984
Shilphy A. Octavia
KEPRIBADIAN, BAHASA DAN NORMA KESANTUNAN GURU
Shilphy A. Octavia
STAI Al-Mudariyah Cimahi, Jawa Barat
Abstrak
Guru sebagai pengajar berperan penting dalam proses pembelajaran yang dapat berpengaruh terhadap
peserta didik, sehingga kepribadian, bahasa dan norma kesantunan guru perlu diperhatikkan dan
diimplementasikan dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kepribadian, bahasa dan
norma kesantunan guru yang ideal untuk diimplementasikan kepada peserta didik. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mengeksplorasi jurnal, buku dan informasi lain yang relevan dengan kajian. Hasil temuan menunjukan
bahwa kepribadian guru yang ideal untuk mendidik murid adalah guru dengan kepribadian kedisiplinan,
jujur, dan adil, sedangkan bahasa yang dipergunakan dalam mengajar adalah bahasa yang sesuai dengan
prinsip berbahasa yang ada dalam Al-Quran yakni Qaulan sadida, Qaulan marufa, Qaulan baligho, Qaulan
maysuro, Qaulan layyina, dan Qaulan karima. Terakhir norma kesantunan guru yakni memiliki
kompetensi SAFT (Sidiq, Amanah, Fathonah, dan Tabligh).
Kata kunci: Kepribadian, Bahasa, Norma, Kesantunan Guru
Abstract
Teachers as teachers play an important role in the learning process that can affect students, so that the
personality, language, and norms of teacher politeness need to be considered and implemented properly.
This study aims to determine the ideal teacher's personality, language and politeness norms to be
implemented to students. This study uses qualitative research methods, while data collection techniques
are carried out by exploring journals, books and other information relevant to the study. The findings
show that the ideal teacher personality to educate students is a teacher with a disciplined, honest, and
fair personality. While the language used in teaching is a language that is in accordance with the language
principles caontained in the Qur’an, namely Qaulan sadida, Qaulan marufa, Qaulan baligho, Qaulan
maysuro, Qaulan layyina, and Qaulan karima. Last, the teacher’s politeness norm is having SAFT
competence (Sidiq, Amanah, Fathonah, and Tabligh).
Keywords : Personality, Language, Norms, Teacher Politeness
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan bangsa yang kaya akan keanekaragaman budaya. Budaya hadir membentuk
manusia menjadi manusia yang beradab. Namun pemanfaatan modal budaya belumlah dirasakan cukup
untuk membentuk karakter bangsa karena tidak adanya keteladanan dari pendidik.
Pendidikan yang disesuaikan dengan tujuan, materi, metode dan situasi pendidikan. Strategi
tersebut mencakup strategi yang dapat dilihat dari aspek apa yang dapat dipandang penting oleh guru,
diantaranya yang mengutamakan aspek mengajar, yang mencakup menempatkan peserta didik sebagai
objek, mementingkan bahan pelajaran, mementingkan proses, dan memandang penting evaluasi
diagnostik.
Dalam mendidik karater yang terpenting adalah keteladanan. Manusia melakukan sesuatu
terkadang bukan atas dasar teori yang mereka pelajari melalui pendidikan begitupun dalam pendidikan
karakter. Figur seorang pendidik dalam mendidik karakter sangat menentukan tercapai tidaknya nilai-
nilai yang diajarkan hingga dapat secara sadar diimplementasikan (Wardhani & Wahono, 2017).
Keberadaan guru dalam kegiatan belajar mengajar merupakan salah satu figur yang akan menjadi
teladan untuk semua peserta didik dan juga akan menjadi teladan bagi semua elemen masyarakat yang
berinteraksi dengannya. Oleh karena itu, apapun yang ada pada diri guru akan tercermin melalui
kerendahan diri, tindakan, bahasa dan kepribadiannya (Arfandi, 2021).
Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen, guru profesional harus
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 2, Number 11, November 2022
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
985
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional
dan kompetensi sosial. Salah satu kompetensi kepribadian guru adalah menjadi teladan bagi siswa
(Pratikno, 2018).
Untuk memenuhi ketersediaan guru berkompeten yang diharapkan, sangat penting membenahi
sistem perekrutan guru dalam birokrasi pendidikan. Perekrutan guru tidak hanya dilakukan berdasarkan
kualifikasi akademik semata tetapi lebih menyangkut aspek stabilitas mental, kapasitas intelektual dan
profesionalitas serta memiliki moral keagamaan yang tinggi sebagai modal dalam membimbing peserta
didiknya (Nurchaili, 2010).
Nilai kesantunan sangat diperlukan dalam komunikasi untuk menghidari kesalahpahaman.
Kesantunan dalam berbahasa merupakan wujud perilaku secara urgensional bagi setiap individu dalam
menggunakan bahasa, hal demikian mesti selalu dilakukan pada saat orang-orang itu siap untuk
berkomunikasi. Masalah kesantunan berbahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain, baik kalangan
pejabat, teman atau bahkan guru secara umum baik kalau selalu menggunakan bahasa yang santun
(Sumarna, 2015).
Bahasa dalam penerapannya selalu diikuti dengan aturan-aturan yang harus dipatuhi oleh
pengguna bahasa tersebut, baik secara lisan maupun secara tertulis. Bahasa sebagai alat komunikasi
memegang peranan penting dalam kehidupan sekolah. Di dalam interaksi belajar mengajar terjasi
pertuturan, baik antara guru dengan siswa, maupun antar sesama siswa. Guru sebagai pribadi yang
sangat berpengaruh dalam kehidupan siswa haruslah dapat menjadi teladan dalam keseharian
(Ramadania, 2016).
Pengembangan strategi pendidikan berbahasa santun dapat diartikan sebagai upaya-upaya
mendayagunakan potensi yang dimilki sekolah/madrasah seperti kurikulum, guru, metode dan situasi
edukatif, guna mewujudkan kesantunan berbahasa dikalangan warga sekolah/madrasah/madrasah. Guru
dapat mengunakan berbagai strategi. Kepribadian guru akan sangat menentukan hasil dari proses
pembelajaran, karena kepribadian guru akan sangat mempengaruhi motivasi peserta didik dalam
belajar. Kepribadian yang harus dimiliki oleh guru adalah guru yang disiplin, guru yang jujur dan adil,
guru berakhlak mulia, teladan, berwibawa, memiliki rasa percaya diri dan memiliki kompetensi SAFT.
