11
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
BENTUK TANGGUNGJAWAB TRAVEL UMROH ILEGAL TERHADAP
KONSUMEN
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
rilylihawaa@gmail.com, nurkasim@ung.ac.id, srinanangmei[email protected]
Abstrak
Banyaknya biro perjalanan yang menawarkan jasa penyelenggaraan ibadah umrah yang bermunculan
dengan berbagai paket layanan bukan merupakan suatu masalah. Namun beberapa Travel Ilegal diduga
telah melakukan tindak pidana penggelapan, penipuan, dan pencucian uang dengan modus umroh.
Untuk itu Travel Ilegal ini harus mempertanggung jawabkan perbuatannya baik secara perdata, pidana,
maupun administratif. Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui bentuk pertanggungjawaban pihak travel
illegal kepada konsumen. Bentuk petanggungjawaban travel illegal kepada konsumen bisa di upayakan
melalui jalur hukum untuk menuntut ganti rugi menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen, pada BAB X tentang penyelesaian sengketa diatur secara tegas pada
ketentuan pasal 45 ayat (1).
Kata kunci: Tanggungjawab, Travel Umroh Ilegal, Perlindungan Konsumen.
Abstract
The large number of travel agents offering Umrah services that have sprung up with various service
packages is not a problem. However, several Illegal Travels are suspected of having committed crimes
of embezzlement, fraud, and money laundering with the Umrah mode. For this reason, Illegal Travel
must be held accountable for their actions both civilly, criminally and administratively. This journal
aims to find out the form of accountability of illegal travel parties to consumers. The form of liability for
illegal travel to consumers can be pursued through legal means to demand compensation according to
Law Number 8 of 1999 concerning Consumer Protection, in Chapter X regarding dispute resolution, it
is strictly regulated in the provisions of Article 45 paragraph (1).
Keywords: Responsibility, Illegal Umrah Travel, Consumer Protection.
PENDAHULUAN
Setiap hari pasti selalu ada fenomena kasus- kasus pemberitaan mulai dari politik,
korupsi, pembunuhan dan masih banyak lagi yang sangat spektakuler disiarkan media baik
melalui televisi, radio, surat kabar, maupun majalah (Br Ginting, 2018). Jika yang selalu
mengikuti perkembangan isu yang terjadi Indonesia maka akan mengatakan sungguh
fenomena yang luar biasa yang belum dipahami masyakarat luas apalagi yang tidak
mengetahui masalah semakin bingung untuk menyimpul dan menonton siaran berita tersebut
(Br Ginting, 2018).
Saat ini perkembangan bisnis Haji dan Umroh semakin meningkat, baik ini terlihat
semakin banyaknya perkembangan Tour Travel Haji dan Umroh Indonesia. Peningkatan
Jumlah Travel di Indonesia menjadi suatu persaingan di bidang jasa. Sebagai perusahaan
yang bergerak dalam bidang jasa biro perjalanan wisata Haji dan Umroh selalu
mementingkan kualitas pelayanan yang di berikan kepada para pelanggannya., hal ini tebukti
melalui sebuah riset Marketing Research (Islami, 2014).
Kepuasan pelanggan akan kembali datang dengan sendirinya bila jasa yang perusahaan
jual sesuai dengan keinginan pelanggan (Ritonga et al., 2020). Begitu juga dengan
kekecewaan pelanggan yang timbul jika perusahaan melakukan kesalahan apapun. Hal ini
akan menimbulkan akibat yang buruk bagi suatu perusahaan. Peran Biro Perjalanan Umroh
dan Haji Khusus menjadi sangat penting bagi pelaksanaan ibadah haji khusus maupun
ibadah umroh, mengingat nilai ibadah yang sangat tinggi, dan pelaksanaannya yang berada
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3 , Number 1 , Januari 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
12
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
diluar Indonesia. Peluang bisnis untuk menyelenggarakan ibadah umrah sangat menarik
karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam. Animo penduduk Indonesia untuk
melaksanakan ibadah umrah juga besar karena untuk dapat melaksanakan rukun Islam
kelima, yaitu Haji butuh antrian panjang (Br Ginting, 2018).
Dalam memilih travel umroh tidak cukup modal kepercayaan tapi haruslah berhati-hati
dan jeli terhadap riwayat kinerja dari travel umroh tersebut. Karena banyak travel umroh dan
haji bermasalah yang menjanjikan dapat memberangkatkan calon jamaah dengan cepat dan
biaya murah dibandingkan dengan travel lain yang sejenis. Namun kenyataannya, calon
jamaah tidak saja mengalami banyak masalah misalnya gagal berangkat, terlantar di bandara,
fasilitas yang dijanjikan tidak sesuai dengan kenyataan bahkan uang jamaah pun turut dibawa
lari oleh pemilik travel tersebut. Banyak konsumen tidak mengetahui bagaimana memilih
travel yang berpengalaman dan professional (Masitah, 2015).
