78
Dede Solehudin
PENYIMPANAN PROTOKOL NOTARIS PADA CLOUD STORAGE DALAM
KONSEP CYBER NOTARY
Dede Solehudin, Gunawan Djajaputra
Universitas Tarumanagara
dsolehdin370@gmail.com
Abstrak
Menyimpan dan memelihara protokol notaris harus harus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Penyimpanan protokol notaris pada cloud storage dalam konsep cyber notary sangat dimungkinkan
sebagai solusi permasalahan keamanan, biaya perawatan, dan luasnya lahan yang diperlukan. Naumn
dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b Undang-Undang Jabatan Notaris Perubahan (UUJN Perubahan) hanya
menetapkan mengenai kewajiban notaris dalam menjalankan jabatannya membuat akta dalam bentuk
minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam bentuk aslinya untuk
menjaga keotentikan akta, hal ini menimbulkan kekosongan norma dalam penyimpanan protokol notaris
pada cloud storage. Berdasarkan hal tersebut maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana
urgensi, kepastian hukum dan tanggungjawab hukum notaris terhadap penyimpanan protokol Notaris
Pada Cloud Storage dalam kaitan Cyber Notary. Tesis ini memakai jenis penelitian hukum normatif
dengan penelitian yang didasari dari adanya kekosongan norma. Teknik pengumpulan bahan hukum
yang digunakan adalah teknik studi pustaka dengan sistem kartu. Analisis bahan hukum dilakukan
dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan masalah (eksplanasi),
mengkaji permasalahan dari bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan memberikan argumentasi dari
hasil evaluasi tersebut, sehingga diperoleh kesimpulan mengenai persoalan yang dibahas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan protokol notaris secara elektronik pada cloud storage
penting dilakukan terkait tugas notaris sebagai pejabat umum, sehingga negara harus memberikan
kepastian hukum akan hal tersebut dengan membuat aturan yang tegas dan jelas terkait penyimpanan
protokol notaris pada cloud storage. Mekanisme yang dilakukan adalah dengan menggunakan proses
alih media menjadi bentuk digital atau scanning. Pertanggungjawaban notaris terkait protokol notaris
yang dialihmediakan dan disimpan dalam cloud storage sama seperti tanggungjawab terhadap protokol
notaris yang disimpan secara konvensional.
Kata kunci: Cloud Storage, Protokol Notaris, Notaris Cyber.
Abstract
The project is a series of activities that take place within a certain period of time with the allocation of
available resources and aims to carry out the assigned tasks. Project scheduling is a work sequencing
plan to complete a job with a specific target with a clear completion time. while project scheduling
Project management is the science and art related to leading and coordinating human and material
resources using modern management techniques to achieve predetermined goals, namely scope, quality,
schedule, and cost as well as fulfill the wishes of the stake holders . (Iman Soeharto, 1999, Project
Management Volume 1, Erlangga, Jakarta, p. The success of project management is determined, among
other things, by the accuracy of choosing the form of organization, selecting capable leaders and
forming an integrated and organized project team.
Keywords: Cloud Storage, Notary Protocol, Cyber Notary.
PENDAHULUAN
Sambutan Presiden Joko Widodo dalam sambutannya di acara Rapat Komisi Asia
Ikatan Notaris Internasional dan Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Bali pada tahun 2017
dalam sambutannya tersebut Indonesia dituntut untuk menciptakan suatu inovasi baru
terutama di bidang pelayanan publik dan mengimplementasikannya dengan berbasis
Teknologi, Informasi, dan Komunikasi (Ansori, 2011). Sehubungan dengan profesinya,
Notaris harus mengutamakan pelayanan kepada masyarakat. Dalam hal ini, sebagai notaris,
harus selalu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat yang diselaraskan dengan percepatan
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3 , Number 1 , Januari 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
79
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
perkembangan teknologi (Cahyono, 2016).
Pentingnya kedudukan akta otentik yang dibuat oleh notaris maka penyimpanan minuta
akta juga menjadi unsur penting yang tidak dapat diabaikan karena dengan penyimpanan
minuta yang rapi, tertib, dan terjamin keamanannya maka potensi konflik yang terjadi antara
para pihak dikemudian hari dapat diminimalisir (Larissa, 2019). Oleh karena itu, untuk
mengantisipasi terhadap dampak proses penyimpanan dan pemeliharaan yang terkendala pada
tempat dan biaya perawatan tersebut, maka peluang yang dapat dijadikan solusi bagi
penyimpanan protokol notaris tersebut adalah melalui penerapan teknologi informasi
(Ningsih et al., 2019). Penggunaan teknologi informasi oleh notaris bukanlah hal yang baru.
