Jurnal Sosial dan Teknologi
(SOSTECH) Volume 2, Number 4, April 2022
PROFIL ORGANOLEPTIK DAN
KADAR AIR KOLAK PALA PADA UNIT USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH (UMKM) Masrijal1,
Nanda Triandita2 Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Teuku Umar, Indonesia1,2 |
|
Diterima: 28 Maret 2022 Direvisi: 8 April 2022 Disetujui: 14 April 2022 |
Abstrak Keunikan
rasa daging buah pala (pedas, asin, asam) yang tidak umum dikonsumsi secara
langsung dan sifat daging buah pala yang mudah busuk dan hampir tidak
dimanfaatkan oleh petani. Salah
satu upaya diversifikasi nilai daging buah pala adalah kolak buah pala.
produk pala (manisan basah pala), kolak pala adalah olahan daging buah pala
dengan proses perendaman, penambahan gula dan karamel. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap
kolak pala dari sampel produk UMKM yang berbeda berdasarkan indikator warna,
tekstur, rasa dan overall, serta melihat profil
kadar air masing-masing sampel produk. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data penelitian dianalisis
dengan uji Anova dan uji lanjutan (Duncan). Hasil pengolahan data menyebutkan perbedaan
kesukaan panelis terhadap indikator rasa sebenarnya antara 300 produk, 179
produk dan 238 produk dengan 254 produk. Serta ditemukannya perbedaan yang
nyata antara kesukaan panelis pada indikator rasa antara 254 produk dan 206
produk. Secara keseluruhan, tidak ada perbedaan kesukaan panelis pada produk
300, produk 179, dan 238 produk, namun terdapat perbedaan yang mencolok pada
kesukaan panelis antara produk tersebut pada 254 produk dan perbedaan nyata
pada kesukaan panelis pada 206 produk. Kata Kunci: Produk Kolak Pala, Uji Sensoris, Kadar
Air Abstract The unique taste of nutmeg flesh (spicy, salty,
sour) which is not commonly consumed directly and the nature of the nutmeg
flesh is perishable and almost not utilized by farmers. One of the efforts to
diversify the value of nutmeg flesh is nutmeg compote. product of nutmeg (wet
candied nutmeg), nutmeg compote is processed nutmeg flesh by soaking process,
adding sugar and caramel. This study aims to determine the response of panelists to nutmeg compote from different samples of
MSME products based on indicators of color,
texture, taste and overalls, and to see the water content profile of each
product sample. This research is quantitative research. The research data
were analyzed by Anova
test and follow-up test (Duncan). The results of data processing stated that
there were differences in panelists' preferences
for actual taste indicators between 300 products, 179 products and 238
products with 254 products. And found a significant difference between the panelists' preferences on the taste indicators between 254
products and 206 products. Overall, there was no difference in the preference
of the panelists on product 300, product 179, and
product 238, but there was a significant difference in the preference of the panelists between these products on the 254 products and
a significant difference in the preference of the panelists
on the 206 products.
� |
Keberagaman Indonesia tidak
hanya pada sumber daya alam dan kultur semata, salah satu kemajemukan Indonesia
yang telah terkenal adalah makanan khas dari masing-masing daerah yang menjadi
simbol budaya dan identitas lokal. Indonesia telah sejak lama dikenal sebagai
penghasil rempah dunia oleh bangsa asing, salah satu rempah yang sangat populer
dalam masyarakat Eropa yaitu pala (Aidah, 2021; Pattikayhatu,
2012; Rahman, 2019). Diversifikasi daging buah
pala masih sangat jarang, dan bersifat terbatas pada skala mikro, salah satu
contoh produk olahan adalah produk diversifikasi kolak pala (manisan basah buah
pala) pada sentra penghasil pala Aceh Selatan (Sari et al., 2018; Tuasikal,
2016). Hasil olahan khas Aceh
Selatan ini umumnya masih merupakan usaha keluarga dengan teknik produksi
sederhana yang kapasitas produksinya bergantung pada tingkat pesanan. Pelaku
usaha manisan basah pala atau dalam masyarakat lokal dikenal dengan kolak pala
merupakan suatu upaya meningkatkan nilai ekonomi dari daging buah pala yang
merupakan bagian terbesar dari buah pala yang hampir tidak disentuh oleh petani
pala.
