Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
335
http://sostech.greenvest.co.id
MENGANTISIPASI TERGERUSNYA KEPEMIMPINAN SUAMI
DALAM KELUARGA
Muhammad Amanuddin
Sekolah Tinggi Ilmu Alquran (STIQ) Kepulauan Riau
E-mail: mus[email protected]
Diterima:
13 April 2021
Direvisi:
Abstrak
Suami adalah pemimpin dan akan membimbing istri dan anak-
anak, kemudian menjadi pemimpin di bawah hukum Syariah dan
13 April
Disetujui:
14 April 2021
bisa menikahi istrinya serta mengajarkan anak-anaknya untuk
menjauhi perilaku yang dilarang Allah. Tujuan penulisan ini
adalah untuk menjelaskan bahwa sejak awal sebenarnya
kepemimpinan dalam keluarga telah diamanahkan kepada suami,
tentu dengan tugas dan tanggung jawab yang tidak sedikit.
Namun dalam perjalanan kehidupan keluarga banyak
kemungkinan yang bisa terjadi, suami bisa saja melalaikan
tanggung jawabnya atau karena sesuatu dan lain hal,
pekerjaannya hilang, sehingga seorang suami tidak dapat
melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik dan sempurna.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode riset
kepustakaan dan metode deduktif untuk menggambarkan
fenomena yang terjadi di alam ini dan dikaitkan dengan
penggambaran yang ada pada ayat Alquran dan hadis yang
bersangkutan, sehingga mempermudah dalam kajian ini. Dalam
hal seperti itu kadangkala seorang istri secara langsung atau tidak
langsung karena kebutuhan keluarga, bertindak untuk memenuhi
kebtuhan kebutuhan keluarga, sehingga kebahagaian tangggung
jawab suami telah diambil alih oleh istri dalam memenuhi
kebutuhan keluarga. Pertanyaannya adalah apakah dalam
peristiwa dan kondisi seperti ini kepemimpinan suami dalam
keluarga masih tetap seperti biasa atau sedikit berkurang dan
tergerus karena situasi tersebut. Kepemimpinan dalam konteks
fikih konvensional dalam hal ini akan tetap berada di tangan
suami, tetapi dalam konteks fikih konvensional dan sosiologis
sangat dimungkinkan terjadinya pergeseran kepemimpinan
suami kepada istrinya. Maka dalam hal ini sebenarnya tergerus
atau tidaknya kepemimpinan suami dalam kerluarga akan sangat
tergantung kepada suami itu sendiri, bagaimana dia memegang
dan melaksanakan kepimpinannya sebagai seorang suami,
semakin kuat dan tepat seorang suami memegang dan
melaksanakan amanah, semakin kokohlah kepemimpinan berada
di tangannya, tetapi semakin suami tidak melaksanakan
amanahnya sebagai pimpinan dalam keluarga, maka akan
semakin mudah pula kepemimpinannya tergerus oleh situasi dan
keadaan.
Kata kunci: Kepemimpinan; Tergerus; Suami
Abstract
The husband is the leader and will guide his wife and children,
then become a leader under Sharia law and can marry his wife
and teach his children to stay away from behavior that is
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
Muhammad Amanuddin
336
forbidden by God. The purpose of this writing is to explain that
from the beginning in fact the leadership in the family has been
entrusted to the husband, certainly with not a few duties and
responsibilities. But in the course of family life there are many
possibilities that can happen, the husband may neglect his
responsibilities or because of something and other things, his
work is lost, so that a husband cannot carry out his
responsibilities properly and perfectly. The research method
used is the literature research method and deductive method to
describe the phenomenon that occurs in this nature and is
associated with the depiction of the Qur'anic verses and the
hadith in question, making it easier in this study. In such cases
sometimes a wife directly or indirectly because of the needs of
the family, acting to meet the needs of the family, so that the
husband's responsibility has been taken over by the wife in
meeting the needs of the family. The question is whether in these
events and conditions the husband's leadership in the family still
remains as usual or slightly diminished and deteriorated because
of the situation. Leadership in the context of conventional
jurisprudence in this case will remain in the hands of the
husband, but in the context of conventional and sociological
jurisprudence it is possible to shift the husband's leadership to
his wife. So in this case the actual deterioration or not of the
husband's leadership in kerluarga will depend heavily on the
husband himself, how he holds and carries out his leadership as
a husband, the stronger and more precise a husband holds and
carries out the mandate, the stronger the leadership is in his
hands. but the more the husband does not carry out his mandate
as a leader in the family, the easier it will be for his leadership
to be affected by the situation and circumstances.