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “kepribadian, bahasa, dan norma kesantunan guru”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan
merupakan paradigma penelitian yang menekankan pada makna dan penafsiran juga pengetahuan dalam
perspektif partisipan. Agar dapat melaksanakan penelitian kualitatif dengan baik, dibutuhkan strategi
tepat yang sejalan dengan karakteristik penelitian kualitatif (Ahmadi & Rose, 2014). Sedangkan
pengumpulan datanya dilakukan dengan mengeksplorasi jurnal, buku dan informasi lain yang relevan
dengan kajian. Aktivitas dalam analisis data kualitatif pada penelitian ini dilakukan dengan bersandar
pada model interaktif (Miles, 1984) yang dilakukan melalui data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kepribadian
Akhlak merupakan kata lain dari kepribadian. Kata akhlak “berasal dari bahasa
arab (akhlaqun), jama dari (kholaqa, yakhluqu, kholaqun). Yang secara etimologi berasal
dari “budi pekerti, tabiat, perangai, adat kebiasaan, prilaku dan sopan santun”. Ibnu
Maskawaih memberikan pengertian yang lebih simpel namun jelas yaitu: “Akhlak sebagai
keadaan jiwa yang mendorong untuk melakukan sesuatu perbuatan tanpa hajat pemikiran
dan tanpa diteliti”. Macam-macam Akhlak sebagai berikut:
a. Al-Akhlakul Mahmudah (ahlak baik atau terpuji): yaitu perbuatan baik terhadap Tuhan,
sesama manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
986
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
b. Al-Akhlakul Madzmumah (ahlak buruk atau tercela): yaitu perbuatan buruk terhadap
Tuhan, sesama manusia dan mahluk-mahluk lainnya.
Peran guru dalam implementasi/pelaksanaan pendidikan budi pekerti tidak mudah.
Menurut (Sugiarta et al., 2019) Guru dituntut menjadi figur: ing ngarsa sung tuladha, ing
madya mangun karsa, tut wuri handayani. Ungkapan ini, menurut Ki Hajar Dewantara
diartikan sebagi sikap pimpinan (guru) harus mampu memberi teladan kepada peserta didik,
seperti bertindak jujur dan adil. Guru juga harus mampu memberi motivasi kepada peserta
didik untuk terus belajar. Guru juga perlu untuk memberikan kepercayaan kepada peserta
didik untuk mempelajari sesuatu sesuai minat dan kemampuannya. Guru tinggal merestui
dan mengarahkan saja. Guru hendaknya menjadi garda (garis depan), memberi contoh,
menjadi motivator, dalam penanaman budi pekerti. Sering ada pepatah yang menyinggung
pribadi guru, yaitu sebagai figur yang harus digugu (dianut) dan ditiru. Inilah figur ideal
yang didambakan setiap bangsa. Figur inilah yang menghendaki seorang guru perlu menjadi
suri teladan dalam aplikasi pendidikan budi pekerti. Jika guru sekedar bisa ceramah atau
omong kosong saja, kemungkinan besar anak akan kehilangan teladan.
2. Kedisiplinan
Ada tiga hal penting dari pengertian di atas yaitu: 1) Sikap Mental; 2) Waktu; dan 3)
Ketepatan. Apabila kita hubungkan dengan profesi seorang guru di
sekolah/madrasah/madrasah maka kedisiplinan guru di sekolah/madrasah/madrasah
mengandung arti bahwa sikap dan nilai-nilai di sekolah/madrasah/madrasah agar proses
belajar mengajar dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut
(Hasibuan, 2005) indikator-indikator yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan adalah:
a. Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan Kamampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan seseorang.
Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang
bagi kemampuan seseorang. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan
seseorang harus sesuai dengan kemampuan, agar bekerja sungguh-sungguh dan disiplin
dalam mengerjakannya. Akan tetapi, jika pekerjaan itu di luar kemampuan atau jauh di
bawah kemampuannya maka kesungguhan akan disiplin seseorang rendah.
b. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan
seseorang karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya.
Pimpinan harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata
dengan perbuatan. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para bawahan
pun akan kurang disiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik
jika diri sendiri kurang disiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan
dicontoh dan diteladani bawahannya. Hal inilah yang mengharuskan pimpinan
mempunyai kedisiplinan yang baik agar para bawahan mempunyai disiplin yang baik
pula.
c. Balas Jasa.
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan seseorang
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan seseorang terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan seseorang semakin baik terhadap pekerjaan,
kedisiplinan mereka akan semakin baik pula. Jadi balas jasa berperan penting untuk
menciptakan kedisiplinan seseorang. Artinya semakin besar balas jasa semakin baik
kedisiplinan seseorang. Sebaliknya, apabila balas jasa kecil kedisiplinan seseorang
menjadi rendah. Seseorang sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan
primernya tidak terpenuhi dengan baik.
987
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
d. Keadilan.
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan seseorang, karena ego dan sifat
manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan
manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam pemberian balas
jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya kedisiplinan seseorang
yang baik. Dengan keadilan yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
Jadi, keadilan harus diterapkan dengan baik.
e. Waskat.
Waskat adalah tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan,
membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja,
mengaktifkan peranan atasan dan bawahan, menggali sistem-sistem kerja yang paling
efektif, serta menciptakan system internal kontrol yang terbaik dalam mendukung
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat.
f. Sanksi hukuman.
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan seseorang.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, seseorang akan semakin takut melanggar
peraturan-peraturan, sikap, dan perilaku indisipliner seseorang akan berkurang.
Berat/ringannya sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi
baik/buruknya kedisiplinan seseorang. Sanksi hukuman yang ditetapkan berdasarkan
pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas. Sanksi hukuman
seharusnya tidak terlalu ringan atau terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik
seseorang untuk mengubah perilakunya. Sanksi hukuman hendaknya cukup wajar untuk
setiap tingkatan yang indisipliner, bersifat mendidik, dan menjadi alat motivasi untuk
memelihara kedisiplinan.
g. Ketegasan.
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan
seseorang. Pimpinan harus berani dan tegas, bertindak untuk menghukum setiap
karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan.
Dengan demikian, pimpinan akan dapat memelihara kedisiplinan karyawannya.
Sebaliknya apabila seorang pimpinan kurang tegas atau tidak menghukum karyawan
yang indisipliner, sulit baginya untuk memelihara kedisiplinan bawahannya, bahkan
sikap indisipliner karyawan semakin banyak karena mereka beranggapan bahwa
peraturan dan sanksi hukumannya tidak berlaku lagi. Pimpinan yang tidak tegas
menindak atau menghukum karyawan yang melanggar peraturan, sebaliknya tidak usah
membuat peraturan atau tata tertib.
h. Hubungan kemanusiaan.
Hubungan kemanusiaan yang harmonis di antara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik. Hubungan yang bersifat vertikal maupun horizontal
yang terdiri dari direct single relationship, direct group relationship, dan cross
relationship hendaknya harmonis.
Kejujuran akan mengantarkan guru pada jalan kebenaran, jalan keselamatan dunia dan
akherat. Allah SWT berfirman dalam Surat At-Taubah ayat 119 bahwa manusia hendaklah
mengikuti dan bersama-orang-orang yang jujur.


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang jujur” (Departemen, 2008).
