606
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA
2020 DI KABUPATEN TUBAN
M Anas Mahfudhi
1
, Heni Khamdiyah
2
Universitas Indonesia
1
UIN Sunan Ampel Surabaya
2
Email by.
1
4nasmahfudhi@gmail.com,
2
henikhamdiyah50@gmail.com
Diterima:
2 Juli 2022
Direvisi:
5 Juli 2022
Disetujui:
14 Juli 2022
Abstrak
Penelitian ini menganalisis Political Branding Aditya Halindra Faridzki pada
Pilkada Kabupaten Tuban 2020. Penelitian ini menggunakan perspektif Nimmo
tentang Political Marketing. Penelitian mengenai Political Branding menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. dalam kajian ini menjelaskan
bahwa Facebook dan Instagram merupakan media sosial handal untuk kepentingan
political marketing kandidat. Aditya Halindra Faridzky sebagai kandidat bupati
Tuban 2020 memasukkan konsep-konsep political marketing yaitu kebijakan, figur,
partai, dan pencitraan. Penelitian ini juga menjelaskan Aditya Halindra Faridzky
memiliki prioritas kebijakan program yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Aditya Halindra Faridzky tergambar sebagai figur (faktor person) memiliki
kepribadian yang diidolakan masyarakat Tuban untuk menjadi Bupati. Selain itu,
Aditya Halindra Faridzky digambarkan sebagai pribadi yang apa adanya,
melindungi, percaya diri, tegas, kuat, amanah, muda dan berpengalaman.
Keywords: Political Branding, Political Marketing , Pilkada 2020
Abstract
This study analyzes Aditya Halindra Faridzki's Political Branding in the 2020
Tuban Regency Election. This study uses Nimmo's perspective on Political
Marketing. Research on Political Branding uses a qualitative approach with a case
study method. This study explains that Facebook and Instagram are reliable social
media for the benefit of political marketing candidates. Aditya Halindra Faridzky as
the 2020 Tuban regent candidate incorporates political marketing concepts, namely
policies, figures, and imagery. This study also explains that Aditya Halindra
Faridzky has priority programs that suit the needs of the community. Aditya
Halindra Faridzky is depicted as a figure (person factor) who has a personality that
the people of Tuban idolize to become Regent. In addition, Aditya Halindra Faridzky
is described as a person who is as he is, protective, confident, firm, strong,
trustworthy, young and experienced.
Keywords: Political Branding, Political Marketing, Pilkada 2020
PENDAHULUAN
Political branding merupakan salah satu strategi dalam membangun citra politik (political
image). Secara spesifik, konsep political branding mengacu pada taktik yang digunakan oleh politisi
untuk meraih popularitas. Dewasa ini, political branding tidak sebatas menggunakan metode
periklanan politik konvensional namun lebih pada penggunaan metode kampanye identitas diri dan
kampanye pemasaran secara menyeluruh dan branding adalah satu bentuk baru dalam marketing
politik (Scammell, 2007). Nimmo (2000) berpendapat bahwa dalam political marketing produk politik
terbagi menjadi empat, yaitu 1. Policy; kebijakan, isu, dan program kerja, 2. Person; figur kandidat
dan figur pendukung, 3. Party; ideologi, struktur, visi-misi dari partai yang mencalonkan, 4.
Presentation; medium komunikasi atau konteks simbolis Keempat produk politik tersebut harus ada
dalam political branding. Sebab kandidat yang melakukan political branding tetapi tanpa memiliki
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 7, Juli 2022
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
607
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
program kerja, figur pendukung, pengaruh partai (dalam arti konsistensi ideologi dan visi misi partai
yang mengusung kandidat), serta komunikasi yang baik, jelas tidak akan berjalan dengan baik.
Strategi political branding seringkali digunakan dalam kontestasi politik, baik pemilu yang ada di
tingkat nasional, maupun pemilihan di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota (Afrizal, 2014).
Politisi harus dikenal baik oleh masyarakat dan tentunya dikenal sebagai politisi atau partai
yang berbeda di antara partai atau politisi yang ada sehingga memudahkan pemilih dalam menentukan
pilihannya sesuai dengan keinginan atau kebutuhan mereka di mana hal tersebut bisa disebut dengan
brand politik (Firmanzah, 2007). Menurut Less-Marshment (2011) bahwa brand politik merupakan
lebih dari entitas psikologi yang membentuk suatu kesan, asosiasi, dan seluruh persepsi dari partai
atau politisi. Brand terbentuk dari perilaku masa lalu dan sangat sulit untuk diganti dan digunakan
dalam jangka waktu yang panjang.
Pembahasan mengenai branding politik menjadi penting karena berbicara politik pasti juga
berbicara mengenai persepsi masyarakat dalam menilai calon penguasa, apakah kandidat tersebut
merepresentasikan pandangan ideal pemilih terhadap pemimpin. Less-Marshment (2011) mengatakan
dalam penelitian yang ditulis oleh Cosgrove (2009) bahwa kampanye yang dilakukan Hillary pada
tahun 2007-2008 memiliki kelemahan karena tidak menggunakan brand yang mampu membangkitkan
emosi pemilih. Jokowi ketika awal kali mencalonkan sebagai gubernur Jakarta, beliau mencitrakan
dirinya sebagai pejabat yang “merakyat” atau dekat dengan rakyat dengan sering belusukan ke
kampungkampung, dan itu dapat mengambil hati masyarakat Jakarta dan mampu menang melawan
petahana (Sandra, 2013). Artinya bahwa branding/citra/positioning/image di sini sangat memengaruhi
pemilih dalam memilih calon kandidat di pemilihan.
Dalam konteks pilihan Bupati kabupaten Tuban, terdapat tiga pasangan calon yang
berkontestasi. Pasangan no urut 01 adalah Khozanah Hidayati dan Muhammad Anwar. Sementara
paslon nomor urut 02 Aditya Halindra Faridzky dan Riyadi serta paslon nomor urut 03 adalah Setiajit
dan Armaya Mangkunegara. Aditya Halindra Faridzky memang pendatang baru, namun ia memiliki
elektabilitas yang cukup tinggi. Aditya Halindra Faridzky adalah anak Bupati Tuban periode 2001-
2011, Haeny Relawati Rini Widyastuti. Langkahnya berjalan mulus setelah politikus muda yang akrab
disapa Lindra dan sekarang menjabat Ketua DPD II Partai Golkar Tuban tersebut mendapat
rekomendasi dua partai politik. Lindra berpasangan dengan Riyadi, keduanya diusung Partai Golkar
dan Partai Demokrat dengan modal 14 kursi di DPRD Kabupaten Tuban. Rinciannya, Golkar
memiliki sembilan kursi, sedangkan Demokat mengantongi lima kursi sehingga berbekal 14 kursi
sudah cukup untuk mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tuban.
