431
Rosihan Luthfi
PERLINDUNGAN DATA PRIBADI SEBAGAI PERWUJUDAN
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA
Rosihan Luthfi
Universitas Jember, Indonesia
rosihan.245@gmail.com
Diterima:
28 April 2022
Direvisi:
10 Mei 2022
Disetujui:
15 Mei 2022
Abstrak
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak kodrat atau kodrat yang bersifat abadi dan
universal yang dimiliki setiap orang. Bagi negara, hak asasi manusia merupakan
dasar bagi negara untuk membentuk peraturan perundang-undangan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara serta kehidupan bermasyarakat. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk perlindungan
hukum terhadap data pribadi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian yuridis normatif (legal research), dengan menerapkan norma-norma
atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam hukum positif dengan cara mengkaji
berbagai macam peraturan perundang-undangan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, dapat disimpulkan bahwa perlindungan data pribadi merupakan hak
konstitusional warga negara Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pasal 28 G(1)
UUD 1945.
Kata kunci : Perlindungan, Perwujudan, HAM
Abstract
Human Rights (HAM) are natural or natural rights owned by every human being
that is lasting and universal. For the state, human rights are the basis for the state
to form regulations in the life of the nation and state and social life. The purpose
of this study is to find out and understand the forms of legal protection for personal
data in Indonesia. This research uses a normative juridical research method (legal
research), by applying the norms or rules that apply in positive law by examining
various kinds of laws and regulations. Based on the research that has been done,
it can be concluded that the protection of personal data is a constitutional right of
Indonesian citizens which has been regulated in the 1945 Constitution in Article
28 letter G paragraph (1).
Keywords : Protection, Embodiment, Human Rights
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 2, Number 5, Mei 2022
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
432
Rosihan Luthfi
PENDAHULUAN
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak alami atau kodrati dimiliki oleh setiap manusia
yang bersifat langgeng dan universal. Bagi Negara, HAM merupakan dasar bagi negara untuk
membentuk peraturan-peraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta kehidupan
bermasyarakat (Sudiana, 2013). Oleh sebab itu, pembentukan hukum nasional harus tetap
berada dalam ruang lingkup HAM. Hal ini juga berlaku untuk legislator formal. Legislator
Formal bukan berarti memiliki otoritas dan kemahakuasaan, tetapi HAM juga harus
ditegaskan, yang dijamin oleh konstitusi (Muabezi, 2017).
Bangsa Indonesia sendiri mempunyai falsafah negara yaitu Pancasila yang merupakan
sumber dari HAM bagi bangsa Indonesia oleh sebab itu perwujudan HAM harus
memperhatikan jalur yang ditetapkan dalam ketentuan undang-undang (Pasaribu & Briando,
2019). Filosofi pancasila bagi bangsa Indonesia yaitu bahwa pelaksanaan HAM bukan berarti
pelaksanaan yang bebas, tetapi harus memperhatikan peraturan-peraturan yang terdapat dalam
pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila (Supriyanto, 2016). Sehingga tidak ada
hak yang dapat dilaksanakan secara mutlak tanpa memperhatikan hak orang lain, karena hal
tersebut dapat melanggar HAM orang lain.
Salah satu bentuk dari perlindungan Hak Asasi Manusia adalah perlindungan terhadap
data pribadi seseorang dimana di negara lain hal tersebut telah diakui sebagai HAM yaitu
dalam Piagam HAM Eropa (ECHR, 2000) dan Deklarasi HAM ASEAN (Gomez &
Ramcharan, 2012). Deklarasi Universal HAM (UDHR,1948) yang terbentuk pada tahun 1948
pada akhirnya mengakui hak untuk melindungi data pribadi sebagai HAM setelah melalui
proses evolusi yang panjang, dimana hak tersebut terbentuk dari persilangan antara hak atas
informasi dan hak atas privasi. Data pribadi sejatinya merupakan informasi nyata dan otentik
yang melekat pada seseorang sehingga dapat mengidentifikasi orang tersebut (Haroen, 2014).