Daging buah pala segar dengan
cita rasa yang khas dimanfaatkan sebagai bahan baku utama dalam pengolahan
produk kolak pala. Diversifikasi produk olahan buah pala di Aceh Selatan
bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi buah pala itu sendiri, membuka ruang
untuk usaha baru, dan menumbuh kembangkan ikon komoditas sebagai spesialisasi
daerah yang berbasis kerakyatan dalam upaya peningkatan ekonomi di berbagai
tingkat, baik ditingkat petani maupun di tingkat rumah tangga pelaku usaha.
Usaha mikro dengan keunggulan komoditas lokal diharapkan dapat melahirkan
produk diversifikasi yang berbasis pala dengan keunggulan lokal dan berdaya
saing tinggi sebagai suatu usaha agrobisnis yang mumpuni. Untuk itu perlu
dilakukan kajian yang sistematis untuk mengetahui berbagai respons masyarakat
terhadap pengolahan kolak buah pala khas Aceh Selatan. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui respons panelis terhadap produk kolak buah pala dari
beberapa sampel produk berbeda di Aceh Selatan dan mengetahui profil kadar air
dari masing-masing sampel produsen. Harapan peneliti adalah agar penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sehingga dapat membantu para pelaku UMKM maupun peneliti sebagai sumber rujukan baru. Penelitian
terdahulu terkait panganan unik dan menjadi hal baik
untuk UMKM telah diteliti oleh (Iswan, 2013; Wahyudiono
& Susanto, 2017). �
Penelitian Iswan
dilakukan di Universitas Hasanuddin
Wirausaha Mahasiswa Agribisnis (Wiragri) Kota
Makassar. Temuan mengungkapkan
sepuluh strategi, yang kemudian
dipetakan menggunakan bauran pemasaran, dengan sebagian besar strategi mengarah ke rencana pengembangan
produk. Memprioritaskan kegiatan mengharuskan terlebih dahulu mengidentifikasi isu-isu yang muncul sebagai akibat dari kelemahan
dan ancaman. Temuan mengungkapkan bahwa masalah terbesar Wiragri adalah masih kurangnya distribusi produk. Temuan analisis menyarankan peningkatan distribusi produk dengan mempekerjakan tim manufaktur tiga orang dan tim pemasaran dua orang, serta mempresentasikan aplikasi untuk tambahan modal perusahaan kepada pemerintah, swasta, atau organisasi
keuangan lainnya. Meningkatkan upaya promosi melalui internet, pembuatan spanduk dan brosur, penggunaan kemasan polypropylene (PP) diameter 0,8 mm, penetapan
keseragaman produk sesuai SNI, dan upaya pengoperasian Wiragri sebagai badan usaha tersendiri dalam bentuk CV.
Wahyudiono dan Susanto menuliskan sebuah buku meningkatkan daya jual UMKM. Buku itu merupakan
reka ulang dari kondisi kehidupan
nyata yang mereka temukan di sentra UMKM di kawasan wisata religi Jawa Timur. Tujuan dari perancangan
buku tersebut adalah untuk menggambarkan
keadaan UMKM di Indonesia secara
umum dan rinci sehingga pembaca dapat mengamati, mengkaji dan memahami keadaan sebenarnya dari usaha mikro
dan kecil di Indonesia, dengan
harapan dapat menarik lebih banyak
pengamat untuk membaca perekonomian masyarakat. Karena nilai kearifan lokal yang telah mengakar dan bersumber dari budaya masyarakat harus dapat digali
dan dioptimalkan untuk membangun daya saing UMKM di masa depan, maka anatomi buku
Manajemen UMKM ini sangat menyentuh berbagai kondisi dan kebutuhan yang harus dibenahi dan diberikan solusi terkait pengelolaan UMKM. Pengembangan daya saing berbasis kearifan lokal dinilai menjadi pembeda dan keunikan bagi UMKM, sehingga mampu meningkatkan kinerja usahanya dan memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat
dan perekonomian dalam
negeri.
����������� Penelitian
ini dilakukan selama dua bulan
(September-Oktober 2021), yang dimulai
dengan pengumpulan sampel produk penelitian
dari beberapa UMKM berbeda di Aceh Selatan, kemudian
dilanjutkan dengan uji organoleptik dan uji kadar air
yang dilakukan di Laboratorium
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar. Populasi penelitian ini adalah semua rumah
tangga yang melakukan kegiatan produksi kolak pala di Aceh Selatan.
