������
STUDI KELAYAKAN TEKNIS PEMBANGUNAN DAM
SERBAGUNA Fachrudin Sidik,
Fauzia Mulyawati, Ignatius Sudarsono Universitas
Langlangbuana Bandung Email : [email protected]1,� [email protected]2,
[email protected]3 |
Abstrak DAS Ciliman merupakan sungai lintas kecamatan dengan panjang sungai utama �120 km dan total panjang anak sungai sekitar �163km, melintasi Kabupaten Lebak dan Kabupaten Pandeglang dengan hulu yang berhulu di Gunung Kendeng, Kabupaten Lebak. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliman adalah �502,82 km�. Secara geografis, DAS Ciliman terletak antara
6�28'20.40" - 6�42'2.38" LS dan 105�47'42.30" -
106�12'40.94" BT. Studi Kelayakan
Teknis Pembangunan DAM Serbaguna DAS Ciliman dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan teknis rencana pembangunan DAM Serbaguna di Kabupaten Pandeglang-Lebak. Ada 3 lokasi
yang ditinjau dalam studi teknis dengan hasil yang paling layak adalah lokasi 3. Bentang bendungan di lokasi 3 adalah 236 m, dengan ketinggian 37 m dan reservoir 31,38 juta
m3. Ketersediaan air selalu
ada sepanjang tahun dan daya dukung pondasi baik. Manfaat yang didapat adalah penambahan areal pelayanan irigasi baru seluas 3000 Ha. Kata kunci: Studi, Kelayakan,
Multiguna, Bendungan, Ciliman, DAS. Abstract The Ciliman watershed is a
cross-district river with a main river length of �120 km and a total
tributary length of about �163km, crossing Lebak
Regency and Pandeglang Regency with its headwaters
at Mount Kendeng, Lebak
Regency. The area of the Ciliman Watershed (DAS) is
�502.82 km�. Geographically, the Ciliman watershed
is located between 6�28'20.40" - 6�42'2.38" E and
105�47'42.30" - 106�12'40.94" E. The Technical Feasibility Study on the Construction
of the Multipurpose Dam in the Ciliman Watershed is
intended to determine the technical feasibility of the Multipurpose DAM
development plan in Pandeglang-Lebak Regency. There
are 3 locations reviewed in the technical study with the most decent results
being 3 locations. The span of the dam at site 3 is 236 m, with a height of
37 m and a reservoir of 31.38 million m3. Water availability is always there
all year round and the carrying capacity of the foundation is good. The
benefit obtained is the addition of a new irrigation service area of 3000 ha. Keywords : Study, Feasibility, Multipurpose,
Dam, Ciliman, Watershed. |
PENDAHULUAN
Sungai merupakan
salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sering dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai keperluan, antara lain untuk penyediaan air irigasi, air baku, industri, transportasi dan
lain-lain (Priyana,
2016). Namun demikian sungai juga sering menimbulkan masalah bagi manusia, antara
lain apabila air sungai meluap atau permukaan
air sungai lebih tinggi daripada yang dikehendaki oleh masyarakat di sekitar lingkungan sungai atau dalam
istilah umum dikenal dengan telah menimbulkan banjir pada lahan di sekitar sungai apalagi melalui daerah perkotaan yang cukup padat penduduknya
(Maryono,
2020). Masalah banjir akan menarik
perhatian setelah mempengaruhi kehidupan manusia dan menimbulkan bencana/kerugian bagi masyarakat di sekitar lingkungan sungai tersebut (Rasyid,
2014).
Sungai Ciliman
merupakan salah satu sungai yang alirannya melintasi Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Pembangunan
di sepanjang sungai Ciliman sangatlah pesat, ditambah lagi adanya rencana
pembangunan yang akan dipusatkan di wilayah Ibu Kota Kabupaten
menjadikan sungai ini sangat rawan akan bencana banjir.� Untuk itu sangatlah penting
dibangun insfrastruktur berupa waduk/bendungan/DAM
guna meminimalisir dampak banjir sekaligus
sebagai infrastruktur penyedia air baku, maupun sumber tenaga
listrik (Kodoatie
& Sjarief, 2010). Sebagai acuan dalam
pembangunan DAM, maka dianggap penting dilaksanakannya Studi Kelayakan Teknis Pembangunan DAM Serbaguna
pada DAS Ciliman tersebut.
