2774-5147
Setiap tahun anak yang menjadi pelaku tindak pidana selalu meningkat, dalam kasus-kasus
tertentu, anak yang menjadi pelaku menjadi perhatian khusus bagi aparat penegak hukum (Ananda,
2018). Beberapa tahun terakhir ini masyarakat Gorontalo sering digemparkan oleh berita–berita
kejahatan dimana–mana, hal ini banyak diberitakan di media cetak maupun media elektronik antara lain
seorang anak SMP mencuri disebuah toko, seorang pemuda memukul temannya karena cemburu,
seorang pemuda melakukan percobaan pembunuhan karena dendam, sekelompok remaja berpesta miras
disebuah rumah, seorang gadis remaja tertangkap setelah melakukan perbuatan aborsi dan lain-lain
(kumpulan artikel Gorontalo Post Maret-September 2015). Oleh karena itu, berbagai upaya pencegahan
dan penanggulangan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, perlu segera dilakukan. Salah satu
upaya pencegahan dan penanggulangan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum saat ini melalui
penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak (Pramukti, 2015).
Tujuan penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak tidak semata-mata bertujuan untuk
menjatuhkan sanksi pidana bagi anak pelaku tindak pidana, tetapi lebih difokuskan pada
pertanggungjawaban pelaku terhadap korban tindak pidana, demi kesejahteraan anak yang
bersangkutan, tanpa mengurangi perhatian kepentingan masyarakat (Fikri, 2020).
Secara Internasional dikehendaki bahwa tujuan penyelenggaraan sistem peradilan pidana anak,
mengutamakan pada tujuan untuk kesejahteraan anak (R Wiyono, 2022). Hal ini sebagaimana
ditegaskan dalam peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dalam United Nations Standard Minimum
Rules for the Adiministration of Juvenile Justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules, bahwa tujuan
peradilan anak (Aims of Juvenile Justice), terjemahannya ”Sistem peradilan pidana bagi anak/remaja
akan mengutamakan kesejahteraan remaja dan memastikan bahwa reaksi apapun terhadap pelanggar-
pelanggar hukum berusia remaja akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada pelanggar-
pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya” (Cunneen & White, 2011).
Demikian pula secara Nasional bahwa pada bulan Juli tahun 2014 Undang- Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Ariani et al., 2019) telah mempunyai kekuatan
hukum tetap untuk dilaksanakan setelah disahkan pada bulan Juli tahun 2012 silam. Di dalam Undang-
Undang tersebut yakni pada Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 terdapat diversi. Namun karena Undang-
Undang ini belum begitu jelas mengatur tentang pelaksanaan diversi, maka pada tahun 2015 pemerintah
telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 Tentang Pedoman dan Pelaksanaan
Diversi dan Penerapan Anak Yang Belum Berumur 12 Tahun. Peraturan Pemerintah ini merupakan
kelanjutan dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang
secara khusus mengatur tentang tata cara penerapan diversi.
Jadi, kewajiban bagi aparat penegak hukum untuk mengupayakan diversi tanpa terkecuali bagi
pihak Balai Pemasyarakatan Gorontalo. Diversi adalah pengalihan penyelesaian perkara anak dari
proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, bila dilihat dari pasal-pasal yang mengatur
tentang diversi yakni mulai dari Pasal 6 sampai dengan Pasal 15 di dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, tidak ada satupun pasal yang secara tegas mengatur
tentang perlindungan terhadap korban, hak-hak korban, maupun kepentingan korban (Cynthya, 2016).
Balai Pemasyrakatan Gorontalo menjaga harkat dan martabat pelaku dengan memberikan
perlindungan khusus, terutama perlindungan hukum dalam sistem peradilan pidana anak, yang mana
anak yang menjadi pelakupun tak luput dari lemahnya pengawasan orangtua atau dulunya si anak
pernah melihat dan/ atau mendapatkan perilaku kekerasan dari lingkungannya . Dalam Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 (Nomor, 23
C.E.) tentang Perlindungan Anak memberikan pengaturan yang jelas dan komprehensif tentang
perlindungan anak yang pada pokoknya bertujuan untuk memberikan jaminan dan melindungi hak-
haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal, serta memperoleh
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Upaya perlindungan hukum terhadap anak yang berhadapan dengan hukum perlu secara terus
menerus diupayakan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak mengingat anak merupakan salah
satu aset berharga bagi kemajuan suatu bangsa di kemudian hari (Fadilla, 2016). Perlindungan hukum