Menurut salah seorang pemilik travel umroh dan haji, salah satu hal yang meragukan
dari sebuah travel palsu adalah janji berangkat sesuai jadwal namun belum ada kepastian
menyangkut seat (kursi) di pesawat. Sehingga hal ini mengakibatkan walaupun ada jadwal
keberangkatan, namun kenyataannya tidak sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan
sebelumnya. Jadwal penerbangan yang tidak sesuai, akan menyebabkan jadwal kedatangan di
Madinah Saudi Arabia mengalami perubahan sehingga akan muncul masalah lain seperti
tidak mendapatkan hotel karena telah penuh dibooking oleh jamaah yang telah lebih dulu
pesan dan membayar. Maka tak heran hal ini pernah menyebabkan calon jamaah haji dan
umroh terlantar di Tanah Suci (Masitah, 2015).
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi literatur. Metode studi literatur adalah
serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca
dan mencatat, serta mengelolah bahan penelitian (Wiguna & Tristaningrat, 2022).
Melakukan studi literatur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah mereka menentukan
topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum mereka terjun ke
lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan (Mulyaningsih & Ishak, n.d.).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kepercayaan Konsumen
Kepercayaan adalah keyakinan kita bahwa di satu produk ada atribut tertentu.
Keyakinan ini muncul, dari persepsi yang berulang, dan adanya pembelajaran dan
pengalaman (Amir dalam Ginting 2018). Kepercayaan atau trust merupakan nilai yang
paling dihargai dalam hubungan antar manusia dan mungkin merupakan konsep yang kurang
dimengerti di tempat pekerjaan (Wibowo, Ginting 2018). Defenisi kepercayaan (trust )
dalam Oxford English Dictionary dijelaskan sebagai confidence in yang berarti yakin pada
dan reliance on yang bermakna percaya atas beberapa kualitas atau atribut sesuatu atau
seseorang, atau kebenaran suatu pernyataan (Damsar, Ginting 2018). Menurut Sako dalam
(Ginting 2018) ada tiga bentuk kepercayaan yaitu :
1. Kepercayaan kompetensi yaitu menunjuk pada keyakinan bahwa mitra dagang akan
memperlihatkan kewajiban mereka berdasarkan kemampuan dan keterampilan yang
mereka miliki.
2. Kepercayaan kontraktual yaitu suatu keyakinan bahwa orang atau pihak yang terlibat
pada suatu perjanjian tertulis akan menepati janji yang diikrarkannya bersama tentang
suatu transaksi.
13
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
3. Kepercayaan niat baik merujuk pada harapan bersama pada pihak yang terlibat
memiliki komitmen terbuka saatusama lainnya untuk melakukan sesuatu yang terbaik
bagi keuntungan bersama. Kepercayaan pada dasarnya adalah suatu persepsi pribadi.
Merujuk kepada pandangan bahwa suatu memiliki ciri-ciri atau kualitas tertentu,
terlepas dari apakah hal terssebut dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak.
Pandangan dunia sebenarnya merupakan sistem kepercayaan dan sistem nilai terpenting
yang dianut manusia, yang berkaitan dengan isu-isu filosofis tentang kehidupan.
B. Etika Bisnis
Berkaitan dengan kegiatan bisnis, Kohlbeng sebagai ilmuan Barat telah memberikan
rambu-rambu” bagi para pelakunya-prinsip etika didalam bisnis dapat digolongkan ke dalam
tiga kelompok, yakni: (1 ) Prinsip manfaat, (2 ) Prinsip hak asasi, (3 ) Prinsip keadilan.
Dengan kata lain, tujuan utama bisnis sesungguhnya bukan untuk mencari keuntungan
melainkan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang lain, dan melalui itu ia bisa memperoleh
apa yang dibutuhkannya. Senada dengan apa yang dikatakan oleh Matsushita. Dijelaskannya,
bahwa tujuan bisnis sebenarnya bukanlah mencari keuntungan melainkan untuk melayani
kebutuhan masyarakat.
