tidak transportable dipindahkan ke ruang rawat inap selanjutnya. Selama masa pandemi ruang intensif menjadi untuk rawatan covid sehingga terjadi pasien tertahan lama di IGD.

Pelayanan penunjang yang ada di IGD RSUD Bayu Asih Kabupaten Purwakarta adalah radiologi cito yang berada pada gedung IGD sedangkan laboratorium cito terletak pada gedung sentral bergabung dengan laboratorium pusat yang secara letaknya tidak satu dengan bagunan IGD sehingga hal ini mejadi penyebab waste untuk jarak pengantaran dan pengambilan sampel dan hasil lab, sehingga terjadi waste transportation.

9.     Waste yang terjadi selama proses pelayanan gawat darurat

Pada bagian pendaftaran, tidak ada ruang tunggu yang memadai sehingga pasien harus berdiri sambil mengantri di depan pintu IGD. Pada penelitian yang dilakukan oleh Dickson (2009) pada 4 rumah sakit sekaligus, mengemukakan bahwa diantara 4 rumah sakit yang ditelitinya, terdapat 2 rumah sakit dengan ruang tunggu pasien IGD yang tidak memadai. Hal ini menunjukkan kurangnya kesadaran dari pihak rumah sakit untuk memfasilitasi pasien.

Selain itu, tidak ada penunjuk arah yang menjadi acuan pasien untuk menuju ke satu lokasi ke lokasi lain. Di loket pendaftaran, juga tidak ada banner atau brosur yang memberikan informasi pelayanan atau dokter. Rundolph (2010) menyatakan bahwa antrian pasien yang tidak normal menyebabkan proses kerja menjadi sangat sibuk dan memunculkan permasalahan. Antrian yang tidak efisien akan berdampak pada proses pelayanan RS secara luas, kualitas dan keselamatan layanan serta pendapatan RS. Hasil penelitian Sutriningsih (2015) menemukan bahwa waktu tunggu pasien untuk mendapatkan tindakan medis di ruang IGD di 3 rumah sakit di Malang, hanya sebagian yang sudah sesuai standar yaitu 77,5% sedangkan yang tidak sesuai standar 22,5%. Efe (2016) mengemukakan bahwa rumah sakit dengan minim informasi akan menghasilkan waste lebih banyak pada Sebuah studi di rumah sakit Swedia (Burstorm, 2013) menunjukkan 38% dari pasien di Instalasi Gawat Darurat menghabiskan waktu menunggu lebih dari 4 jam untuk mendapatkan pemeriksaan dari perawat atau dokter. Berdasarkan penelitian Dahlan et al (2012), dari hasil wawancara naratif diperoleh 14 pasien yang telah menunggu lebih dari 3 jam di IGD untuk mendapat perawatan medis, tidak diberikan perhatian oleh perawat. Menurut penelitian Furwanti (2014), hasil menunjukkan bahwa pasien yang menunggu terlalu lama untuk diberikan tindakan di IGD akan mengalami kecemasan berat sekali (9,3%), kecemasan berat (41,2%), kecemasan sedang (29,4%) dan sisanya mengalami kecemasan ringan (20,1%).

Penelitian Litvack et al (2002) menyebutkan kurangnya tempat tidur di IGD dan jumlah SDM yang kurang, meningkatkan beban pelayanan di IGD. Kesalahan medis dapat terjadi karena kondisi unit yang sibuk dan beban tenaga kesehatan yang meningkat. Kondisi tersebut juga terjadi di RSUD Dr. Moewardi Surakarta (Setyaningsih, 2015) dimana sebanyak 57,14% harus menunggu selama >3 jam untuk ditangani di IGD. Pada bulan November 2020 juga terjadi kejadian saat puncak pasien di IGD saat dinas siang mencapai satu shift 50 orang, pada saat itu belum terjadi pemisahan pasien covid dan non covid, ruangan penuh sehingga pasien menumpuk di IGD.� Hal ini sangat berbahaya karena risiko penularan virus covid baik ke pasien dan juga petugas rumah sakit. Solusi yang terjadi akhirnya dilakukan mitigasi penambahan ruangan covid dan juga menjadikan IGD fokus kepada pelayanan covid.

Pada bagian penunjang laboratorium jarak antara IGD dan gedung lab nya yang terpisah juga menyebabkan waste transportation. SDM yang kurang juga menyebabkan adanya kebijakan untuk pengambilan darah dilakukan oleh perawat (dimana seharusnya oleh analis) kemudian perawat mengantarkan sampel ke lab dan menunggu hasil kemudian setelah selesai mengambil hasil print laboratorium untuk dilampirkan di berkas rekam medis pasien. Untuk kedepan diusulkan untuk dibuat kapsul berjalan untuk mengantar sampel. Sedangkan untuk mengurangi waktu tunggu hasil lab, petugas diberikan akses untuk membuka di SIRS sehingga bisa membaca hasil lab (sebelum di print hasil). Hal ini juga berguna untuk mempercepat dokter jaga melakukan konsultasi ke DPJP.