Meskipun sebagai pendatang baru dan masih muda, kan tetapi Aditya Halindra Faridzky
berhasil memenangkan kontestasi Pilkada 2020. Berdasarkan rekapitulasi dalam rapat pleno terbuka
yang dilakukan KPU, pasangan calon nomor urut 2, Aditya Halindra Faridzky-Riyadi unggul di setiap
kecamatan di Kabupaten Tuban. Pasangan itu memperoleh 423.236 suara atau 60 persen. Dari studi
kasus tersebut terdapat pertanyan yang perlu dijawab pada penelitian ini. Bagaimana Political
Branding Aditya Halindra dalam Pilkada Kabupaten Tuban 2020?
Pertanyaan tersebut perlu dijawab dan dibahas Karena beberapa hal. Pertama, PKB sebagai
Incumbent masih memiliki kekuatan politik yang mengakar sehingga berpeluang besar dalam
memenangkan Pilkda 2020. Kedua, Aditya Halindra Faridzky masih tergolong sebagai politisi
millennial yang lebih junior dibandingkan lawan politiknya. Akan tetapi, Aditya Halindra Faridzky
berhasil memenangkan kontestasi Pilkada 2020 Kabupaten Tuban. Tentunya pertanyaan tersebut
diatas yang menarik untuk dijawab dan dibahas lebih lanjut.
Penelitian tentang political marketing sudah pernah dilakukan sebelumnya. Salah satunya oleh
(Johansson, 2010) dengan judul “Political Marketing and the 2008 U.S. Presidential Primary
Elections”. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa produk calon presiden Obama telah „menjual‟
perubahan. Produk ini diimplementasikan dalam kampanye, menjadikan gerakan akar rumput yang
melibatkan masyarakat dari bawah ke atas. Basis besar ini memungkinkan untuk strategi pemasaran
yang berbeda yang diterapkan sebelumnya yang mengakibatkan para memimpin tersentuh untuk
kampanye Obama. Pemanfaatan situs internet dan jejaring sosial seperti Facebook dan YouTube juga
menyebabkan dukungan yang sangat besar termasuk dari pemilih pemula. Hal ini juga yang menjadi
basis pendanaan. Studi ini menunjukkan bahwa ada perbedaan dalam pemasaran dengan calon
608
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
presiden yang berbeda meski dalam partai yang sama. Kegiatan pemasaran dan upaya juga terlihat
berbeda untuk kelompok pemasaran yang berbeda.
(Thongteerapharb, 2014) juga melakukan penelitian dengan judul “A Study on Thai Voters‟
Attitude towards Political Marketing and Branding: A Case of the Democrat and Pheu Thai Parties,
Thailand”. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa keterlibatan pemilih
konsumen dapat diperoleh dari hasil pemasaran politik dan branding. Pemasaran politik ini juga
memiliki dampak yang signifikan terhadap keputusan akhir mereka. Selain itu, hasil penelitian
menunjukkan bahwa cara orang memandang pemasaran tergantung pada demografi, perusahaan atau
organisasi meletakkan pesan yang tepat melalui saluran media yang tepat untuk sasaran yang tepat.
Sama, setiap partai politik juga harus lebih peduli tentang citra pemimpin mereka, seperti ditunjukkan
temuan bahwa citra positif dari pemimpin partai dapat menyebabkan partai yang menjadi pilihan
pertama dalam pikiran pemilih.
“Social Media as a Promotional Tool- a Comparison between Political Parties and Companies”
adalah judul penelitian yang juga dilakukan oleh (Kichatov & Mihajlovski, 2010). Hasilnya
menyimpulkan bahwa beberapa tahun terakhir, dengan munculnya media sosial, media cetak dan
penyiaran tradisional alat promosi utama menghadapi tantangan besar, seperti banyak koran, pers dan
televisi saluran memiliki mengalami penurunan pembaca/penonton. Kini banyak perusahaan dan
partai politik yang menggunakan media sosial untuk tujuan promosi (Sonies, 2011). Temuan
menunjukkan bahwa penggunaan media sosial untuk tujuan promosi pada perusahaan dan partai
politik hampir sama. Data dianalisis menunjukkan bahwa partai-partai politik, di kegiatan media
sosial mereka, yang difokuskan pada hubungan masyarakat dan personal selling dalam bentuk
interaksi online dengan pemilih, sementara perusahaan hanya terfokus pada hubungan masyarakat.
Penelitian ini menunjukkan bahwa partai politik dan perusahaan belum sepenuhnya terintegrasi media
sosial untuk tujuan promosi dan bahwa mereka bergantung pada media tradisional untuk promosi.
Lalu penelitian dari Fatmawati (2018) dalam skripsinya yang berujudul “Political Branding
„Sobat Mustafa‟ Dalam Pembentukan Citra Mustafa Sebagai Bakal Calon Gubernur Lampung Periode
2018-2023”. Brand politik tersebut dilakukan dengan cara kehumasan dan iklan yang
dikomunikasikan kepada masyarakat selama sembilan bulan. Adapun brand tersebut juga telah
dianalisis berdasarkan segmenting, targeting, positioning yang tepat sehingga brand bisa melekat kuat
di benak pemilih (Firmansyah & Hendrarti, 2020). Penelitian ini fokus dalam obyek political branding
namun subyeknya bukan kepala desa. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa untuk bisa
menang dalam political brand, maka harus melalui analisis yang mendalam tentang pasar.
