1365
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
KAJIAN KRIMINOLOGIS TERHADAP TAWURAN ANTAR WARGA
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
Fakultas Hukum, Universitas Negeri Gorontalo
athiyyahanihu690@gmail.com, dian.ekawaty23@gmail.com, ryanpuluhulawa@gmail.com
Abstrak
Jurnal ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor penyebab sehingga terjadinya
perkelahian antar warga dan untuk mengetahui dan menganalisis upaya-upaya yang dilakukan oleh
aparat kepolisian untuk menghindari terjadinya perkelahian. Faktor penyebab terjadinya perkelahian
antar warga dikalangan adalah ketersinggungan anggota kelompok, kesalahpahaman, dendam,
miras/shopy’, rasa solidaritas, kesenjangan sosial/faktor ekonomi, penguasaan lahan dan hal-hal yang
dapat membuat perpecahan, misalnya Pilkada dan upaya-upaya yang dilakukan aparat kepolisian dalam
menanggulangi perkelahian antar warga adalah dengan berbagai metode, salah satunya Pre-emptif
merupakan usaha atau upaya-upaya pencegahan kejahatan sejak awal atau sejak dini, yang dilakukan
oleh kepolisian yang mana tindakan itu lebih bersifat psikis atau moril untuk mengajak atau
menghimbau kepada masyarakat agar dapat mentaati setiap norma-norma yang berlaku. Metode
preventif merupakan upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk mencegah timbulnya kejahatan dengan
tindakan pengendalian dan pengawasan, atau menciptakan suasana yang kondusif guna mengurangi dan
selanjutnya menekan agar kejahatan itu tidak berkembang ditengah masyarakat.
Kata kunci: Antar Warga, Hukum, Kriminologis, Perkelahian.
Abstract
This journal aims to find out and analyze the factors that cause fights between citizens and to find
out and analyze the efforts made by the police to prevent fights from happening. Factors that cause
fights among residents are the offense of group members, division, grudges, alcohol/shopy', a sense of
solidarity, social tensions/economic factors, land management and other things that can create
divisions, for example regional elections and efforts made by the apparatus the police in tackling inter-
citizen prevention is by various methods, one of which is Pre-emptive which is an effort or efforts to
prevent crime from the start or early on, carried out by the police where the action is more
psychological or moral in nature to invite or appeal to the public to comply with all applicable norms.
The preventive method is an effort made with the aim of preventing crime by controlling and
supervising, or creating a conducive atmosphere to reduce and further suppress crime so that it does
not develop in society.
Keywords: Inter-citizens, Legal, Criminologists, fights.
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang terdiri dari berbagai suku, agama dan
budaya. Kemajemukan merupakan suatu potensi dalam pembangunan nasional, namun disisi
lain kemajemukan tersebut dapat menjadi ancaman bagi terselenggaranya pembangunan
nasional apabila segenap potensi tersebut tidak bisa diberdayakan partisipasinya dalam
pembangunan. Kemajemukan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia merupakan suatu yang
rentan konflik karena dipicu oleh hasutan dan pengaruh gejolak politik nasional yang dapat
mendorong terjadinya disintegrasi bangsa (Andi Chakra Pamelleri 2022).
Terjadinya konflik disebahagian wilayah Indonesia merupakan suatu indikasi bahwa
rasa persatuan dan kebersamaan telah luntur karena derasnya arus individualisme dan
materialisme dikalangan masyarakat. Perkembangan zaman dan kemajuan tekhnologi yang
sangat berkembang pesat belakangan ini memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
perubahan sosial budaya dan kultur bangsa Indonesia. Perubahan pergaulan hidup yang
mengakibatkan perubahan pada diri manusia yang terjadi secara lambat maupun cepat dapat
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3 , Number 1 , Januari 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
1366
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
menyebabkan terjadinya suasana yang harmonis dan disharmonis. Rasa ketidakadilan juga
merupakan salah satu faktor yang dapat memicu terjadinya konflik-konflik dalam
masyarakat.