Pengaruh perkembangan teknologi informasi juga dapat dilihat dalam penjelasan Pasal 15
ayat (3) UUJN Perubahan dengan adanya istilah cyber notary (Hutagalung, 2019).
Namun demikian, Undang Undang Jabatan Notaris belum mengatur pengembangan
penyimpanan protokol notaris berbasis teknologi informasi. Ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf
b UUJN Perubahan beserta penjelasannya hanya menetapkan mengenai kewajiban notaris
dalam menjalankan jabatannya yaitu membuat akta dalam bentuk minuta akta dan
menyimpannya sebagai bagian dari protokol notaris dalam bentuk aslinya untuk menjaga
keotentikan suatu akta sehingga apabila ada pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan,
atau kutipannya dapat segera diketahui dengan mudah dengan mencocokkannya dengan
aslinya.
Aktifitas pencatatan yang sangat banyak tersebut oleh notaris menimbulkan persoalan
tersendiri dalam hal penyimpanannya. Masa penyimpanan arsip-arsip tersebut jika mengikuti
ketentuan peraturan tentang dokumen perusahaan adalah minimal 30 tahun. Kurun waktu
tersebut tidaklah sebentar dan dalam perjalanannya sering ditemukan resiko kerusakan atau
bahkan kehilangan. Artinya, ketentuan Pasal 63 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Dengan adanya keterbatasan tersebut maka
Majelis Pengawas Daerah menyerahkan dokumen-dokumen tersebut kepada notaris
penyimpan protocol
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan
penelitian yang beranjak dari adanya kekosongan norma. Teknik pengumpulan bahan hukum
yang digunakan adalah teknik studi pustaka dengan sistem kartu. Analisis bahan hukum
dilakukan dengan menggambarkan apa yang menjadi masalah (deskripsi), menjelaskan
masalah (eksplanasi), mengkaji permasalahan dari bahan hukum yang terkait (evaluasi) dan
memberikan argumentasi dari hasil evaluasi tersebut, sehingga diperoleh kesimpulan
mengenai persoalan yang dibahas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Urgensi Penyimpana Protokol Notaris pada Cloudstorage dalam kaitan Cybernotary
Notaris adalah pejabat atau profesional hukum yang disumpah untuk bertindak sesuai
hukum yang semestinya sehingga dapat dikatakan notaris sangat diperlukan untuk kepastian
legalitas perbuatan maupun untuk mencegah adanya perbuatan melawan hukum. Oleh karena
itu, terhadap setiap kegiatan dan aktenya, notaris dapat dikatakan bertanggung jawab penuh
sehingga mutu dokumennya dikategorikan sebagai akta autentik dan mempunyai kekuatan
eksekutorial (Thamrin, 2011).
Sesuai dengan Pasal 16 ayat (1) huruf b dan e UUJN yang mewajibkan setiap Notaris
untuk menyimpan minuta akta sebagai bagian dari protokol Notaris dan mewajibkan setiap
80
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Notaris untuk mengeluarkan Grosse akta, salinan akta atau kutipan akta berdasarkan minuta
akta atas permintaan para pihak atau para ahli waris dari para pihak. Pentingnya Akta Notaris
sebagai Akta Otentik dan Protokol Notaris digambarkan dalam bagian Penjelasan Umum
UUJN, sebagai berikut yaitu Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat
akta otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat umum
lainnya, dan dalam Sebagaimana tercantum dalam kalimat terakhir kutipan di atas, Akta
Notaris dan Protokol Notaris bukan hanya menjaga kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum bagi pihak yang berkepentingan semata-mata, melainkan sekaligus juga bgi
masyarakat secara keseluruhan (Tolinggar & Latumenten, 2022).
Selain itu dalam memenuhi permintaan untuk penemuan dokumen, khususnya untuk
membuat salinan akta yang lama, hal tersebut menjadi permasalahan tersendiri bagi notaris,
karena mencari dan menemukan kembali dokumen menjadi tidak mudah (Makarim, 2020).