Sedangkan keuntungan tidak lain hanyalah simbol kepercaaan masyarakat atas kegiatan
bisnis suatu perusahaan. Istilah “bisnis”yang adalah suatu urusan atau kegiatan dagang,
industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa
dengan menempatkan uang dari para enterpreneur dalam resiko tertentu dengan usaha
tertentu dengan motif untuk mendapatkan keuntungan (Gumilar, 2017). Selain itu, bisnis juga
dapat berupa kegiatan manusia yang menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan
jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (Masitah, 2015).
Dasar pemikirannya adalah pertukaran timbal balik secara fair di antara pihak-pihak
yang terlibat. Dari berbagai uraian di atas, dipahami bahwa secara bahasa etika bisnis
merupakan sebuah aturan yang berbentuk perintah dan larangan dalam kegiatan manusia
yang menyangkut produksi, menjual dan membeli barang dan jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam kegiatan bisnis
yang baik sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia.
Demikian pula, prinsip-prinsip itu sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh
masyarakat. Prinsip-prinsip etika bisnis yang berlaku di Indonesia akan sangat dipengaruhi
oleh sistem nilai masyarakat Indonesia.
Namun, sebagai etika khusus atau etika terapan, prinsip-prinsip etika yang berlaku
dalam bisnis sesungguhnya adalah penerapan dari prinsip-prinsip etika pada umumnya.
Karena itu, tanpa melupakan kekhasan sistem nilai dari setiap masyarakat bisnis, secara
umum dapat dikemukakan beberapa prinsip etika bisnis, yakni (Masitah, 2015):
Pertama, prinsip otonomi, yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil
keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarnnya sendiri tentang apa yang dianggapnya baik
untuk dilakukan (Nursyamsu, 2017). Orang bisnis yang otonom adalah orang yang sadar
sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis.
Kedua, prinsip kejujuran, sekilas kedengarannya adalah aneh bahwa kejujuran
merupakan sebuah prinsip etika bisnis karena mitos keliru bahwa bisnis adalah kegiatan tipu
menipu demi meraup untung. Harus diakui bahwa memang prinsip ini paling problematic
karena masih banyak pelaku bisnis yang mendasarkan kegiatan bisnisnya pada tipu menipu
atau tindakan curang, entah karena situasi eksternal tertentu atau karena dasarnya memang ia
sendiri suka tipu-menipu.
Ketiga, prinsip keadilan, yaitu menuntut agar setiap orang diperlukan secara sama
sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai dengan kriteria yang rasional objektif dan dapat
14
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
dipertanggungjawabkan. Demikian pula, prinsip keadilan menuntut agar setiap orang dalam
kegiatan bisnis apakah dalam relasi eksternal perusahaan maupun relasi internal perusahaan
perlu diperlakukan sesuai dengan haknya masing-masing. Keadilan menuntut agar tidak
boleh ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya.
Keempat, prinsip saling menguntungkan, yaitu menuntut agar bisnis dijalankan
sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak. Prinsip ini terutama mengakomodasi
hakikat dan tujuan bisnis. Maka, dalam bisnis yang kompetitif, prinsip ini menuntut agar
persaingan bisnis haruslah melahirkan suatu win-win solution.
Kelima, prinsip integritas moral, yaitu prinsip yang menghayati tuntutan internal dalam
berprilaku bisnis atau perusahaan agar menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik
perusahaannya. Dengan kata lain, prinsip ini merupakan tuntutan dan dorongan dari dalam
diri pelaku dan perusahaan untuk menjadi yang terbaik dan dibanggakan.
C. Bentuk Tanggung Jawab
Tanggung jawab sosial juga erat kaitannya dengan etika bisnis (Rudito & Famiola,
2013). Etika Bisnis adalah suatu rangkaian prinsip yang harus diikuti apabila menjalankan
bisnis, lalu dalam etika bisnis dikenal istilah tanggung jawab sosial yaitu suatu pengakuan
dari perusahaan bahwa keputusan bisnis dapat mempengaruhi masyarakat (komunitas dan
lingkungannya) dan secara luas meliputi tanggung jawab perusahaan terhadap pelanggan,
karyawan dan Kreditur.Keputusan yang tidak etis bisanya timbul jika pengambilan keputusan
hanya untuk menguntungkan diri sendiri dari pada pemegang kepentingan (karyawan,
pemegang saham, lingkungan).
