Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
254
http://sostech.greenvest.co.id
PERLINDUNGAN HUKUM DI INDONESIA TERHADAP ANAK HASIL
MARRIED BY ACCIDENT
Muhammad Hambali dan Ihda Shofiyatun Nisa
Sekolah Tinggi Agama Islam Mempawah dan Universitas Islam Malang
Diterima:
13 Februari 2021
Direvisi:
Abstrak
Married by accident menjadi polemik yang meresahkan
dikalangan masyarakat kita. Status anak yang menjadi hasil dari
12 April 2021
Disetujui:
14 April 2021
MBA ini dinilai tidak jelas. Setiap anak yang lahir di muka bumi
seharusnya mempunyai kepastian hukum. Namun demikian,
Pasal 43 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan menyatakan: “Anak yang lahir di luar nikah hanya
boleh ada hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya”.
Dari perspektif peraturan ini, status anak kawin tidak sengaja,
tidak jelas dan tidak memiliki perlindungan hukum. Undang-
undang yang mengatur hal ini bertentangan dengan Pasal 28D
ayat (1) Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, yaitu seseorang berhak untuk diakui di
hadapan hukum atau dalam keadaan lain mendapat perlindungan
dan kepastian yang sama hak disebut persamaan di depan
hukum. Dengan terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
46 / PUU-VIII / 2010, kontroversi yang menimbulkan gejolak
publik itu teratasi. Artinya, frasa tersebut telah ditambahkan pada
Pasal 43 UU 1974, menjadi: “Anak yang lahir di luar nikah
memiliki hubungan yang relatif dengan ibu dan keluarga ibunya
serta warga negara yang ayahnya seorang laki-laki. Dibuktikan
melalui ilmu pengetahuan, teknologi atau cara lain. Bukti
hubungan darah dengan saudara sesuai dengan hukum termasuk
hubungan perdata dengan keluarga bapak”. Tujuan penelitian
adalah untuk mengetahui dan memperdalam ilmu yang dimiliki
oleh peneliti terkait perlindungan hukum di Indonesia terkait
anak hasil married by accident, sedangkan metode penelitian ini
menggunakan penelitian hukum doktrin, yaitu penelitian yang
bersumber dari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier
atau sering disebut dengan penelitian library research
(kepustakaan). Hasil penelitian adalah faktor pernikahan yang
tidak disengaja pada kasus MBA ini banyak terjadi dikalangan
remaja banyak faktor-faktor yang mendorong sehingga terjadi
MBA ini. Salah satu faktor yang mendorong adalah akibat
pergaulan bebas.
Kata kunci : Perlindungan hukum; Anak; Married by accident
Abstract
Married by accident becomes a troubling polemic among our
society. The status of the child who is the result of this MBA is
considered unclear. Every child born on the face of the earth
should have legal certainty. Nevertheless, Article 43 (1) of Law
No. 1 of 1974 on Marriage states: "A child born outside of
marriage should only have a civil relationship with the mother
and the mother's family". From the perspective of this
Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
255
regulation, the status of a child marrying is inadvertently
unclear and has no legal protection. The law governing this
matter is contrary to Article 28D paragraph (1) of the Preamble
to the Constitution of the Republic of Indonesia year 1945, i.e. a
person has the right to be recognized before the law or in other
circumstances get the same protection and certainty. Rights. It's
called equality before the law. With the publication of the
Decision of the Constitutional Court No. 46 / PUU-VIII / 2010,
the controversy that caused public turmoil was resolved. That is,
the phrase has been added to Article 43 of the 1974 Law,
becoming "A child born out of wedlock has a relative
relationship with his mother and mother's family as well as a
citizen whose father is a man. evidenced through science,
technology or other means. Evidence of blood relations with
relatives in accordance with the law including civil relations
with the father's family”. Pregnancy outside of marriage is
something that is difficult for the community to accept, and of
course it will not only cause and bring shame to the family but
will tarnish the big name of the family, and from the side of
religion and any belief, of course it is also not justified.