988
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
a. Adil Adil mengandung arti tidak berat sebelah, tidak berpihak, atau berpegang pada
kebenaran, dan tidak sewenang-wenang (KBBI, 2019). Dampak edukatif dari sikap adil
pada peserta didik adalah dapat memunculkan sikap tawadhu’, memunculkan potensi
kreatif, membuka dialog yang konstruktif antara guru dan peserta didik, dan memunculkan
rasa cinta belajar pada anak didik. Guru yang memiliki kepribadian akan memperlakukan
peserta didik dengan seadil-adilnya, tidak memilah dan memilih dalam memperlakukan
peserta didik. Adil bukan berarti sama rata, karena sama rata tidak sama dengan adil. Guru
yang adil tidak memandang apakah siswanya itu pintar atau bodoh, ia tetap memperlakukan
peserta didik siswa sesuai dengan perkembangan dan kebutuhannya. sifat adil sangat lah
diperlukan oleh guru agar tidak ada lagi istilah peserta didik kesayangan. Guru harus dapat
memutuskan sesuatu dengan seadil-adilnya tanpa memandang apapun karena guru harus
menilai bahwa semua peserta didik sama, tidak memandang kaya / miskin, latar belakang
orang tuanya dll.
Ada tiga karakter keyakinan akan kemampuan diri, pertama tergantung pada besarnya
tindakan rasa percaya diri terhadap kemampuan diri, kedua adalah generalisasi, ketiga
adalah kekuatan. Bagaimanakah seorang guru memodelkan suatu tindakan untuk
meningkatkan keyakinan akan kemampuan diri pada peserta didik? Pertama guru harus
selalu mengajak para peserta didik untuk melakukan kegiatan. Kedua sebaiknya
mendemonstrasikan teknik-teknik yang sangat efektif dalam mengatasi aspek-aspek yang
menakutkan. Untuk meningkatkan rasa percaya diri peserta didik, ada beberapa langkah
yang harus diikuti, sebagai berikut:
1) Citra positif harus selalu ditampilkan, Kenapa tenaga pendidik mempunyai wewenang
kuat di kelas dalam hal pengembangan percaya diri peserta didik. selalu ramah dan
berbaur kepada peserta didik sangat penting, jangan menampilkan watak galak.
2) Memvonis hasil kerja peserta didik secara langsung. Memvonis secara langsung yang
sifatnya negatif dan menilai pekerjaan peserta didik yang salah adalah sikap yang tidak
diharapkan karena mempunyai efek yang negatif terhadap perkembangan percaya diri
peserta didik.
3) Menawarkan sebuah pendapat seringkali menjadi pertentangan bagi peserta didik dan
disinilah akan muncul kreativitas seluruh peserta didik, jangan menawarkan pertanyaan
yang benar atau salah.
4) Membuat sebuah peraturan yang menyangkut tentang percaya diri, misalnya seluruh
peserta didik wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.
5) Memberikan kesempatan peserta didik untuk berbicara adalah langkah terakhir, karena
peserta didik itu sebenarnya mampu untuk berbicara kalau dia diberi kesempatan.
Beberapa langkah spesifik yang dapat digunakan oleh para guru untuk meningkatkan
rasa percaya diri peserta didik akan kemampuan diri dan prestasi untuk tekun dalam kegiatan
belajar, antara lain:
1) Pecahkan tugas yang besar menjadi tugas-tugas kecil. Memberikan peserta didik tugas
tetapi usahakan agar setiap tugas cukup kecil dan mudah dilakukan. Hal ini akan dapat
membantu peserta didik untuk menyelesaikan tugas tersebut dengan cukup cepat dan
segera melihat keberhasilan.
2) Sebelum memberi tugas, tetapkan kriteria untuk menilai hasil penyelesaian tugas oleh
peserta didik dan memberi tahu mengenai kriteria tersebut sebelum mereka
melaksanakan tugas tersebut, sehingga mereka tahu dengan tepat apa yang harus mereka
capai.
989
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
3) Berikan kepada peserta didik umpan balik dalam bentuk nilai (angka) dan komentar yang
spesifik, setelah mereka menyelesaikan setiap tugas tes/ulangan sehingga peserta didik
mengetahui dimana kedudukannya terhadap kriteria yang telah ditetapkan.
4) Berikan motivasi untuk unjuk kerja para peserta didik, dengan menunjukkan apa yang
telah peserta didik lakukan dengan baik.
5) Buat peserta didik berpartisipasi dalam menulis tujuan mereka secara formal sebelum
mereka melakukan tugas-tugas atau ujian/tes tertentu, dan dorong mereka untuk
menetukan tujuan-tujuan yang mampu mereka capai.
6) Buat peserta didik menuliskan rencana merek masing-masing mengenai kapan, dimana
dan bagaimana mereka menyelesaikan tugas dan apa yang mereka buat untuk mengatasi
halangan yang mungkin timbul.
7) Berikan insentif untuk kerja yang baik, di luar angka yang normalnya akan peserta didik
dapatkan, seperti angka bonus yang dapat dikumpulkn untuk meningkatkan nilai akhir
yang akan mereka dapat.
8) Terapkan metode kooperatif.
9) Motivasi peserta didik untuk mengembangkan kebiasaan bekerja/belajar secara teratur.
3. Bahasa
Manusia adalah makhluk sosial, yaitu makhluk yang memerlukan hubungan dengan
manusia lainnya. Interaksi sosial antar manusia ditandai dengan hubungan-hubungan antara
individu dengan individu, atau individu dengan kelompok. Manusia sebagai makhluk yang
berpikir dan sebagai individu memerlukan cara mengaktualisasikan pikirannya agar dapat
dipahami oleh manusia lainya yang disebut dengan komunikasi. Komunikasi pada dasarnya
adalah hubungan yang saling dipahami antara subjek dengan objek yang berkomunikasi.
Komunikasi berasal dari bahasa Latin Communicatio yang artinya “sama”. Kata
“sama” disini adalah kesamaan makna.kesamaan makna diantara dua orang yang sedang
berkomunikasi menimbulkan lahirnya pemahaman diantara mereka. Dengan demikian
komukasi dapat diartikan sebagai suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan. Sebagai suatu proses, komunikasi dapat dilihat dari perspektif psikologi dan
mekanis. Dilihat dari perspektif psikologis, komunikasi merupakan proses “mengemas” dan
“membungkus” isi pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator. Sedangkan
komunikan terlibat dalam proses komunikasi intrapersonal, yakni membuka kemasan atau
bungkus yang ia terima dari komunikator. Isi bungkus itu adalah pikiran komunikator.