Pentingnya perlindungan data pribadi adalah untuk memastikan bahwa data pribadi yang
dikumpulkan oleh individu digunakan sesuai dengan tujuan pengumpulannya, sehingga dapat
menghindari penyalahgunaan data (Rosadi, 2016).
Untuk memutuskan informasi apa yang akan diungkapkan kepada orang lain, kepada
siapa, dan berapa banyak informasi pribadi yang akan diungkapkan yang selanjutnya disebut
Privasi, terbagi menjadi 2 bagian yaitu privasi psikologis dan privasi fisik (Veritasia, 2015).
Privasi yang terkait dengan pikiran, rencana, keyakinan, nilai, dan keinginan manusia biasa
disebut dengan Privasi Psikologis, sedangkan privasi yang terkait dengan aktivitas fisik
mengekspos kehidupan pribadi seseorang disebut sebagai Privasi Fisik (Kurniullah et al.,
2021). Perkembangan ekonomi suatu negara biasanya ditentukan oleh media informasi. Allan
Westin mendefinisikan konsep perlindungan data merupakan privasi sebagai hak untuk
pertama kalinya, privasi informasi menyangkut data/informasi pribadi yang dapat dikaitkan
dengan privasi seseorang untuk berkomunikasi atau tidak berkomunikasi dengan pihak lain
(Djafar, 2019).
Untuk mewujudkan suatu demokrasi yang mapan, maka pemerintah Indonesia harus
memberikan perhatian yang utama terhadap perlindungan privasi, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 17 Kovenan yang menetapkan bahwa "Urusan pribadi, keluarga, rumah atau
komunikasinya, tidak boleh dicampuri oleh sesorang secara sewenang-wenang". Irwen
Altman percaya bahwa perlindungan privasi memiliki fungsi sebagai pengatur komunikasi
antar sesama, yang berarti tingkat harapan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, dan
kapan harus sendirian. Berharap untuk menghabiskan waktu atau berkomunikasi bersama
orang lain, termasuk keintiman atau jarak dan klarifikasi identitas diri.
Dengan mengacu pada uraian di atas, sudah sewajarnya setiap orang berhak dilindungi
oleh negara menyangkut hak privasinya dan terkait dengan tanggung jawab negara, maka
negara dapat memberikan pembayaran ganti rugi atas kemungkinan kerugian atas
penyalahgunaan data yang menyangkut privasi seseorang. Dari penjelasan latar belakang
masalah diatas, timbul ketertarikan peneliti untuk membuat penelitian yang berjudul
“Perlindungan Data Pribadi Sebagai Perwujudan Perlindungan Hak Asasi Manusia”. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami bentuk perlindungan hukum terhadap
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
433
Rosihan Luthfi
data pribadi di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif (legal research),
dengan menerapkan norma-norma atau kaidah-kaidah yang berlaku dalam hukum positif
dengan cara mengkaji berbagai macam peraturan perundang-undangan, yang dihubungkan
dengan permasalahan yang menjadi pokok bahasan dalam penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Bentuk Perlindungan Hukum Data Pribadi di Indonesia
Di Indonesia telah diatur hak atas perlindungan diri pribadi, sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 28 G Ayat (1) bahwa warga negara berhak atas perlindungan diri pribadi,
sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia. Hak Pribadi ini bersifat sensitif karena terkait
dengan data pribadi atau identitas seseorang yang terdapat dalam KTP (Kartu Tanda
Penduduk), Parpor, SIM, Kartu Keluarga (KK), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
Nomor Rekening bank serta Sidik jari.
Dengan memberikan perlindungan terhadap hak pribadi tersebut, berarti juga
memberikan perlindungan terhadap hak atas kebebasan berbicara yang menjamin
perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi. Konsep perlindungan data pribadi ini menekankan bahwa setiap
orang berhak untuk memutuskan ketika seseorang akan membagikan data kepada orang
lain atau untuk berbagi data kepada orang lain serta menentukan kondisi yang harus
dipenuhi selama proses berbagi data dalam sebuah komunitas.