Apalagi jika akta yang lama dari notaris sebelumnya tidak terpelihara dengan baik. Sementara
pihak departemen hukum yang menjadi pengawas dan mitra notaris, tidak juga melakukan
deposit terhadap dokumen akta dengan baik. Mereka juga tentunya terkendala ruang dan
biaya yang terbatas. Akhirnya, semua potensi resiko atas ketidak jelasan itu menjadi
tanggung jawab notaris yang bersangkutan. Protokol notaris yang berbentuk kertas sangat
rentan terhadap kerusakan oleh hal- hal yang tak terduga (force majeur) seperti kebakaran,
banjir, dan gempa bumi. Seperti yang terjadi pada tahun 2004 lalu para notaris di aceh yang
kehilangan dokumen- dokumen protokol tersebut dikarenakan terkena tsunami.
Kewajiban notaris dalam menyimpan protokol notaris yang dilakukan secara elektronik
dengan dialihmediakan ataupun disimpan dalam penyimpanan online untuk saat ini bisa
dikatakan baru sebuah wacana dari pemerintah untuk diimplementasikan, sebab penyimpanan
seperti tersebut belum ada aturan pelaksanaannya. Dilihat dari segi keefektivan wacana
penyimpanan protokol dalam bentuk elektronik akan mempermudah bagi notaris di Indonesia
maupun bagi para masyarakat tentunya tidak boleh tumpang tindih atau bertentangan dengan
peraturan-peraturan yang sudah ada di Indonesia, sehingga perlu dipelajari peraturan
perundang -undangan di Indonesia yang terkait dengan penyimpanan dokumen secara
elektronik ini apakah bertentangan atau sejalan dengan peraturan dan undang-undang di
Indonesia (Nurita & Ayu, 2012).
Adapun peraturan-peraturan yang mendukung tentang terlaksananya pengalihmediaan
protokol notaris dalam bentuk elektronik dan disimpan dalam cloud storage di Indonesia
yaitu: (1) Undang-Undang Teknologi dan Informasi Pasal 5 dan 6 yang mengakui tentang
dokumen elektronik sebagai alat bukti yang sah; (2) Undang- Undang Nomor 43 Tahun 2009
Tentang Kearsipan; (3) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan;
(4) Dalam Undang-Undang Jabatan Notaris Pasal 15 ayat (3) yaitu notaris mempunyai
kewenangan yang lain yang diatur dalam Peraturan perundang-undangan.
Penyimpanan protokol notaris yang dilakukan secara elektronik dapat diawali melalui
kegiatan alih media arsip. Berdasarkan PP No. 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU No.
43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, alih media arsip dilaksanakan dalam bentuk dan media
apapun sesuai kemajuan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Alih media arsip dilakukan dalam rangka pemeliharaan arsip
dinamis dan dimaksudkan untuk menjaga keamanan, keselamatan, dan keutuhan arsip yang
dialihmediakan. Alih media arsip dilaksanakan oleh notaris harus memperhatikan kondisi
arsip dan nilai informasi yang terkandung didalamnya (Sutantio, 2002).
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa pengalihan protokol dalam bentuk
elektronik penting untuk diimplementasikan karena notaris dalam menjalankan kewajibannya
untuk menyimpan dokumen-dokumen tersebut menjadi aman, efektif dan efisien.
81
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Dibandingkan dengan dokumen dalam bentuk kertas/surat yang rentan terhadap kerusakan
dan mudah hilang yang disebabkan oleh kelalaian dari notaris itu sendiri atau karyawan
notaris yang diberikan tugas untuk menyimpan dokumen tersebut (Arifaid, 2017).