Adolescent behavior is influenced by several internal factors
such as knowledge, attitudes, personality, and external factors
such as the environment in which they are located.
Keywords: Legal protection; Children; Married by accident
PENDAHULUAN
Kemajuan zaman dan teknologi di masa sekarang ini tidak dapat dihindari lagi
(Ali, 2016). Semuanya sudah menjadi kebutuhan pokok bagi negara yang sedang
berkembang (Asmaroini, 2017). Dampak positif dan negatif akibat perkembangan ini
juga telah melahirkan gaya hidup baru bagi masyarakat (Fitria, 2015). Banyak perilaku-
perilaku yang menyimpang baik dilihat dari sudut sosial maupun sudut pandang agama
salah satunya adalah hamil di luar nikah atau biasa disebut dengan married by accident
(Syarifuddin, 2019).
Istilah married by accident (MBA) jika dirtikan secara langsung adalah menikah
karena kecelakaan atau tidak sengaja (Hikmah, 2013). Banyak pendapat tentang
pengertian MBA ini ada yang mengartikan hamil di luar nikah, hubungan di luar nikah
(Ajri, Miftah, & Rafika, 2020), dan banyak lagi lainnya. Semua makna ini benar, karena
MBA adalah jenis pernikahan yang terjadi karena hubungan di luar nikah yang “dilarang”
oleh pria dan wanita sebelum mereka secara resmi berstatus perkawinan (Aulia, 2017).
Undang-Undang Nomor 1 tentang Perkawinan tahun 1974 juga menjelaskan hal yaitu
Pasal 43 ayat 1 yang menjelaskan “Anak-anak yang lahir di luar nikah hanya memiliki
hubungan perdata dengan ibunya”. Kedudukan anak hasil MBA ini akan menjadi beban
bagi ibu dan keluarga ibunya, begitu pula dengan status hukum (Agustin, 2019) anak
tersebut juga belum terlindung oleh hukum yang berkembang di Indonesia seperti dalam
aspek keabsahan anak dan status akta kelahiran anak (Ambiyah, 2011). Keabsahan anak
berkaitan erat dengan keabsahan dari perkawinan bapak dan ibunya. Pasal 42 Bab IX UU
No. 1/1974 mengatur bahwa anak yang sah adalah anak yang lahir dari atau sebagai hasil
perkawinan yang sah. Tetapi di dalam undang-undang ini tidak dijelaskan hak anak untuk
hidup, tumbuh dan berkembang tidak diberikan perlindungan hukum (Anggara &
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
256
http://sostech.greenvest.co.id
Subawa, 2015). Tampaknya semua beban dan tanggung jawab anak di luar nikah
dipercayakan kepada ibu dan keluarga ibu (Mina, 2017), namun ayah tidak diberikan
kewajiban dan tanggung jawab anak tersebut. Status anak di luar nikah terlihat dari UU
Perdata 1974 dan UU Perkawinan No. 1. UU dan UU tersebut dinilai kurang memberikan
perlindungan hukum bagi anak yang lahir dari perkawinan tidak disengaja.
Hamil di luar nikah merupakan sesuatu yang sangat tabu di Indonesia dan
merupakan hal yang masuk kategori zina dalam Islam (Mentari, 2020). Hamil di luar
nikah merupakan perbuatan zina yang seharusnya dihukum dengan kriteria Islam. Ketika
hamil di luar nikah telah terjadi maka akan muncul masalah yaitu aib bagi keluarga.
Dengan terjadinya hamil di luar nikah, maka pasangan tersebut diharuskan untuk segera
menikah demi melindungi keluarga dari aib yang lebih besar.
Sebuah hal yang berbeda ketika pernikahan dilakukan oleh seseorang yang
didahului dengan perbuatan tidak halal misalnya melakukan persetubuhan antara dua
jenis kelamin yang berbeda di luar ketentuan hukum Islam dan undang-undang
perkawinan yang berlaku. Pernikahan ini bisaanya dinamakan perkawinan akibat
perzinaan.