Sedangkan proses berlangsung ketika komunikator melemparkan dengan lisan atau dengan
tangan bila dalam bentuk tulisan. Penangkapan pesan dari komunikator oleh komunikan itu
dapat dilakukan dengan indra telinga, mata dan sebagainya. Komunikasi tidak sebatas
menyampaikan informasi, tetapi lebih lanjut dapat menimbulkan pembentukan pendapat
dan sikap, bahkan dapat membentuk pendapat umum (public opinion). Komunikasi
merupakan suatu proses penyaluran informasi, ide, perasaan, penjelasan, pertanyaan dari
orang ke orang atau dari kelompok ke kelompok. Komunikasi adalah proses interaksi antara
orang atau kelompok ke kelompok yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap dan prilaku
orang-orang dan kelompok-kelompok dalam suatu interaksi. Dalam berkomunikasi atau
mengembangkan dan menggambarkan pikirannya kepada orang lain, manusia memerlukan
alat-alat atau simbol-simbol yang dipahami dalam suatu kelompok masyarakat. Salah satu
simbol itu adalah bahasa, baik lisan maupun tulisan. Bahasa dan komunikasi merupakan dua
hal yang tidak bisa dipisahkan. Sehingga dapat disebutkan bahwa hakikat bahasa adalah
kominikasi dan komunikasi merupakan alat atau cara untuk berinteraksi. Komunikasi
dengan bahasa merupakan bagian yang sangat penting bagi manusia. Karena setiap orang
990
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
memiliki pikiran, hasrat, keinginan, dan harapan yang harus diungkapkan dan
dikomunikasikan kepada orang lain. Kemampuan berkomunikasi merupakan kemampuan
yang harus dimiliki setiap orang, termasuk guru.
Bahasa yang memiliki makna dan nilai bagi para penuturnya disebut dengan bahasa
yang santun. Bahasa santun berkaitan dengan tata bahasa dan pilihan kata. Yaitu penutur
bahasa menggunakan tata bahasa yang baku dan mampu memilih kata-kata yang sesuai
dengan isi atau makna pesan yang disampaikan dan sesuai pula dengan tata nilai yang
berlaku di dalam masyarakat itu. Bahasa yang tidak santun adalah bahasa yang kasar,
melukai perasaan orang, atau kosa kata yang membuat tidak enak orang yang
mendengarnya. Karena itu bahasa santun berkaitan dengan perasaan dan tata nilai moral
masyarakat penggunanya. Bahasa santun merupakan bahasa yang dipergunakan oleh
masyarakat dengan memperhatikan adanya hubungan sosial antar pembicara dan penyimak
dan bentuk status serta keakraban. Status kehidupan dimasyarakat ditentukan oleh:
kekayaan, keturunan, pendidikan, pekerjaan, usia, hubungan darah, dan kebangsaan antar
satu dengan yang lainnya. Kesantunan adalah kesesuaian dengan status pengguna bahasa,
sehingga efeknya akan menimbulkan keakraban antara penutur dan pendengar. Bahasa
santun akan menjadi ciri dari status sosial masyarakat penggunanya. Dari segi moral, setiap
bahasa memiliki santun berbahasa yang digunakan untuk saling hormat menghormati
sesama manusia. Santun berbahasa artinya akhlak menggunakan bahasa dalam kehidupan
sehari-hari atau dalam pergaulan bersama dengan teman sebaya, kakak, orang tua, guru,
pejabat, dan santun berbahasa sangat berkaitan dengan rasa berbahasa. Adapun yang
menjadi sumber santun berbahasa adalah: umur, naluri, nurani, agama, keluarga,
lingkungan, adat istiadat, pengalaman, kebiasaan, dan peradaban bangsa. Bahasa santun
dapat dikenal pada Bahasa Indonesia, Bahasa Sunda dan Bahasa Arab. Kajian bahasa santun
dalam Bahasa Indonesia dikatagorikan sebagai bahasa pragmatik, yaitu keterampilan
berbahasa yang mengaitkan bentuk bahasa dan faktor-faktor penentu dalam komunikasi.
Kajian bahasa santun dalam Bahasa Sunda dikenal dengan istilah undak unduk basa. Undak
usuk basa mengharuskan pemakaian bahasa setia kepada ketetapan pemakaian kata-kata
untuk setiap orang sesuai dengan kedudukannya dalam masyarakat. Kajian bahasa santun
dalam Bahasa Arab dikenal dengan adanya ilmu balaghoh, yaitu ilmu yang mempelajari
bagaimana kita berbicara, dalam (variasi) bahasa apa, kepada siapa, kapan, dimana dan
mengapa. Berbahasa dapat dilihat secara gramatik dan pragmatik. Makna gramatik yakni
menghasilkan penggunaan bahasa yang 1) benar/betul atau 2) salah. Sedang pragmatik
menghasilkan penggunaan bahasa yang 1) wajar atau tidak wajar, 2) hormat atau tidak
hormat, 3) sopan/santun atau tidak sopan/santun.
Berbahasa bukanlah kemampuan yang datang begitu saja atau dibawa sejak lahir, tapi
kemampuan berbahasa diperoleh melalui pendidikan. Semakin terdidik seseorang semakin
berkualitas pula kemampuan berkomunikasinya. Salah satu bagian dari tujuan pendidikan
umum adalah membina manusia agar mampu berpikir dan berkomunikasi sesuai dengan
nilai-nilai moral maupun agama. Pendidikan umum seyogyanya melahirkan manusia yang
memiliki kemampuan berpikir dan berkomunikasi, membuat keputusan-keputusan dan
penilaian cerdas dan bijaksana dan untuk mengevaluasi situasi moral, serta mampu bekerja
secara efektif pada tujuan yang baik. Ciri utama output pendidikan umum yang tampak
secara langsung adalah kemampuan manusia dalam berkomunikasi menggunakan bahasa
yang sesuai dengan nilai-nilai etika maupun agama dari lingkungan masyarakatnya. Dalam
kaitannya dengan nilai moral, etika maupun agama, maka pendidikan umum merupakan
pendidikan yang mengarah kepada pembinaan kepribadian yang berakhlak karimah. Salah
991
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
satu wujud dari akhlak karimah adalah kemampuan dan keterampilan berbahasa santun
yang sarat kaitannya dengan nilai moral, etika dan agama. Al Qur’an telah mengatur teori
atau metode dalam berbahasa menuju insan kamil, sebagaimana firman-Nya dalam Surat
Al-Nahl ayat 125:

  

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu. Dialah yang
lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang
mendapatkan petunjuk” (Departemen Agama RI, 2008).