Teknik sampling yang digunakan adalah purporsive sampling, teknik
sampling ini digunakan peneliti berdasarkan kebutuhan penelitian dengan karakteristik khusus (Sugiyono, 2017). Data penelitian ini merupakan data primer berskala hedonik (skala penilaian 1-5) yang bersumber dari panelis tidak terlatih.
Kriteria pengukuran respons panelis pada tiga indikator (warna, tekstur dan rasa) dari 5 sampel produk
dengan 35 panelis dari sangat suka sampai sangat tidak suka adalah sangat suka = 5 suka = 4 agak suka = 3 tidak
suka = 2 sangat tidak suka = 1 dan uji keseluruhan (overall). Analisis
hedonik, atau uji sensori organoleptik yang tujuannya untuk mengetahui nilai perbandingan perbedaan kualitas di antara beberapa produk homogen dengan memberikan skor atau nilai khusus
pada produk atau indikator produk dan untuk menilai tingkat
suka terhadap suatu produk atau
yang disebut dengan skala hedonik (Tarwendah, 2017).
Analisis data dilakukan dengan analisis ragam atau Anova
dengan lima produk sampel, apabila dalam analisis Anova terdapat pengaruh yang bermakna akan dilanjutkan dengan Duncan Multipe Rage Test (Yunita & Rahmawati, 2015).
1.
Karakteristik Sampel Dan Panelis
����������� Sampel produk berbeda yang dijadikan objek dalam penelitian ini terdiri dari 5 UMKM tersebar di sentra penghasil pala di Kabupaten Aceh Selatan Kecamatan Tapak Tuan. Pada penelitian ini nama UMKM tidak disebutkan pada uji organoleptik dan uji kadar air namun produk dari masing-masing sampel produk diberikan label yang unik untuk mempermudah penulis dalam pengolahan data. Usaha diversifikasi olahan kolak pala pada tabel 1 di bawah menjelaskan bahwa kapasitas produksinya masih di bawah 50 kg per Minggu, di mana usaha dengan umur usaha di atas 20 tahun terdapat dua usaha, yakni usaha Dianti dan usaha Ricky dengan kapasitas produksi 15- 45 kg dalam satu kali produksi, dua usaha lainnya masing-masing berumur 10 tahun dengan kapasitas produksi 10-25 kg per Minggu satu usaha lainnya baru berusia 8 tahun dengan kapasitas produksi 10-15 kg per Minggu. Hasil survei dan pengamatan di lapangan besar kecilnya tingkat produksi UMKM tersebut tergantung pada rantai pasok (siklus panen petani) dan jumlah pesanan yang diterima masing-masing usaha, selain itu tidak ada jalur pemasaran lainnya bagi produk olahan tersebut.
Tabel. 1. Karakteristik
UMKM Sampel Penelitian
No |
Nama |
Kode Sampel |
Umur usaha |
Kapasitas produksi/Minggu |
1 |
Usaha DNI |
206 |
27 |
15-45 kg |
2 |
Usaha YLD |
254 |
10 |
15-25 kg |
3 |
Usaha RVN |
179 |
8 |
10-15 kg |
4 |
Usaha CPA |
300 |
10 |
15-20 kg |
5 |
Usaha RCK |
238 |
27 |
15-35 kg |
Karakter panelis dalam penelitian ini berdasarkan umur yang di kelompokkan dalam tiga kategori antara lain: panelis dengan umur 20-25 tahun sebanyak 15 panelis, panelis dengan umur 25-30 dan 30-35 tahun masing-masing 10 panelis. Berdasarkan pendidikan panelis penelitian dikategorikan tingkat pendidikan yang ditamatkan. Panelis dengan tingkat pendidikan SLTP 2 panelis, panelis dengan tingkat pendidikan SMA sebanyak 23 panelis, dan panelis dengan tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana sebanyak 10 panelis.