Diperlukan lokasi yang
paling sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan sekitarnya untuk pembangunan DAM yang tepat dan memenuhi kebutuhan dari segala aspek yang berhubungan. Studi Kelayakan Teknis Pembangunan DAM Serbaguna
pada DAS Ciliman ini dimaksudkan untuk menetapkan kelayakan teknis rencana pembangunan DAM Serbaguna di Kabupaten Pandeglang-Lebak. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh lokasi yang dinilai paling sesuai untuk Pembangunan DAM Serbaguna pada DAS Ciliman
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode kualitatif dengan berdasarkan data sekunder yang telah diperoleh (Sugiyono,
2011).� Pengumpulan data dilakukan melalui survei primer dan survei sekunder. Data sekunder yang digunakan diperoleh dari instansi-instansi yang terkait. Pengolahan data dalam kasus ini, dilakukan
dengan metode tabulasi dan grafik. Metode analisis data ini adalah proses pengolahan data, dari data yang telah diperoleh baik data sekunder yang di dapat dari instansi
terkait maupun primer yang diperoleh dari survei langsung ke lapangan (Darmalaksana,
2020).
Gambar 1 Diagram Alir Kegiatan
Sumber:
Hasil Analisis
a. Titik Referensi
Berdasarkan data Dinas PUPR Provinsi
Banten terdapat 3 titik lokasi yang menjadi alternatif pemililhan lokasi bendungan dengan koordinat lokasi-lokasi sebagai berikut:
Gambar 2. Titik Referensi Pengukuran Topografi
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten
b. Data Topografi
Data topografi yang diperoleh dari Dinas PUPR Provinsi Banten untuk studi kelayakan ini adalah:
a) Peta sekitar as bendungan;
b) Peta situasi lokasi genangan; dan
c) Peta sungai yang terdiri dari gambar
situasi sungai skala 1:2000, gambar potongan memanjang sungai skala mendatar
1:2000 dan skala vertikal
1:100, serta gambar potongan melintang sungai skala 1:200.
Gambar
3 Peta Situasi alt. 1 Rencana
As Bendungan
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten
Gambar
4. Peta Situasi alt. 2 Rencana
As Bendungan
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten
Gambar
5 Peta Situasi alt. 3 Rencana
As Bendungan
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten
Selain
peta-peta dari Dinas PUPR
Prov. Banten, juga digunakan peta
kontur yang diperoleh dari DEM (Digital Elevation Model) Shuttle Radar
Topography Mission (SRTM) 1 Arc-Second Global yang diproses
menggunakan aplikasi Global
Mapper� (DEM SRTM, 2009).
a. Data Curah Hujan
Data dari ke 4 PCH adalah PCH Gn. Kencana, PCH Bd. Ciliman, PCH
KP3, dan PCH Bojongmanik.
Gambar
6 Curah Hujan Harian Maksimum
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten dan BWS C3
Dari hasil analisis Poligon Thiessen pada ketiga Alternatif lokasi bendungan, dapat diketahui ketiga alternatif lokasi rencana pembangunan DAM serba guna dipengaruhi oleh PCH Gn. Kencana dan PCH Bojongmanik.
Gambar
7 Peta Sebaran Pos Curah Hujan
DAS Ciliman
Sumber: Dinas PUPR Provinsi Banten
Analisis distribusi frekuensi ini ditetapkan
curah hujan dengan periode ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.
Dalam studi ini analisis curah
hujan rancangan dilakukan dengan menggunakan metode Log Pearson
Type III (Irawan
et al., 2020), Normal,
Log-Normal, dan Gumbel.
1. Uji Derajat Kepercayaan Distribusi
Pemeriksaan dilakukan dengan metode Smirnov-Kolmogoro dan Chi Square. Dari hasil
uji hujan rencana di pos hujan Gn (Alvin,
2017). Kencana diperoleh bahwa untuk uji Chi-kuadrat pada seluruh metode tidak diterima,
sedangkan pada uji Smirnov Kolmogorov seluruh metode diterima, namun Distribusi Gumbel memberikan jumlah nilai maximum dan
λ^2�� yang lebih
kecil, sehingga dipilih distribusi Gumbel.