Bahasa tidak pernah lepas dari masyarakatnya. Masyarakat bahasa adalah suatu masyarakat
yang semua anggotanya memiliki bahasa bersama paling tidak satu ragam ujaran dan norma-
norma untuk pemakaiannya yang cocok. Bahasa sebagai alat komunikasi digunakan untuk
berkomunikasi dalam arti menyampaikan pikiran, gagasan, dan informasi yang tidak pernah
lepas dari aspek ruang dan waktu, yaitu tempat atau masyarakat dimana bahasa itu digunakan
dan kapan bahasa itu diungkapkan. Bahasa sebagai produk masyarakat, tidak terlepas dari
lingkungan sosial budaya masyarakatnya. Masyarakat yang bergerak secara dinamis
menggerakkan bahasa secara dinamis pula. Kesantunan seseorang dalam berbahasa tergantung
kepada ukuran norma yang berlaku pada msyarakatnya. Contoh di dalam bahasa sunda ada
istilah undak unduk bahasa. Menurut undak unduk basa, kata-kata dibagi menjadi empat
tingkatan, yaitu tingkatan kasar, sedang, lemes, lemes pisan, dan ada pula kasar pisan. Seperti
kata dahar = bahasa kasar, neda = bahasa sedang, tuang= bahasa lemes, ngalebok, madang,
gagares = bahasa kasar pisan. Seseorang yang berbahasa santun dapat disebut pula sebagai
orang yang berbudaya. Seseorang yang disebut berbudaya (civilized) adalah seorang yang
menguasai dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai budaya, khususnya nilai etis dan moral
yang hidup dalam kebudayaan tersebut. Terdapat tujuh maksim prinsip kesantunan yang
berkontribusi pada strategi pengungkapan kesantunan, yaitu:
1. Maksim kebijaksanaan (tact maxim): meminimalkan biaya pada orang lain, dan
memaksimalkan keuntungan pada orang lain yang digunakan dalam perbuatan imposif dan
komisif.
2. Maksim meta (meta maxim): jangan menempatkan orang lain dalam suatu posisi dimana
mereka harus menghancurkan tact maxim.
3. Maksim kesederhanaan (generousity maxim): meminimalkan keuntungan sendiri, dan
memaksimalkan biaya sendiri, digunakan dalam perbuatan imposif dan komisif.
4. Maksim penerimaan baik (approbation maxim): meminimalkan hinaan pada orang lain,
memaksimalkan pujian pada orang lain, digunakan dalam perbuatan ekspresif dan asertif.
5. Maksim kerendahan hati (modesty maxim): meminimalkan pujian pada diri sendiri,
memaksimalkan hinaan pada diri sendiri, digunakan dalam perbuatan ekspresif dan asertif.
6. Maksim kesepakatan (agreement maxim): meminimalkan ketidaksepakatan antara diri
sendiri dengan orang lain, memaksimalkan kesepakatan antara diri sendiri dan orang lain,
digunakan dalam perbuatan asertif.
7. Maksim simpati (syimpathy maxim): meminimalkan antipati antara diri sendiri dan orang
lain, memaksimalkan simpati antara diri sendiri dan orang lain, digunakan dalam perbuatan
ekspresif dan asertif (Sauri, 2006).
992
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Strategi pendidikan dapat didefinisikan sebagai upaya-upaya mendayagunakan potensi
yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pengembangan strategi pendidikan
berbahasa santun dapat diartikan sebagai upaya-upaya mendayagunakan potensi yang dimilki
sekolah/madrasah seperti kurikulum, guru, metode dan situasi edukatif, guna mewujudkan
kesantunan berbahasa dikalangan warga sekolah/madrasah/madrasah. Guru dapat mengunakan
berbagai strategi pendidikan yang disesuaikan dengan tujuan, materi, metode dan situasi
pendidikan. Strategi tersebut mencakup strategi yang dapat dilihat dari aspek apa yang dapat
dipandang penting oleh guru, diantaranya yang mengutamakan aspek mengajar, yang
mencakup menempatkan peserta didik sebagai objek, mementingkan bahan pelajaran,
mementingkan proses, dan memandang penting evaluasi diagnostik.
Agama dalam masyarakat memiliki peranan yang sangat penting untuk membangun
peradaban yang baik dan menciptakan ketenangan dan kestabilan di muka bumi. Menurut
(Yusuf & Juntuka, 2014) “ada empat fungsi agama yang dijadikan sebagai petunjuk hidup
manusia dalam mencapai mentalnya yang sehat, yaitu: a) memelihara fitrah; b) memelihara
jiwa; c) memelihara akal, dan d) memelihara keturunan”. Dalam sistem pendidikan nasional
pentingnya peranan agama itu dicerminkan antara lain dalam rumusan tujuan yang hendak
dicapai oleh tujuan pendidikan, yaitu tujuan yang menyangkut manusia yang beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Berbahasa santun menurut ajaran Islam tidak
dipisahkan dengan nilai dan norma sosial budaya dan norma agama. Kesantunana berbahasa
dalam Al Qur’an berkaitan dengan cara pengucapan, prilaku dan kosa kata yang santun serta
disesuaikan dengan situasi atau kondisi (lingkungan) penutur. Al Qur’an menampilkan enam
prinsip yang seyogyanya dijadikan pegangan dalam berbicara, yaitu:
1. Qaulan sadida. Qaulan Sadida dapat diartikan sebagai bentuk pembicaraan yang benar dan
mantap. Qaulan sadida mengandung arti suatu pembicaraan yang benar, jujur, lurus, tidak
bohong, tidak berbelit-belit. Bentuk komunikasi ini utamanya ditunjukan kepada generasi
muda atau dalam lingkungan kerja kepada meraka yang masih baru berada dalam
lingkungan kerja. Mereka harus memperoleh informasi yang benar sehingga mereka mampu
menjadi kader-kader yang profesional dimasa depan.
2. Qaulan marufa. Secara bahasa arti ma’ruf adalah baik dan diterima oleh nilai-nilai yang
berlaku dimasyarakat. Qaulan ma’rufa sebagai perkataan yang baik dan pantas. Baik artinya
sesuai dengan norma dan nilai, serta pantas sesuai dengan latar belakang dan status orang
yang mengucapnya. Qaulan ma’rufa mengandung arti perkataan yang baik, yaitu perkataan
yang sopan halus, indah, benar, penuh penghargaan, dan menyenangkan serta sesuai dengan
kaidah hukum dan logika. Perkataan yang baik itu adalah baik dalam arti, bahasayang
digunakan, yaitu bahasa yang dapat difahami oleh orang-orang yang diajak bicara dan
diucapkan dengan cara pengungkapan yang sesuai dengan norma dan diarahkan kepada
orang (objek) yang tepat.
3. Qaulan baligho. Qaulan baligho diartikan sebagai pembicaraan yang fasih, jelas maknanya,
dan terang, serta tepat mengungkapkan apa yang dikehendakinya. Dilihat dari segi cara
mengungkapnya, qaulan baligho mengandung arti perkataan yang menyentuh dan
berpengaruh pada hati sanubari orang yang diajak bicara. Menyentuh hati artinya cara
maupun isi ucapan sampai dan terhayati oleh orang yang diajak bicara. Sedang berpengaruh
kepada hati artinya kata-kata itu membuat orang terpengaruh dan mengubah perilakunya.
Dilihat dari segi gaya pengungkapannya, qaulan baligho mengandung arti perkataan yang
membuat orang lain terkesan atau mengesankan orang yang akan diajak bicara. Dilihat dari
segi komunikasi, qaulan baligho mengandung arti ucapan yang fasih, jelas maknanya,
993
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
tenang, tepat mengungkap apa yang dikehendaki, karena itu qaulan baligho
diterjemahkannya sebagai komunikasi yang efektif.