Keywords: Leadership; Tergerus; Husband
PENDAHULUAN
Kepemimpinan dalam Islam adalah sesuatu yang mutlak dilaksankaan sebagai
mana hadis nabi :
ح
د
َ
ٌ
ُ
ْ
م
ػ
ه
َ
ْ
ٍ
ِ
ٍ
ْ
م
أ
َ
ز
َ
ا
َ
َ
ل
◌ٍ
ح
إ
ِ
ا
َ
ل
أ
َ
ا
م
ض
ف
َ
ن
ِ
ث
أ
َ
ْ
ر
ُو
ُ
◌ُ
م
ن
ث
َ
َ
َ
ل
ث
َ
ِ
خ
و
َ
ف
َ
ٍ
ز
ٌ
َ
َ
َ
َ
ل
ٌ
َ
ح
Tidak boleh melakukan perjalanan di atas bumi tiga orang kecuali harus ada
salah seorang diantara mereka menjadi pemimpin dalam perjalanan itu (Pramitha, 2016).
Dalam sebuah keluarga idealnya paling sedikit ada tiga anggota keluarga yaitu
suami/ayah, ibu/istri dan anak sebagai orang yang dilahirkan dari kedua suami dan istri
(Saribulan, 2015). Oleh karena itu, kepemimpinan dalam keluarga adalah suatu
keharusan.
Kepemimpinan dalam keluarga selalu menjadi pembicaraan yang menarik dan tak
kunjung habis (RKT, 2017), berbagai argumen dan alasan telah dikemukakan berbagai
pihak baik yang sepaham maupun yang tidak (Juditha, 2014). Rekomendasi
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
337
http://sostech.greenvest.co.id
kepemimpinan suami dalam keluarga jelas terekam dalam ayat Alquran begitu juga
dalam beberapa hadis (Fitriyana, Risnita, & Yusuf, 2018). Demikian pula syarat
kepemimpinan wanita sebagai seorang istri juga ditemukan dalam beberapa dalil dan
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
Muhammad Amanuddin
338
argumen fikih (Danial, 2020). Fikih konvensional menyatakan bahwa kepemimpinan
dalam keluarga itu mutlak ditangan suami.Imam Al-Tabariy (Fitriawati & Zainuddin,
2020), misalnya mengatakan bahwa kepemimpinan lelaki atas perempuan adalah karena
keutamaan yang diberikan Allah kepada lelaki atas perempuan berupa pemberian mahar
(Ishaq, 2014), pemenuhan nafkah dan kewajiban yang diberikan lelaki (suami) kepada
perempuan (istri) (Rozali, 2017). Atas dasar tersebut menjadikan perintahnya harus
dilaksanakan oleh istri (Ishaq, 2014).
Islam mengajarkan bahwa laki laki adalah pemimpin dalam keluarga (Haderani,
2019), sehingga mereka bertanggung jawab membimbing anggota keluarganya kejalan
yang diridai Allah (Priyatna, 2019). Syarat menjadi pemimpin adalah adanya kelebihan
laki-laki (Hudaya, 2011). Disisi lain, pada waktu dan situasi tertentu seolah-olah
perempuan siap mengambil alih kepemimpinan suami (Paputungan & KAu, 2020). Bila
dicermati pendapat para fukaha tentang kepemimpinan suami dalam keluarga pada fikih
konvensional, hampir sama meski ada perbedaan dalam membahas alasan suami sebagai
pemimpin rumah tangga. Beberapa Uama seperti Nawawi Al Bantany, Al-Thabary, Al-
Raziy,\ dan Quraish Shihab sepakat bahwa Allah telah menjadikan suami menjadi
pemimpin bagi istri, karenanya istri harus mematuhi perintah suami. Kepemimpinan
dalam hal ini dimaknai sebagai kekuasaan/kewenangan suami untuk mendidik istri. Salah
satu alasan yang dikemukakan sebagai argumentasi pendapat ini adalah bahwa
kepemimpinan harus berada di bawah kendali laki-laki, selalu di kaitkan dengan tugas
kenabian yang hanya diberikan kepada laki-laki.