Perkawinan menurut fikih dikatakan sah apabila mempelai perempuan halal
dinikahi oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya, dihadiri dua orang saksi laki-laki,
ada wali mempelai perempuan yang melakukan akad (Ishaq & SH, 2017).
Kendati peraturan perkawinan yang sah menurut hukum Islam telah jelas harus
dilaksanakan, namun tidak sedikit yang melanggarnya hanya demi memenuhi hasrat
syahwatnya, sehingga terjadi perbuatan yang tidak dibenarkan oleh syara’ dalam hal ini
seperti perbuatan zina dan hamil di luar nikah. Setiap perbuatan sudah dipastikan terdapat
konsekuensi yang akan ditanggung oleh pelaku untuk menutupi aib dan keberlangsungan
hidup, wanita hamil karena zina tersebut dinikahkan baik dengan pria yang
menghamilinya ataupun dengan pria lain. Berdasarkan masalah tersebut, artikel ini
mengkaji peraturan menikahkan wanita hamil karena zina. Tujuan penelitian adalah untuk
mengetahui dan memperdalam ilmu yang terkait perlindungan hukum di Indonesia terkait
anak hasil married by accident.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian hukum doctrinal,
yaitu penelitian yang bersumber dari bahan-bahan hukum primer, sekunder dan tersier
atau sering disebut dengan penelitian library research (kepustakaan). Sedangkan dalam
menganalisa penelitian ini menggunakan metode deskrikriptif analisis dengan artian data
yang telah dikumpulkan di analisis secara kualitatif. Semua data yang terkumpul akan di
pilih sesuai dengan kebutuhan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pregnancy marriage atau biasa dikenal dengan married by accident adalah
pernikahan yang terjadi akibat dari kehamilan wanita dengan pria yang menghamili tanpa
didahului pernikahan yang sah atau biasa dengan laki-laki lainnya (Isnaini, 2013).
Kecelakaan yang dimaksud adalah ada akibat yang timbul yaitu menikah karena hamil.
Menurut KBBI hamil di luar nikah adalah perempuan yang mengandung janin dalam
rahimnya karena sel telur yang dibuahi oleh spermatozoa tanpa ada ikatan perkawinan
yang sah. Pernikahan yang seperti ini bukanlah hal yang baru, pada zaman Rasulullah
SAW juga pernah terjadi hal yang seperti ini. Para ulama berdasarkan pemahaman
Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
257
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
Alquran dan hadis serta telah berijtihad dalam menetapkan hukum dari pernikahan ini
yaitu dalam penafsiran terhadap ayat berikut:
ُ
َ
ٓ
˜
ا
ِ
َ
ل
ْ
ﻧك
َ
ل
م
ش
ر
ك
ة
ً
ۖ
و
ا
ل
ز
ا
◌ِ
ن
َ
ي
ة
ُ
َ
ل
ز
ا
◌ِ
ن
َ
ي
ة
ً
ا
َ
ْ
و
َ
ل
ْ
ن
ك
ح
ا
َ
ل
ز
ا
◌ِ
ن
ي
ز
ا
ن
ا
َ
ْ
و
م
ش
ر
˚
ك و
ُ
ّ
ر
م
ذ
◌ِ
ل
ك
ع
ل
َ
ى
ا
ْ
ل
م
ؤ
م
◌ِ
ن
ْ
ي
ن
Artinya : Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang
berzina, atau perempuan yang musyrik dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki
musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang
beriman.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan mengenai perbedaan pendapat para ulama
mengenai perkawinan seseorang dengan pezina. Beliau menjelaskan bahwa sahabat nabi,
Ibnu Abbas RA berpendapat menikah dengan pria yang berzina dengannya harus
dihukum. Memang benar pada awalnya ini adalah perzinahan, namun pada akhirnya
menjadi perkawinan yang sah setelah akad nikah ditandatangani (M, Quraisyihab 2001).