Perkelahian fisik antara warga di dalam masyarakat semakin sering terjadi. Pelakunya
mulai dari pelajar, mahasiswa, kelompok masyarakat yang biasanya hidup berdampingan
dalam suatu wilayah tertentu, yang tentu saja menimbulkan korban yang tidak sedikit baik
materi maupun non-materi. Perkelahian antar warga yang dilakukan oleh individu-individu
yang merangkum diri dalam suatu atau beberapa kelompok memiliki ciri yang unik
dibandingkan dengan tindak pidana lainnya. Keunikan tersebut antara lain bahwa pada saat
terjadinya perkelahian kita dapat menyaksikan keterlibatan massa, namun pada saat pihak
yang berwajib turun tangan, dalam kenyataannya hanya segelintir saja dari massa pelaku
yang diproses. Perkelahian antara warga merupakan salah satu kekerasan yang sangat sering
terjadi di daerah berkembang di Indonesia. (Muh. Taufik Silayar 2013)
Tentu saja perkelahian antar warga mengganggu ketertiban umum dan juga cukup
meresahkan masyarakat. Perkelahian antar warga yang terjadi di Daerah-daerah tertentu.
Banyak masyarakat yang justru menjadi korban dari pembangunan terutama masyarakat dari
kalangan bawah. Kondisi ini dirasakan tidak adil oleh sebagian kalangan yang tidak bisa
menikmati pembangunan dengan segala fasilitas yang ada, oleh sebahagian warga khususnya
dari golongan menengah ke bawah.
Kondisi demikian akan membawa frustasi yang berkepanjangan, sehingga untuk
memenuhi hasrat dan keinginannya banyak orang yang mencari perhatian masyarakat serta
berbagai ulah yang sebenarnya merupakan fenomena aktualisasi diri. Banyak sisi negatif dari
konflik antar warga yang sering terjadi, karena selain menimbulkan kerugian, korban jiwa
dan korban harta, juga menimbulkan dampak bagi keamanan dan ketentraman warga
masyarakat. Suatu realitas yang sungguh memprihatinkan lagi adalah para pelaku konflik
antar warga ini biasanya masih relatif muda yang semestinya merupakan tumpuan harapan
bangsa dan negara di masa yang akan datang (Muh. Taufik Silayar 2013).
Tindakan perkelahian yang semakin meningkat menjadi tindakan kriminal merupakan
suatu penyakit sosial masyarakat yang harus segera ditelusuri sebab dan cara
penanggulangannya. Meskipun upaya manusia untuk menghapus kejahatan atau perbuatan
kriminal adalah tidak mungkin, hanya saja ada cara lain untuk mengurangi intensitas dan
kualitasnya (Halisma Amili 2013)
Berdasarkan latar belakang diatass maka rumusan masalah dalam jurnal ini akan
membahas terkait Faktor-faktor apakah yang menjadi penyebab sehingga terjadi perkelahian
antar warga dan upaya penanggulangannya.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kepustakaan. Studi kepustakaan
merupakan kegiatan yang diwajibkan dalam penelitian, khususnya penelitian akademik yang
tujuan utamanya adalah mengembangkan aspek teoritis maupun aspek manfaat praktis. Studi
kepustakaan dilakukan oleh setiap peneliti dengan tujuan utama yaitu mencari dasar pijakan /
fondasi utnuk memperoleh dan membangun landasan teori, kerangka berpikir, dan
menentukandugaan sementara atau disebut juga dengan hipotesis penelitian. Sehingga para
penelitidapat menggelompokkan, mengalokasikan mengorganisasikan, dan menggunakan
variasi pustaka dalam bidangnya. Dengan melakukan studi kepustakaan, para peneliti
mempunyai pendalaman yang lebih luas dan mendalam terhadap masalah yang hendak
diteliti.