Terkait dengan perlindungan data pribadi, terdapat beberapa contoh kasus, yang
terjadi di masyarakat diantaranya yaitu:
1. Penyalinan data dan informasi kartu ATM yang dikenal dengan skimming
yang selanjutnya berbekal data tersebut, pelaku dapat melakukan penarikan
dana dari tempat lain;
2. Pinjaman online, yang mengakibatkan orang yang memiliki identitas dapat
disalahgunakan untuk meminjam uang secara online.
3. Ojek online, yang mengakibatkan pemilik nomor/konsumen mengalami
terror melalui nomor whatssap.
Penyalahgunaan data pribadi memenuhi unsur tindak pidana seperti halnya
pencurian dan penipuan serta tindak pidana lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa tindak
pidana penyalahgunaan data pribadi yang senyatanya merupakan bentuk kejahatan yang
sempurna (Situmeang, 2021).
Terhadap perlindungan data pribadi, Indonesia sendiri tidak memiliki undang-
undang dan peraturan khusus mengatur tentang perlindungan data pribadi, namun tersebar
di beberapa peraturan terkait dengan perlindungan data pribadi, sebagai berikut :
1. Undang-undang Hukum Perbankan Nomor 10 Tahun 1998
Dalam hukum perbankan, dikenal istilah "rahasia bank" tercantum dalam Pasal 1 Ayat
28 yaitu segala sesuatu yang berhubungan dengan nasabah dan simpanannya. Ini
berarti bahwa informasi apa pun terkait dengan informasi dan data nasabahnya wajib
dirahasiakan oleh pihak bank sebagaimana tercantum dalam Pasal 40 kecuali dalam
hal kepentingan perpajakan, piutang bank, kepentingan persidangan serta terkait
dengan kepentingan ahli waris.
2. Undang-Undang Telekomunikasi Nomor 36 Tahun 1999
Dalam Undang-Undang Telekomunikasi diatur terkait perlindungan data pribadi
sebagaimana dalam Pasal 42 (1) UU Telekomunikasi yang mewajibkan
penyelenggara telekomunikasi untuk merahasiakan informasi yang dikirim atau
diterima oleh pengguna jasanya, kecuali guna kepentingan proses persidangan, maka
penyelenggara jasa komunikasi dapat melakukan perekaman informasi atas
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
434
Rosihan Luthfi
persetujuan dari Jaksa Agung/Kapolri. Dalam UU tersebut juga diatur dalam Pasal 57
terkait dengan penyalahgunaan informasi, yaitu ancaman pidana penjara paling lama
2 (dua) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah)” bagi pelakunya.
3. Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999
Dalam UU PK diatur dalam Pasal 2 UU PK bahwa perlindungan konsumen didasarkan
pada kepentingan keadilan, keselamatan dan keamanan, serta kepastian hukum.
Undang-undang ini dinilai sangat lemah dalam melindungi data pribadi konsumennya
karena tidak secara jelas mengatur hal tersebut, sehingga konsumen tidak mempunyai
mempunyai dasar hukum yang kuat untuk melindungi kepentingannya.
4. Undang Undang HAM Nomor 39 Tahun 1999
Dalam Pasal 14 (1) UU HAM menegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh
informasi yang mereka butuhkan dalam kehidupannya untuk mengembangkan diri dan
lingkungannya. Terkait dengan perlindungan diri pribadi telah diatur dalam Pasal 29
ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak menuntut dan memperoleh
perlakuan yang sama sesuai dengan harkat dan martabatnya. Ketentuan ini sejalan
dengan (1) huruf G Pasal 28 UUD 1945, yang memberikan hak atas perlindungan
pribadi setiap orang. Pengecualian terkait dengan hal tersebut diatur dalam Pasal 32
yaitu pengecualian atas perintah Hakim atau kekuasaan lain yang sah sesauai dengan
Undang-undang.