Selain itu ada pula yang menggunakan kelebihan lain, yang merupakan hasil usaha,
seperti kecerdasan, ilmu pengetahuan, maupun keterampilan. Mayoritas ulama
mengambil dalil pada surat Annisa ayat 34, mesikipun kemudian para ulama berbeda
pendapat dalam memahami dan menafsirkannya :
َ
ِ
ث
َ
م
ب
أ
َ
ْ
ُ
َ
و
ف
ق
ُ
ا
م
ه
أ
َ
ْ
م
َ
ُ
ا
ِ
ن
ِ
ٍ
ْم
ػ
ه
َ
ى
ث
َ
ؼ
ط
ع
ُ
ٍ
ْ
م
ث
َ
ْ
ؼ
َ
ّ
ُ
َ
م
ب
ف
َ
ع
م
س
ب
ِ
ء
ق
َ
ا
ُ
ا
ُ
م
ُ
ن
ػ
ه
َ
ى
ا
ن
ِ
ى
ّ
ج
ب
ل ا
ن
ِ
ّ
ز
و
ُ
ش
ُ
َ
س
ٌ
ه
ف
َ
ِ
ؼ
ظ
ُ
ٌ
ه
َ
ّ
ُ
َا
ن
ا
َ
ل
ر
ِ
ً
ر
َ
خ
ب
ف
ُ
ُ
ن
ن
ْ
هغ
َ
ْ
ٍ
ت
َ
م
ب
ح
ِ
ف
ظ
ق
َ
ب
ِ
و
ز
َ
ب
د
ح
ب
ِ
ف
ظ
ب
د
ص
ب
ِ
ن
ح
ب
د
َ
ﺒﻦ
َ
ا
ٌ
ج
ُز
َ
ٌ
ه
ً ا
ْ
ن
َ
م
ع
ب
ِ
ج
غ
ِ
َ
ا
ظ
ِ
ُز
ث
ُ
ٌ
ه
ف
َ
إ
ِ
ْ
ن أ
َ
غ
َ
ؼ
ى
َ
ك
ْم
ف
َ
َ
َ
ل
ر
َ
ْ
ج
غ
ُ
ُ
ا
ػ
ه
َ
ْ
ٍ
ِ
ٍ
ه
س
ج
ِ
ٍ
ا
َ
ل
ِ
إن
◌َ
ّ
َ
ك
ب
ن
ػ
ِ
ه
ٍ
ً
ّ
ب
◌َ
ك
ِ
ج
ٍ
ا
زا
Artinya :Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.
Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)
Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode riset kepustakaan dan metode
deduktif untuk menggambarkan fenomena yang terjadi di alam ini dan dikaitkan dengan
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
339
http://sostech.greenvest.co.id
penggambaran yang ada pada ayat Alquran dan hadis yang bersangkutan, sehingga
mempermudah dalam kajian ini
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
338
Muhammad Amanuddin
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam kehidupan sehari-hari, ada diantara suami yang tidak menjalankan
kewajibannya sebagai seorang suami misalnya dalam hal memberi nafkah, mengurusi
pendidikan anak anaknya, termasuk urusan-urusan yang berkaitan dengan hal hal yang
berada di luar domestik keluarga (Choirina, 2019), lalu dengan keadaan dan kondisi
seperti ini apakah akan menjadikan kepemimpinan seorang suami tergerus atau
berkurang?. Hal inilah yang akan coba dibahas dalam sebuah judul : “Mengantisipasi
tergerusnya kepempinan suami dalam ruamh tangga”.
Kata „qawwâm adalah bentuk mubâlagah dari kata „qâim yang mengandung
makna banyak (li al-taksîr). Sedang kata „qâim berasal dari akar kata „qâma-yaqûmu-
qiyâman lawan dari duduk yang berarti berdiri. Bila dilihat dari segi fungsi kata
„qawwâm sebagai bentuk mubâlagah maka ungkapan „al-rijâl qawwâmûna mengandung
makna bahwa mayoritas laki-laki lebih patut menjadi pemimpin namun tidak seluruhnya.
Menurut al-Asfahani, kata tersebut bila dikaitkan dengan seseorang memiliki dua makna
yaitu menundukkan (taskhîr) dan upaya (ikhtiyâr).