�Untuk bagian radiologi, yang menjadi kendala adalah menunggu jawaban expertise konsulen. Pada saat dinas pagi radiografer akan mengantarkan hasil rontgen ke ruang radiologi sentral yang terletak di gedung sentral medik, dari segi jarak dan juga setelah hasil harus diambil atau diantarkan lagi hasil expertisenya ke IGD. Terjadi waste waiting, waste transportation dan juga waste excess processing.

Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dari unit lab dan radiologi sudah memiliki standar waktu pelayanan dan juga SPO nilai kritis lab/radiologi. Namun dalam pelaksanaannya masih terkendala, dengan SDM, konsulen belum menjawab konsul dokter IGD atau terkait kendala teknis alat dan juga proses validasi dan cek hasil sehingga tidak terjadi kesalahan hasil/pasien.

Waste waiting juga terjadi pada saat pasien akan mengambil obat sebelum keluar IGD (rawat jalan). Pada kasus pasien rawat jalan IGD, ketika setelah selesai pelayanan perawat harus melakukan input pelayanan dahulu kemudian menyiapkan berkas syarat klaim ke bagian kasir, dan mengantarkan ke kasir. Seringkali terjadi pemborosan waktu dimana pasien/keluarga menunggu lama dipanggil oleh kasir karena perawat belum menginput layanan dikarenakan sibuk melakukan pemeriksaan pasien lainnya. Disini terjadi juga waste excess processing dan waste transportation.

Setelah berkas administrasi diserahkan ke kasir selanjutnya petugas akan melakukan input layanan keuangan dan memberikan resep kepada depo farmasi IGD. Selanjutnya pasien diarahkan untuk mengambil obat di apotek IGD yang letaknya bersebelahan. Berdasarkan pengamatan dan hasil wawancara kendala yang terjadi di depo farmasi IGD adalah sebagai pelayanan gawat darurat petugas tentunya akan mendahulukan obat yang dibutuhkan oleh pasien IGD yang diminta oleh perawat. Terkadang stok obat yang diresepkan juga tidak tersedia di depo farmasi IGD harus mengambil ke gudang farmasi pusat. Sehingga waktu pengambilan obat jadi lebih lama. Permasalahan lain juga karna resep dan berkas administrasi diserahkan oleh perawat ke kasir baru terakhir obaat diberikan kepada pasien. Sehingga sering pasien lolos �kabur� tidak melakukan pembayaran/administrasi keuangan di kasir IGD. Sehingga perlu dibuat alur pasien keluar IGD rawat jalan yang lebih efektif.

10.  Value assessment Pasien IGD

Penyumbang waste terbesar pada proses pelayanan gawat darurat di IGD RSUD Bayu Asih Kabupaten purwakarta� ini adalah di proses menyiapkan konsul, menunggu jawaban konsul, menunggu hasil penunjang (lab/expertise rontgen), ruangan rawat yang dituju. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa persentase dari keseluruhan aktivitas dalam pelayanan gawat darurat yang memberikan nilai added value �hanya 23,68 %. Nilai ini berada di bawah 30%, dimana suatu rumah sakit akan dikatakan lean apabila rasio antara added value �terhadap non added value �(waste) minimum telah mencapai 30% (Graban, 2016). Di rumah sakit tipe C di Indonesia seperti RSIA Kemang Medical Care, setelah menerapkan lean pada tahun 2013, diperoleh produktivitas 100% (zero waste) dan indeks kepuasan pasien meningkat dari 76% menjadi 87% (Iswanto, 2014).

11.  Fasilitas Sarana dan Prasarana

Bangunan IGD secara keseluruhan sudah memenuhi standar bangunan IGD (permenkes). Tapi secara kualitas atau prinsip 5S, masih banyak yang harus diperbaiki. Tampilan front office yang sudah �kuno� perlu di renovasi sehingga lebih tampak modern. Petunjuk ruangan juga belum terlalu tampak. Fasilitas toilet umum menjadi keluhan pengunjung IGD. Selain itu pencahayaan kurang memenuhi standar cahaya. Dan udara di IGD terasa panas karena air conditioner tidak berfungsi maksimal.

Berbeda dengan Gedung Sentral Medik (gedung utama poliklinik, ICU dan perkantoran yang baru dibangun dan terlihat modern). Sehingga perlu diusulkan renovasi atau membuat IGD baru sesuai dengan kebutuhan rumah sakit tipe B.