4. Qaulan maysuro. Menurut bahasa qaulan maysuro artinya perkataan yang mudah. Qaulan
maysuro dapat diartikan perkataan yang baik yang didalamnya terkandung harapan akan
kemudahan sehingga tidak membuat orang lain kecewa atau putus asa. Qaulan maysuro
berarti komunikasi yang memberikan dorongan, mengarahkan dan mengembangkan
kualitas diri sehingga mereka keluar dari kesulitan dan terdorong untuk mengaktualisasikan
dirinya secara optimal sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al Isra ayat 28:



“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang
kamu harapkan, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang pantas” (Depatemen Agama
RI, 2008).
Dengen metode komunikasi qaulan maysuro, setiap pemimpin harus mampu
memberikan motivasi dan mengarahkan anak buah untuk bekerja secara efektif dan efisien.
Juga menggugahkan mereka agar menjauhi segala perbuatan yang mubazir.
5. Qaulan layyina. Kata layyin dapat diartikan sebagai sesuatu yang menyentuh cita rasa atau
sentuhan hati, materi bicara diarahkan pada hati nurani yang mendalam dan mencoba untuk
menyentuh getaran hati lawan bicara dengan pembicaraan yang lemah lembut. Lemah
lembut mengandung makna strategi sebagaimana dicontohkan dalam Al Qur’an surat Thaha
ayat 44:



“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-
mudahan ia ingat atau takut”((Departemen Agama RI:2008).
Ayat ini berbicara dalam konteks pembicaraan Nabi Musa menghadapi Firaun. Allah
mengajarkan agar Nabi Musa berkata lemah lembut agar Firaun tertarik dan tersentuh
hatinya sehingga dapat menerima dakwahnya dengan baik.
6. Qaulan karima. Qaulan karima berarti perkataan mulia. Perkataan yang mulia adalah
perkataan yang memberi penghargaan dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara.
Ucapan yang bermakna qaulan karima berati ucapan yang lembut berisi pemuliaan,
penghargaan, pengagungan dan penghormatan kepada orang yang diajak bicara. Al Qur’an
mengartikan qaulan karima ini dalam konteks hubungan dengan orang tua yang secara
spesifik diajarkan agar kita tidak berbicara yang melukai hatinya, bahkan sikap melecehkan
dengan mengucap “ah” sangat terlarang dalam tatanan pergaulan dengan kedua orang tua
atau mereka yang sudah berusia lanjut sebagaimana firman-Nya dalam Surat Al Israa ayat
23:






“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam memeliharamu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
(Departemen Agama RI, 2008).
994
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
4. Norma Kesantunan
Berkaitan dengan guru teladan, maka ada beberapa karakteristik yang perlu
diperhatikan yaitu guru harus mempunyai akidah yang bersih dari hal-hal yang bertentangan
dengannya. Senantiasa merasa diawasi oleh Tuhan dimanapun berada, melakukan koreksi
diri atas kelalaian dan kesalahan. Menanamkan sikap rendah hati, jangan sampai timbul
perasaan iri dan sombong. Guru harus berakhlak mulia, berkelakuan baik, dan menjauhi hal-
hal yang bertentangan dengan etika profesi, baik di dalam maupun di luar kelas. Mampu
mengatur waktu dengan baik, sehingga tidak ada waktu yag terlewatkan tanpa
mendatangkan manfaat. Beberapa hal yang harus diperhatikan bagi seorang guru dan
dibutuhkan dalam proses belajar mengajar, yaitu menguasai materi pelajaran dengan matang
melebihi siswa-siswanya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka secara baik.
Guru harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani proses mengajar, seperti
pemikiran yang lurus, jernih, tidak melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap,
dan dapat mengambil tindakan yang tepat pada saat-saat kritis. Guru harus menguasai cara-
cara mengajar dan menjelaskan. Guru sebaiknya menelaah buku-buku yang berkaitan
dengan bidang studi yang diajarkannya. Sebelum memasuki pelajaran, guru harus siap
secara mental, fisik, waktu dan ilmu (materi). Maksud kesiapan mental dan fisik adalah tidak
mengisi pelajaran dalam keadaan perasaan yang kacau, malas ataupun lapar. Kesiapan
waktu adalah dia mengisi pelajaran itu dengan jiwa yang tenang, tidak menghitung tiap detik
yang berlalu, tidak menanti-nanti waktu usainya atau menginginkan para siswa membaca
sendiri tanpa diterangkan maksudnya, atau menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal
yang tidak ada gunanya bagi siswa. Sedangkan maksud kesiapan ilmu adalah menyiapkan
materi pelajaran sebelum masuk kelas, menghindari spontanitas dalam mengajar jika tidak
menguasai materinya. Guru merupakan teladan bagi peserta didik, bahkan semua orang
menganggapnya sebagai guru akan meneladaninya. Guru harus memiliki pribadi yang baik
yang menjadi teladan bagi semua. Ia menjadi teladan baik tingkah laku maupun ucapannya.
Guru menjadi contoh yang akan membawa peserta didik ke jalan yang benar. Untuk menjadi
teladan bagi peserta didik, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan oleh seorang guru akan
mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau
mengakuinya sebagai guru. Sehingga guru bertindak sesuai dengan norma religius dan
teladan yang baik. Kewibawaan merupakan syarat mutlak untuk seorang guru. Mendidik
adalah membimbing anak dalam perkembangannya kearah tujuan pendidikan. Bimbingan
atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak peserta didik dan kepatuhan
diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan
dua hal yang komplementer untuk menjamin adanya disiplin. Kewibawaan berarti hak
memerintah dan kekuasaan untuk membuat guru dipatuhi dan ditaati. Ada juga orang
mengartikan kewibawaan dengan sikap dan penampilan yang dapat menimbulkan rasa
segan dan rasa hormat. Dari sini dapat dikatakan, bahwa guru berkarakter adalah guru yang
memiliki kualitas mental atau kekuatan moral, akhlak atau budi pekerti pendidik, yakni
memiliki kompetensi SAFT. Secara lebih detail, kompetensi SAFT adalah:
a. Pribadi yang bersifat sidiq.