Dari hasil
uji hujan rencana di pos hujan Bojongmanik diperoleh bahwa untuk uji Smirnov-Kolmogorov hanya
Log Pearson III yang tidak diterima,
sementara pada uji Chi-Kuadrat,
seluruh metode diterima. Tetapi pada jumlah maksimum terdapat pada metode Log Normal sehingga dipilih metode Log Normal.
Probable Maximum Precipitation (PMP) (Kunkel et al., 2013)
PMP menggunakan persamaan:
Dimana:
����� = curah hujan terbesar
����������� = faktor koefisien Hersfield
Dari hasil perhitungan PMP metoda Hersfield, diperoleh nilai sebesar 996,553 mm yaitu di Sta. Gunung Kencana, sedangkan untuk Sta. Bojongmanik diperoleh nilai sebesar 694.515 mm. Jika dibandingkan
dengan peta isohyet dapat dilihat bahwa
untuk PCH Gn. Kencana lebih mendekati nilai PMP berdasarkan peta isohyet yaitu 860 mm.
2. Pembagian
Sub-DAS
Gambar 9 Pembagian Sub-DAS Ciliman
Sumber:� Dinas PUPR Provinsi
Banten
3. Curah Hujan
Wilayah
Dari
hasil data analisis diperoleh bahwa PCH Bojongmanik mempunyai nilai pengaruh yang besar terhadap DAS dan diketahui bahwa dilihat bahwa probability maximum
precipitation atau PMP yang paling berpengaruh adalah pada Alternatif 3
4. Reduksi
Luas DAS
R_rancangan=R_maks∙ARF
Dimana
(Muhammad et al., 2021):
R_rancangan����� = hujan yang digunakan dalam perhitungan banjir rancangan
R_maks� = hujan maksimum
ARF������������������ = faktor
reduksi area tergantung dari luas DAS.
Hujan efektif
menggunakan metode SCS dengan rumus:
P_e=(P-0,2S)^2/(P+0,8S)
Dengan CN adalah Curve
Number yang merupakan fungsi
dari karakteristik DAS. Apabila lahan terdiri
dari beberapa tata guna lahan dan tipe tanah maka
dihitung nilai CN komposit.
Dari hasil
analisis dan perhitungan, dapat disimpulkan nilai PMP terbesar terdapat pada Alternatif Bendungan 3.
5. Distribusi Curah Hujan
Distribusi curah hujan ditentukan menggunakan metode Alternating
Block Methode (Agustin,
2010). Data yang digunakan untuk menyusun model ini adalah data intensitas hujan. Berikut adalah hasil hietograf menggunakan metode Alternating
Block Methode. Untuk durasi hujan yang dipakai adalah 8 jam hal ini berdasarkan
pada kajian Pra FS DAM serba guna pada DAS Ciliman yang telah dilaksanakan, berdasarkan data pengamatan curah hujan per jam pada pencatatan curah hujan otomatis
P3SA. Dari hasil data analisis
diperoleh bahwa distribusi terbesar terdapat pada jam ke 4 sebesar 50%.
6. Analisis Debit Banjir Rencana
Ilustrasi rangkaian perhitungan hidrograf debit banjir rancangan dapat dilihat pada gambar berikut :
a) Hidrograf Satuan, Hidrograf satuan adalah hidrograf limpahan langsung yang dihasilkan oleh hujan lebih (excess rainfall) yang terjadi
merata di seluruh DAS dengan intensitas tetap dalam satuan
waktu. Dalam kajian ini, perhitungan
dilakukan dengan menggunakan metode hidrograf satuan, yaitu Hidrograf sintetik SCS.
b) Hidrograf Rancangan
Dimana:
����� = debit banjir pada jam ke-k
����� = ordinat hidrograf satuan (i=1,2,3�..,n)
����� = hujan efektif dalam waktu yang berurutan (n=1,2,3,�.,n)
����� = aliran dasar (base flow)
Dari hasil
analisis, diperoleh banjir rencana pada periode ulang 1000 tahun sebagai berikut:
1. Pada alternatif bendungan 1, diperoleh debit terbesar yaitu 1172.28 m3/detik.
2. Pada alternatif bendungan 2, diperoleh debit terbesar yaitu 1337.74 m3/detik.
3. Pada alternatif bendungan 3, diperoleh debit terbesar yaitu 1080.61 m3/detik.
7. Epavotranspirasi
Evapotranspirasi potensial (ETo) merupakan besarnya evapotranspirasi secara teoritis. Nilai ETo dapat dihitung
dari data meteorologi dengan metode Penman-Monteith dan
metode NRECA (Saidah
et al., 2020). Metode Penman-Monteith digunakan
pada perhitungan ini karena dapat menggambarkan
evapotranspirasi acuan secara lebih teliti.