Kata „qawwâm pada ayat di atas, menurutnya, bermakna upaya (ikhtiyâr). Dengan
makna ini dapat dipahami bahwa kepemimpinan laki-laki atas perempuan dalam wilayat
domestik tidaklah given tapi harus diusahakan. Ibn Manzûr mengartikan makna
„qawwâm pada ayat di atas dengan makna al-muhâfazah (menjaga) dan al-islâh
(memperbaiki). Sedang Jalâlain menafsirkan dengan makna „musallitûn (menguasai).
Dari berbagai pengertian tentang kata „qawwâm yang dikemukakan di atas dapat
dipahami yaitu dari segi kaedah bahasa, fungsi mubâlagah pada kata „qawwâm
menunjukkan makna banyak namun tidak seluruhnya. Sehingga laki-laki memang
secara mayoritas lebih tepat untuk memimpin perempuan dalam wilayah domestik
dibanding perempuan memimpin laki-laki, kata „qawwâm menunjukkan makna ikhtiyari,
sehingga kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga memang harus diusahakan
sehingga layak untuk menjadi pemimpin isteri dan tidak bersifat given atau otomatis,
laki-laki secara given lebih berhak menjadi pemimpin atas perempuan di ranah domestik.
Rekomendasi terhadap kepemimpinan laki-laki didasarkan atas dua pertimbangan
pokok (Ibrahim, 2013), sebagaimana yang disebutkan dalam ayat, yaitu pertama, karena
laki-laki dan perempuan masing-masing mempunyai kelebihan, kedua, laki-laki bertugas
untuk memberikan nafkah kepada istrinya. Para mufassir menyadari bahwa frasa tersebut
menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan masing-masing mempunyai kelebihan,
namun dalam kontak keluarga sejumlah kelebihan yang dimiliki laki-laki dipandang lebih
menunjang terlaksananya tugas-tugas kepemimpinan, lalu apakah ketika kedua hal yang
disebtkan diatas tidak dilaksanakan lagi atau tidak dimiliki oleh suami, lalu status atau
posisi kepemimpinannya masih juga di pegang ataukah tidak berkurang sama sekali,hal
ini perlu menjadi perhatian karena, ditinjau dari aspek sosiologis, sebuah pertanyaaan dari
Nani Zulminarni, Koordinator Nasional Program Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA), memperkirakan ada sekitar 6 juta lebih keluarga di Indonesia yang
dikepalai oleh seorang perempuan. Dari jumlah itu, banyak diantaranya merupakan janda
dan ada juga yang karena suaminya pengangguran, atau. Sebagian lagi karena meninggal
secara alamiah dan atau suami pindah tanpa kabar. Pernyataan tersebut di dukung data
BPS yang tergambar sebagai berikut:
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
339
http://sostech.greenvest.co.id
Gambar 1. Grafik sebaran kepala rumah tangga
Grafik diatas menunjukan Persentase kepala rumah tangga berdasarkan kelompok
umur dan jenis kelamin di DKI Jakarta 83,08 % laki-laki dan 16,92 % adalah perempuan,
sedangkan untuk Kepulauan Riau dapat dilihat pada data berikut ini:
Gambar 2. Data jenis kelamin kepala rumah tangga tahun 2017 hingga 2019
Kepala keluarga laki laki ada 86,68% sedangkan kepala keluarga perempuan
berjumlah 13,32% Proentasi ini menunjukkan bahwa kepala kelurga perempuan di DKI
lebih banyak sekitar 3% dari daerah Kepulauan Riau.
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
Muhammad Amanuddin
340
Dari data diatas menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan peran kepala kelaurga
dari seorang laki laki kepada seorang perempuan atau dari seorang suami kepada figure
istri di Indonesia, dalam jumlah yang cukup besar, Meskipun belum disepakati bahwa
dengan peran seroang perempuan dalam keluarga sebagai kepala rumah tangga atau
keluarga akan sekaligus juga menjadi pimpinan dalam keluarga, tetapi paling tidak
kepemimpinan seorang suami telah tergerus atau menjadi berkurang.