1367
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kriminologi
Kriminologi termasuk cabang ilmu yang baru. Berbeda dengan hukum pidana yang
muncul ketika manusia bermasyarakat. Kriminologi baru berkembang tahun 1850 bersama-
sama sosiologi, antropologi dan psikologi, cabang-cabang ilmu yang mempelajari
gejala/tingkah laku manusia dalam masyarakat. Secara sosiologis kejahatan merupakan suatu
perilaku manusia yang diciptakan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat memiliki berbagai
macam perilaku yang berbeda-beda, akan tetapi ada didalamnya bagian-bagian tertentu yang
memiliki pola yang sama. Keadaan ini dimungkinkan oleh karena adanya sistem keadaan
dalam masyarakat. obyek studi kriminologi (T. Effendi dalam Muh. Taufik Silayar 2013)
melingkupi:
1. Perbuatan yang disebut sebagai kejahatan
Berbicara tentang kejahatan, maka sesuatu yang dapat kita tangkap secara spontan
adalah tindakan yang merugikan orang lain atau masyarakat umum atau lebih sederhana lagi
kejahatan adalah suatu perbuatan yang bertentangan dengan norma. Seperti apakah batasan
kejahatan menurut kriminologi. Banyak para pakar mendefinisikan kejahatan dari berbagai
sudut. Pengertian kejahatan merupakan suatu pengertian yang relatif, suatu konotasi yang
tergantung pada nilai-nilai dan skala sosial.Kejahatan yang dimaksud disini adalah kejahatan
dalam arti pelanggaran terhadap undang-undang pidana. Disinilah letak perkembangan
kriminologi dan sebagai salah satu pemicu dalam perkembangan kriminologi.
2. Pelaku Kejahatan
Sangat sederhana sekali ketika mengetahui objek kedua dari kriminologi ini. Setelah
mempelajari kejahatannya maka sangatlah tepat kalau pelaku kejahatan tersebut juga
dipelajari. Akan tetapi, kesederhanaan pemikiran tersebut tidak demikian adanya yang dapat
dikualifikasi sebagai pelaku kejahatan untuk dapat dikategorikan sebagai pelaku adalah
mereka yang telah ditetapkan sebagai pelanggar hukum oleh pengadilan. Objek penelitian
kriminologi tentang pelaku adalah tentang mereka yang telah melakukan kejahatan dan
dengan penelitian tersebut diharapkan dapat mengukur tingkat kesadaran masyarakat
terhadap hukum yang berlaku.
3. Reaksi masyarakat terhadap perbuatan melanggar hukum dan pelaku kejahatan
Tidaklah salah kiranya, bahwa pada akhirnya masyarakatlah yang menentukan tingkah
laku yang bagaimana yang tidak dapat dibenarkan serta perlu mendapat sanksi pidana.
Sehinggadalam hal ini keinginan-keinginan dan harapan-harapan masyarakat inilah yang
perlu mendapatkan perhatian dari kajian-kajian kriminologi.
B. Perkelahian Antar Kelompok
Pengertian perkelahian antar kelompok memberikan pengertian konflik antar kelompok
sebagai berikut: Pengertian konflik didefiniskan sebagai pertentangan yang bersifat langsung
dan didasari antara individu-individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan yang
sama. Hal ini disebabkan pihak lawan dianggap sangat penting dalam mencapai tujuan. Hal
ini disebabkan karena dalam konflik orientasi kea rah pihak lebih penting dari pada objek
yang hendak dicapai dalam kenyataan, karena berkembangnya rasa kebencian yang makin
mendalam, maka pencapaian tujuan seringkali menjadi sekunder (Andi Chakra Pamelleri
2022).
Perkelahian adalah suatu proses penyerangan atau bantuan fisik yang mengakibatkan
salah satu atau kedua-duanya (yang terlibat) mengalami luka. Kelompok dalam konteks ini
lain dari pada kelompok-kelompok yang umum keberadaannya. Jadi, perkelahian kelompok
merupakan perkelahian yang dilakukan oleh beberapa atau banyak orang yang terhimpun
1368
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
dalam satu atau lebih kelompok (Andi Chakra Pamelleri 2022).
C. Teori-teori Sebab Kejahatan
Suatu perbuatan tidak mungkin terjadi tanpa suatu sebab. Dalam mencari dan meneliti
sebab-sebab terjadinya kejahatan didalam lingkungan masyarakat, terdapat beberapa teori
tentang sebab musabab kejahatan dapat disajikan sebagai berikut (Topo Santoso dan Eva
Achjani Zulfa, 2001:67): Cultural Deviance Theories atau teori-teori penyimpangan budaya
yang memandang kejahatan sebagai seperangkat nilai-nilai yang khas pada Lower Class
(kelas bawah). Menyesuaikan diri dengan sistem nilai kelas bawah yang menentukan tingkah
laku didaerah- daerah kumuh (Slum Areas), menyebabkan benturan dengan hukum-hukum
masyarakat. Tiga teori utama dari Cultural Deviance Theories adalah:
1. Social Disorganization
Social disorganization theory memfokuskan diri pada perkembangan area-area yang
angka kejahatannya tinggi yang berkaitan dengan disintegrasi nilai-nilai konvensional yang
disebabkan oleh industrialisasi yang cepat, peningkatan imigrasi, dan urbanisasi.