Data iklim yang digunakan adalah dari BMKG Serang.
Gambar 10�
Perhitungan Epavotranspirasi Metode Penman-Monteith Untuk Tahun 2020
Sumber: Hasil Analisis
a) Rekapitulasi Epavotranspirasi
Dari rekapitulasi
evapotranspirasi, diketahui
bahwa ketersediaan air mulai meningkat pada bulan Juli hingga
Januari untuk nilai rata-rata dan nilai maksimal. Sehingga awal pola tanam
ditentukan dimulai pada bulan Juli.
b) Ketersediaan Air
Ketersediaan air dianalisis dengan perhitungan debit andalan di masing-masing DAS orde-2. Debit andalan ini dihitung
dengan menggunakan metode FJ. Mock. Data yang dibutuhkan
dalam perhitungan debit dengan metoda F.J. Mock ini adalah data klimatologi, luas dan penggunaan lahan dari catchment area.
Gambar 11 Perbandingan
Debit FJ Mock dengan Debit Observasi
Sumber: Hasil Analisis
c) Kalibrasi Parameter
Berdasarkan kalibrasi
parameter, diketahui korelasi
antara debit hasil perhitungan dengan debit hasil observasi mempunyai korelasi sebesar 95%. Hasil korelasi tersebut didapatkan setelah melakukan percobaan dengan mengubah-ubah parameter-parameter F.J Mock. Adapun
parameter yang diubah adalah
Exposed surface (m), Koefisien infiltrasi (if), Konstanta resesi aliran (K), dan Percentage
factor. Nilai dari parameter-parameter yang dihasilkan dari perhitungan kalibrasi ini akan dipakai
untuk perhitungan debit
pada tiap Sub-DAS (Alby
& Suhartanto, 2018).
Nilai dari
parameter-parameter yang dihasilkan dari perhitungan kalibrasi ini akan
dipakai untuk perhitungan debit pada tiap
Sub-DAS. Perhitungan debit andalan
dilakukan dengan terlebih dahulu mencari debit tiap bulan. Debit tiap bulan yang dihitung dari tahun 2003 sampai tahun 2020. Pencarian debit dilakukan dengan menggunakan metode F.J. Mock yang langkah perhitungannya sama seperti proses kalibrasi namun dengan luas
DAS, hujan bulanan, dan evapotranspirasi yang berbeda.
Tabel 12 Debit Andalan Q80 Tiap Sub DAS
Sumber: Hasil Analisis
8. Kebutuhan Air
Kebutuhan air ini diperhitungkan sebesar 100 lt/detik/kapita
per hari, mengacu pada Pedoman Konstruksi dan Bangunan, Dep. PU untuk Kota
Sedang. Data jumlah penduduk
mengacu pada BPS Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak tahun 2021. Pertumbuhan penduduk di Kabupaten Pandeglang 1.83 % dan
di Kabupaten Lebak 0.83 %. Kebutuhan air ini diproyeksikan untuk beberapa tahun ke depan. Berikut
ini adalah tabel hasil analisis
kebutuhan air domestik.
Gambar 13 Penggunaan Air Domestik
Sumber: BPS Kabupaten Pandegelang dan Lebak
Terdapat enam alternatif pola tanam. Pola tanam untuk tiap alternatif
adalah sebagai berikut:
1. Alternatif 1:Padi-Padi-Palawija/
mulai Tanam: Awal Oktober
2. Alternatif 2:Padi-Padi-Palawija/
mulai Tanam: Pertengahan Oktober
3. Alternatif 3: Padi-Padi-Palawija/
mulai Tanam: Awal November
4. Alternatif 4: Padi-Padi-Palawija/
mulai Tanam: Pertengahn November
5. Alternatif 5: Padi-Padi- Palawija/ mulai Tanam: Awal Desember
6. Alternatif 6: Padi-Padi-Palawija/
mulai Tanam: Pertengahan Desember
Tabel 14 Kebutuhan Air Irigasi di
Ciliman
Sumber: Dinas PUPR Provinsi
Banten
Berdasarkan data yang diperoleh,
maka direkomendasikan alternatif 1, yang penggunaan air
irigasinya paling efisien.