2. Konsep Perlindungan Data Pribadi di Indonesia
Perlindungan hak pribadi di Indonesia diatur dalam UUD 1945 khususnya Pasal 28G
ayat (1) yang mengatur bahwa keselamatan dan perlindungan untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu merupakan hak asasi manusia.
Hak atas perlindungan data pribadi timbul dari yang disebut sebagai hak atas privasi
(Priscyllia, 2019). Privasi ini sangat penting bagi individu ataupun instansi dimana apabila
terjadi kesalahan dalam penyampaian informasi yang memiliki nilai kerahasiaan maka
sehingga dapat menimbulkan kerugian material maupun non material. Dan jika berbicara
tentang kehidupan pribadi maka hal tersebut terkait dengan seseorang sebagai pemilik
utama hak atas perlindungan data pribadi. Data Pribadi ini terkait dengan data pribadi
seseorang yang dapat dipakai untuk menandai pemilik data.
Putusan Mahkamah Konstitusi No.5/PUU-VIII/2011 bahwa right to privacy
merupakan bagian dari hak asasi manusia (derogable rights) yang menjadi bagian dari
informasi atau right to information privacy, disebut juga data privacy (data protection)
(Mutiara & Maulana, 2020). Pengaturan lebih lanjut dari UU ITE diatur melalui PP Nomor
82 Tahun 2012 tentang Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik, yang memuat data
perseorangan tertentu yang disimpan dan dijaga kerahasiaannya (Pasal 1 angka 27).
Selain dalam putusan MK tersebut, data pribadi juga diatur dalam beberapa
peraturan diantaranya: Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008, Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1971 tentang Kearsipan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang
Dokumen Perusahaan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Untuk menjamin hak privasi warganya, diperlukan pengaturan perlindungan data
pribadi secara terintegrasi mengingat Indonesia sebagai anggota ASEAN yang telah
mengadopsi ASEAN Human Rights Declaration yang mengakui bahwa hak privasi atas
data pribadi sebagaimana dalam Pasal 21 dan dalam perkembangannya telah banyak
diadopsi oleh negara lain lebih dari 120 Negara (Ridha, 2020).
Hukum internasional menekankan privasi digital dengan memanfaatkan konsep
berbagai deklarasi hak asasi manusia dan kebebasan pribadi dan pada Sidang Umum PBB
2013 telah disetujui olah Anggota-anggotanya bahwa hak privasi dengan tujuan untuk
mengumpulkan data pribadi sifatnya harus transparan (Hermawan et al., 2013). Australia
sendiri telah mengesahkan undang-undang privasi pada tahun 1988 dan Singapura
mengesahkan undang-undang perlindungan data pribadi pada tahun 2012. Uni Eropa
memiliki peraturan perlindungan data umum (GDPR), yang menerapkan peraturan
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
435
Rosihan Luthfi
perlindungan data pada Mei 2018.
Berend van der Eijk dari Technology and Data Protection Law menjelaskan prinsip
transparansi dalam GDPR, dimana warga negara berhak untuk mengakses, mengubah atau
menghapus data pribadi dalam data pelanggan perusahaan setiap saat (Tsamara, 2021).
Bagitu juga seseorang yang menjalankan bisnisnya, wajib menjelaskan secara terbuka
terkait tujuan mereka mengumpulkan data dan bagaimana mereka menggunakannya.
Perlindungan data pribadi yang terkandung dalam GDPR berlaku berkaitan dengan ras,
etnis, politik, kesehatan, gender dan seksualitas yang berlaku.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan maka dapat dismpulkan bahwa
perlindungan data pribadi adalah hak konstitusional warga negara Indonesia yang telah
diatur dalam UUD 1945 dalam pasal 28 huruf G ayat (1). Bentuk perlindungan hukum
terhadap data pribadi sebagai privasi di Indonesia saat ini telah termuat dalam beberapa
perundang-undangan yang mengatur mengenai data pribadi namun Indonesia belum
memiliki perundang-undangan yang khusus mengatur hal tersebut untuk dijadikan dasar
hukum perlindungan data pribadi. Perlindungan hak-hak pribadi di Indonesia merupakan
kewajiban konstitusi negara yang diatur dalam Pasal 28 G ayat (1) Undang-Undang Dasar
1945 yang merupakan bagian dari perlindungan diri pribadi. Perlindungan data pribadi
merupakan asset strategis yang sering disalahgunakan sehingga perlu pengaturan lebih
lanjut guna menghindari akibat buruk penyalahgunaan data pribadi yaitu
memperjualbelikan untuk tujuan komersil tanpa persetujuan dari pemilik data pribadi dan
penyalahgunaan data Kesehatan.