Imam Syafi'i dan Abu Hanifah meyakini bahwa wanita yang hamil karena zina tidak
memiliki idah karena idah adalah syarat yang diperlukan untuk menjaga keturunan dan
menghargai sperma. Dalam hal ini, meskipun wanita tersebut menikah dengan seorang
pezina, anak atau keturunannya tetap diserahkan kepada ibu, bukan ayahnya. Seperti
makna dalam hadis Rasulallah SAW: Beritahu kami Qutaibah menceritakan tentang Al-
Laits dan Ibn Shihab dari Urwah dari Aisyah RA, sesungguhnya dia berkata telah
terjadi perselisihan Saad Ibnu Waqash dan Abd Ibnu Zamah dalam masalah anak kecil,
telah berkata Saad, “anak ini wahai Rasulullah adalah putra saudaraku, Uthbah Ibnu
Abi Waqash telah berjanji kepadaku bahwasanya dia itu anaknya. Lihatlah kepada siapa
yang menyerupainya, maka dia melihat serupa yang jelas dengan „Uthbah Ibnu Abi
Waqash, kemudian beliau bersabda: “dia laki-laki adalah milikmu waha „Abd bin
Zamah, Anak itu dijatuhi hukuman kepada ibunya (pemilik firasy), tetapi pezina laki-laki
itu tidak punya apa-apa dan menghentikannya dan halangilah dia wahai Saudah puti
Zamah” kemudian Saudah tidak melihat lagi” (Imam Bukhori, 2007). Di dalam hadis di
atas dijelaskan bahwasanya sanad keturunan dari anak-anak yang lahir di luar nikah
akibat perzinaan adalah kepada sang ibu yaitu perempuan yang telah melahirkannya.
Sedangkan laki-laki tidak berhak atas sanad tersebut.
Sex and Pranital Pregnancy bahwa kehamilan di luar nikah adalah hasil dari
hubungan seksual di luar nikah. Kebanyakan remaja belajar tentang seks melalui media
kencan. Kencan adalah proses dimana seseorang mulai mengasosiasikan dengan lawan
jenis yang mereka cintai. Kencan identik dengan mencoba bercinta layaknya pasangan
(Arida & Nyoman, 2005). Islam juga melarang keras seks pranikah. Seperti yang
dikatakan Allah di dalam surat itu:
و
َ
ل
ت
َ
ْ
ق
ر
ب
ُ
و
۟
ا
ٱ
ل
ّ
ز
ن
َ ˜
ى
ن
َ
ّ
ُ
ه
ۥ
ك
ٓ
ن
ف
َ
ُ
ش
ة
ً
و
س
ٓ
˜
ء
س
◌ِ
ب
ي
ل
Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. Al-Isra: 32).
258
http://sostech.greenvest.co.id
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
Surat Al-Isro’ ini menjelaskan bahwa mendekati zina atau segala sesuatu sikap
tingkah laku yang mengarah kepada zina jangan sampai didekati apalagi dilakukan. Lebih
baik menjauhi semua itu, karena pada laki-laki terdapat syahwat setubuh dan perempuan
juga ada (Hamka, 2015). Agama telah melarang keras untuk tidak mendekati hal-hal yang
bisa menjerumuskan kepada zina. Karenanya, agama di sini memainkan peran yang
sangat penting dalam pernikahan yang tidak disengaja.
Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
259
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
258
http://sostech.greenvest.co.id
Faktor pernikahan yang tidak disengaja pada kasus MBA ini banyak terjadi
dikalangan remaja banyak faktor-faktor yang mendorong sehingga terjadi MBA ini. Salah
satu faktor yang mendorong adalah akibat pergaulan bebas. Faktor-faktor yang
memengaruhi MBA yaitu pengaruh lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh
(Al-Mukaffi, 2004) dalam menciptakan sifat dan karakter masyarakat di lingkungan
tersebut, seperti halnya MBA ini. Jika di dalam suatu lingkungan menganggap bahwa
MBA adalah kasus yang biasa, tidak menutup kemungkinan kasus MBA di lingkungan
tersebut akan semakin meluas. Diri sendiri atau watak untuk mengendalikan diri
seseorang itu berbeda-beda, banyak sumber yang bisa memicu terjadinya MBA karena
akses informasi yang sangat mudah untuk didapatkan. Seperti konten-konten yang berbau
pornografi, perilaku-perilaku yang tidak baik, narkoba, free sex, dan lain sebagainya (I
Nyoman, 2005). Sehingga peran individu untuk mengendalikan diri sangatlah beragam.
