Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
Bab 8 Kehamilan dan Pernikahan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (1) Anak non-
nikah dapat menikah dengan pria yang mengandung zat tersebut, (2) Perkawinan dengan
wanita hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa menunggu
kelahiran anak terlebih dahulu, (3) Dengan melakukannya saat wanita hamil, tidak perlu
kawin lagi setelah anak lahir. Kesimpulan yang dapat diambil adalah jika seorang
perempuan menikah dengan laki-laki yang hamil sebelum anaknya lahir, maka anak
tersebut adalah anak yang sah. Menurut Pasal 99 KHI menjelaskan bahwa anak yang sah
adalah satu jenis. Anak-anak yang lahir atau sebagai hasil dari pernikahan resmi, istri
bertanggung jawab atas akibat dari perilaku hukum suami di luar kandungan.
Selain itu, hukum Islam juga memberikan hak kepada suami untuk menyangkal
bahwa anak yang lahir dari istri bukanlah anak dari hubungan keduanya. Pasal 101 dan
Pasal 102 KHI mengatur ketentuan ini.
Pasal 101 KHI menyebutkan: “Suami menyangkal keabsahan anak, dan istri tidak
menyangkal keabsahan anak, ia dapat memastikan penyangkalannya kepada Yan’an”.
Pasal 102 KHI menyebutkan: “(1) Suami akan menolak anak yang lahir dari istrinya, dan
dalam waktu 180 hari setelah tanggal lahir atau 360 hari setelah gagalnya perkawinan,
atau setelah suami mengakui istrinya, ia akan mengajukan gugatan ke pengadilan Agama
untuk melahirkan seorang anak, dan dalam izin tempat di mana dia membawa kasus itu
ke pengadilan, (2) Penolakan yang diajukan setelah sekian lama tidak dapat diterima”.
Oleh karena itu, selama merupakan anak yang lahir dari perkawinan sah antara
orang tua, maka hukum domestik dan hukum Islam dapat dimaknai dan diatur, dan anak
tersebut dianggap sebagai anak yang sah. Setiap anak yang lahir di bumi membutuhkan
perlindungan hukum. Bukan hanya anak sah, tapi juga anak yang lahir di luar nikah
(kebetulan menikah). Menurut “Undang-undang Perdata”, keberadaan anak di luar nikah
hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Menurut Pasal 43
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “Anak yang lahir di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya”.
Indonesia adalah negara hukum, dan yang menonjol dari negara hukum adalah
perlindungan hak asasi manusia bagi rakyatnya. Mengenai status perlindungan hukum
anak akibat perkawinan tidak disengaja, UUD 1945 mengaturnya dalam Pasal 10, Pasal
28A, Pasal 28B, dan Pasal 28D (1) tentang hak asasi manusia (Pembukaan UUD 1945).
Pasal 28A menyebutkan: “Setiap orang berhak untuk bertahan hidup, dan berhak
untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidupnya sendiri”. Pasal 28B
menyebutkan (1) Setiap orang berhak untuk berkeluarga dan meneruskan keturunan
melalui perkawinan yang sah, (2) Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang, serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28D (1)
menyebutkan: “Setiap orang berhak menikmati pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum atas perlakuan yang adil dan setara di hadapan hukum”. Aturan HAM
yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 juga merupakan pelopor dari perkembangan
hukum Indonesia. Salah satunya adalah Undang-Undang Perkawinan yaitu Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, khususnya gagasan Pasal 43. Dalam pasal ini tidak
memberikan perlindungan hukum bagi anak yang tidak sengaja menikah. Oleh karena itu,
sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46 / PUU-VIII / 2010, perlindungan
hukum bagi anak yang tidak sengaja kawin telah diselesaikan.
Dijelaskan bahwa seorang anak yang tidak sengaja kawin hanya memiliki
hubungan perdata dengan ibu yang melahirkan anak tersebut dan dengan keluarga ibunya.
Melalui putusan MK ini mengubah susunan kata dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974, yaitu, “Anak yang lahir di luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibu dan keluarga ibunya serta warga negara yang ayahnya laki-laki. Berdasarkan
ilmu pengetahuan, teknologi atau hubungan darah lainnya yang terjadi sesuai dengan