B. Kepastian hukum penyimpanan hasil alih media protokol Notaris Pada Cloud Storage oleh
Notaris
Dilihat dari segi keefektivan wacana penyimpanan protokol dalam bentuk elektronik
akan mempermudah bagi notaris di Indonesia maupun bagi para masyarakat tentunya tidak
boleh tumpang tindih atau bertentangan dengan peraturan-peraturan yang sudah ada di
Indonesia, sehingga perlu dipelajari peraturan perundang-undangan di Indonesia yang terkait
dengan penyimpanan dokumen secara elektronik ini apakah bertentangan atau sejalan dengan
peraturan dan undang-undang di Indonesia. Namun yang perlu dikaji apakah dengan
dialihkannya protokol notaris konvensional menjadi protokol notaris elektronik tersebut
mempunyai kekuatan pembuktian yang sama apa tidak (Hendra, 2012). Pembuktian
merupakan bagian terpenting dalam proses penyelesaian sengketa perdata di pengadilan,
karena melalui tahap pembuktian, kebenaran adanya suatu peristiwa dan adanya suatu hak
dapat dinyatakan terbukti atau tidak di muka persidangan. Pada intinya, dengan pembuktian
para pihak berupaya meyakinkan hakim tentang kebenaran adanya suatu peristiwa atau hak
dengan menggunakan alat-alat bukti. Melalui pembuktian, hakim akan memperoleh dasar-
dasar untuk menjatuhkan putusan dalam menyelesaikan suatu sengketa, Hal tersebut juga
berlaku dalam sistem pembuktian dokumen elektronik.
Pada dasarnya, terdapat 2 (dua) macam sistem pembuktian, yaitu sistem pembuktian
secara formal dan sistem pembuktian secara materiil. Hukum acara perdata yang berlaku di
Indonesia menganut sistem permbuktian formal yang mendasarkan pada bukti- bukti formal
yang diajukan oleh para pihak yang bersengketa di pengadilan, dan hanya mencari kebenaran
formal. Kebenaran formal adalah kebenaran yang didasarkan pada apa yang dikemukakan
atau didalilkan oleh para pihak di muka pengadilan, sehingga hakim tidak bebas dalam
menentukan kebenaran formal melainkan terikat pada apa yang dikemukakan oleh para
pihak.
Belum diakomodasinya alat bukti elektronik secara formal dalam ketentuan acara
perdata, akan menyulitkan bagi hakim dalam menyelesaikan dan memutus sengketa apabila
para pihak mengajukan dokumen elektronik sebagai bukti, karena sampai saat ini belum ada
pengaturan secara jelas yang menyangkut tentang kekuatan pembuatan alat bukti elektronik
yang dipersamakan dengan akta Otentik. Hal ini tidak dapat dijadikan alasan oleh hakim
untuk tidak menerima serta memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya
sekalipun dengan dalih undang-undangnya tidak jelas atau belum ada pengaturannya. Hal ini
sesuai dengan asas yang terkandung dalam Pasal 10 Undang Undang No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyebutkan bahwa hakim tidak boleh menolak untuk
memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya sekalipun dengan dalih hukumnya
tidak jelas atau tidak ada. Karenanya hakim harus tetap menerima untuk memeriksa dan
memutus suatu perkara yang diajukan kepadanya sekalipun tidak ada undang- undangnya,
untuk itu hakim harus melakukan penemuan hukum. Dengan kata lain kekuatan bukti
elektronik sebagai petunjuk sangat tergantung pada keyakinan hakim sebagai pemutus
perkara (Hadju, 2021).
Karena hukum acara perdata mempunyai sifat publik dan mengikat secara umum, untuk
tercapainya kepastian hukum oleh hakim dalam menyelesaikan sengketa perdata melalui
pengadilan, dalam rangka penegakan hukum, diperlukan adanya suatu peraturan tentang
acara perdata yang terkodifikasi. Karena itu, diperlukan adanya upaya pembaharuan hukum
82
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
perdata yang sekarang berlaku secara nasional.6 sesungguhnya hakim dapat memeriksa/
menggunakan dokumen elektronik sebagai alat bukti, yaitu antara lain dengan bantuan
keterangan seorang ahli (saksi ahli) yang mengetahui dan memahami tentang dokumen
elektronik tersebut, sekalipun hakim tidak harus menerima atau terikat dengan keterangan
ahli tersebut, dengan kata lain kekuatan pembuktiannya bebas (diserahkan sepenuhnya
kepada hakim). Selain itu, hakim juga dapat menggunakan alat bukti dari persidangan, dalam
memeriksa dokumen elektronik sebagai bukti (Shantyadewi, 2016).