BIBLIOGRAFI
Djafar, W. (2019). Hukum perlindungan data pribadi di indonesia: lanskap, urgensi
dan kebutuhan pembaruan. Makalah Disampaikan Sebagai Materi Dalam
Kuliah Umum “Tantangan Hukum Dalam Era Analisis Big Data”. Program
Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Gomez, J., & Ramcharan, R. (2012). The protection of human rights in Southeast
Asia: Improving the effectiveness of civil society. Asia-Pac. J. on Hum. Rts. &
L., 13, 27.
Haroen, D. (2014). Personal branding. Gramedia Pustaka Utama.
Hermawan, Y. P., Indraswari, R., Hapsari, R. A., & Diangga, I. M. (2013).
Materialisasi ide Indonesia dalam institusi-institusi internasional. Research
Report-Humanities and Social Science, 2.
Kurniullah, A. Z., Simarmata, H. M. P., Sari, A. P., Sisca, S., Mardia, M., Lie, D.,
Anggusti, M., Purba, B., Mastuti, R., & Dewi, I. K. (2021). Kewirausahaan dan
Bisnis. Yayasan Kita Menulis.
Muabezi, Z. A. (2017). Negara Berdasarkan Hukum (Rechtsstaats) Bukan Kekuasaan
(Machtsstaat). Jurnal Hukum Dan Peradilan, 6(3), 421446.
Mutiara, U., & Maulana, R. (2020). Perlindungan Data Pribadi Sebagai Bagian Dari
Hak Asasi Manusia Atas Perlindungan Diri Pribadi. Indonesian Journal of Law
and Policy Studies, 1(1), 4254.
Pasaribu, P. Y., & Briando, B. (2019). Pelayanan Publik Keimigrasian Berbasis
HAM Sebagai Perwujudan Tata Nilai ‘PASTI’Kemenkumham. Jurnal HAM,
10(1), 3956.
Priscyllia, F. (2019). Perlindungan Privasi Data Pribadi Perspektif Perbandingan
Hukum. Jatiswara, 34(3), 239249.
Ridha, F. A. A. (2020). Jual Beli Nomor Kartu Keluarga Dan Nomor Induk
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
436
Rosihan Luthfi
Kependudukan Melalui Sosial Media (Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah) Dan
Hukum Positif. Pasca Sarjana.
Rosadi, S. D. (2016). Implikasi Penerapan Program E-Health Dihubungkan Dengan
Perlindungan Data Pribadi. Arena Hukum, 9(3), 403420.
Situmeang, S. M. T. (2021). Penyalahgunaan Data Pribadi Sebagai Bentuk Kejahatan
Sempurna Dalam Perspektif Hukum Siber. SASI, 27(1), 3852.
Sudiana, A. A. K. T. (2013). Pengembangan Politik Hukum Dalam Dimensi Nilai-
nilai Hak Asasi Manusia Sebagai Tuntutan Globalisasi. Masalah-Masalah
Hukum, 42(2), 218224.
Supriyanto, B. H. (2016). Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)
Menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Pranata
Sosial, 2(3), 151168.
Tsamara, N. (2021). Perbandingan Aturan Perlindungan Privasi Atas Data Pribadi
Antara Indonesia Dengan Beberapa Negara. Jurnal Suara Hukum, 3(1), 5384.
Veritasia, M. E. (2015). Pengungkapan Informasi Privat tentang Identitas Seksual
Seorang Gay kepada Orang Lain. Universitas Airlangga.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International License