Selanjutnya apabila dilihat bagaimana kepemimpinan seorang suami dalam
keluarga dalam kontak perundang undangan di Indonesia saat ini secara umum dapat kita
lihat bahwa dalam Undang undang No. 1 tahun 1974 tidak di jelaskan secara spesifik
tentaang kepemimpinan suami dalam rumah tangga namun undang-undang ini
mengisyaratkan dalam bab VI ketika berbicara tentang hak dan kewajiban suami istri
pada Pasal 30 berbunyi: Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat. Pasal 31 (1) Hak dan
kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan
rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. (2) Masing-masing pihak
berhak untuk melakukan perbuatan hukum. (3) Suami adalah kepala keluarga dan isteri
ibu rumah tangga.
Seperti telah di kutip pada pasal 3 tersebut berbunyi: Suami adalah kepala rumah
tangga, mengandung makna secara lazim adalah kepala sebagai pimpinan. Sedangkan
pada Kompilasi Hukum Islam, kepemimpinan suami disebutkan pada bab XII tentang hak
dan kewajiban suami istri bagian kesatu umum Pasal 77 (1) Suami istri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawadah dan wa
rahmah yang menjadi sendi dasar dan susunan masyarakat, (2) Suami istri wajib saling
cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu
kepada yang lain, (3) Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya
dan pendidikan agamanya, (4) Suami istri wajib memelihara kehormatannya, (5) jika
suami atau istri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan
kepada Pengadilan Agama.
Baik Undang-Undang No. 1 tahun 1974 maupun Kompolisai Hukum Islam
mengisyaratkan bahwa suami dalam keluarga adalah kepala atau pimpinan namun dari
kedua perundang-undangan itu di tetapkan sejumlah syarat untuk terwujud dan tetapnya
kepemimpinan bagi suami tersebut. Oleh karena itu, baik dari kontek fiqih maupun dari
kontek perundang-undangan di Indonesia, Kepemimpinan suami dalam keluraga adalah
sesuatu yang lazim dan lumrah akan tetapi harus di dikung oleh sejumlah syarat, namun
bila ditinjau dari aspek sosiologis kepemimpinan seorang suami dalam keluarga sangat
mungkin untuk tergerus dan berkurang.
Suami telah terlebih dahulu dieberi amanah kepemimpinan dalam keluarga
sebagaimana ayat 34 surat Annisadi atas, dibanding dengan seorang istri, kepemimpinan
tersebut akan terus berada di tangan suami selama ia melaksanakan syarat kepemimpinan
dengan sebaik baiknya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan, namun apabila
kepemimpinan itu tidak dilaksanakan dengan baik atau justru suami menolaknya, maka
kepemimpinan suamipun akan bergerser, karena kehidupan keluarga akan terus berjalan
dan seiring dengan itu, kepemimpinan sebuah keluarga juga mutlak harus ada dan
dijalankan. Penolakan amanah itu pernah terjadi dan dapat kita lihat pada firman Allah