Kejujuran bukanlah suatu keterpaksaan, melainkan sebuah panggilan dari dalam dan
sebuah keterikatan (commitment, aqad, i’tikad). Orang yang tidak jujur (al-kadzab) adalah orang
yang menipu dirinya sendiri dengan menghancurkan atau menghapuskan seluruh nilai moral
yang dimilikinya. Orang yang tidak jujur berarti tipikal manusia yang dengan teganya membunuh
suara hatinya sendiri. Ia berani menyangkal suara qolbu dan dengan sangat memalukan berani
995
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
melecehkan harga dirinya sendiri. Kejujuran dapat dilakukan kepada: diri sendiri berarti
kesungguhan yang amat kuat untuk meningkatkan dan mengembangkan misi dan bentuk
keberadaannya untuk memberikan apa yang terbaik bagi orang lain. Orang yang shiddiq terhadap
diri sendiri mempunyai keterbukaan jiwa yang sangat transparan, jujur terhadap orang lain bukan
hanya berkata dan berbuat benar, namun berusaha memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
orang lain. Orang-orang yang shiddiq kepada orang lain mempunyai sikap empati yang sangat
kuat dan mempunyai jiwa pelayan yang prima, jujur terhadap Allah SWT berarti berbuat dan
memberikan segala-galanya atau beribadah hanya untuk Allah SWT. Orang-orang yang shiddiq
kepada Allah SWT itu memelihara cahaya Ilahi dalam bentuk petunjuk yang menerangi seluruh
relung qalbunya, sehingga tampaklah sebuah keyakinan yang mendalam bahwa dirinya tidak
pernah sendirian karena Allah selalu melihat dan beserta dirinya (Arifin, 2013).
Sifat siddiq ini bisa kita samakan dengan kompetensi kepribadian. Dalam
menjalankan profesinya, guru dituntut untuk senantiasa memiliki kepribadian yang benar
yaitu sebuah rasa kebanggaan terhadap apa yang dijalani selama ini. Kepribadian yang
jujur, akhlak mulia, norma, etika, ajaran agama harus dipegang erat oleh seorang guru.
Guru dengan kompetensi kepribadian yang baik akan berpengaruh pula terhadap perilaku
peserta didik. Seorang guru hendak bersifat sidiq. Guru hendaklah selalu bersifat benar.
Guru hendaklah selalu jujur dalam berpikir, bersikap, dan berbuat. Guru hendaklah
melaksanakan tugasnya secara benar. Guru jangan melaksanakan tugas asal jadi. Guru
hendaklah berbuat sesuai dengan aturan yang berlaku. Guru hendaklah membuat
perencanan yang matang tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Guru
hendaklah melaksanakan tugas sesuai dengan perencanaan yang disusunnya. Guru
hendaklah selalu berbuat benar, baik dalam menjalankan tugas maupun dalam kehidupan
bermasyarakat. Supaya guru selalu berbuat benar, guru perlu memahami pedoman
pelaksanaan tugas guru. Jangan melakukan perbuatan yang akan melunturkan pamornya
guru. Guru memiliki sistem keyakinan untuk merealisasikan visi, misi, dan tujuan serta
memiliki kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, arif, jujur dan berwibawa,
menjadi teladan peserta didik dan berakhlak mulia. Dalam berinteraksi dengan peserta
didik, guru akan mengajarkan peserta didik untuk disiplin, tanggung jawab, rajin
membaca, dan selalu giat belajar, namun sebelum memberikan perintah, guru sudah
melakukan kegiatan tersebut.
b. Pribadi yang bersifat amanah
Amanah artinya benar-benar bisa dipercaya. Jika satu urusan diserahkan
kepadanya, niscaya orang percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya. Amanah adalah sebuah kepercayaan yang harus diemban dalam mewujudkan
sesuatu yang dilakukan dengan penuh komitmen, kompeten, kerja keras, dan konsisten.
Artinya, guru punya rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi, memiliki
kemampuan mengembangkan potensi secara optimal, memiliki kemampuan
mengamankan dan menjaga kelangsungan hidup serta kemampuan membangun
kemitraan jaringan. Sifat amanah bisa dianalogikan dengan kompetensi sosial. Dalam
menjalankan tugasnya interaksi dengan masyarakat adalah suatu keniscayaan.
Keterampilan dalam berkomunikasi, berinteraksi, bekerja sama, bergaul simpatik adalah
bagian dari kompetensi sosial yang harus dimiliki seorang guru. Kemampuan tersebut
menjadikan guru akan mudah berinteraksi dengan orang tua peserta didik, antara
sekolah/madrasah/madrasah dan masyarakat akan berjalan harmonis karena dijembatani
oleh seorang guru yang berkompeten. Arifin (2013:135-136) dalam nilai diri yang
amanah itu ada beberapa nilai yang melekat yaitu rasa tanggung jawab (taqwa), mereka
ingin menunjukan hasil yang optimal atau islah, kecanduan kepentingan dan sense of
996
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
urgency, mereka merasakan bahwa hidupnya memiliki nilai ada sesuatu yang penting.
Mereka merasa dikejar dan mengejar sesuatu agar dapat menyelesaikan amanahnya
dengan sebaik-baiknya. Al-Amin, kredibel, ingin dipercaya dan mempercayai. Guru
punya rasa memiliki dan tanggung jawab yang tinggi, memiliki kemampuan
mengembangkan potensi secara optimal, memiliki kemampuan mengamankan dan
menjaga kelangsungan hidup serta kemampuan membangun kemitraan jaringan. Guru
mempunyai akad ‘jual beli jasa’ dengan orangtua yang sudah menitipkan anak-anaknya
pada mereka. Ketika guru tidak melaksanakan tugasnya dengan benar, maka ia bukanlah
orang yang memegang amanah. Mengurangi jam belajar atau hanya memberikan tugas
lalu meninggalkan kelas tanpa alasan jelas bukanlah cerminan guru yang amanah.
Rasulullah SAW dijuluki sebagai al-Amin atau orang yang dapat dipercaya sejak beliau
masih muda. Kafir Quraisy pun tidak meragukan sifat Rasulullah SAW tersebut.
c. Pribadi yang bersifat fathonah.
Fathonah artinya cerdas. Mustahil Nabi itu bodoh atau jahlun. Fathanah adalah
sebuah kecerdasan, kemahiran atau penguasaan bidang tertentu yang mencakup
kecerdasan intelektual, kecerdasan sosial, kecerdasan emosial, dan kecerdasan spritual.
Artinya guru harus memiliki kemampuan adaptif terhadap perkembangan dan perubahan
jaman, memiliki kompetensi yang unggul bermutu dan berdaya saing serta memiliki
kecerdasan intelektual, sosial, emosi, dan spirit. Untuk meningkatkan kecerdasan
intelektualnya, para guru hendaklah menambah pengetahuan dan wawasannya. Banyak
cara untuk meningkatkan pengetahuan, antara lain melalui membaca, berdiskusi dengan
teman sejawat, membuat karya tulis, dan download ilmu pengetahuan di internet.
Kecerdasan sosial ditingkatkan dengan melakukan interaksi dengan orang tua peserta
didik dan masyarakat lainnya. Dengan interaksi yang dilakukan, guru akan memiliki
ketermpilan berkomunikasi, dan menyesuaikan diri dengan orang lain. Kecerdasan
emosional dapat dilatih dengan meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dalam
interaksi dengan orang lain. Kecerdasan spritual dapat ditingkatkan dengan memahami,
menghayati, serta menjalankan perintah Allah SWT, dan meninggalkan larangan-Nya.
Sifat fathonah ini bisa diibaratkan dengan kompetensi pedagogik. pendidikan adalah
suatu kegiatan yang terprogram dan terarah untuk mengembangkan potensi peserta didik.