Tabel. 2. Karakteristik
Panelis Penelitian Berdasarkan Umur
No |
Umur |
Jumlah Panelis |
1. |
20-25 |
15 |
2. |
25-30 |
10 |
3. |
30-35 |
10 |
Tabel. 3. Karakteristik Kriteria Panelis Penelitian Berdasarkan Pendidikan
No |
Pendidikan |
Panelis |
1. |
SLTP |
2 |
2. |
SMA |
23 |
3. |
�DIII dan S1 |
10 |
2. Produk Kolak Pala
����������� Kolak pala atau manisan buah pala yang berbahan baku utama daging buah pala merupakan hasil produk Aceh Selatan. Hasil olahan ini dijadikan jajanan atau oleh-oleh khas daerah tersebut. Produk ini tahan tanpa bahan pengawet sampai satu bulan sehingga banyak pelancong menjadikannya sebagai oleh-oleh. Proses pengolahan buah pala ini terbilang sederhana karena tidak menggunakan teknologi tinggi. Proses pengolahan daging buah pala untuk manisan kolak pala di Aceh Selatan sebagaimana pada gambar 1.
Kolak pala (Manisan basah Pendinginan Perebusan dengan air mendidih (4-6) menit Perendaman daging buah pala dengan air laut/garam
(5-6 jam) Pembersihan dengan air bersih Pengirisan sesuai dengan ukuran Karamelisasi (5-10) menit Pemotongan Pengupasan Buah pala Kulit ari daging buah pala Perendaman dengan gula
(1-3) malam
������������������������������������������������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������������������������������������������������
����������������������������������������������������������������������������������������������������������������
�����������������������������������
����������������������������������������������������������������������������������������������������
Gambar 1. Proses pengolahan
daging buah pala
3.
Hasil Pengujian Organoleptik Kolak Pala
����������� Hasil uji organoleptik (sensori) pada produk kolak pala dari beberapa UMKM berbeda di Kabupaten Aceh Selatan oleh 35 panelis dengan indikator yang di uji tingkat kesukaan pada warna, tekstur dan rasa serta secara keseluruhan sebagaimana pada tabel 4.
3.1. Warna
����� Hasil uji organoleptik menyatakan bawa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara tingkat kesukaan panelis terhadap warna pada produk 300, 179, dan produk 238, dan tidak ditemukan perbedaan rasa suka panelis yang nyata pada warna produk 254 dan produk 206 pada tingkat kepercayaan 95 persen. Terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat rasa suka panelis terhadap warna produk 300, 179, dan 238 dengan produk 254 dan produk 206. Sehingga dapat disimpulkan hasil uji sensori dari indikator warna diperoleh nilai tertinggi pada produk 206 dan produk 254 (3,97 dan 3,89) sebagai produk dengan warna yang paling disukai panelis.
����� Warna merupakan salah satu faktor penting dalam makanan sebagai atribut visualisasi yang berfungsi sebagai daya tarik utama dan dapat membangkitkan selera makan (Febriyanti et al., 2018). Warna pada kolak pala secara umum berwarna cokelat kekuningan dan cokelat karamel, yang diperoleh melalui proses perendaman gula dan karamelisasi pada kolak pala. Bahan makanan dengan kandungan karbohidrat melalui proses pemanasan mereduksi gula dan membentuk warna cokelat (Yunita & Rahmawati, 2015). Warna cokelat terbentuk dari reaksi Browning dengan proses reaksi mailard bersama karamelisasi yang terbentuk saat pemanasan gula sehingga karemelisasi terjadi saat panas di atas titik leleh gula yang berubah warna menjadi cokelat (Noviana et al., 2018).
Produk 206 |
Produk 254 |
Produk 238 |
Produk 179 |
Produk 300 |
Gambar 2. Produk kolak pala
Tabel 4. Hasil uji organoleptik pada indikator warna, tekstur dan rasa produk Kola Pala Aceh Selatan.
Produk |
Warna |
Tekstur |
Rasa |
Overall |
300 |
3,09a |
2,29a |
2,91a |
2,76a |
238 |
3,34a |
2,63a |
2,94a |
2,97a |
179 |
3,43a |
2,51a |
2,74a |
2,90a |
254 |
3,89b |
3,17b |
3,29b |
3,45b |
206 |
3,97b |
3,60c |
3,89c |
3,82c |
Keterangan: Nilai rata-rata indikator penilaian yang notasi huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95% berdasarkan hasil uji Duncan.