2. Differential Association
Differential association theory memegang pendapat bahwa orang belajar melakukan
kejahatan sebagai akibat hubungan (contact) dengan nilai-nilai dan sikap-sikap antisosial,
serta pola-pola tingkah laku minimal.
3. Culture Conflict
Culture conflict theory menegaskan bahwa kelompok-kelompok yang berlainan belajar conduct
norms (aturan yang mengatur tingkah laku) yang berbeda, dan bahwa conduct norms dari suatu
kelompok mungkin berbenturan dengan aturan-aturan konvensional kelas menengah. Untuk menyebut
sesuatu perbuatan sebagai kejahatan (A. S. Alam dalam Muh. Taufik Silayar 2013) ada tujuh unsur
pokok yang saling berkaitan dan harus dipenuhi. Ketujuh unsur tersebut adalah:
a. Ada perbuatan yang menimbulkan kerugian.
b. Kerugian yang ada tersebut telah diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP).
c. Harus ada perbuatan.
d. Harus ada maksud jahat.
e. Ada peleburan antara maksud jahat dan perbuatan jahat.
f. Harus ada perbauran antara kerugian yang telah diatur didalam KUHP dengan
perbuatan.
g. Harus ada sanksi pidana yang mengancam perbuatan tersebut.
D. Dasar Hukum Perkelahian Antar Warga
Beberapa pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang dapat
dikenakan sanksi pidana pada pelaku perkelahian warga, salah satunya adalah pasal 358
KUHP. Pasal 358 KUHP berbunyi:
“Barang siapa dengan sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian yang dilakukan
oleh beberapa orang, maka selain dari pada tanggung jawab masing-masing terhadap apa
yang khusus dilakukan olehnya, diancam”.
1. Pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, bila akibat penyerangan atau
perkelahian itu ada yang luka-luka berat.
2. Pidana penjara paling lama empat tahun, bila akibatnya ada yang mati.
Terlebih dahulu penulis menjelaskan perbedaan hakiki antara penyerangan pada
perkelahian. Menurut M. Sudrajat Bassar dalam (Muh. Taufik Silayar 2013) penyerangan
berbeda dengan perkelahian. Penyerangan berarti suatu perkelahian dimana salah satu pihak
ada yang memulai, sementara perkelahian adalah suatu pertengkaran dimana kedua belah
pihak yang terlibat sama-sama saling memulai.
Pasal 358 KUHP sebagai dasar hukum bagi tindak pidana kejahatan perkelahian antara
1369
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
warga ataupun penyerangan yang dilakukan oleh beberapa orang yang akibatnya ada korban
disalah satu atau kedua belah pihak, dimana korban tersebut menderita luka parah atau mati.
Begitu banyaknya orang yang terlibat (massa), sehingga tidak dapat diketahui siapa yang
telah melukai atau membunuh orang itu.
E. Teori Kontrol Sosial
Pengertian teori control atau control theory merujuk pada setiap perspektif yang
membahas ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Sementara itu, pengertian teori control
sosial merujuk kepada pembahasan delinquency dan kejahatan yang dikaitkan dengan
variable-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain struktur keluarga, pendidikan, dan
kelompok dominan. Kontrol internal dan eksternal dapat menjaga atau mengawasi individu
berada dalam jalur yang seharusnya, dan containment lebih penting dari penentuan tingkah
laku, identifikasi dengan subkultur delinkuent atau kelompok-kelompok dominan dan lain-
lain (Amelia 2015).