Interaksi antar keduanya apabila seseorang mempunyai kelemahan dalam mengendalikan
diri ditambah dengan keadaan lingkungan yang bebas dapat juga memicu terjadinya
MBA. Di sini sangat mudah bagi seseorang untuk dapat bebas melakukan segala sesuatu
yang disukanya tentu dapat memicu terjadinya MBA. Dari ketiga faktor dapat
disimpulkan, faktor utama terjadinya MBA itu dipengaruhi oleh diri sendiri, lingkungan
dan interaksi antar keduanya sehingga memicu terjadinya MBA. Selain tiga faktor ini,
ada beberapa faktor pendukung yang dapat memicu terjadinya MBA diantaranya faktor
keluarga yang kurang peduli, di dalam hal ini adalah orang tua kurang peduli terhadap
aktivitas anak karena kesibukannya dengan pekerjaan masing-masing mengakibatkan
anak bebas melakukan apapun yang diinginkan. Tetapi akibat pengawasaan yang terlalu
ketat juga dari orang tua kurang baik untuk perkembangan anak. Anak-anak merasa
tertekan dan cenderung untuk memberontak kepada orang tua. Faktor agama apabila
seseorang kurangnya pendidikan agama akan memengaruhi perilaku seseorang. Karena
agama dapat memberikan pencerahan hati seseorang untuk memilah dan memilih
perbuatan yang tidak pantas untuk dilakukan agama juga akan membuka mata hati
seseorang agar tidak melakukan hubungan seks di luar nikah karena itu merupakan
perbuatan yang dilarang oleh Tuhan YME. Faktor pendidikan juga memengaruhi karena
selain guru orang tua ingin memberikan pendidikan seksual terhadap anak-anaknya.
Pendidikan seksual ini merupakan salah satu upaya mendidik dan menginformasikan
anak tentang masalah seksual kepada anak. Ketika anak telah tumbuh dewasa dapat
memahami hal-hal yang berhubungan dengan seks dan tidak mengedepankan syahwat
atau nafsu semata. Diperlukan juga edukasi mengenai akibat yang akan timbul dari
hubungan di luar pernikahan, seperti kehamilan belum menikah serta pemahaman
bahayanya.
Berdasarkan hasil penelitian ini, pernikahan tidak disengaja sama dengan
pernikahan dini akibat kehamilan di luar nikah, sehingga seorang anak akan lulus dari
gelar MBA artinya, anak yang lahir dari hubungan antara laki-laki dan perempuan yang
belum ada kaitannya dengan perkawinan. Kemudian pria dan wanita ini akhirnya
menikah secara agama dan sah, dan pernikahan tersebut akan melahirkan anak yang sah
melalui pernikahan kedua orang tuanya. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Pasal 42
Perkawinan tahun 1974, anak yang sah adalah anak yang lahir dari atau sebagai hasil
perkawinan yang sah. Dapat disimpulkan bahwa selama anak tersebut lahir setelah kedua
orang tuanya kawin secara sah, maka anak tersebut merupakan anak sah dari perkawinan
tersebut. Hal tersebut juga dijelaskan dalam Pasal 2 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor
1 tentang Perkawinan tahun 1974:
Pasal 2, paragraf 1 mengatakan: “Jika pernikahan dilakukan sesuai dengan hukum
agama dan keyakinan masing-masing, itu sah”. Pasal 2, paragraf 2 mengatakan: “Setiap
pernikahan dicatat sesuai dengan hukum dan peraturan saat ini”.
Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
259
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
Bab 8 Kehamilan dan Pernikahan Pasal 53 Kompilasi Hukum Islam (1) Anak non-
nikah dapat menikah dengan pria yang mengandung zat tersebut, (2) Perkawinan dengan
wanita hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan tanpa menunggu
kelahiran anak terlebih dahulu, (3) Dengan melakukannya saat wanita hamil, tidak perlu
kawin lagi setelah anak lahir. Kesimpulan yang dapat diambil adalah jika seorang
perempuan menikah dengan laki-laki yang hamil sebelum anaknya lahir, maka anak
tersebut adalah anak yang sah. Menurut Pasal 99 KHI menjelaskan bahwa anak yang sah
adalah satu jenis. Anak-anak yang lahir atau sebagai hasil dari pernikahan resmi, istri
bertanggung jawab atas akibat dari perilaku hukum suami di luar kandungan.
Selain itu, hukum Islam juga memberikan hak kepada suami untuk menyangkal
bahwa anak yang lahir dari istri bukanlah anak dari hubungan keduanya. Pasal 101 dan
Pasal 102 KHI mengatur ketentuan ini.
Pasal 101 KHI menyebutkan: “Suami menyangkal keabsahan anak, dan istri tidak
menyangkal keabsahan anak, ia dapat memastikan penyangkalannya kepada Yan’an”.
Pasal 102 KHI menyebutkan: “(1) Suami akan menolak anak yang lahir dari istrinya, dan
dalam waktu 180 hari setelah tanggal lahir atau 360 hari setelah gagalnya perkawinan,
atau setelah suami mengakui istrinya, ia akan mengajukan gugatan ke pengadilan Agama
untuk melahirkan seorang anak, dan dalam izin tempat di mana dia membawa kasus itu
ke pengadilan, (2) Penolakan yang diajukan setelah sekian lama tidak dapat diterima”.
Oleh karena itu, selama merupakan anak yang lahir dari perkawinan sah antara
orang tua, maka hukum domestik dan hukum Islam dapat dimaknai dan diatur, dan anak
tersebut dianggap sebagai anak yang sah. Setiap anak yang lahir di bumi membutuhkan
perlindungan hukum. Bukan hanya anak sah, tapi juga anak yang lahir di luar nikah
(kebetulan menikah). Menurut “Undang-undang Perdata”, keberadaan anak di luar nikah
hanya memiliki hubungan hukum dengan ibu dan keluarga ibunya. Menurut Pasal 43
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, “Anak yang lahir di luar
perkawinan hanya memiliki hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibunya”.
Indonesia adalah negara hukum, dan yang menonjol dari negara hukum adalah
perlindungan hak asasi manusia bagi rakyatnya. Mengenai status perlindungan hukum
anak akibat perkawinan tidak disengaja, UUD 1945 mengaturnya dalam Pasal 10, Pasal
28A, Pasal 28B, dan Pasal 28D (1) tentang hak asasi manusia (Pembukaan UUD 1945).
Pasal 28A menyebutkan: “Setiap orang berhak untuk bertahan hidup, dan berhak
untuk mempertahankan hidup dan kelangsungan hidupnya sendiri”. Pasal 28B
menyebutkan (1) Setiap orang berhak untuk berkeluarga dan meneruskan keturunan
melalui perkawinan yang sah, (2) Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh dan
berkembang, serta dilindungi dari kekerasan dan diskriminasi. Pasal 28D (1)
menyebutkan: “Setiap orang berhak menikmati pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum atas perlakuan yang adil dan setara di hadapan hukum”. Aturan HAM
yang diatur dalam pembukaan UUD 1945 juga merupakan pelopor dari perkembangan
hukum Indonesia. Salah satunya adalah Undang-Undang Perkawinan yaitu Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974, khususnya gagasan Pasal 43. Dalam pasal ini tidak
memberikan perlindungan hukum bagi anak yang tidak sengaja menikah. Oleh karena itu,
sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46 / PUU-VIII / 2010, perlindungan
hukum bagi anak yang tidak sengaja kawin telah diselesaikan.
