2774-5147
ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya (Syahbandi & Tasri, 2020). Seiring bertumbuhnya
suatu daerah atau kota, baik itu dari segi ekonomi maupun dari jumlah penduduk maka akan
berdampak pada peningkatan pemakaian jasa transportasi termasuk di dalamnya penggunaan
jasa angkutan umum untuk pergerakannya. Dalam kerangka makro ekonomi, transportasi
merupakan tulang punggung perekonomian baik di tingkat nasional, regional maupun lokal,
untuk wilayah perkotaan maupun pedesaan (Rahma et al., 2014) .
Kawasan Metropolitan Bandung Raya merupakan bagian dari kawasan strategis
nasional berdasarkan pertimbangan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial
dan budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, dan/atau fungsi dan
daya dukung lingkungan hidup (Nuribadah, 2012). Selain itu, Kota Bandung juga ditetapkan
sebagai Kawasan Andalan Cekungan Bandung, yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis
nasional. Nilai strategis nasional yang dimaksud meliputi kemampuan kawasan untuk
memacu pertumbuhan ekonomi kawasan dan wilayah di sekitarnya serta mendorong
pemerataan perkembangan wilayah (Unpas, 2018). Fokus pengembangan kegiatan utama
Kota Bandung dalam wilayah pengembangan ini adalah perdagangan dan jasa, industri kreatif
dan high-tech, pariwisata, dan transportasi (Sri Adiningsih, 2019).
Pertumbuhan ekonomi dan penduduk serta tuntutan peran Kota Bandung sebagai
Kawasan Strategis Nasional menuntut pembangunan sistem transportasi perkotaan
(Nurmandi, 2022). Salah satu sistem transportasi yang dikembangkan adalah sistem
transportasi massal berbasis rel (Widiyanti, 2017). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 45
Tahun 2018 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cekungan Bandung, terdapat 8
(delapan) jalur yang akan dibangun sebagai Perkeretaapian Perkotaan Bandung Raya. Jalur
tersebut adalah Leuwipanjang – Gedebage - Jatinangor, Leuwipanjang – Cimahi – Padalarang
-Walini, Leuwipanjang - Soreang, Babakan Siliwangi - Leuwipanjang, Cimindi – Gedebage,
Gedebage - Tegalluar - Majalaya, Martadinata - Banjaran, dan Babakan Siliwangi - Lembang
- Maribaya.
Pada tahun 2020, Bappenas melalui dana bantuan The World Bank, menyusun Kajian
Mobilitas Perkotaan (Urban Mobility Plan/UMP). Berdasarkan kajian tersebut dihasilkan
prioritas pengembangan angkutaan umum massal di wilayah Mertopolitan Bandung
Cekungan Bandung. Salah satu prioritas yang menjadi kewenangan provinsi adalah
pembangunan perkeretaapian perkotaaan (Light Rail Transit/LRT) untuk koridor (Anisah et
al., 2020) (Sari, 2021).
Kondisi saat ini keadaan lalu lintas yang ada di Kota Bandung kurang memungkinkan,
karena terjadi peningkatan waktu perjalanan akibat volume lalu lintas yang melebihi kapasitas
jalan, sehingga mengurangi kecepatan waktu tempuh, begitupula untuk pengguna angkutan
para penumpang Kereta Api Cepat Bandung–Jakarta, belum ada jalur alternatif sebagai sarana
pelayanan (Sadono, 2017).
Penelitian terkait dengan pembangunan perkeretaapian LRT yang sudah dilaksanakan
adalah perekeretaapian LRT di Kota Palembang pembahasan kepada Modelnya, yaitu Model
Prediksi Bangkitan Dan Tarikan Di Sekitar Stasiun Lrt (Studi Kasus Stasiun Lrt Seberang
Ilir), bukan kepada Pemilihan Jalur LRTnya dengan demikian tentunya hal yang berbeda
dengan penelitaian yang dibuat (Aditya Wahyu Saputra, 2021). Berdasarkan pertimbangan
tersebut maka perlu kajian secara akademis dengan membuat studi pemilihan jalur
perkeretaapian untuk metropolitan Bandung Raya (Kota Bandung, Kabupaten Bandung,
Kabupaten Bandung Barat, Kab. Sumedang, Kota Cimahi), dengan profil sebagai berikut :