1. David Matza dan Gresham Sykes Tahun (1957) melakukan kritik terhadap teori
subkultur dari Albert Cohen. Kritik tersebut menegaskan bahwa kenakalan remaja,
meskipun dilakukan oleh mereka yang berasal dari sastra sosial rendah, juga terkait
pada sistem-sistem nilai dominan dalam masyarakat. Sykes dan Matza kemudian
mengemukakan konsep atau teori tentang technique of neutralization. Tekhnik di
maksud telah memberikan kesempatan bagi seorang individu untuk melonggarkan
keterkaitannya dengan sistem nilai-nilai yang dominan tersebut, sehingga ia merasakan
kebebasannya untuk melakukan kenakalan.
2. Travis Hirschi Tahun (1969) telah mengemukakan teori kontrol sosial paling handal
dan sangat popular. Hirschi dengan keahliannya merevisi teori-teori sebelumnya
mengenai kontrol sosial telah memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai konsep
social bonds (ikatan sosial). Hirschi sependapat dengan Durkheim dan yakin bahwa
tingkah laku seseorang mencerminkan berbagai ragam pandangan tentang kesusilaan.
Hirschi berpendapat bahwa seseorang bebas untuk melakukan kejahatan atau
penyimpangan-penyimpangan tingkah lakunya. Selain menggunakan teknik netralisasi
untuk menjelaskan tingkah laku dimaksud, Hirschi menegaskan bahwa penyimpangan
tingkah laku diakibatkan oleh tidak adanya keterkaitan moral dengan orang tua,
sekolah, dan lembaga lainnya (Amelia 2015).
F. Faktor-Faktor Penyebab
Didalam kriminologi terdapat sejumlah teori yang dapat dimasukkan kedalam
kelompok teori yang menekankan peranan penting tentang faktor-faktor sosio struktural
dalam membahas kejahatan dari kondisi ekonomi. Hankie Lilikuata dalam (Muh. Taufik
Silayar 2013) mengemukakan beberapa teori dari pemikiran tentang relevansi teoritik
maupun kemungkinan pengembangannya dalam menjelaskan masalah penjahat, kejahatan
serta reaksi sosial terhadap penjahat dan kejahatan di Indonesia, yakni:
1. Teori yang dikemukakan oleh Richard A. Cloward dan Lilod E. Ohlin ini
mengetengahkan beberapa postulat yakni:
a. Deliquency adalah suatu aktivitas dengan tujuan yang pasti meraih kekayaan melalui
cara-cara yang tidak sah.
b. Sub kebudayaan deliquencyterbentuk apabila terdapat kesenjangan antara tujuan-
tujuan serta kultural diantara kaum muda lapisan bawah dengan kesempatan yang
terbatas dalam kesempatan yang terbatas dalam mencapai tujuan ini melalui cara-
cara yang sah.
c. Jenis-jenis sub kebudayaan deliquencyberkembang dalam hubungannya dengan
perbedaan cara-cara yang tidak sah untuk mencapai tujuan.
1370
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
2. Teori mengenai krisis ekonomi dan kejahatan. Secara teoritik M. Harvey Brener
mengidentifikasi beberapa pandangan yang berbedamengenai latar belakang kejahatan
dalam hubungannya dengan pengaruh langsung ekonomi terhadap kejahatan, yakni:
a. Penurunan pendapat nasional dan lapangan kerja karena menimbulkan kegiatan-
kegiatan industri ilegal.
b. Terdapatnya bentuk-bentuk inovasi sebagai akibat kesenjangan antara nilai-nilai atau
tujuan-tujuan sosial dengan sarana-sarana sosio-struktural untuk mencapainya.
c. Perkembangan karir kejahatan dapat terjadi sebagai akibat tersumbatnya kesempatan
dalam sektor-sektor ekonomi yang sah.
d. Pada beberapa tipe kepribadian tertentu, faktor krisis ekonomiakan menimbulkan
frustasi oleh karena adanya hambatan atau ancamanterhadap pencapaian cita-cita
dan harapan yang pada gilirannya menjelma dalam bentuk-bentuk perilaku
deliquent.
e. Sebagai akibat krisis ekonomi yang menimbulkan pengangguran, sejumlah warga
masyarakat yang menganggur dan kehilangan penghasilannya cenderung untuk
menggabungkan diri dengan teman-teman yang menjadi pengangguran pula dan
lebih memungkinkan dirancang atau dilakukan suatu kejahatan.