Pola tanam yang rekomendasikan
adalah padi-padi-palawija
yang ditanam pada bulan
November minggu kesatu.
Gambar 15 Kebutuhan Air Bandara
Sumber: Ditjen Cipta Karya, 2000
Dalam perencanaan kebutuhan air untuk rencana bandara di prediksi pemenuhan kebutuhan sebesar 10 L/dtk, dengan prediksi
nilai tersebut kebutuhan air untuk pemenuhan bandara sebesar:
1. Kebutuhan Air Bersih =
10��� l/dtk
2. % Kehilangan Air
(10%) = 10*10% = 1
3. Kebutuhan Air Rata-Rata= 10+1���� = 11��
l/dtk
4. Kebutuhan Air��������� =
1.1*11 = 12.10�� l/dtk
Mengacu pada hasil studi terdahulu, kebutuhan air untuk kawasan ini diestimasi
sebesar 200 lt/detik. (Balai Prasarana
Permukiman Wilayah Banten 2021).
9. Analisis Geoteknik
Berdasarkan pembagian fisiografi oleh van Bemmelen
1949, lembar daerah�� Cikarang dibagi dalam Lajur
Bogor yang terdiri dari dataran rendah di sekitar daerah aliran sungai Ciliman
dan S. Ciseukeut, Lajur Depresi Tengan terdiri dari daerah
perbukitan Cibaliung-Malingping-Kerta
dan Pegunungan Honje, dan lajur Bandung yang terdiri dari dataran rendah
Binuangeun dan Daerah Aliran
S. Cibaliung. Daerah Ciliman
masuk dalam Lajur Bogor.
Daerah S. Ciliman
masuk dalam satuan morfologi perbukitan, dicirikan dengan beberapa puncak bukit membulat
dan beberapa bukit bergelombang yang posisinya sejajar, mempunyai ketinggiang antara 25 m hingga 250 m di atas muka laut. Beberapa
puncaknya antara lain Pasir Panenjoan (224 m), Pasir Baturahong (100 m), Pasir Cimandahan (80 m), Pasir Leuwibuaya (50 m). Pada daerah rencana bendungan mengalir S. Ciliman bermata air dari daerah Gunungkencana,
mengalir kearah Barat, berdasarkan satuan morfologinya temasuk daerah perbukitan. Sungai Ciliman ini yang akan dibendung dijadikan bendungan, yang diharapkan dapat mencapai ketinggian kira-kira 60.00 m.
Berdasarkan peta geologi Lembar Cikarang, Jawa, daerah susunan
batuan di S. Ciliman dan sekitarnya adalah sebagai berikut:
1) Formasi Cimapag (Tmc)
Bagian bawah
terdiri dari breksi dari aneka
bahan, lava, andesit, batupasir, batulempung, batugamping, konglomerat, aglomerat dan tuf. Bagian atas terdiri dari
tuf dasit, lava andesit dan tuf breksi. Tebal satuan
ini kira � kira 400 m, berumur kira-kira lebih tua dari Miosen.
Formasi ini ditindih tidak selaras oleh Formasi Honje dan Formasi Bojongmanik. Setempat diterobos andesit-basal, sebarannya ada di bagian Barat dan bagian Timur.
2) Formasi Cipacar (Tpc)
Terdiri dari tuf, tuf berbatu
apung, batu pasir tuf, batu lempung tuf, tuf breksi
dan napal. Satuan ini umumnya berlapis
baik dan tebalnya diperkirakan 250 m, ditindih selaras oleh Formasi Bojong dan satuan batuan yang lebih muda. Satuan batuan
ini berumur Plosen atau N19 � N21.Lokasi rencana bendungan terletak pada Formasi Cipacar (Tpc)
Struktur geologi yang ada di sekitar daerah peninjauan adalah sesar turun,
lipatan dan kelurusan. Sesar turun berarah
Utara � Selatan, Timur laut � Barat daya dan Barat laut � Tenggara. Sayap�sayap lipatan
berkemiringan landai antara 50 � 200. Bagian Timurlaut
dan Selatan, sumbu lipatan berarah Barat laut � Tenggara. Kelurusan berarah Barat laut � Tenggara dan Timur laut �
Barat daya. Pola lipatan, sesar dan kelurusan tersebut diduga ada hubungannnya dengan zona terbanan daerah Krakatau di Selat Sunda yang merupakan depresi kegiatan gunung api tektonik.