dalam Alquran sebagai berikut:
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
َ
ح
َ
َ
◌َ
◌ٍب
م
ْ
ٮ
ٍ
ش
ف
َ
ْ
ق
ه
◌َ
أ
َ
ِ
م
ْ
ھ
َ
◌َ
◌ٍب
ح
ه
أ
َ
ْ
ن
ٌ
َ
ل
ف
َ
أ
َ
ث
َ
ْ
ٍ
س
َ
م
ب
َ
َ
ا
د
َ
ا
ْ
ل
َ
ْرض
َ
ا
ْ
ن
ِ
ج
ج
َ
ب
ػ
ه
َ
ى
ا
ن
ػ
َ
ز
ظ
ى
َ
ب
ا
ْ
ل
َ
َ
م
ب
و
َ
خ
َ
ِ
إ
و
ا
ب
ج
ُ
ٍ
ُ
ا
َ
ل
( [ا
ل
ح
ش
ا
ة
: 27
ظ
ه
ُ
ُ
ا
م
ب
س
ب
ن
ا
إ
ِ
و
ً
ُ
ك
ب
ن
]ا
ْ
ِ
ْ
ل
ْ
و
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi
dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu
dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipikulah amanat itu
oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa amanah untuk pertama kali diberikan kepada
langit dan bumi serta gunung gunung, tetapi langit dan bumi serta gunung gunung tidak
menerimanya, lalu amanah itu diterima oleh manusia, walaupun manusia itu kemudian
disebut sebagai orang yang bodoh. Seorang suami, telah diberikan amanah kepemimpinan
keluarga kepadanya tetapi apabila suami tidak melaksanakannya, dalam arti, tidak mau
menerima atau tidak mau melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, maka
kepemimpinanya akan berpindah dari dirinya kepada istrinya, sebagaimana amanah yang
berpindah dari langit dan bumi kepada manusia, karena istri juga memiliki potensi untuk
memimpin .Kepempinan istri telah disebutkan dalam sebuah hadis nabi yang berbunyi :
ر
ػ
◌ٍا
ِ
ز
ِ
ً
،
َ
أ
َ
ل
َ
ف
ب
ل
َ
ِ
م
ٍ
ُز ا
ن
ا
ِ
ذي
ػ
ه
َ
ى
ا
نى
ا
ب
ص
ػ
ه
م
س
ئ
ُ
ُ
ل
ْ
م راع
ٍ
،
َ
ْ
م
ﻛﮭ
أ
َ
ن ر
س
ُ
ل
ِ
َ
ّ
-
ﻣﻠ ھﯿ ﻠﻊ ھﻠ ٮ
-،
ق
َ
ب
ل:
م
ُ
س
ئ
ُ
ل
ػ
ْ
ى
ٍ
ْ
م،
َ
ٌ
َ
ُ
م
ث
َ
ْ
ٍ
ِ
ز
ِ
ً
،
را
ٍ
ع
ػ
ه
َ
ى
أ
َ
ٌ
ن ا
ن
ا
ز
ج
م
را
ػ
ه
َ
ْ
ٍ
ِ
ٍ
ْم،
َ
ٌ
َ
ُ
م
ُ
س
ئ
ُ
ل
ػ
ه
ر
ػ
◌ٍا
ِ
ز
ِ
ً
، أ
َ
َ
ل
ف
َ
إ
ِ
َ
ػ
ه
ى
م
ب
ل
س
ِ
ٍ
ّ
ِ
د
ِ
ي
،
را
ٍ
ع
ن ا
ْ
ن
ؼ
َ
ْ
ج
د
َ
م
َ
ُ
س
ئ
ُ
ن
خ
ٌ
ػ
ْ
ى
ُ
ٍ
ْ
م،
َ
أ
َ
ل
َ
ِ
إ
َ
ػ
ه
ى
ث
َ
ْ
ٍ
ذ
ث
َ
ؼ
ِ
ه
َ
ٍ
ب
،
َ
ٌ
ً
◌َ
ٍخ
ٌ
را
ػ
ْ
ن
َ
م
ْزأ
َ
ح
َ
ن ا
َ
أ
َ
ل
َ
ِ
إ
ػ
ه
ر
ػ
◌ٍا
ِ
ز
ِ
ً
ك
ه
ُ
ّ
ك
ْ
م راع
ٍ
،
َ
ك
ه
ُ
ّ
ك
ْ
م
م
س
ئ
ُ
ُ
ل
ػ
ْ
ى
ً
ُ
،
أ
َ
َ
ل
ف
َ
م
س
ئ
ُ
ُ
ل
َ
ٌ
َ
ُ
Dalam hadis diatas, disebutkan antara lain bahwa perempuan (istri) adalah juga
pemimpin di rumah suaminya dan akan di mintai pertangguna jawabannya terhadap
kepemimpinannya itu, tentu potensi ini bisa besar, bisa kecil, bisa sebagian atau
keseluruhan, tergantung kondisi dan keadaan sebuah keluarga.
Oleh karena itu, kepemimpinan sebuah keluarga merupakan amanah yang melekat
kepada suami, tetapi juga berisifat ikhtiar, yaitu usaha untuk melaksanakannya, ketika
kepemimpinan itu tidak dilaksanakan, maka kepempinan itu akan tergerus dari diri
seorang suami, bahkan akan bisa sewaktu-waktu bergeser kepada istrinya, meskipun bila
seorang suami kembali melaksanakan tugas tugas dan syarat kepemimpinan dengan baik,
maka status kepemimpinan suami akan kembali lagi kepada dirinya sendiri sebagai
seorang suami.