Selanjutnya ada penelitian dari Sandra (2013) yang berjudul “Political Branding Jokowi Selama
Masa Kampanye Pemilu Gubernur DKI Jakarta 2012 Di Media Sosial Twitter”. Dalam penelitian
tersebut menjelaskan bahwa Jokowi melakukan political branding dengan penampilan, personalitas,
dan pesan-pesan politis. Di mana hal tersebut disampaikan dengan membangun hubungan dengan
pemilih, eksplorasi orisinalitas pemimpin, melek teknologi, dan ada nilai-nilai personal yang
diberikan kepada pemilih. Selain itu Jokowi juga memberikan harapan, dukungan publik, laporan
aktivitas serta penyampaian nilai/ideologi politik sebagai pesan politik beliau, serta penampilan yang
menunjang brand Jokowi. Dengan begitu kesan bahwa beliau merupakan politisi yang terbuka, dekat
dengan masyarakat, kredibel, dan merakyat. Brand dan branding tersebut berbeda dengan politisi
lainnya, sehingga sangat mudah dikenali oleh masyarakat. Dari penelitian tersebut membahas
mengenai political brand, namun secara subyek bukan kepala desa. Selain itu, dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa political brand kuat dengan pesan-pesan tersirat.
Hasil penelitian dari Shinta dan Novita dari Universitas Indraprasta PGRI, Jakarta yang
berjudul “Personal Branding Dalam Pemilihan Kepala Daerah”. Dalam penelitian tersebut
menunjukkan bahwa personal branding merupakan strategi yang efisien karena lebih banyak pada
pendekatan personal sedangkan kampanye membutuhkan banyak biaya. Namun kepala daerah harus
memiliki kemampuan, attitude, dan cara yang tepat dalam mem-branding-kan diri mereka sehingga
benar-benar melekat dalam benak pemilih. Dari penelitian tersebut membahas mengenai political
branding, namun secara subyek lebih kepada gubernur, bukan kepala desa. Selain itu, dari penelitian
ini juga menunjukkan bahwa political branding di sini lebih mengeksplor personal dari calon kepala
daerahnya, sehingga yang disampaikan berupa kepribadian dan kemampuan calon.
609
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
METODE PENELITIAN
Penelitian tentang Political Branding menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi
kasus. Menurut Bogdan dan Taylor penelitian kualitatif merupakan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang diamati. Sejalan dengan defenisi di atas, Kirk dan Miller mendefenisikan penelitian kualitatif
sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari
pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Moleong, 2002).
Penelitian dengan menggunakan studi kasus dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi
mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial (Faisal: 2005). Studi kasus dapat menggambarkan
topik-topik tertentu dan mengevaluasi sesuatu yang telah dilakukan dalam tipe deskriptif dengan
menggunakan prosedur tertentu yang menjadi bagian tak terpisahkan dari catatan lapangan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020 Kabupaten Tuban merupakan 1 diantara 19 daerah
di Provinsi Jawa Timur yang sama-sama menyelenggarakan pemilu. Pada Pilkada Kabupaten Tuban
2022 tercatat tidak ada nama petahana, karena Bupati KH Fathul Huda sudah 2 periode dan Noor
Nahar Husein yang sudah 2 dasawarsa menjadi orang nomor dua juga tidak ada tanda-tanda
mencalonkan diri berrebut kursi no 1. Terdapat tiga pasangan calon (Paslon) yang akan berebut kursi
Bupati dan Wakil Bupati Tuban 2020-2025. Pasangan no urut 01 adalah Khozanah Hidayati dan
Muhammad Anwar. Sementara paslon nomor urut 02 Aditya Halindra Faridzky dan Riyadi serta
paslon nomor urut 03 adalah Setiajit dan Armaya Mangkunegara. Ketiga paslon ini mendaftar dan
diusung oleh partai politik. Pasangan calon 01, Khozanah Hidayati dan Muhammad Anwar diusung
oleh PKB. Paslon 02, Adiyta Halindra Faridzky diusung Golkar, PKS, dan Demokrat. Paslon nomor
urut 03, Setiajit dan Armaya Mangkunegara diusung PDI Perjuangan, Gerindra, PPP, PAN dan PBB.
Ketiga pasangan calon tersebut sama-sama menggunakan political branding melalui media
sosial. Akan tetapi, keberadaan Aditya Halindra Faridzky tercatat lebih menarik perhatian masyarakat
Tuban khsusnya. Hal ini dikarenakan Aditya Halindra Faridzky sukses memperkenalkan dan
memasarkan bagaimana policy, person, party dan presentation melalui media sosial ke sejumlah
masyarakat Kabupaten Tuban. Adapun tujuan akhir pemasaran secara umum adalah kepuasan
pelanggan melalui produk yang dikonsumsi. Sedangkan dalam political marketing tujuannya adalah
mengincar terbentuknya makna-makna politis dalam benak masyarakat melalui stimulus produk
politik. Makna-makna itulah yang akhirnya mengarahkan pilihan pemilih. Dalam political marketing
dikenal juga jargon 4P, yaitu policy, person, party dan presentation.
Media sosial kini merupakan salah satu aplikasi internet yang paling populer. Media sosial
tumbuh secara tidak terkendali serta menarik banyak perhatian dari pengguna media online. Pesatnya
perkembangan media online telah mengubah cara orang untuk berkomunikasi satu sama lain. Saat ini,
media sosial telah digunakan tidak hanya sebagai komunikasi pribadi, pendidikan, promosi, tetapi
juga sebagai media pembentukan citra dalam political marketing pemilu presiden.
A. Policy (kebijakan) Aditya Halindra Faridzky
Policy ini berhubungan dengan program kerja, kebijakan, isu, dan visi misi Aditya Halindra
Faridzky sebagai cabup yang dikampanyekan melalui media sosial atau pun secara lansung.
Kebijakan yang dikampanyekan Aditya Halindra Faridzky telah menawarkan solusi terhadap
permasalahan yang ada di Kabupaten Tuban. Instagram dan Facebook sebagai media sosial paling
familiar di Indonesia, terkhusus di Kabupaten Tuban juga digunakan oleh Aditya Halindra Faridzky.