1���� =sangat tidak suka
2���� =tidak suka
3���� =agak suka
4���� =suka
5���� =sangat suka
3.2. Tekstur
��� Tekstur merupakan indikator makanan penting karena tekstur dapat diamati dengan indra peraba, selain itu tekstur dapat mempengaruhi citra makanan. Hasil analisis data di atas memberikan dua kesimpulan, 1) tidak terdapat perbedaan tingkat rasa suka panelis terhadap tekstur kolak pala pada produk 300, 179, dan 238 pada tingkat kepercayaan 95 persen, 2) terdapat perbedaan tingkat rasa suka panelis yang nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen antara produk 300, produk 179, dan produk 238 dengan produk 254 dan produk 206, dengan nilai tingkat rasa suka 3,17 dan 3,60 skala hedonik. Hasil uji sensori tersebut menyatkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat rasa suka panelis pada tekstur produk 254 dan produk 206. Perlakuan pengolahan yang berbeda waktu dan suhu perebusan, jumlah takaran gula dan lama pengeringan pada masing-masing produsen mengakibatkan tingkat tekstur produk yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan dari indikator tekstur panelis lebih menyukai produk 254 dan 206 dibanding produk lainnya.
��� Sifat tekstur yang berbeda pada produk kolak pala pada penelitian ini dipengaruhi oleh tingkat perlakuan yang berbeda yang pertama perbedaan lama pengeringan dan metode pengeringan (suhu ruangan, oven, dan panas mata hari) dan tingkat kandungan kadar air pada masing-masing produk. Indikator tekstur manisan terdiri dari dua yang pertama suhu pengeringan, semakin tinggi suhu pemanasan yang dilakukan pada produk maka tekstur semakin tinggi pula. Kedua kandungan kadar air yang terdapat pada produk manisan yakni semakin tinggi kadar air maka tekstur manisan lunak (Fajarwati et al., 2017). Semakin lama perendaman daging buah pala dalam gula maka semakin tinggi teksturnya, sebagai akibat proses terjadinya pengeluaran cairan dari daging buah yang digantikan oleh larutan gula, di mana produk dengan proses perebusan dan perendaman dalam gula memiliki tekstur yang lebih kecil dibanding dengan produk tanpa perebusan (Pujimulyani & Wazyka, 2012).
3.3. Rasa
��� Rasa merupakan indikator terpenting dan bersifat sensorik atas penerimaan
makanan hasil olahan (Febriyanti et al., 2018). Rasa yang enak dalam suatu
makanan dapat menarik perhatian konsumen (Noviana et al., 2018). Rasa kolak pala berasal
dari rasa manis gula dan
rasa khas buah pala itu sendiri
sehingga perpaduan rasa
yang tepat melahir rasa
yang unik. Hasil uji organoleptik
indikator rasa dari beberapa sampel produk UMKM di Aceh Selatan adalah
sebagai berikut; Tidak ditemukan perbedaan yang nyata antara tingkat rasa suka panelis teradap
indikator rasa pada produk
300, produk 179 dan produk
238. Hasil pengolahan data tersebut
menyebutkan adanya perbedaan rasa suka panelis terhadap indikator rasa yang nyata antara produk 300, produk 179 dan produk 238 dengan produk 254. Serta ditemukannya perbedaan nyata antara rasa suka panelis pada indikator rasa antara produk produk 300, produk 179, produk 238 dan produk 254 dengan produk 206. Sehingga dapat ditark kesimpulan
bahwa terdapat dua produk yang paling di sukai panelis dari
indikator rasa yaitu produk 206 dan produk 254. Perbedaan rasa dalam produk kolak pala
(manisan basah buah pala) terjadi
oleh pengaruh jumlah kadar gula yang digunakan saat perendaman, lama perendaman, waktu perebusan dan komposisi gula saat proses karamelisasi. Produsen dengan perlakuan produk dengan komposisi gula yang tinggi, waktu perebusan
dan perendaman dalam gula
yang lebih lama serta jumlah cairan gula saat karamelisasi yang tinggi akan menutupi
rasa asli dari buah pala, dan hanya mengikat sedikit saja rasa khas pala, sebaliknya
produsen dengan perlakuan produk komposisi gula, waktu perebusan dan perendaman, serta jumlah cairan
gula yang digunakan saat karamelisasi yang lebih rendah mengakibatkan tidak tertutupinya secara optimal rasa asli dari buah pala.