12.  Keterbatasan Penelitian

Pada saat penelitian akan dilakukan terjadi kasus pandemi covid yang secara tidak langsung membuat perubahan terhadap proses pelayanan di IGD RSUD bayu asih. Sebelum pandemi IGD dihadapkan dengan kasus kunjungan yang meningkat, pasien menumpuk di IGD. Kemudian pandemi datang terjadi penurunan terhadap kunjungan pasien. Sehingga peneliti mengambil data studi kasus IGD saat pandemi covid.

 

KESIMPULAN

 

Berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pemborosan yang terjadi pada proses pelayanan pasien rawat inap di IGD adalah waste of waiting, waste in unnecessary motion dan waste in excess processing. Penyebab waste yang terjadi di IGD setelah dilakukan analisa RCA dengan metode 5 whys adalah� kurangnya sumber daya manusia yang betugas di IGD. �Added value ��yang didapatkan sebesar 23,68%,� rasio aktivitas added value �dengan non added value �adalah kurang dari 30%. Suatu rumah sakit dikatakan Lean apabila rasio antara aktivitas yang memberikan nilai (added value) dengan aktivitas yang tidak memberikan nilai/pemborosan (non added value /waste) mencapai 30%. �Penerapan� Lean� management dapat memperbaiki waste yang terjadi di IGD perlu dijadikan budaya sebagai salah satu proses dalam upaya perbaikan mutu� pelayanan.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Creswell, J. W., & Creswell, J. D. (2017). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches. Sage publications.

Dewi, P. K. (2018). Analisis Alur Proses Penerimaan Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit �X� Tahun 2015 dengan Pendekatan Lean Hospital. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 2(1).

Fatmawati, F. (2021). Education On How To Store Drugs Properly And Correctly. Prosiding Pengembangan Masyarakat Mandiri Berkemajuan Muhammadiyah (Bamara-Mu), 1(1), 712�716.

Graban, Mark. (2009). Lean Hospital: Improving Quality, Patient Safety, and Employee Satisfaction. CRC Press.

Graban, M. (2016). Lean Hospitals: Improving Quality, Patient Safety And Employee Engagement (3rd ed.). Lean Enterprise Institute, Inc.

Graban, Mark, & Toussaint, J. (2018). Lean hospitals: improving quality, patient safety, and employee engagement. Productivity Press.

Handoyo, D. W. I., Adji, S., THT-KL, I. S., & Isa, M. (2019). Analisis Penerapan Lean Hospital Terhadap Kepuasan Konsumen Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Komariah, I. (2022). PENERAPAN LEAN MANUFACTURING UNTUK MENGIDENTIFIKASI PEMBOROSAN (WASTE) PADA PRODUKSI WAJAN MENGGUNAKAN VALUE STREAM MAPPING (VSM) PADA PERUSAHAAN PRIMAJAYA ALUMUNIUM INDUSTRI DI CIAMIS. Jurnal Media Teknologi, 7(2), 109�118.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. (2017). Standar nasional akreditasi rumah sakit edisi 1. Jakarta: Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 217�225.

Maulid, M. (2017). Penerapan Lean Hospital di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit DR. M. Djamil Padang. Universitas Andalas.

Pinta, T. A., Ayuningtyas, D., & Simanjuntak, R. S. M. (2022). Penerapan Metode Lean terhadap Peningkatan Kinerja Pelayanan IGD di RSUD Cilincing Tahun 2017. Syntax Literate; Jurnal Ilmiah Indonesia, 7(2), 2317�2337.

Poksinska, B., Swartling, D., & Drotz, E. (2013). The daily work of Lean leaders�lessons from manufacturing and healthcare. Total Quality Management & Business Excellence, 24(7�8), 886�898.

Restudana, K. A., & Darma, G. S. (2022). UPAYA PENERAPAN METODE LEAN THINKING PADA PROSES PELAYANAN FARMASI RAWAT JALAN. RELASI: JURNAL EKONOMI, 18(1), 101�131.

Saputri, A. D. (2018). TINJAUAN PERSIAPAN STANDAR MIRM 14 TENTANG KEAMANAN DAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS SESUAI SNARS VERSI 2017 DI RUMAH SAKIT JIWA GHRASIA YOGYAKARTA TAHUN 2018.

Sari, R. (2018). Analisis Konsep Lean Thinking Pelayanan Laboratorium pada Pasien UGD Rs Masmitra Bekasi. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 1(3).

Standar Akreditasi Rumah Sakit. (2018). NasStandar Akreditasi Rumah Sakit. (2018). Nasional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.ional Akreditasi Rumah Sakit Edisi 1.

Theryoto, T., & Nadjib, M. (2019). Penerapan Lean Thinking untuk Mereduksi Waktu Boarding Pasien IGD ke Rawat Inap di RSUD Koja Tahun 2017. Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 4(1).

Womack, J. P., & Jones, D. T. (2015). Lean solutions: how companies and customers can create value and wealth together. Simon and Schuster.

 


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License