Ketiga paslon yang berkontestasi memang sama-sama memiliki program kerja yang hampir
sama tujuannya yaitu untuk kemajuan bangsa yang dimulai dari Tuban. Tetapi ketiganya memiliki
prioritas kebijakan program yang dipaparkan dalam media sosial Facebook dan Instagram. Namun,
Aditya Halindra Faridzky lebih menekankan semangat untuk dapat melanjutkan „Bangun Deso Noto
610
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
Kuto‟ sebagaimana yang telah dilakukan oleh ibunya terdadulu. Jargon Bangun Deso Noto Kuto
memiliki visi dalam membangun serta mewujudkan Tuban Sejahtera, Berkeadilan, berbudaya,
berdaya saing dan berbasis lingkungan. Dengan sejumlah misi: pertama, membangun dan
mewujudkan insfrastruktur desa utilitas kota yang terpadu, partisipatif, efektif berwawasan
lingkungan serta selaras dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sosial ekonomi budaya serta
bertumpu pada nilai-nilai agama, budaya dan kearifan lokal. Kedua, meningkatkan pengelolaan dan
nilai tambah sektor pertanian secara meluas (Pertanian, Perikanan, Peternakan dan Perkenabunan)
pariwisata, perindustrian, perdagangan yang berbasis pemberdayaan dan ekonomi kerakyatan. Ketiga,
mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan terlatih, menciptakan seluas-luasnya
kesempatan berusaha, membangun dan memantapkan sinergitas daya saing usaha ekonomi lokal dan
pengembangan ekonomi kreatif. Keempat, memantapkan tata kelola pemerintah daerah yang baik,
profesional, transparan, akuntabel dan sistem pengawasan yang efektif.
Adapun program Aditya Halindra Faridzky adalah sebagai berikut: pertama, membangun
infrastruktur yang partisipatif: pemulihan jalan, pemulihan penerbangan jalan, revitalisasi irigasi
pertanian, revitalisasi sarana prasarana kesehatan atau revitalisasi sarana prasarana pendidikan.
Kedua, membangun serta memantapkan sumber daya manusia berkualitas berbasis nilai-nilai agama,
budaya dan kearifan lokal, penguatan kesenian tradisional, tradisi, adat, budaya lokal, penguatan
pendidikan karakter. Ketiga, membangun serta memantapkan peran serta masyarakat , pemerintah
desa, BUM Desa dan dunia usaha: menumbuhkembangkan satu desa satu unggulan, kerjsama desa,
dukungan penguatan Tuban Koridor maritim logistik, penguatan ketahanan pangan. Keempat,
membangun ekonomi kerakyatan serta memantapkan nilai tambah melalui penguatan: UMKM,
Koperasi, BUM Desa, peran serta dunia usaha dalam kemitraan dan kewirausahaan masyarakat,
produktivitas olah dan kemas penganekaragaman usaha pertanian, pertanian, perikanan darat dan laut,
perternakan, produktivitas olah dan kemas penganekaragaman usaha wisata, seni dan budaya
tradisional, kerajinan kuliner, pengembangan wisata berbasis lingkungan. Kelima,membangun
pendidikan yang partisipatif degan memperluas jangkauan: bantuan siswa kurang mampu, bantuan
biaya sekolah dan kinerja guru tidak tetap dan guru ngaji. Penguatan bantuan operasional madrasah
diniyah, penguatan insentif pengembangan pondok pesantren dalam menumbuhkembangkan
partisipasi sekolah dan muatan lokal: pelatihan oleh dan berbasis dunia usaha, dukungan pengelolaan
SMU dan SMK jurusan prioritas (kelautan, teknologi pertanian dan pariwisata)v(Mensah, 2016).
Keenam,membangun memulihkan serta memantapkan lingkungan yang parsitipatif: perencanaan
pembangunan yang berwawasan serta selaras dengan lingkungan alam serta sosial, konsevasi serta
dukungan rehabilitasi lahan, lingkungan, kawasan pantai, hutan dan pertambangan. konservasii
sumber air, ruang terbuka hijau, dan menumbuhkembangkan biopori, dukungan dan pengelolaan dan
pemanfataan sampah. Ketujuh, membangun kesehatan melalui penguatan kualitas kesehatan ibu dan
anak, kesehatan lansia, kesehatan masyarakat, gizi masyarkat, akses fasilitas pelayanan kesehatan
yang meluas, perbaikan sanitasi lingkungan dan air bersih (Downer, 2016). Kedelapan, membangun
serta menumbuhkembangkan pemuda wirausaha saran keolahragaan, kesenian, kebudayaan, kerajinan
dab kewirasusahaan. dan terakhir, kesembilan, membangun pemerintahan, memantapkan budaya
birokrasi yang melayani, pelayanan berbasis IT, sistem pengendalian internal, sistem pengawasan
ayng efektif dan transparan, integrasi perencanaan pembangunan desa-kota.
Kebijakan, prgram kerja, visi dan misi atau policy terhadap isu tertentu yang diangkat oleh
cabup Aditya Halindra Faridzky merupakan salah satu substansi produk politik. Policy (program
kerja) yang ditawarkan ini diharapkan dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang lebih baik.
Itu berarti, apa yang disampaikan Aditya Halindra dalam timeline Facebook dan Instagram anggap
merupakan solusi penting dari berbagai persoalan mendasar yang sementara dihadapi oleh masyarakat
Tuban. Policy yang sesuai dengan aspirasi masyarakat pemilih tidak otomatis membentuk makna
politis yang menjadi referensi pemilih dalam menentukan pilihannya. Siapa yang berada dibalik
policy tersebut sangat menentukan pembentukan makna politis. Bahkan person atau figur seringkali
menentukan keputusan pilihan dibandingkan dengan program kerja (policy). Dan Aditya Halindra
Faridzky yakin sepenuhnya bahwa policy tersebut di atas akan mampu membawa perubahan yang
berarti bagi pembangunan di Kabupaten Tuban di masa yang akan datang. Sebuah penelitian yang
dilakukan oleh (Capelos, 2010) berjudul “Feeling the Issue: How Citizens‟ Affective Reactions and
611
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
Leadership Perceptions Shape Policy Evaluations” mempekuat konsep „kebijakan‟ dari seorang
kandidat. Artikel ilmiah ini menegaskan perasaan masyarakat umum terhadap aktor politik tergantung
juga dengan proses dan bentuk informasi tentang isu-isu kebijakan. Gambaran aktor politik yang baik
adalah bergantung pada pengambilan keputusan politiknya dan ini menyangkut isu kebijakan. Temuan
ini juga menunjukkan bahwa gambaran yang diproyeksikan oleh kandidat politik berfungsi sebagai
cerminan emosional, sehingga ketika warga tidak suka sumber kebijakan, mereka juga menyesuaikan
evaluasi kebijakan mereka ke bawah.