3. Teori-teori kriminologi atau kriminologi kritis. Dalam teori ini, kejahatan adalah reaksi
atas kondisi kehidupan kelas seseorang dan senantiasa berbeda-beda tergantung pada
struktur-struktur politik dan ekonomi masyarakat. Richard Quinney mengetengahkan
teori mengenai realitas sosial kejahatan sebagai berikut:
a. Kejahatan adalah suatu definisi hukum yang diciptakan oleh alat-alat kelas dominan
dalam masyarakat yang secara politis terorganisasi.
b. Definisi kejahatan terdiri dari perilaku-perilaku yang bertentangan dengan
kepentingan-kepentingan kelas dominan.
c. Definisi kejahatan diterapkan oleh kelas yang mempunyai kekuasaan untuk
menegakkan dan melaksanakan hukum pidana.
d. Pola-pola perilaku dibangun dalam hubungannya dengan rumusan kejahatan dan
dalam konteks ini orang terlihat dalam tindakan yang relatif mempunyai
kemungkinan untuk dirumuskan sebagai kejahatan.
e. Ideologi tentang kejahatan dibentuk dan disebarluaskan oleh kelas dominan untuk
memelihara hegemoninya.
f. Realitas sosial kejahatan dibentuk untuk perumusan dan penerapan definisi-definisi
kejahatan, perkembangan pola perilaku dalam kaitannya dengan definisi ini.
G. Upaya Penanggulangan
Tidak seorangpun menghendaki adanya kejahatan dalam lingkungan masyarakatnya,
karena adanya kejahatan akan meresahkan dan akan merugikan masyarakat, dan tidak hanya
meresahkan ataupun merugikan harta benda, tetapi dapat mengancam keselamatan jiwa
anggota masyarakat. Oleh karena itu kejahatan harus diberantas dan ditanggulangi dan salah
satu cara penanggulangan kaejahatan ini melalui penegakan hokum. Usaha penanggulangan
masalah kejahatan telah banyak dilakukan dengan berbagai cara, namun hasilnya belum
memuaskan. Sebagaimana apa yang dikemukakan oleh:
1. Habibir Rahman Khan, dalam tulisannya yang berjudul “Prevention of Crime it is
Society Which Needs The Treatmen an Not The Criminal”, salah satu usaha
penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hokum pidana dengan sanksinya yang
berupa pidana.
2. Herbert L.Packer, usaha pengendalian perbuatan anti sosial dengan menggunakan
pidana pada seseorang yang bersalah melanggar peraturan pidana merupakan suatu
1371
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
problem sosial yang mempunyai dimensi hokum yang penting dalam usaha
penanggulangan kejahatan dengan aspek kriminologisnya (crime prevention)
pencegahan kejahatan, maka hasil-hasil penelitian merupakan bahan-bahan bermanfaat
sekali bagi penyusunan program pencegahan kejahatan oleh para penegak hukum.
3. Walter C. Reckless, mengemukakan beberapa syarat yang perlu diperhatikan oleh
pemerintah agar menanggulangi kejahatan dapat lebih berhasil, syarat-syarat tersebut
adalah:
a. Sistem dan organisasi kepolisian yang baik.
b. Pelaksanaan peradilan yang efektif.
c. Hukum yang beribawa.
d. Pengawasan dan pencegahan kejahatan yang terkordinir.
e. Partisipasi masyarakat dalam usaha penggolongan kejahata.
Dari apa yang telah diuraikan tentang kejahatan telah jelas bahwa usaha pencegahan
kejahatan ini meliputi dua segi penggarapan, yakni:
1. Mencari faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejahatan, yang dimulai dengan
penelitian kejahatan atau kenakalan dalam lingkungan remaja, dan tentunya dalam
berbagai pola-pola kriminalitas khususnya, sehingga dengan penemuan faktor-faktor
tertentu yang dihubungkan dengan berbagai faktor dapat menimbulkan kejahatan dapat
memberi bahan untuk menyusun program penanggulangan kejahatan yang di antaranya
kepada penggarapan faktor-faktor yang bersangkutan.