Sejalan dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, alat bukti dalam perkara
perdata tidak hanya mencangkup tentang bukti tertulis, dalam proses peradilan perdata
mengalami perkembangan dengan dikenalnya beberapa alat bukti yang tidak diatur dalam
undang-undang, seperti: foto copy, foto (potret), hasil rekaman suara maupun gambar, fax,
scan, flashdisk, surat elektronik (e-mail), pemeriksaan saksi menggunakan video
teleconference, sistem layanan pesan singkat (sms: short massage service), dan data/dokumen
elektronik lainnya.
Dokumen dalam bentuk elektronik tersebut masih sebagai alat bukti biasa, artinya
kekuatan pembuktian pada dokumen elektronik tidak dapat dikatakan sama atau setara
dengan kekuatan pembuktian pada akta otentik. Sehingga dokumen dalam elektronik tidak
dapat berdiri sendiri sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, kecuali didukung oleh alat
bukti yang lain, seperti keterangan saksi-saksi atau saksi ahli, walaupun dokumen dalam
bentuk elektronik tersebut adalah hasil print out, out put, atau hasil cetakan (foto copy) dari
sebuah akta otentik. Dan nilai pembuktiannya adalah sesuai dengan keputusan hakim.
C. Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Kerusakan Protokol Notaris Yang Disimpan
Secara Elektronik dalam cloud storage
Protokol notaris merupakan dokumen-dokumen yang penting dan rahasia dari arsip
kantor notaris dan karena itu harus disimpan dengan tertib ditempat yang mudah dicapai,
aman dan tertutup. Biasanya dimasukkan ke dalam almari yang dapat ditutup dan dikunci.
Demikian itu agar supaya dokumen-dokumen itu tidak mudah diambil orang lain yang tidak
berhak dan dilihat isinya (Agustine, 2017).
Habib Adjie berpendapat bahwa protokol notaris yang telah beralih itu dipegang atau
disimpan oleh notaris laiinya sebagai pemegang protokol. Notaris pemegang protokol
tersebut tidak dapat melakukan tindakan apapun, seperti merubah isi akta, tetapi yang dapat
dilakukannya yaitu merawat dan megeluarkan salinan atau permintaan para pihak yang
namanya tersebut dalam akta atau para ahli warisnya, sehingga kesinambungan pelaksanaan
jabatan oleh pejabat, tetapi kesinambungan jabatan notaris.
Pemegang protokol notaris bertanggung jawab penuh atas protokolprotokol yang
disimpannya, manakala ada pihak yang membutuhkan salinan, maka pemegang protokol
harus hatihati dan bijak dalam mengeluarkan protokol notaris tersebut. Pemegang protokol
notaris ditunjuk berdasarkan usulan dari notaris yang telah berhenti menjabat, atau ahli waris
(manakala notaris meninggal dunia), dan dapat pula ditunjk oleh MPD yang kemudian
ditetapkan oleh menteri.
Protokol notaris harus diamankan terhdap kerusakan yang disebabkan kebakaran dan
pengaruh-pengaruh lainnya dari luar, seperti misalnya kelembaban dan bintang- binatang
yang dapat meruskanya dan juga terhadap pencurian. Undang-undang sendiri tidak
menyebutkan hal itu secara tegas dan terperinci, artinya bagaimana kebiasaan seseorang
untuk menyimpan dan mengamankan uangnya, surat-surat penting dan harta- harta berharga
lainnya, yakni dengan menyimpannya dalam lemari besi dan lain-lain tempat yang aman
terhadap kebakaran. Dapat diambil kesimpulan, bahwa sudah seharusnya pula notaris,
menyimpan protkol-protokol dengan cara dan pada tempat yang sedemikian. Dalam
83
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
hubungannya dengan apa yang dijelaskan diatas hendaknya jangan dilupakan bahwa seorang
klien pada waktu ia membayar honorarium notaris, klien yang bersangkutan dengan
sendirinya mengharapkan dari notaris, walaupun tidak dinyatakan secara tegas, bahwa akta-
aktanya akan memperoleh pengamanan dari pihak notaris yang bersangkutan.
Pasal 65 UUJNP menyatakan bahwa notaris, notaris pengganti, dan pejabat semntara
notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun protokol notaris telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan. Berdasarkan pasal tersebut maka
dalam hal notaris, notaris pengganti, dan pejabat sementara notaris yang sedang
melaksanakan jabatannya juga memiliki tanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya,
termasuk berkenaan dengan penyimpanan dan pemeliharaan minuta akta yang dibuatnya.