Aditya Halindra Faridzky sangat mengerti pentingnya memasarkan dan mengkampanyekan
policy melalui media sosial Facebook dan Instagram. Ini karena media sosial sudah menjadi media
yang diaktifkan setiap hari oleh banyak masyarakat Indonesia. Media sosial saat ini sudah menjadi
media yang sangat besar pengaruhnya dalam aktivitas political marketing. Ini dikarenakan mudahnya
mengakses internet serta media sosial dimana saja sekaligus dapat dimanfaatkan untuk membentuk
opini publik. Komunikasi yang terbangun melalui media sosial seperti Facebook dan Instagram telah
memungkinkan warga dapat menciptakan solidaritas sosial (Hamidati 2011,15). Sehingga lebih
memudahkan para penggunanya untuk berinteraksi, saling silang informasi, bertukar pendapat, ide,
dan membahas sebuah isu lebih cepat dibanding media konvensional yang membutuhkan waktu lebih
lama. Solidaritas sosial yang terbentuk itulah yang pada akhirnya mampu mengubah sesuatu yang
remeh menjadi layak untuk dibahas dan perbincangkan. Sama halnya dengan policy (program kerja)
cabup Aditya Halindra Faridzky yang mendapat tanggapan yang antusias dari friends mereka di
Facebook dan Instagram. Ini terlihat dari banyaknya komentar yang disampaikan mereka di setiap
postingan kedua capres yang mencapai ribuan, di like sebanyak puluhan ribu dan juga di share oleh
ribuan pendukungnya di Facebook dan Instagram.
B. Person Aditya Halindra Faridzky
Konsep political marketing berikutnya yang dikaji adalah Person. Person merupakan figur
kandidat dan figur pendukung. Kualitas kandidat juga meliputi faktor simbolis yaitu prinsip prinsip
hidup (keyakinan atau nilai dasar yang dianut oleh seseorang kandidat seperti integritas, keterbukaan,
kesetiakawanan, ketulusan, kerelaan berkorban, kebersahajaan, kepedulian sesama, dan lain lain);
aura emosional (perasaan-perasaan emosional yang terpancar dari kandidat seperti ambisius, berani,
patriotis, bersemangat, gembira, optimis, cinta kasih, ketegaran dan lain-lain); Aura inspirasional
(aspek-aspek tertentu yang terpancar dari kandidat yang membuat orang terinspirasi, termotivasi, dan
tergerak untuk bersikap atau melakukan hal hal tertentu); serta Aura sosial (representasi atau asosiasi
terhadap kelompok sosial, misalnya seorang kandidat tertentu merupakan representasi dari kaum
muda, wong cilik, tokoh agama, aktivis).
Hasil analisis isi status dan komen di timeline Facebook cabup Aditya Halindra Faridzky
tergambar bahwa ia memiliki kepribadian yang mampu menarik masyarakt Tuban untuk dapat
memilihnya. Dalam beberapa statusnya, Aditya Halindra Faridzky menyebut dirinya seorang pribadi
yang gemar membaca dan berkata apa adanya. Sementara beberapa pendukungnya menggambarkan
seorang Aditya Halindra Faridzky sebagai sosok yang melindungi, percaya diri, tegas, kuat, amanah,
masih muda, jomblo dan berpengalaman. Dan karakter kuat dari seorang Aditya Halindra Faridzky
yang terus diangkat termasuk dalam media sosial adalah kesukaannya akan blusukan untuk melihat
secara langsung apa yang sedang dialami oleh masyarakat.
Figur pendukung Aditya Halindra Faridzky dalam political marketing, juga memegang peran
penting bagi keberhasilan seorang kandidat. Para pendukung Aditya Halindra Faridzky yang
tergambar dalam akun Facebook dan Instagramnya meliputi masyarakat umum yang antusias
menyambutnya saat melakukan kampanye seperti di berbagai wilayah kecamatan di kabupaten Tuban.
Dalam beberapa postingan di timeline-nya, Aditya Halindra Faridzky juga berterima kasih atas
dukungan sejumlah tokoh seperti wartawan, para tokoh NU. Di sinilah pentingnya mendiskusikan
tentang person/figur cabup Aditya Halindra Faridzky yang sangat memahami konsep segmentasi
karena berhadapan dengan para pemilih yang sangat heterogen. Pentingnya mengenal massa pemilih
dalam sebuah marketing politik juga pernah dilakukan oleh (Rochimah, 2009) dalam penelitian yang
berjudul “Pentingnya Memahami Perilaku Politik dalam Political Marketing”. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa hal yang sangat penting untuk mengatur strategi pemasaran politik untuk
612
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
mendapatkan pemilih yaitu para kandidat dan tim harus tahu lebih banyak tentang perilaku politik
pemilih sehingga mereka bisa mengkomunikasikan pesan mereka dengan benar. Melalui akun
Facebook dan Instagramnya, Aditya Halindra Faridzky ingin menunjukkan bahwa ia dapat diterima
oleh semua pihak termasuk tokoh agama. Selain itu, Aditya Halindra Faridzky juga dikenal dengan
julukan merakyat tetap konsisten dengan para pendukungnya yang juga berasal dari rakyat kecil
seperti para tukang ojek. Bagi orang-orang marketing, positioning sangat menentukan keberhasilan
pemasaran. Positioning merupakan tindakan strategi komunikasi untuk menancapkan citra tertentu ke
dalam benak para pemilih agar tawaran produk politik dari suatu konsestan memiliki posisi yang
khas,jelas dan berarti (Lock & Harris 1996). Kandidat seperti Aditya Halindra Faridzky juga telah
membangun reputasi positif, diyakini bisa membawa banyak keuntungan bagi sebuah organisasi atau
personal (Fomburn dan Van Ries 2004).