2. Meningkatkan kemantapan pembinaan hukum dalam rangka aparatur penegak hokum,
yakni suatu upaya memelihara dan membina hukum yang berlaku dalam masyarakat
serta meningkatkan kemampuan dan kemantapan aparatur penegak hukum, yang akan
menegakkan hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain ditinjau dari
subjek yaitu penegak hukum. Dalam pencegahan kejahatan yang ditujukan kepada
faktor-faktor yang memungkinkan timbulnya kejahatan atau dengan kata lain yang
ditujukan kepada objek yang menjadi sasaran penanggulangan terdapat dua cara, yakni:
a. Cara khusus, yang sasaran penggarapannya terarah pada satu faktor tertentu yang
telah diteliti, bahwa faktor tersebut sebagai faktor kriminogen. Cara ini dinamakan
system abolisionistik yaitu penanggulangan kejahatan dengan menghilangkan faktor-
faktor yang menjadi sebab-musabab kejahatan. Cara ini sangat berhubungan dengan
perkembangan studi tentang sebab-sebab kejahatan (etologi criminal), yang
memerlukan pengembangan teori dan penelitian-penelitian lapangan.
b. Cara yang umum, yang ditujukan kepada anggota masyarakat secara keseluruhan
dengan tujuan memberikan iman dan kesadaran untuk tidak berbuat kejahatan. Cara
ini dinamakan system moralistic, yaitu penanggulangan kejahatan melalui
penerangan-penerangan keagamaan seperti, khotbah-khotbah da’wah dan lain-lain.
Menurut Baharuddin Lopa dalam (Andi Chakra Pamelleri 2022) strategi pokok untuk
mencegah kejahatan dapat dibagi tiga kelompok, aitu sebagai berikut:
a. Pencegahan Primer, ialah sebagai yang melalui bidang sosial, ekonomi, dan
kebijakan publik lainnya.
b. Pencegahan Sekunder, ialah langkah-langkah yang berkaitan dengan kebijakan
peradilan pidana.
c. Pencegahan Terier, ialah langkah-langkah kongkret yang diambil kepolisian untuk
mencegah para penjahat kambuhan
Selanjutnya, Baharuddin Lopa dalam (Andi Chakra Pamelleri 2022) mengatakan bahwa
dari ketiga kelompok pencegahan kejahatan ini, langkah pencegahan primerlah yang paling
efektif, karena tak dapat dipungkiri sesungguhnya kalau kita ingin mencegah kejahatan akar
1372
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
penyebabnyalah yang perlu dieliminasi terlebih dahulu. Masih terlalu banyak bukti bahwa
ketimpangan sosial ekonomi merupakan salah satu penyebab terjadinya kejahatan. Dengan
upaya pencegahan menitikberatkan pada tindakan sebelum tindak pidana terjadi. Mengingat
upaya penanggulangan tindak pidana lewat upaya pencegahan lebih bersifat pencegahan
sebelum terjadinya kejahatan, maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor
kondusif anatara lain berpusat pada masalah atau kondisi-kondisi sosial yang secara langsung
atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuh-suburkan kejahatan.
H. Soesilo dalam (Andi Chakra Pamelleri 2022) menulis usaha-usaha pencegahan kejahatan
yang bersifat preventif (sebelum tindak pidana terjadi), yakni:
1. Mengadakan usaha-usaha dan tindakan-tindakan untuk mencegah jangan sampai terjadi
perbuatan-perbuatan anti sosial oleh anak-anak dengan masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan pokok anak-anak itu, misalnya makan, cinta kasih orang tua, dan
lain sebagainya.
2. Keikutsertaan masyarakat untuk berkecimpung dalam organisasi masyarakat dalam
usaha menyelenggarakan kegiatan-kegiatan berupa olahraga, kesenian, rekreasi, dan
sebagainya.
3. Mengadakan perondaan-perondaan ditempat dimana anak-anak berkumpul, rumah
perjudian, tempat-tempat penjualan minuman keras dan sebagainya.
4. Membubarkan dan menyingkirkan anak-anak dari tempat perjudian dan miras dan
sebagainya.
Beberapa cara yang ditempuh dalam tindakan represif atau setelah tindak pidana
tersebut terjadi antara lain:
1. Menjatuhkan hukuman yang semaksimal mungkin terhadap para pelaku perkelahian
tersebut.