Dijelaskan bahwa seorang anak yang tidak sengaja kawin hanya memiliki
hubungan perdata dengan ibu yang melahirkan anak tersebut dan dengan keluarga ibunya.
Melalui putusan MK ini mengubah susunan kata dalam Pasal 43 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 1974, yaitu, “Anak yang lahir di luar nikah hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibu dan keluarga ibunya serta warga negara yang ayahnya laki-laki. Berdasarkan
ilmu pengetahuan, teknologi atau hubungan darah lainnya yang terjadi sesuai dengan
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
http://sostech.greenvest.co.id
260
Anak
sumbang
Anak luar
kawin yang
tidak dapat
diakui dan
disahkan
Anak zina
hukum, termasuk hubungan sipil dengan keluarga ayah” (Putusan MK, 2010). Selama ini,
orang meremehkan anak yang tidak sengaja kawin karena tidak jelas status dan status
hukumnya.
Penggolongan anak menurut KUHPerdata
Anak luar
kawin yang
dapat diakui
dan di
sahkan
Anak alami
Berdasarkan peta konsep diatas maka bisa dijelaskan bahwa anak sah, yaitu anak
yang lahir dalam perkawinan, diasuh dan dibesarkan, bersuami sebagai ayah (Pasal 250
KUH Perdata). Anak kandung, yaitu anak yang lahir sebagai hasil hubungan antara laki-
laki dan perempuan selain perkawinan yang sah, yang tidak terikat oleh perkawinan atau
kawin yang sah dengan pihak lain. Anak zina adalah anak yang terikat dalam perkawinan
yang sah karena hubungan antara laki-laki dan perempuan diawasi. Anak wasiat, yaitu
anak yang lahir dari hasil pergaulan antara laki-laki dan perempuan, kedua anak tersebut
dilarang untuk dinikahi, yang disebut perkawinan kerabat dekat.
Konsekuensi pengakuan hukum setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan
Putusan Nomor 46 / PUU-VIII / 2010 dapat dikenali dari pembagian warisan. Putusan
Mahkamah Konstitusi memang pada dasarnya tidak mengatur soal itu, melainkan hanya
membahas hubungan sipil. Anak belum menikah yang dapat mewarisi warisan mengacu
pada anak yang telah diakui dan disahkan berdasarkan undang-undang yang berlaku
(yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013, Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Kependudukan). Pengakuan atas anak akibat kawin
tidak disengaja disahkan sebagai anak kandung dari orang tua dari anak yang lahir dari
kawin tidak disengaja. Ini diatur dalam Pasal 280 dan Pasal 281 Hukum Perdata (Subekti,
2008).
Pasal 280 KUH Perdata
“Dengan persetujuan anak di luar pernikahan, maka lahirlah hubungan sipil antara
anak dan orang tua”.
Pasal 281 KUH Perdata
“Jika tidak disertifikasi dalam akta kelahiran atau pada saat menikah, maka
pengakuan anak di luar nikah harus dilakukan dengan akta yang benar”.
Anak luar
kawin
Anak sah
Anak
Perlindungan Hukum di Indonesia terhadap Anak Hasil SOSTECH, 2021
Married by Accident
261
Muhammad Hambali, dan Ihda Shofiyatun Nisa’
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa Mahkamah
Konstitusi telah mengadopsi Putusan Nomor 46 / PUU-VIII / 2010 pada tanggal 17
Februari 2012 yang mengatur tentang perlindungan hukum terhadap anak akibat
perkawinan tidak disengaja.Pasal 43 UU No. 1 Tahun 1974, tentang perkawinan yang
bertentangan, menurut UUD 1945, “Anak yang lahir di luar nikah hanya memiliki
hubungan perdata dengan ibunya dan dengan keluarga ibunya”. Ditambahkan: “Adapun
hubungan darah dengan ayah termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayah, yang
dapat disertifikasi menurut ilmu pengetahuan, teknologi dan orang lain menurut hukum”.