C. Party Aditya Halindra Faridzky
Bagian marketing politik lainnya adalah Party (partai). Partai politik menurut Sigmund
Neumann (Eckstein dan Apter 1967) adalah organisasi dari aktivitas politik yang berusaha untuk
menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu
golongan lain yang memiliki pandangan berbeda. Dari perspektif manajemen operasional, party
merupakan sebuah mesin politik dengan aneka kegiatan politik, tujuannya adalah untuk memperoleh
kekuasaan atau ikut mengendalikan kekuasaan. Untuk memperoleh dan mengendalikan kekuasaan,
partai berusaha berebut simpati para pemilih dengan menawarkan policy dan person yang diharapkan
sesuai dengan aspirasi pemilih. Dengan demikian partai juga dapat disebut sebagai organisasi yang
menghasilkan produk-produk politik. Hasil penelitian dengan mengamati isi timeline Facebook dan
Instagram Aditya Halindra Faridzky, menggambarkan ideologi dan visi misi partai pendukung
keduanya telah masuk dan menyatu dalam policy (kebijakan) yang dipaparkan calon presiden dalam
beberapa postingannya.
Aditya Halindra Faridzky dan Riyadi didukung oleh 3 partai politik yaitu, Golkar, PKS dan
Demokrat. Koalisi tiga partai ini menurut Aditya Halindra Faridzky terbentuk karena ada kesamaan
visi misi yang ingin membangun dan menyelamatkan bangsa karena masih banyak kekurangan dalam
demokrasi yang sedang Indonesia bangun. Dia menyatakan bahwa Tuban diberikan kekayaan yang
berlimpah tetapi masih banyak kesenjangan di masyarakat. Aditya Halindra Faridzky menegaskan
bahwa banyak persoalan yang harus diatasi. Dari sisi ekonomi, Aditya Halindra Faridzky punya visi
yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan bagi rakyat, dan
terpenuhinya hak-hak dasar rakyat di bidang pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Perspektif political
marketing „partai‟ juga dapat dipandang sebagai produk politik. Karena partai dengan berbagai atribut
juga akan membentuk makna politik di kalangan pemilih tertentu. Banyak pemilih yang menjatuhkan
pilihannya semata mata karena faktor partai, tanpa memperhatikan apa kebijakan yang ditawarkan
dengan siapa kandidat yang diajukan.
Partai yang menaungi juga menjadi faktor yang dipertimbangkan pemilih. Ditengah semakin
banyaknya partai politik dibandingkan masa lampau, ada kejenuhan yang tak terbendung terhadap
partai yang memiliki track record yang menyisakan kekecewaan kepada masyarakat, atau dengan kata
lain gagal membawa perubahan. Partai baru cenderung memiliki keunggulan yang relatif membawa
misi perubahan. Setidaknya pada tataran ideal, mereka diuntungkan oleh penekanan pada isu
perubahan, sesuatu yang cukup sukar digarap oleh partai lama. Barack Obama saat mencalonkan diri
menjadi presiden Amerika Serikat pernah unggul karena slogan Stand for Change, sehingga politisi
matang seperti Hillary Clinton pun akhirnya tergusur serta dikalahkan oleh Obama (Natalisa 2012).
D. Presentation Aditya Halindra Faridzky
Kategori presentation berkaitan dengan cara kandidat menyajikan policy atau program
mereka. Hal ini bisa berkaitan dengan berbagai bentuk komunikasi politik yang dilakukan. Menurut
Nursal (Firmanzah 2008) ada dua jalan penyampaian program, secara langsung (direct marketing) dan
melalui perantara. Produk politik dapat langsung disampaikan kepada pemilih (push marketing)
melalui 7 alat: iklan, (surat, SMS, email), acara khusus, kontak personal, public relation, pernakpernik
dan posko politik. Sedangkan penyampaian produk politik melalui perantara lain adalah orangorang
613
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
berpengaruh di kalangan pemilih (pass marketing). Media sosial memiliki peran penting dalam
pemasaran. Ini karena media sosial dapat memainkan peran komunikasi secara lebih dekat dan
bersifat pribadi. Morrison (2007) mengatakan bahwa komunikasi merupakan upaya menjadikan
seluruh kegiatan pemasaran atau promosi suatu perusahaan dapat menghasilkan citra atau image yang
bersifat satu atau konsisten bagi perusahaan tersebut. Sementara pada tingkat dasar, komunikasi dapat
menginformasikan dan membuat konsumen potensial menyadari atas keberadaan produk yang
ditawarkan. Komunikasi dapat berusaha membujuk konsumen saat ini dan konsumen potensial agar
berkeinginan masuk kedalam hubungan pertukaran Setiadi (2003).
Media sosial juga lah yang digunakan Aditya Halindra Faridzky untuk membangun image
(pencitraan) mereka kepada masyarakat. Hasil penelitian menyebutkan bahwa selama masa kampanye
Pilkada Tuban 2020, Aditya Halindra Faridzky sangat aktif memposting bahan-bahan program
mereka melalui berbagai bentuk media seperti foto, lagu, video, gambar, avatar maupun link website
lainnya. selain itu, Aditya Halindra Faridzky juga banyak memposting foto dirinya dan juga para
pendukung di daerah-daerah dengan mengkampanyekan jargon 'Bangun Desa Noto Kuto'.
Aditya Halindra Faridzky beserta tim suksesnya dan juga para pendukung sejatinya sangat
memanfaatkan media sosial dalam melakukan proses marketing politik. Bahkan tidak hanya itu,
beberapa „media‟ lainnya seperti foto, video, klip, gambar, foto, lagu dan lainnya digunakan secara
maksimal melalui akun media sosial para cabup Aditya Halindra Faridzky. Cara penyampaian
program politik para kandidat secara langsung (kontak personal) melalui akun Facebook dan
Instagram justru akan memberikan penilaian tersendiri yang melekat dibenak para pemilih. Adanya
proses dialog, debat publik, komunikasi, transfer informasi tentang ideologi dan program antara para
kandidat dengan publiknya secara langsung dilihat sebagai strategi untuk mengurangi ketidakpastian
(uncertainty). Dengan demikian, untuk mencapai hal tersebut beberapa kandidat tidak sungkan-
sungkan untuk bernyanyi, bermain musik, membaca puisi, atau bahkan beradu pantun untuk merebut
hati konstituennya. Ini terlihat dari hasil penelitian bahwa setiap postingan Aditya Halindra Faridzky
melalui sejumlah media-media yang disebut diatas, secara serta merta ditanggapi oleh masing-masing
pendukung. Aditya Halindra Faridzky sangat menonjolkan gambar-gambar dari para pendukung yang
mengkapanyekan jargon Bangun Desa Noto Kuto.