2. Memberi upaya penyuluhan hukum, agama, moral dan etika kepada para tahanan dan
narapidana.
3. Memberikan pembinaan dan latihan kepada narapidana selama dalam masa tahanan
dalam lembaga permasyarakatan dengan sebagai keterampilan yang memberikan
kemungkinan terhadap narapidana agar bisa mandiri setelah menjalani masa hukuman.
4. Memberikan penerangan kepada masyarakat untuk tidak mengucilkan para bekas
narapidana, agar narapidana tersebut tidak berbuat kejahatan lagi dan dapat kembali
kedalam lingkungan masyarakat umum.
Dalam upaya pencegahan kejahatan David Bayley dalam (Andi Chakra Pamelleri
2022), menawarkan strategi-strategi pencegahan dan penanggulangan kejahatan yang harus
dilakukan polisi meliputi 4 unsur sebagai berikut:
1. Consultation dapat diartikan memperdalam hubungan dan penemuan secara teratur
dengan kelompok-kelompok yang ada.
2. Adaption merupakan suatu upaya memahami karakteristik suatu wilayah dengan isinya,
baik kejahatan, struktur masyarakat atau sumber daya yang ada.
3. Mobilitation merupakan suatu asumsi bahwa pencegahan kejahatan tidak mungkin
hanya dilakukan oleh aparat kepolisian. Sedangkan misi pokok dari mobilisasi adalah
memberikan kepemimpinan dan dukungan profesional untuk mendorong dan
memperbaiki usaha masyarakat guna mengembangkan suatu program kooperatif dan
seimbang guna menghadapi tingkah laku menyimpang dan melanggar hukum.
4. Problem Solving (solusi permasalahan), sebagai reaksi terhadap kejahatan dan keadaan
darurat lain, setelah hal tersebut terjadi, aparat kepolisian mulai mempelajari kondisi-
kondisi yang menimbulkan munculnya panggilan layanan pengaduan, menyusun
1373
Athiyyah Durotul Hikmah La Anihu, Dian Ekawaty Ismail, Jufryanto Puluhulawa
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
rencana untuk membetulkan kondisi ini dan mempelopori dalam mengevaluasi dan
melaksanakan tindakan-tindakan perbaikan.
Dengan adanya upaya penanggulangan kejahatan secara preventif, represif, maupun
rehabilitasi diharapkan agar untuk masa kedepannya segala bentuk kejahatan dapat ditekan
tingkat perkembangannya sehingga masyarakat dapat hidup tentram, damai dan sejahtera.
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa kriminologi terhadap
perkelahian warga ternyata memiliki beberapa faktor penyebabnya. Salah satunya
kesalahpahaman dalam lingkungan masyarakat. Selain itu kasus perkelahian antar warga juga
telah diatur dalam hukum negara ini, sehingganya jika perkelahian antar warga terjadi dapat
diadili dengan seadil-adilnya.
Melihat dari sudut pandang sosial perkelahian warga biasanya terjadi pada masyarakat
berkembang. Sehingganya penting untuk masyarakat melihat secara luas dan memikirkaan
resiko-resiko yang akan terjadi jika ikut terlibat dalam perkelahian sesama warga.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Regina. 2015. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Tawuran Antar Sekolah Yang Di
Lakukan Oleh Pelajar Di Kota Palopo (Studi Tahun 2012-2014).” 5(December): 11838.
Andi Chakra Pamelleri. 2022. Core.Ac.Uk Tinjauan Kriminologis Terhadap Perkelahian
Antar Kelompok (Studi Kasus Di Kota Makassar) Andi.
Https://Core.Ac.Uk/Download/Pdf/77625681.Pdf.
Halisma Amili. 2013. “Analisis Kriminologi Terhadap Kasus Tawuran Antar Desa Lobu Dan
Moutong Timur Di Wilayah Kecamatan Moutong Sulawesi Tengah.” : 16.
Https://Www.Ptonline.Com/Articles/How-To-Get-Better-Mfi-Results.
Muh. Taufik Silayar. 2013. “Tinjauan Kriminologis Terhadap Perkelahian Antar Warga Di
Kabupaten Kepulauan Sula, Provinsi Maluku Utara.” 7(2006): 16177.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License