KESIMPULAN
Penelitian ini dapat disimpulkan bahwa dalam sebuah keluarga harus ada yang
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
Muhammad Amanuddin
342
341
http://sostech.greenvest.co.id
menjadi pimpinan, sejak awal kepemimpinan keluarga itu telah di amanahkan kepada
seorang suami, bisa saja pada suatu waktu dan keadaan suami tidak mau atau tidak punya
kemampuan untuk melaksanakan tugasnya sebagai pimpinan dalam keluaga, maka
kepemimpinannya akan tergerus, berkurang atau bahkan bergeser kepada istri, pada saat
di mana suami tidak dapat atau tidak patut menjadi pimpinan dalam keluarga maka istri
dapat sementara waktu mewakili atau menjadi pimpinan dalam keluarga dan
mengantisipasi tergerusnya kepemimpinan suami dalam keluarga adalah dengan
melaksanakan sungguh sungguh kepemimpinan yang di amanahkan sebagai mana yang
ditunjukan oleh Ajaran Islam, melalui Alquran dan hadis.
Mengantisipasi Tergerusnya Kepemimpinan Suami dalam SOSTECH, 2021
Keluarga
342
Muhammad Amanuddin
BIBLIOGRAPHY
Choirina, Lutfi. (2019). Tinjauan Kompilasi Hukum Islam dan Undang-Undang
No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Terhadap Hak-Hak Anak
Akibat Perceraian di Desa Doho Kecamatan Dolopo Kabupaten Madiun.
IAIN Ponorogo.
Danial, Danial. (2020). Kepemimpinan Wanita dalam Perspektif Hadis. Liwaul
Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah Dan Masyarakat Islam, 10(2), 1–20.
Fitriawati, Hemnel, & Zainuddin, Zainuddin. (2020). Talak dalam perspektif
fikih, gender, dan perlindungan perempuan. Yinyang: Jurnal Studi Islam
Gender Dan Anak, 15(1), 59–74.
Fitriyana, Fitriyana, Risnita, Risnita, & Yusuf, Umar. (2018). Perilaku
Kepemimpinan Kepala Madrasah dalam Meningkatkan Budaya Kerja Guru
di Madrasah Tsanawiyah Darul Hidayah Kecamatan Kateman Kabupaten
Indragiri Hilir Provinsi Riau. Jambi: UIN Sulthan Thaha Saifuddin.
Haderani, Haderani. (2019). Peranan keluarga dalam Pendidikan Islam. Ilmu
Kependidikan Dan Kedakwahan, 12(24), 22–41.
Hudaya, Hairul. (2011). Kajian Kepemimpinan Perempuan dalam Keluarga
Perspektif Tafsir. Musãwa Jurnal Studi Gender Dan Islam, 10(2), 187–204.
Ibrahim, Sulaiman. (2013). Hukum Domestikasi dan Kepemimpinan Perempuan
dalam Keluarga. Al-Ulum, 13(2), 215–244.
Ishaq, Zamroni. (2014). Diskursus Kepemimpinan Suami Istri dalam Keluarga:
Pandangan Mufassir Klasik dan Kontemporer. Jurnal Umul Qura, 4(2).
Juditha, Christiany. (2014). Opini Publik terhadap Kasus “KPK Lawan Polisi”
dalam Media Sosial Twitter. Pekommas, 17(2), 222347.
Paputungan, Risno, & KAu, Sopyan A. P. (2020). Argumen Kaum Feminis
Terhadap Penolakan Poligami di Indonesia. AS-SYAMS, 1(1), 128–152.
Pramitha, Devi. (2016). Kajian tematis al-Quran dan hadits tentang
kepemimpinan. J-PAI: Jurnal Pendidikan Agama Islam, 3(1), 1–20.
Priyatna, Aulia Ranny. (2019). Wanita Karier Perspektif Hukum Islam. SETARA:
Jurnal Studi Gender Dan Anak, 1(01), 76–94.
RKT, M. Yunus. (2017). Limitasi Kepemimpinan di Indonesia dalam Perspektif
Politik Islam. IN RIGHT: Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 4(1).
Rozali, Ibnu. (2017). Konsep Memberi Nafkah Bagi Keluarga dalam Islam.
Jurnal Intelektualita: Keislaman, Sosial Dan Sains, 6(2), 189–202.
Saribulan, Andi. (2015). Kehidupan Sosial Ekonomi Keluarga Tenaga Kerja
Wanita (Studi Kasus Pada 5 (Lima) Keluarga di Kecamatan Mapili
Kabupaten Polewali Mandar). Skripsi.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International Licensed