Akibat hukum dari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut adalah sebagai berikut:
BIBLIOGRAPHY
Agustin, Chicha Cholifah. (2019). Kedudukan Hukum Anak Luar Kawin Terhadap Hak
Nafkah Dari Ayah Biologis Akibat Putusan Mahkamah Konstitusi No. 46/PUU-
VIII/2010. Universitas Jember.
Ajri, Apri Yanto, Miftah, A. A., & Rafika, Rafika. (2020). Akad Nikah Ganda dengan
Wali Berbeda dalam Perspektif Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafii (Studi Kasus di
KUA Kec. Kota Baru, Jambi). Jambi: UIN Sulthan Thaha Saifuddin.
Al-Mukaffi, Abdurrahman. (2004). Pacaran Dalam Kacamata Islam. Jakarta: Media
Dakwah.
Ali, Kemas Mas’ ud. (2016). Integritas Pendidikan Agama Islam Terhadap Ilmu
Pengetahuan Dan Teknologi. Tadrib, 2(1), 27–40.
Ambiyah, Fenny. (2011). Analisis Akta Kelahiran Anak Adopsi Ditinjau Dari Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia (Studi Di Dinas Kependudukan Dan Pencatatan
Sipil Kota Semarang). Universitas Negeri Semarang.
Anggara, Gede Nyoman Gigih, & Subawa, Made. (2015). Perlindungan Hukum Terhadap
Anak Sebagai Korban Kekerasan. Journal Ilmu Hukum Kertha Wicara, 7.
Arida, I. N., & Nyoman, I. (2005). Seks dan Kehamilan Pranikah. Yogyakarta:
Iniversitas.
Asmaroini, Ambiro Puji. (2017). Menjaga eksistensi Pancasila dan penerapannya bagi
masyarakat di era globalisasi. JPK: Jurnal Pancasila Dan Kewarganegaraan, 1(2),
50–64.
Aulia, Restu Wahyu. (2017). Perkawinan wanita hamil di luar nikah di Kampung Bidara
Kelurahan Marunda Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Jakarta: Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Fitria, Eva Melita. (2015). Dampak online shop di instagram dalam perubahan gaya hidup
konsumtif perempuan shopaholic di Samarinda. Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(3), 117–
128.
Hamka. (2015). Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Anggota INKAPI.
Hikmah, Maziyyatul. (2013). Penundaan perkawinan bagi wanita hamil: Studi
pandangan ulama dan pakar hukum terhadap kebijakan KUA Junrejo Kota Batu.
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Ishaq, H., & SH, M. (2017). Metode Penelitian Hukum dan Penulisan Skripsi Tesis Serta
Disertasi. Bandung: Alfabeta.
Isnaini, Enik. (2013). Kedudukan Hukum Bagi Anak Yang Lahir Karena Kawin Hamil
(Married By Accident) Di Tinjau Dari Hukum Islam Dan Hukum Perdata. Jurnal
Independent, 1(2), 8–21.
Mentari, Nim. (2020). Pola Pembinaan Keagamaan dalam Mencegah Hamil Pranikah
Volume 1, Nomor 4, April 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
http://sostech.greenvest.co.id
262
pada Remaja di Kec. Kabaena Tengah Kab. Bombana. IAIN KENDARI.
Mina, Muksal. (2017). Tinjauan Fatwa MPU Aceh Nomor 18 Tahun 2015 tentang Nasab
Anak yang Lahir di luar Nikah (Anak Zina) terhadap Keputusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 46/PUU/-VIII/2010 tentang Status Anak Lahir Luar Nikah. Aceh:
UIN Ar-Raniry Banda Aceh.
Syarifuddin, Didin. (2019). Perilaku Seks Pranikah sebagai Perilaku Sosial Menyimpang.
SNIT 2012, 1(1), 9–15.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International Licensed