Kecerdasan untuk mengaplikasikan kurikulum dibarengi dengan kecermatan dalam
memilih metode pembelajaran. Karena itu pemahaman terhadap karakter kepribadian,
kejiwaan, sifat dan interest peserta didik, penguasaan tentang teori belajar dan prinsip
pembelajaran sangatlah diperlukan agar peserta didik dapat mengaktualisasilkan
kemampuannya dalam kegiatan belajar. Guru yang memiliki sifat fathanah berarti ia
cerdas dan bijak dalam melakukan perbuatan. Guru dituntut untuk senantiasa
mengembangkan ilmu yang diajarkan pada peserta didik. Guru yang terus menerus
menjunjung metode konvesional tanpa berinovasi tidaklah memiliki sifat fathanah. Guru
yang kembali melanjutkan kuliah hanya untuk memperoleh gelar bukanlah guru yang
fathanah. Guru yang rela membayar sejumlah uang untuk membeli ‘titel’ bukan guru
yang fathanah. Guru yang fathanah adalah guru yang bisa menjadikan peserta didik lulus
100% tanpa harus berbuat curang. Guru yang senantiasa terbuka dalam menerima kritik
yang datang dari peserta didik atau dari guru yang lain. Guru yang senantiasa
berkompetisi sehat dengan sesama guru yang lain dalam mendidik generasi muda sebagai
tonggak penerus masa depan. Jika Rasulullah SAW tidak memiliki sifat fathanah,
mustahil Islam bisa menyebar ke seluruh dunia. Dengan sifatnya yang fathanah,
Rasulullah SAW berhasil mengajak kafir Quraisy untuk masuk Islam. Strategi perang
juga menghantarkan kemenangan kaum muslimin di perang badar.
997
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
d. Pribadi yang bersifat tabligh
Tabligh artinya menyampaikan. Tabligh adalah sebuah upaya merealisasikan pesan atau
misi tertentu yang dilakukan dengan pendekatan atau metode tertentu. Artinya, guru memiliki
kemampuan merealisasikan pesan atau misi, memiliki kemampuan berinteraksi secara efektif dan
memiliki kemampuan menerapkan pendekatan dan metodik dengan tepat. Nilai tabligh telah
memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi (communication skill),
kepemimpinan (leadership), pengembangan dan peningkatan kualitas sumber daya insani (human
resources development), dan kemampuan diri untuk mengelola sesuatu (managerial skill). Sifat
tabligh bisa kita sesuaikan dengan kompetensi professional. Seorang guru ketika menyampaikan
materi perlu menggunakan metode pembelajaran dengan tepat. Sama halnya ketika Nabi
menggunakan metode yang berbeda dalam menyampaiakan setiap wahyu dan perintah Allah.
Begitu juga guru, dituntut memiliki kemampuan dalam perencanaan dan pelaksanaan proses
pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk mengarahkan kegiatan belajar peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran, untuk itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran.
Guru harus selalu update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang
materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber seperti membaca
buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti perkembangan dan kemajuan
terakhir tentang materi yang disajikan. Seorang guru juga seorang yang tabligh. Tabligh artinya
menyampaikan kebenaran kepada orang lain. Sifat tabligh ini berkaitan dengan tugas guru
sebagai pendidik. Sebagai pendidik, guru selalu berusaha untuk membina perilaku siswa ke arah
yang normatif. Tabligh (reliable- komunikatif): percaya diri, menghargai waktu, menghargai
pendapat orang lain dan lapang dada, kepedulian, kerja sama, saling menghormati, toleransi,
berani ambil resiko, senang silaturahmi. Guru memang tidak boleh pelit dalam memberikan ilmu.
Ilmu yang bermanfaat akan menjadi pahala yang terus mengalir bagi guru. Rasulullah SAW
bersabda: “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara
yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh,” (HR. Muslim).
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kepribadian guru sangat
penting, karena guru memiliki kedudukan menjadi teladan bagi para siswanya. Ada tiga hal
yang perlu ada pada kepribadian seorang guru teladan yakni kedisiplinan, jujur, dan adil. Selain
kepribadian, seorang guru perlu memiliki kemampuan berbahasa yang baik dan benar. Al
Qur’an menampilkan enam prinsip yang seyogyanya dijadikan pegangan dalam berbicara,
yaitu: Qaulan sadida, Qaulan marufa, Qaulan baligho, Qaulan maysuro, Qaulan layyina, dan
Qaulan karima. Guru berkarakter adalah guru yang memiliki kualitas mental atau kekuatan
moral, akhlak atau budi pekerti pendidik, yakni memiliki kompetensi SAFT (Sidiq, Amanah,
Fathonah, dan Tabligh).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, R., & Rose, K. R. (2014). Metodologi penelitian kualitatif.
Arfandi, K. (2021). Guru Sebagai Model dan Teladan dalam Meningkatkan Moralitas Siswa. Edupedia,
6(1), 18.
Arifin, D. (2013). Leadership Kearifan Lokal dalam Kepemimpinan. Pustaka Al Kasyaf.
Departemen, A. R. (2008). Al qur’an dan terjemahnya. PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Hasibuan, M. S. . (2005). Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara.
KBBI. (2019). Kamus Besar Bahasa Indonesia. KBBI.Web.Id.
Miles, M. . & H. A. M. (1984). Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
Nurchaili. (2010). Memebentuk Karakter Siswa Melalui Keteladanan Guru. Jurnal Pendidikan Dan
998
Shilphy A. Octavia
Kepribadian, Bahasa Dan Norma Kesantunan Guru
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Kebudayaan, 16(3), 233244.
Pratikno, H. (2018). Keteladanan Sebagai Bentuk Profesionalisme Guru Untuk Penguatan Karakter
Siswa. Prosiding “Profesionalisme Guru Abad XXI” Seminar Nasional IKA UNY, 147153.
Ramadania, F. (2016). Pembentukan Karakter Siswa dengan Memanfaatkan Prinsip Kesantunan Pada
Tuturan Direktif di Lingkungan Sekolah. Stilistika: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya,
1(1), 18.
Sauri, S. (2006). Pendidikan Berbahasa Santun. PT. Genesindo.
Sugiarta, I. M., Mardana, I. B. P., & Adiarta, A. (2019). Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara (Tokoh
Timur). Jurnal Filsafat Indonesia, 2(3), 124136.
Sumarna. (2015). Bicara Santun dan Keberhasilan Komunikasi. Seminar Nasional PRASASTI II
“Kajian Pragmatik Dalam Bebagai Bidang, 280286.
Wardhani, N. W., & Wahono, M. (2017). Keteladanan Guru: Sebagai Penguat Proses Pendidikan
Karakter. Untirta Civid Education Journal, 2(1), 4960.
Yusuf, S., & Juntuka, N. (2014). Landasan Bimbingan dan Konseling. PT. Remaja Rosdakarya Offset.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License