Lama perendaman dan konsentrasi
gula dan waktu perebusan akan mengakibatkan perbedaan rasa (Wati et al., 2016).
4.
Uji Secara Keseluruhan (Over All)
������ Hasil uji sensorik pada produk homogen olahan kolak buah pala dari UMKM berbeda di Aceh Selatan menyatakan bahwa secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan adanya perbedaan rasa suka panelis pada produk 300, produk 179, dan produk 238, namun terdapat perbedaan yang nyata atas rasa suka panelis antara produk 300, produk 179, dan produk 238 dengan produk 254, serta adanya perbedaan nyata pada rasa suka panelis pada produk 206. Hasil analis data membuktikan baik dari indikator warna, tekstur dan rasa secara keseluruhan terdapat tiga kategori tingkat kesukaan panelis atas produk tersebut antara lain, produk 206 merupakan produk paling disukai panelis dengan perolehan nilai sebesar 3,82 (suka), produk 238 dan produk 254 masuk dalam kategori agak disukai panelis, dan dua produk lainnya merupakan produk yang tidak disukai panelis.
5.
Profil Kadar Air Produk Kolak Pala
����������� Uji
kadar air yang dilakukan
pada penelitian ini menggunakan metode gravimetri atau metode cawan kering
yang di oven langsung pada suhu
tertentu. Uji kadar air
yang dilakukan dengan tiga kali pengulangan pada
masing-masing produk menyimpulkan
bahwa produk 206 memilik kadar air sebesar 31,06 persen, yang kedua produk 238 dengan kandungan kadar air sebesar 29,95 persen, dan kadar air produk 254 sebesar 31,56 persen serta kandungan
kadar air produk 179 sebesar 27,29 persen. Secara statistik tidak ditemukan perbedaan yang nyata atau signifikan kandungan kadar air dari empat produk
tersebut. Namun kandungan kadar air empat produk tersebut
sangat berbeda nyata dengan kandungan kadar air produk 300 yang nilainya sebesar 22,15 persen.
Jumlah kandungan air dalam makanan menjadi hal penting, air dapat sangat mempengaruhi penampilan, tekstur dan rasa makanan yang menjamin kesegaran dan daya tahan makanan, tinggi rendahnya kadar air yang terkandung dalam kolak pala sangat dipengaruhi oleh jumlah penggunaan gula (Febriyanti et al., 2018). Artinya produk dengan tingkat penggunaan gula dengan jumlah yang tinggi merupakan produk dengan jumlah kadar air yang rendah. Tingkat kadar manisan (kolak pala) akan mempengaruhi tingkat kekerasan (gf) semakin rendah kadar air semakin tinggi nilai kekerasan teksturnya (Yunita & Rahmawati, 2015).
Tabel
6. Rata-rata Kandungan Kadar Air Produk
Kolak Pala
No |
Kode Produk |
Kadar Air (%) |
1 |
300 |
22,15a � 0,47 |
2 |
179 |
27,29b � 5,03 |
3 |
254 |
31,56b � 0,18 |
4 |
206 |
31,06b �0,51 |
5 |
238 |
29,95b �3�55 |
Keterangan: Produk
dengan notasi yang sama tidak berbeda
nyata pada tingkat kepercayaan 95 persen berdasarkan uji Ducan.
KESIMPULAN
Hasil uji organoleptik pada
beberapa produk kolak buah pala dari UMKM berbeda di Aceh Selatan menyatakan
bahwa baik dari indikator warna, tekstur dan rasa secara keseluruhan terdapat
tiga kategori tingkat kesukaan panelis atas produk tersebut antara lain, produk
206 merupakan produk paling disukai panelis dengan Perolehan nilai sebesar 3,82
(suka), produk 238 dan produk 254 masuk dalam kategori agak disukai panelis,
dan dua produk lainnya merupakan produk yang tidak disukai panelis. Berdasarkan
uraian hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kandungan kadar air terendah
terdapat pada sampel produk 300, dan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan
antara kandungan kadar air pada produk 206, produk 254, produk 238, dan produk
179 pada tingkat kepercayaan 95 persen. Spesifikasi persyaratan mutu manisan
pala berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-4443-1998 adalah rasa, warna,
harus khas (tidak menghilangkan rasa dan warna pala secara keseluruhan), dalam
manisan pala juga tidak diperbolekan adanya benda
asing, kandungan gula (glukosa) minimal 25 persen, kadar air maksimal 44
persen, tidak diperbolehkan adanya bahan tambahan makanan (pewarna, penguat
rasa dan aroma, pengawet) dan kandungan kapang maksimal 50 koloni/g. Produk
yang paling disukai panelis adalah produk 206 dan produk 254. Jika dibandingkan
dengan persyaratan mutu manisan buah pala, semua sampel produk dari indikator
warna, rasa serta profil kadar air telah memenuhi persyaratan standar mutu
produk olahan manisan kolak pala atau manisan basah buah pala.