Praktek bisnis yang tidak etis dapat berpengaruh tidak baik terhadap nilai
perusahaan.Tanggung Jawab kepada Pelanggan jauh lebih luas dari pada hanya menyediakan
barang atau jasa. Perusahaan ataupun PT Travel Umroh mempunyai tanggung jawab ketika
memproduksi dan menjual produk. Dalam praktek tanggung jawab meliputi (Masitah, 2015):
1. Tanggung Jawab Produksi atau Pelayanan: Produk harus diproduksi dengan keyakinan
menjaga keselamatan pelanggan. Label peringatan harus ada guna mencegah
kecelakaan karena salah dalam penggunaan dan adanya efek samping.
2. Tanggung Jawab Penjualan: Perusahaan tidak melakukan strategi penjualan yang
terlalu agresive atau iklan yang menyesatkan. Perlu survey kepuasan pelanggan, di
mana yang bersangkutan diperlakukan sebagaimana mestinya.
Cara Menjamin Tanggung Jawab Sosial:
a. Ciptakan Kode Etik, berisi serangkaian petunjuk untuk kualitas produk, sekaligus
sebagai petunjuk bagaimana karyawan, pelanggan dan pemilik seharusnya dipelihara
b. Memantau Semua Keluhan, hubungi pelanggan apabila mereka mempunyai keluhan
mengenai kualitas produk atau lainnya. cari sumber keluhan dan yakinkan bahwa
problem tersebut tidak akan timbul lagi
c. Umpan Balik Pelanggan, meminta pelanggan untuk memberi umpan balik atas barang
atau jasa yang mereka beli walaupun selama ini tidak ada keluhan dengan mengirim
kuesioner. Akibat keputusan yang tidak etis praktik bisnis yang tidak etis dapat
berpengaruh tidak baik pada nilai perusahaan.
Praktik internal, keputusan yang tidak etis umumnya timbul jika pengambil keputusan
membuat keputusan yang cenderung untuk maksud kepentingan dirinya sendiri, tanpa
memperkatikan kepentingan stakeholders yang lain serta terhadap lingkungan. Praktik
eksternal, pengambil keputusan membuat keputusan yang cenderung merugikan kepentingan
pelanggan dan lingkungan perusahaan. Contoh: janji-janji perusahaan yang tidak dipenuhi,
perusakan lingkungan, pelanggaran hak kekayaan intelektual dan lain sebagainya.
D. Upaya Hukum Untuk Konsumen Yang Dirugikan
15
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Problematika kegagalan pemberangkatan umroh yang terjadi, Travel yang
bersangkutan berkewajiban melaksanakan tanggung jawabnya sesuai dengan ketentuan
Pasal 19 UUPK. UUPK menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk
mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang
membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas
perdagangan pelaku usaha (Mardianto dalam (Roby Setiadi, 2018). Tidak sedikit ditemui
pelaku usaha yang berbuat curang terhadap barang dan/atau jasa yang diperdagangkannya.
Sehingga perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha tersebut menimbulkan akibat
buruk terhadap konsumen.
Artinya, Travel yang bersangkutan wajib memberikan ganti rugi berupa pengembalian
uang (refund) maupun untuk penggantian jasa yang sejenis (Setiyadi, 2020). Apabila ganti
rugi dalam bentuk penggantian jasa yang sejenis atau memberangkatkan jamaah umroh,
Travel yang bersangkutan tidak memiliki izin operasional sebagai PPIU karena telah
dicabut Kemenag RI berdasarkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun
2017 per tanggal 1 Agustus 2017, artinya jamaah umroh dapat diberangkatkan melalui
biro penyelenggara umroh yang lain dengan biaya yang ditanggung oleh Travel yang
bersangkutan. Dengan demikian, jamaah umroh berhak mendapatkan haknya berupa
kompensasi dan/ganti kerugian dari Travel yang bersangkutan menurut ketentuan UUPK
karena lahir dari hubungan hukum antara pelaku usaha dengan konsumen sebagai
bentuk perlindungan terhadap konsumen sebagaimana yang telah diamanatkan oleh UUPK.
Menurut UUPK pada BAB X tentang penyelesaian sengketa diatur secara tegas
pada ketentuan pasal 45 yang berbunyi :
Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga
yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui
peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum (Rusli, 2012). Perlindungan
konsumen di Indonesia dalam hal ini perbuatan-perbuatan yang tidak bisa atau dilarang
dilakukan oleh pelaku usaha telah tegas dinyatakan dalam UUPK. Larangan-larangan tersebut
dibuat dengan tujuan untuk melindungi konsumen dari berbagai hal yang tidak seharusnya
terjadi atau tidak seharusnya konsumen alami, dan juga larangan tersebut agar terciptanya
transaksi yang sehat dan baik antara pelaku usaha dengan konsumen.