Berbicara tentang demokrasi, maka dalam persaingan politik apapun, pasti yang akan
dinobatkan sebagai pemenang adalah yang paling banyak mendapatkan dukungan massa. Itulah
demokrasi dengan segala kelebihan dan kekurangan. Meski tidak semua yang banyak mendapatkan
dukungan massa dijamin pasti baik, hukum demokrasi yang berlaku di dunia ini adalah kemenangan
politik sama dengan dukungan konstituen (Dewi, 2014). Karena itu yang paling penting dalam
berkomunikasi menurut Peter. F. Drucker adalah mendengarkan sesuatu yang tidak terucap dimulut.
Meraih hati konstituen inilah yang juga dikejar oleh para kandidat, termasuk Aditya Halindra
Faridzky yang dilakukan dengan berbagai cara dan melalui banyak media termasuk media sosial.
Melalui media sosial cabup Aditya Halindra Faridzky mencoba untuk mempresentasikan sosok dan
ketokohannya agar semakin dikenal lagi oleh para pemilihnya sekaligus memberikan tawaran-tawaran
yang dibutuhkan oleh calon pemilih. Dewi Haroen (2014,218) berpendapat bahwa membaca
masyarakat Indonesia dengan pendekatan yang konvensional sudah pasti akan ketinggalan zaman dan
itu pasti akan membuat prediksi dan kalkulasi kita keliru. Massa pemilih Indonesia sudah sangat
mencair, sangat heterogen dan mendasarkan pilihannya pada kepentingan-kepentingan yang langsung
menyentuh pada kebutuhan-kebutuhan nyata sebagaimana yang telah dikampanyekan melalui
Facebook dan Instagram. Media sosial merupakan media yang paling efektif dan lebih personal jika
digunakan Aditya Halindra Faridzky sebagai media pencitraan untuk menyampaikan program-
program yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dalam media sosial ini calon konstituen Aditya
Halindra Faridzky juga merasa lebih tersanjung karena dengan ramahnya cabup mereka menyapa
secara personal, sehingga menumbuhkan kecintaan yang kadang sangat militant. Dengan berbagai
multimedia (foto, gambar, video, avatar dan lainnya) yang digunakan cabup Aditya Halindra Faridzky
di media sosial ini juga ikut menumbuhkan kepercayaan calon pemilih. Apalagi tidak sedikit tokoh
berpengaruh di Tuban yang ikut mendukung Aditya Halindra Faridzky, menambah kepercayaan bagi
pemilih untuk menetapkan pilihan mereka.
614
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa Aditya Halindra Faridzky ini sangat mengetahui
keinginan dan harapan-harapan dari para massa pemilih khususnya yang ada di media sosial Facebook
dan Instagram. Hal ini terlihat bahwa Aditya Halindra Faridzky berusaha memberikan postingan yang
berisikan bahwa harapan massa pemilih akan terpenuhi jika mereka memilih dirinya bersama RIyadi
yang berkontestasi pada Pilkada Tuban 2020. Harapan ini juga terkesan tidak secara normatif saja
tetapi langsung ke pokok masalah.
Seperti Aditya Halindra Faridzky dengan jargon politik Bangun Desa Noto Kuto. Hal tersebut
menjelaskan bahwa Aditya Halindra Faridzky telah mengangkat masalah yang ril dan mencoba
mengajukan solusi yang membumi. Sehingga terbangun pencitraan personal yang kuat dari sosok
Aditya Halindra Faridzky dalam media sosial. Hingga disini dapat disimpulkan bahwa political
marketing yang dijalankan Aditya Halindra Faridzky sangat berperan menumbuhkan pencitraan
kandidat untuk dipilih oleh masyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Astuti, 2008) dengan
judul “Peranan Pemasaran Politik Kandidat dalam Meyakinkan Pemilih pada Pilkada Kota Malang”.
Penelitian ini menggunakan peranan pemasaran politik ditinjau dari aspek bauran pemasaran (product,
promotion, price and place) dalam meyakinkan para pemilih pada pemilihan kepala daerah kota
Malang (Mitsikopoulou, 2008). Hasil penelitian mengungkapkan bahwa peranan pemasaran politik
kandidat dari 10 variabel yang diamati yang memberikan peranan meyakinkan pemilih ternyata 5
diantaranya yang cenderung menumbuhkan keyakinan pemilih yaitu citra kandidat menempati urutan
pertama selanjutnya program yang ditawarkan, iklan yang dilakukan, percaya kandidat akan berhasil,
dan kesediaan kandidat menemui masyarakat konstituen. Ini artinya bahwa pencitraan kandidat
sangatlah penting untuk merebut hati pemilih, sama halnya yang dilakukan oleh cabup Aditya
Halindra Faridzky di akun Facebook dan Instagramnya. Saat ini merupakan era serba digital dan masa
dimana masyarakat menengah keatas telah menggunakan media sosial sebagai media informasi.
Kenyataan ini merupakan kesempatan emas bagi Aditya Halindra Faridzky untuk ikut
memanfaatkannya sebagai media political marketing. Gunanya tidak lain seperti yang diungkapkan
oleh Gunter Schweiger dan Michaela Adami (Newman 1999) bahwa marketing politik ini antara lain
bertujuan menanggulangi rintangan akesibilitas, memperluas pembagian pemilih, meraih kelompok
sasaran baru, memperluas tingkat pengetahuan publik, memperluas preferensi program partai atau
kandidat serta mendorong kemauan untuk memilih. Diskusi Political marketing merupakan aplikasi
kegiatan marketing di dalam ruang politik yang terkonsentrasi pada saat pemilu maupun pilkada.
Dalam praktiknya pelaksanaan marketing politik ini bukanlah hal baru, termasuk di Indonesia.