(Zen dan Sudradjat 1983)
Kegiatan tektonik daerah ini diperkirakan
mulai kala Miosen Awal. Saat itu terjadi
kegiatan gunung api bawah laut
yang menghasilkan klastik kasar dan batuan gunung api Formasi
Cimapag. Pengangkatan awal terjadi pada kala Miosen Tengah disusul dengan penurunan, pada Miosen Akhir diendapkan batuan klastik Formasi Bojongmanik bersamaan dengan kegiatan Gunung api Formasi Honje.
Awal Pliosen mengalami pengangkatan disertai terobosan andesit dan basal dan kemudian terjadi penurunan dan menghasilkan Formasi Cipacar. Kemudian terangkat kembali disusul penurunan dan diendapkan Formasi Bojong. Gerak fluktuasi naik turun ini berlangsung
hingga sekarang, terindikasi dengan adanya endapan undak pantai dan pertumbuhan batu gamping terumbu yang disertai kegiatan gunung api.
Untuk kegempaan, berdasarkan peta zona gempa Indonesia pada batuan dasar periode ulang
100 tahun, lokasi rencana bendungan Ciliman berada di zona percepatan gempa pada 0,8 � 0,9
g.
Gambar
16 Peta Geologi Lembar Cikarang
Sumber: Sudana dan Santosa, 1992
10. Kapasitas Tampungan Bendungan
Analisis volume sedimen yang masuk ke waduk dan mengendap menjadi dead storage mengacu pada revisi SNI 03-6337-2002. Berikut ini hasil perhitungan dead storage untuk masing-masing alternatif bendungan.
Gamabr 17� Dead
Storage Bendungan Alt. 1
Sumber: Hasil Analisis
Gambar �18 Dead
Storage Bendungan Alt. 2
Sumber: Hasil Analisis
Gambar
19� Dead Storage
Bendungan Alt. 3
Sumber: Hasil Analisis
11. Kapasitas Netto Bendung
Perhitungan Kapasitas tampungan/ genangan dapat dicari dengan memakai bantuan data kontur yang didapat berdasarkan data DEM SRTM 30m x 30m. Perhitungan yang digunakan dalam menghitung kapasitas genangan/tampungan adalah:
Dimana:
V = Volume tampungan
K = beda kontur
L1= luas genangan untuk elevasi 1
L2= luas genangan untuk elevasi 2
Gambar 20 Kurva Tampungan Bendungan Alternatif 1
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 21 Kurva Tampungan Bendungan Alternatif 2
Sumber: Hasil Analisis
Gambar 22 Kurva Tampungan Bendungan Alternatif 3
Sumber: Hasil Analisis
B. Pembahasan
Rekapitulasi hasil analisis untuk kapasitas netto bendungan adalah (Van Bemmelen, 1949):
1. Alternatif bendungan 1, diperoleh kapasitas netto bendungan sebesar 18.329 Juta m3, dengan
volume efektif bendungan sebesar 16.610 m3 pada elevasi
260 mdpl dan kedalaman bendungan untuk volume efektif adalah 15 m.
2. Alternatif bendungan 2, diperoleh kapasitas netto bendungan sebesar 19.124 Juta m3, dengan
volume efektif bendungan sebesar 17.460 m3 pada elevasi
285 mdpl dan kedalaman bendungan untuk volume efektif adalah 27 m.
3. Alternatif bendungan 3, diperoleh kapasitas netto bendungan sebesar 64.321 Juta m3, dengan
volume efektif bendungan sebesar 60.730 m3 pada elevasi
124 mdpl dan kedalaman bendungan untuk volume efektif adalah 29 m.