Semua hak dan kewajiban yang tercantum dalam pasal pasal di dalam Undang-Undang
itu harus dilakukan oleh pelaku usaha dalam menjalankan usahanya (Awon, 2018). Pelaku
usaha yang memberikan atau menyediakan barang dan/atau jasa memang telah melakukan
upaya yang tidak sedikit dalam menjamin bahwa pelayanan yang mereka berikan memenuhi
hak-hak konsumen.
Tetapi tidak sedikit pula hal hal yang masih harus dibenahi dan diperbaiki. Misalnya
mengenai kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam penggunaan barang dan/atau jasa
yang diberikan oleh pelaku usaha yang masih menjadi hal-hal yang paling sering dikeluhkan
oleh konsumen (Mulyani et al., 2017).
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk
pertanggun jawaban pihak travel illegal kepada consume bisa di dapatkan lewat upaya
hukum yang bisa dilakukan konsumen untuk menuntut ganti rugi menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, pada BAB X tentang
penyelesaian sengketa diatur secara tegas pada ketentuan pasal 45 ayat (1). Upaya hukum
penyelesaian sengketa dapat diselesaikan melalui pengadilan maupun di luar pengadilan.
16
Juniar Fajrily S. M. Lihawa, Nur Mohamad Kasim, Sri Nanang Meiske Kamba
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Menurut ketentuan Pasal 47 UUPK Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
dan/atau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadi kembali atau tidak
akan terulang kembali kerugian yang diderita oleh konsumen (Mutia dkk, 2022).
DAFTAR PUSTAKA
Awon, M. M. (2018). Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Terhadap Konsumen Yang
Dirugikan. Lex Privatum, 6(5).
Br Ginting, A. (2018). Dampak Pemberitaan Kasus First Travel Terhadap Kepercayaan
Masyarakat dalam Memilih Travel Umroh.
Gumilar, A. (2017). ETIKA BISNIS DALAM NILAI-NILAI ISLAM. Jurnal Ilmiah ADBIS
(Administrasi Bisnis), 1(2), 121135.
Islami, D. K. (2014). Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Haji Dan Umrah Pt. Margi
Suci Minarfa Jakarta Pusat.
Masitah, D. (2015). Dinamika Bisnis Travel Umroh Se Kota Pasuruan Di Era Globalisasi.
IQTISHADIA: Jurnal Ekonomi & Perbankan Syariah, 2(2), 242.
https://doi.org/10.19105/iqtishadia.v2i2.850
Mulyani, T., Njatrijani, R., & Lestari, S. N. (2017). Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Jasa
Angkutan Perbatasan Terintegrasi Busway. Diponegoro Law Journal, 6(1), 111.
Mulyaningsih, S., & Ishak, F. (n.d.). Studi Literatur: Perbandingan Peanut Ball Dan Birthing
ball Terhadap Kemajuan Persalinan kala I Fase Aktif.
Mutia dkk. (2022). PENERBITAN SURAT SANGGUP DALAM KASUS BIRO
PERJALANAN UMROH FIRST TRAVEL. Jurnal Komunikasi Hukum, 8(1), 469480.
Nursyamsu, N. (2017). ALQUR’AN DAN ETIKA BERBISNIS. Bilancia: Jurnal Studi Ilmu
Syariah Dan Hukum, 11(1), 169190.
Ritonga, H. M., Pane, D. N., & RAHMAH, C. A. A. (2020). Pengaruh Kualitas Pelayanan
Dan Emosional Terhadap Kepuasan Pelanggan Pada Honda Idk 2 Medan. JUMANT,
12(2), 3044.
Roby Setiadi. (2018). Analisis Framing Berita Penangkapan Bos First Travel Oleh
Kepolisian Terkait Kasus Penipuan Jemaah Umroh First Travel Di Liputan6.com dan
Detiknews.com (Analisis. 5(3), 40114020.
Rudito, B., & Famiola, M. (2013). CSR (Corporate Social Responsibility).
Rusli, T. (2012). Penyelesaian Sengketa antara konsumen dan pelaku usaha menurut
peraturan perundang-undangan. Keadilan Progresif, 3(1).
Setiyadi, T. (2020). GANTI RUGI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA ANTARA
JAMAAH UMROH DENGAN PT FIRST TRAVEL ATAS KEGAGALAN
PEMBERANGKATAN UMROH. Yustitia, 6(2), 151166.
Wiguna, I. K. W., & Tristaningrat, M. A. N. (2022). Langkah Mempercepat Perkembangan
Kurikulum Merdeka Belajar. Edukasi: Jurnal Pendidikan Dasar, 3(1), 1726.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License