Tanggung jawab tersebut tetap melekat meskipun protokol notaris telah diserahkan atau
dipindahkan kepada pihak penerima protokol notaris.
Protokol notaris atau minuta akta hilang atau ketika di simpan dalam cloud storage
dalam hal ini rusak atau hilang dikarenakan peretasan ataupun kerusakan perangkat
penyimpanan, yang kemudian menimbulkan kerugian bagi orang lain (klien) maka sudah
seharusnya notaris memberikan pertanggung jawaban. Karena disini penulis berfokus
terhadap hilangnya minuta akta yang hilang ketika notaris werda masih menjabat, maka
pertanggungjawaban tersebut penulis bagi jadi 2 yaitu pertanggungjawaban perdata dan
pertanggungjawab pidana. Notaris yang melakukan kesalahan sendiri berupa kelalaian atau
kecerobohan dalam menyimpan dan memelihara protokol notaris sehingga menyebabkan
minuta akta yang menjadi bagian protokol notaris menjadi hilang dapat dimintai
pertanggungjawaban secara perdata. Pertanggungjawaban secara perdata dapat berupa
pergantian biaya ganti rugi dan bunga kepada Notaris yang dituntut oleh pihak yang
menderita kerugian. Pertanggungjawaban secara perdata tergantung dari tuntutan dan
kerugian yang diderita oleh klien yang kehilangan menetapkan. Mengenai tanggungjawab
secara pidana berdasarkan UUJNP memang tidak menjelaskan mengenai sanksi apabila
seorang notaris melanggar kewajibannya di dalam undang-undang jabatan notaris.
Berdasarkan teori pembentukan perundang-undangan, ketika undang-undang tidak mengatur
ketentuan pidana, maka dapat dilakukan analisis terhadap ketentuan umum yang mengatur
tentang kepidanaan. Dengan catatan pemidanaan terhadap notaris ada batasannya. Meskipun
UUJN tidak mengatur mengenai sanksi pidana, bukan serta merta menjadikan notaris
terbebas dari aturan pidana. Ketika notaris terbukti melakukan pelanggaran pidana notaris
dapat di kenakan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP.
Tanggung jawab notaris bila dilihat dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
Tentang Jabatan Notaris adalah sangat erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan notaris
dalam membuat akta otentik. Notaris ditugaskan dan bertanggung jawab untuk melakukan
pendaftaran dan mensahkan (waarmerken dan legalisasi) surat-surat / akta- akta yang dibuat
di bawah tangan. Pertanggungjawaban Notaris sebagai pejabat umum meliputi bidang hukum
privat, hukum pajak, dan hukum pidana. Ada kemungkinan bahwa petanggung jawaban di
satu bidang hukum yang lain. Sebaliknya, tindakan yang menimbulkan tuntutan berdasarkan
perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata) dapat menimbulkan pengambilan
tindakan di bidang hukum pidana. Pertanggungjawaban Notaris terutama terletak di bidang
hukum privat.
Tanggung Jawab Notaris atas Hilang dan Rusaknya Minuta Akta Pasal 16 ayat (1)
huruf b Undang-undang Jabatan Notaris jelas dikatakan bahwa notaris berkewajiban
membuat Akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol
Notaris. Arti dari pasal ini adalah kewajiban dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga
keotentikan suatu akta dengan menyimpanakta dalam bentuk aslinya, sehingga apabila ada
84
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
pemalsuan atau penyalahgunaan grosse, salinan, atau kutipannya dapat segera diketahui
dengan mudah dengan mencocokkannya dengan aslinya. Membuat dan menyimpan minuta
akta sudah merupakan kewajiban yang jelas untuk dilaksanakan oleh seorang notaris.