Aidah, S. N. (2021). Ensiklopedi Tanaman Rempah (Vol. 79). PENERBIT KBM
INDONESIA.
Fajarwati, N. H., Parnanto, N. H. R., & Manuhara, G. J.
(2017).
Pengaruh kaonsentrasi asam sitrat dan suhu pengeringan terhadap karakteristik
fisik, kimia dan sensoris manisan kering labu siam (Sechium edule Sw.) dengan
pemanfaatan pewarna alami Dari Ekstrak Rosela Ungu (Hibiscus sabdariffa L.). Jurnal
Teknologi Hasil Pertanian, 10(1), 50�66.
Febriyanti, N., Caronge, M.
W., & Lahming, L. (2018). Pengaruh Lama Pengeringan Dan Berbagai Jenis Gula Terhadap
Kualitas Manisan Tomat (Lycopersium Esculentum). Jurnal Pendidikan Teknologi
Pertanian, 1(1), 86. https://doi.org/10.26858/jptp.v1i1.6222
Iswan, I. T. (2013). Strageti Pengembangan
Produktivitas dan Pemasaran Keripik Pisang �Banachip.� Universitas Hasanuddin.
Noviana, K., Wijaya, M.,
& Kadirman, K. (2018). Pengaruh Penambahan Bubur Buah Tomat Terhadap Kualitas
Dodol Tomat. Jurnal Pendidikan Teknologi Pertanian, 3(1), 78.
https://doi.org/10.26858/jptp.v3i1.5200
Pattikayhatu, J. A. (2012). Bandar Niaga di Perairan Maluku dan Perdagangan
Rempah-Rempah. Kapata Arkeologi, 8(1), 1�8.
Pujimulyani, D., & Wazyka, A. (2012). Sifat Antioksidasi, Sifat
Kimia dan Sifat Fisik Manisan Basah dari Kunir Putih (Curcuma mangga Val.). Agritech:
Jurnal Fakultas Teknologi Pertanian UGM, 29(3), 167�173. https://doi.org/10.22146/agritech.9703
Rahman, F. (2019). �Negeri Rempah-rempah� dari Masa Bersemi Hingga Gugurnya Kejayaan
Rempah-rempah. Patanjala, 11(3), 291735.
Sari, L., Lesmana, D., & Taharuddin, T. (2018). Estraksi Minyak Atsiri Dari
Daging Buah Pala (Tinjauan Pengaruh Metode Destilasi Dan Kadar Air Bahan). Prosiding
Semnastek.
Sugiyono. (2017). Metodologi Penelitian Bisnis. Cv.Alfabeta.
Tarwendah, I. P. (2017). Reurnal Review: Studi Komparasi Atribut Sensoris Dan
Kesadaran Merek Produk Pangan. Jurnal Pangan Dan Agroindustri, 5(2),
67.
Tuasikal, M. (2016). Daya hambat infusa daging
buah pala (Myristica fragrans Houtt) terhadap pertumbuhan Candida albicans
penyebab sariawan. Skripsi.
Wahyudiono, W., & Susanto,
S. (2017). MANAJEMEN
UMKM: Meningkatkan Daya Saing Berbasis Kearifan Lokal. Narotama University
Press.
Wati, H., Jaya, J. D., & Lestari, E. M. A. (2016). OPTIMASI MANISAN BUAH
PEPAYA KERING *HERLINA. JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI, 3(1),
8�21.
Yunita, M., & Rahmawati, R. (2015). PENGARUH LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU MANISAN
KERING BUAH CARICA (Carica candamarcensis). Jurnal Konversi, 4(2),
17. https://doi.org/10.24853/konversi.4.2.17-28
This work is licensed under
a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License