Bahkan kini sejak media internet dan media sosial ramai digunakan, banyak kandidat yang
memanfaatkannya sebagai media pemasaran politik (Lilleker, 2015).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Aditya Halindra Faridzky melalui admin Facebook
dan Instagram aktif melakukan political marketing dari segi kebijakan, figur, partai maupun
pencitraan. Alasannya sederhana, media sosial telah menjadi media pemasaran yang paling jitu
terhadap sebuah produk, termasuk memasarkan diri sebagai calon presiden. Hal ini juga sangat
berkaitan dengan konsep yang disampaikan oleh Gunelius (2011,10) bahwa pemasaran melalui media
sosial bertujuan untuk membangun kesadaran, pengakuan, ingat, dan tindakan untuk merek, bisnis,
produk, orang, atau badan lain.
Disebutkannya bahwa dalam aktifitas political marketing itu seorang kandidat dapat membuat
program yang berhubungan dengan permasalahan aktual yang sifatnya sekaligus menjadi sebuah
teknik untuk memelihara hubungan dua arah antara kandidat dengan pubik. Di samping itu faktor
kedekatan antara kandidat dengan para pengikutnya di media sosial juga membentuk penggambaran
figur, sehingga semakin melengkapi gambaran seorang kandidat. Hal ini juga sesuai dengan yang
dikemukakan oleh Puntoadi (2011, 6) bahwa keunggulan membangun personal branding melalui
media sosial adalah tidak mengenal trik atau popularitas semu, karena audiensnyalah yang akan
menentukan. Kedua calon presiden ini juga menggambarkan ideologi dan visi misi partai pendukung
keduanya yang menyatu dalam policy (kebijakan) beberapa postingan.
615
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
KESIMPULAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang political marketing
yang dilakukan Aditya Halindra Faridzky melalui media sosial Facebook dan Instagram. Dalam
konteks ini penelitian menyimpulkan bahwa Facebook dan Instagram merupakan media sosial handal
untuk kepentingan political marketing kandidat, di mana, Aditya Halindra Faridzky memasukkan
konsep-konsep political marketing yaitu kebijakan, figur, partai, dan pencitraan. Penelitian juga
menyimpulkan Aditya Halindra Faridzky memiliki prioritas kebijakan program yang sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Aditya Halindra Faridzky juga tergambar sebagai figur (faktor person)
memiliki kepribadian yang diidolakan masyarakat Tuban untuk menjadi Bupati. Aditya Halindra
Faridzky digambarkan sebagai pribadi yang apa adanya, melindungi, percaya diri, tegas, kuat, amanah
dan berpengalaman. Lebih lanjut, Aditya Halindra Faridzky juga tergambar sebagai pribadi yang
selalu mendengar, memperhatikan, mencintai, membela serta gemar blusukan.
Sementara itu, ideologi dan visi misi partai pendukung Aditya Halindra Faridzky juga telah
menyatu dalam kebijakan yang dipaparkan capres dalam postingan di Facebook dan Instagram.
Aditya Halindra Faridzky sangat aktif memposting bahan-bahan program mereka melalui berbagai
bentuk seperti foto, video, klip, gambar, foto, lagu dan lainnya untuk membangun presentasi diri
(pencitraan). Penelitian merekomendasikan bahwa media sosial seperti Facebook dan Instagram
merupakan media yang paling baik untuk political marketing Aditya Halindra Faridzky sebagai upaya
menawarkan produk yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Di samping sebagai
media informasi dan komunikasi, media sosial memiliki kedekatan secara personal antarpemilik akun
dan publik yang dapat dengan mudah menciptakan keakraban.
DAFTAR PUSTAKA
Afrizal. (2014). Metode penelitian kualitatif: Sebuah upaya mendukung penggunaan
penelitian kualitatif dalam berbagai disiplin ilmu. PT RajaGrafindo Persada.
Astuti, W. (2008). Peranan Pemasaran Politik Kandidat dalam Meyakinkan Pemilih pada
Pilkada Kota Malang. National Conference on Management Research.
Capelos, T. (2010). Feeling the issue: How citizens‟ affective reactions and leadership
perceptions shape policy evaluations. Journal of Political Marketing, 9(12), 933.
Dewi, H. (2014). Personal branding Kunci Kesuksesan Berkiprah di Dunia Politik.
Gramedia, Jakarta.
Downer, L. (2016). Understanding and evaluating political branding. In Political Branding
Strategies: Campaigning and Governing in Australian Politics (pp. 651). Springer.
Firmansyah, M. I., & Hendrarti, D. W. B. (2020). Political Branding Samsul Arifin Dalam
Pemilihan Kepala Desa Tambakboyo Kecamatan Tawangsari Kabupaten Sukoharjo
Tahun 2018. Jurnal Politik Indonesia (Indonesian Journal of Politics), 6(1), 2031.
Firmanzah, M. P. (2007). Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Johansson, V. (2010). Political Marketing and the 2008 US Presidential Primary Elections:
MBA-thesis in marketing.
616
M Anas Mahfudhi, Heni Khamdiyah
POLITICAL BRANDING ADITYA HALINDRA FARIDZKI PADA PILKADA 2020 DI
KABUPATEN TUBAN
Kichatov, V., & Mihajlovski, N. (2010). Social media as a promotional tool: a comparison
between political parties and companies.
Lilleker, D. G. (2015). Interactivity and branding: Public political communication as a
marketing tool. Journal of Political Marketing, 14(12), 111128.
Mensah, K. (2016). Political brand architecture: Towards a new conceptualisation of political
branding in an emerging democracy. African Journalism Studies, 37(3), 6184.
Mitsikopoulou, B. (2008). Introduction: the branding of political entities as discursive
practice. Journal of Language and Politics, 7(3), 353371.
Moleong, L. J. (2002). Metodologi penelitian kualitatif.
Rochimah, T. H. N. (2009). Pentingnya Memahami Perilaku Politik dalam Political
Marketing. Jurnal Komunikator Yogyakarta, 1(1).
Scammell, M. (2007). Political brands and consumer citizens: The rebranding of Tony Blair.
The Annals of the American Academy of Political and Social Science, 611(1), 176192.
Sonies, S. (2011). Consumer branding in politics: a comparison of presidents Ronald Reagan
and Barack Obama. Retrieved: March, 5, 2013.
Thongteerapharb, W. (2014). A Study on Thai Voters‟ Attitude towards Political Marketing
and Branding: A Case of The Democrat And Pheu Thai Parties, Thailand. Faculty of
Management Science, Silpakorn University. Thailand The 2014 WEI International
Academic Conference Proceedings. Budapest, Hungary.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License