Intinya kewajiban seorang Notaris dalam menyimpan menjaga dan mengamankan protokol
notaris yang dialihmediakan dan disimpan dalam cloud storage sama halnya dengan
menyimpan protokol dalam bentuk konvensional, yaitu kewajiban yang dipegang notaris
dalam menjalanankan pelaksanaan jabatannya tersebut jelas membawa konsekuensi tersendiri
terhadap notaris. Bentuk konsekuensinya adalah adanya tanggung jawab berkenaan
penyimpanan dan pemeliharaan minuta akta. Sumpah atau janji jabatan yang diucapkan
notaris sebelum melaksanakan jabatannya juga menuangkan janji notaris akan bertanggung
jawab dalam atas kewajibannya sebagaimana tertuang dalam Pasal 4 UUJNP.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa dengan adanya ide atau
wacana tentang pengalihan protokol notaris dari konvensional yang (paper based) menjadi
elektronik (digital based) dan disimpan dalam cloud storage maka profesi notaris dalam
menjalankan wewenang dan kewajibannya untuk menyimpan arsip-arsip dan dokumen-
dokumen dalam protokol notaris tersebut akan menjadi lebih efektif dan efisien. Dikatakan
efektif karena dokumen yang berbentuk elektronik tersebut mudah untuk diketemukan
kembali apabila ada klien yang membutuhkan dokumen- dokumen tersebut dalam rentang
waktu yang lama, selain itu pekerjaan notaris lebih efisien karena lebih ekonomis tidak
membutuhkan banyak kertas dan lebih menghemat waktu bagi notaris dalam memasukkan
dan menyimpan dokumen tersebut.
Ide atau wacana pengalihan protokol notaris dalam bentuk elektronik terkendala dengan
belum adanya undang-undang dan peraturan yang mengatur tentang keabsahan dari
penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik tersebut. Dengan demikian kekuatan
pembuktian arsip-arsip dan dokumen-dokumen pada protokol notaris elektronik belum dapat
disandingkan atau tidak dapat disetarakan dengan alat bukti autentik dengan kekuatan alat
bukti yanng berbentuk kertas tanpa ada alat bukti lain seperti keterangan saksi atau saksi ahli.
DAFTAR PUSTAKA
Agustine, D. (2017). Pembaharuan Sistem Hukum Acara Perdata. RechtsVinding, 6(1), 17.
Ansori, A. G. (2011). Lembaga Kenotariatan Indonesia. UII Press, Yogyakarta.
Arifaid, P. (2017). Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Akta In Originali. Jurnal IUS Kajian
Hukum Dan Keadilan, 5(3), 510520.
Cahyono, A. S. (2016). Pengaruh media sosial terhadap perubahan sosial masyarakat di Indonesia.
Publiciana, 9(1), 140157.
Hendra, R. (2012). Tanggungjawab Notaris Terhadap Akta Otentik yang Penghadapnya
Mempergunakan Identitas Palsu di Kota Pekanbaru. Jurnal Ilmu Hukum, 3(1).
Hadju, C. F. (2021). Tanggung Jawab Notaris Werda Terhadap Hilangnya Minuta Akta.
Jurnal Officium Notarium, 1(2), 270283.
Hutagalung, S. M. (2019). Praktik peradilan perdata dan Alternatif penyelesaian sengketa. Sinar
Grafika.
Larissa, D. (2019). Perlindungan Hukum Bаgi Korbаn Tindаk Pidаnа Penipuаn Jual Beli Online di
Indonesia. Riau Law Journal, 4.
Makarim, E. (2020). Notaris dan transaksi elektronik: kajian hukum tentang cybernotary atau
electronic notary.
85
Dede Solehudin
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Ningsih, A., Rani, F. A., & Adwani, A. (2019). Kedudukan Notaris Sebagai Mediator Sengketa
Kenotariatan Terkait Dengan Kewajiban Penyuluhan Hukum. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum,
13(2), 201228.
Nurita, E., & Ayu, R. (2012). Cyber notary: pemahaman awal dalam konsep pemikiran. Refika
Aditama.
Shantyadewi, E. R. (2016). Pertanggung Jawaban Pidana Notaris Atas Dihilangkannya
Minuta Akta Sebagai Bagian Dari Protokol Notaris. Brawijaya University.
Sutantio, R. (2002). Hukum acara perdata dalam teori dan praktek.
Thamrin, H. (2011). Pembuatan Akta Pertanahan Oleh Notaris. Yogyakarta: Laksbang Pressindo.
Tolinggar, V. A. S., & Latumenten, P. (2022). Urgensi Penggunaan Remote Notary Oleh Notaris
Pasca Pandemi Covid-19. JURNAL USM LAW REVIEW, 5(2), 663677.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License