4. Pemilihan Alternatif Bendungan Alternatif yang akan dipilih adalah
alternatif yang dinilai terbaik yaitu yang memaksimalkan keuntungan yang diperoleh (dampak positif yang ditimbulkan) dan meminimalkan dampak negatif yang dapat timbul. Metode yang digunakan dalam pemilihan ini adalah
Average Weighted Method.
Matriks hasil aevaluasi kondisi alternatif bendungan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan yaitu pembobotan dari aspek teknis,
didapatkan alternatif 3 merupakan alternatif dengan hasil pembobotan
terbesar. Berikut ini ringkasan data teknis alternatif Bendungan Ciliman pada lokasi alternatif �Lokasi: As Bendungan Ciliman Alt.3 di sungai Ciliman pada koordinat UTM Zona 48S x= 613.553, y= 9.268.051 dan �Z = +84 m. Secara administratif lokasi bendungannya akan terletak di Desa� Parakan Lima,� Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak. Manfaat: Air waduk Ciliman Alternatif
3 diharapkan dapat mensuplai air baku Kecamatan-kecamatan di hilir bendungan di DAS Ciliman dan sisanya untuk suplai
air Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung
Lesung. Pengembangan area irigasi baru DI Ciliman seluas 3000� Ha dengan intensitas tanam 234%. Daerah� rencana� bendungan� Ciliman� merupakan� daerah� yang� berada di Lokasi bendungan termasuk kedalam satuan daerah depresi
tengah dengan beberapa perbukitan. Lokasi bendungan berada di Formasi Cipacar (Tpc).
Agustin,
W. (2010). Pola Distribusi Hujan
Jam-Jaman Di Sub Das Keduang.
Alby, L., & Suhartanto, E. (2018). Perbandingan
Metode Alih Ragam Hujan Menjadi Debit Dengan FJ. MOCK dan NRECA di DAS Kemuning
Kabupaten Sampang. Jurnal Teknik Pengairan, Malang: Universitas Brawijaya,
2(1).
Alvin, E. F. (2017). Evaluasi Sistem Drainase
dan Prngendalian Genangan Air di Kampus dan Perumahan ITS Surabaya.
Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Darmalaksana, W. (2020). Metode Penelitian Kualitatif
Studi Pustaka dan Studi Lapangan. Pre-Print Digital Library UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
DEM SRTM, N. (2009). Digital Elevation Model,
Shuttle Radar Topography Mission. NASA.
Irawan, P., Hendra, H., Ikhsan, J., Atmaja, S.,
& Sari, N. K. (2020). Analisis Dan Pemetaan Isohyet Curah Hujan Berbagai Periode Ulang
Tahun (PUH) Das Citanduy Hulu. Akselerasi, 2(1).
Kodoatie, R. J., & Sjarief, R. (2010). Tata ruang
air. Penerbit Andi.
Kunkel, K. E., Karl, T. R., Easterling, D. R.,
Redmond, K., Young, J., Yin, X., & Hennon, P. (2013). Probable maximum
precipitation and climate change. Geophysical Research Letters, 40(7),
1402�1408.
Maryono, A. (2020). Pengelolaan kawasan
sempadan sungai. Ugm Press.
Muhammad, N. F., Darsono, S., Suharyanto, S.,
& Supriyanto, A. (2021). Analisis Reduksi Debit Banjir Di Dalam DAS Pucang Gading. Rang
Teknik Journal, 4(2), 220�228.
Priyana, Y. (2016). Masalah Sumber Daya Air
Sungai di Pulau Jawa. Forum Geografi, 8(2), 64�73.
Rasyid, F. (2014). Permasalahan dan dampak
kebakaran hutan. Jurnal Lingkar Widyaiswara, 1(4), 47�59.
Saidah, H., Sulistyono, H., & Budianto, M.
B. (2020).
Kalibrasi Persamaan Thornthwaite Dan Evaporasi Panci Untuk Memprediksi
Evapotranspirasi Potensial Pada Daerah Dengan Data Cuaca Terbatas. Jurnal
Sains Teknologi &Lingkungan, 6(1), 72�84.
Sugiyono. (2011). Metodologi Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. alf.
Van Bemmelen, R. W. (1949). General Geology of
Indonesia and adjacent archipelagoes. The Geology of Indonesia.
This work is licensed under a Creative Commons
Attribution-ShareAlike 4.0 International License