2774-5147
perdata yang sekarang berlaku secara nasional.6 sesungguhnya hakim dapat memeriksa/
menggunakan dokumen elektronik sebagai alat bukti, yaitu antara lain dengan bantuan
keterangan seorang ahli (saksi ahli) yang mengetahui dan memahami tentang dokumen
elektronik tersebut, sekalipun hakim tidak harus menerima atau terikat dengan keterangan
ahli tersebut, dengan kata lain kekuatan pembuktiannya bebas (diserahkan sepenuhnya
kepada hakim). Selain itu, hakim juga dapat menggunakan alat bukti dari persidangan, dalam
memeriksa dokumen elektronik sebagai bukti (Shantyadewi, 2016).
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, alat bukti dalam perkara
perdata tidak hanya mencangkup tentang bukti tertulis, dalam proses peradilan perdata
mengalami perkembangan dengan dikenalnya beberapa alat bukti yang tidak diatur dalam
undang-undang, seperti: foto copy, foto (potret), hasil rekaman suara maupun gambar, fax,
scan, flashdisk, surat elektronik (e-mail), pemeriksaan saksi menggunakan video
teleconference, sistem layanan pesan singkat (sms: short massage service), dan data/dokumen
elektronik lainnya.
Dokumen dalam bentuk elektronik tersebut masih sebagai alat bukti biasa, artinya
kekuatan pembuktian pada dokumen elektronik tidak dapat dikatakan sama atau setara
dengan kekuatan pembuktian pada akta otentik. Sehingga dokumen dalam elektronik tidak
dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, kecuali didukung oleh alat
bukti yang lain, seperti keterangan saksi-saksi atau saksi ahli, walaupun dokumen dalam
bentuk elektronik tersebut adalah hasil print out, out put, atau hasil cetakan (foto copy) dari
sebuah akta otentik. Dan nilai pembuktiannya adalah sesuai dengan keputusan hakim.
C. Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Kerusakan Protokol Notaris Yang Disimpan
Secara Elektronik dalam cloud storage
Protokol notaris merupakan dokumen-dokumen yang penting dan rahasia dari arsip
kantor notaris dan karena itu harus disimpan dengan tertib ditempat yang mudah dicapai,
aman dan tertutup. Biasanya dimasukkan ke dalam almari yang dapat ditutup dan dikunci.
Demikian itu agar supaya dokumen-dokumen itu tidak mudah diambil orang lain yang tidak
berhak dan dilihat isinya (Agustine, 2017).
Habib Adjie berpendapat bahwa protokol notaris yang telah beralih itu dipegang atau
disimpan oleh notaris laiinya sebagai pemegang protokol. Notaris pemegang protokol
tersebut tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta, tetapi yang dapat
dilakukannya yaitu merawat dan megeluarkan salinan atau permintaan para pihak yang
namanya tersebut dalam akta atau para ahli warisnya, sehingga kesinambungan pelaksanaan
jabatan oleh pejabat, tetapi kesinambungan jabatan notaris.
Pemegang protokol notaris bertanggung jawab penuh atas protokol–protokol yang
disimpannya, manakala ada pihak yang membutuhkan salinan, maka pemegang protokol
harus hati–hati dan bijak dalam mengeluarkan protokol notaris tersebut. Pemegang protokol
notaris ditunjuk berdasarkan usulan dari notaris yang telah berhenti menjabat, atau ahli waris
(manakala notaris meninggal dunia), dan dapat pula ditunjk oleh MPD yang kemudian
ditetapkan oleh menteri.
Protokol notaris harus diamankan terhdap kerusakan yang disebabkan kebakaran dan
pengaruh-pengaruh lainnya dari luar, seperti misalnya kelembaban dan bintang- binatang
yang dapat meruskanya dan juga terhadap pencurian. Undang-undang sendiri tidak
menyebutkan hal itu secara tegas dan terperinci, artinya bagaimana kebiasaan seseorang
untuk menyimpan dan mengamankan uangnya, surat-surat penting dan harta- harta berharga
lainnya, yakni dengan menyimpannya dalam lemari besi dan lain-lain tempat yang aman
terhadap kebakaran. Dapat diambil kesimpulan, bahwa sudah seharusnya pula notaris,
menyimpan protkol-protokol dengan cara dan pada tempat yang sedemikian. Dalam