Umar Shofi, Rina Septiani
Eksistensi dan Penerapan Hukum Islam Dalam Hukum Positif Indonesia
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN 2774-5147
Kondisi hukum Islam sebagaimana digambarkan di atas inilah yang kemudian mendorong
Mahkamah Agung menggagas pembentukan Kompilasi Hukum Islam. Maka dibentuklah Tim
Pelaksana Proyek dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Ketua Mahkamah Agung dan Menteri
Agama No 07/KMA/1985 dan No 25 Tahun 1985 Tanggal 25 Maret 1985. Dengan kerja keras
seluruh anggota tim, para ulama, dan cendekiawan yang terlibat di dalamnya maka tersusunlah
Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang terdiri dari Buku I tentang perkawinan, Buku II tentang
kewarisan, Buku III tentang perwakafan. Kemudian untuk memperoleh bentuk yuridisnya, Menteri
Agama menyampaikan rumusan Kompilasi Hukum Islam tersebut kepada Presiden RI melalui surat
tanggal 14 Maret 1988 Nomor MA/123/1988 Hal: Kompilasi Hukum Islam, dengan maksud
memperoleh bentuk yuridis untuk digunakan dalam praktik di lingkungan Pengadilan Agama. Untuk
itu, dikeluarkanlah Instruksi Presiden Nomor 01 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991 yang dalam
diktumnya menyatakan: menginstruksikan kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan Kompilasi
Hukum Islam yang terdiri dari Buku I tentang perkawinan, Buku II tentang kewarisan, dan Buku III
tentang perwakafan sebagaimana telah diterima baik oleh para alim ulama Indonesia dalam lokakarya
di Jakarta pada tanggal 25 Februari 1988 untuk digunakan oleh instansi pemerintahan dan oleh
masyarakat yang memerlukannya. Dan untuk melaksanakan Instruksi Presiden tersebut, Menteri
Agama mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 154 Tahun 1991 Tanggal 22 Juni 1991.
Dari beberapa pokok pikiran yang melatarbelakangi lahirnya Kompilasi Hukum Islam
sebagaimana tersebut di atas, dapatlah dipahami bahwa perumusan Kompilasi Hukum Islam itu
dimaksudkan sebagai upaya pembaruan hukum Islam di Indonesia demi terwujudnya kepastian
hukum Islam dan agar hukum Islam itu relevan dengan perkembangan zaman dalam konteks
keindonesiaan, karena kitab-kitab fiqh yang disusun para ahli hukum Islam beberapa abad lalu yang
menjadi rujukan para hakim di Pengadilan Agama diyakini tidak dapat menjamin terwujudnya dua hal
di atas, sebab, sebagaimana telah disebutkan, kitab-kitab Fiqh itu berbentuk uraian-uraian yang
mengandung pendapat-pendapat para ahli hukum Islam dengan segala perbedaannya, dan pada
umumnya kitab-kitab tersebut disusun pada zaman di mana hukum Islam sedang mengalami stagnasi
karena lemahnya semangat ijtihad di kalangan umat Islam. Begitu juga, ilmu pengetahuan yang
berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat masa itu belum semaju sekarang, sehingga
relevansi kitab-kitab fiqh tersebut dengan kehidupan kontemporer masih perlu dipertanyakan. Dalam
perkembangan berikutnya, sejalan dengan tuntutan reformasi dan otonomi daerah, politik hukum yang
dimainkan pemerintah Orde Reformasi semakin membuka peluang bagi legislasi hukum Islam baik di
tingkat nasional maupun daerah yang tentu akan semakin memperkuat eksistensi hukum Islam di
Indonesia. Dengan demikian hukum Islam di samping eksis sebagai ketentuan perundang-undangan
juga eksis dalam bentuk norma yang mengatur prilaku umat Islam Indonesia dalam kehidupan sehari-
hari baik individual maupun sosial sekaligus sebagai bentuk pengamalan ajaran agama Islam yang
diyakini kebenarannya.
Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang penduduknya sangat plural dari segi etnik,
budaya, dan agama. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Indonesia pernah dijajah oleh Belanda
selama kurang lebih 350 tahun, masa yang cukup lama. Di samping itu Indonesia juga pernah dijajah
oleh Spanyol, Portugis, Inggris, dan Jepang dalam waktu yang tidak terlalu lama dibandingkan
dengan masa penjajahan Belanda. Dilihat dari pluralitas penduduk dan pengalaman sejarahnya
sebagai negara jajahan, maka amat wajar apabila di Indonesia juga terdapat pluralitas sistem hukum.
Di negara kita terdapat tiga sistem hukum, yaitu hukum adat, hukum Islam, dan hukum Barat.
Penyebutan secara berturut-turut ini adalah berdasarkan usia masa berlakunya di Indonesia. Hukum
adat merupakan hukum yang usianya paling tua di negara kita dibandingkan hukum-hukum yang lain.
Sejak tahun 1927, hukum adat mulai dipelajari dan diperhatikan secara saksama dalam rangka
pelaksanaan politik hukum pemerintah Belanda setelah dikukuhkannya teori receptie dalam peraturan
yang berlaku saat itu.
Hukum Islam baru dikenal di Indonesia sejak agama Islam disebarkan di negara ini. Sejalan
dengan pesatnya penyebaran agama Islam maka hukum Islampun semakin dikenal dan mengakar
dalam kehidupan umat Islam Indonesia. Sebagai hukum yang bersumber dari agama, hukum Islam
akan mengalami problem politik ketika diformalisasikan pengamalannya dalam negara Indonesia
yang sangat pluralistik ini, karena hukum Islam tidak dapat dilepaskan dari agama Islam itu sendiri.