2774-5147
maka perilaku tersebut tidak akan hilang (karena perilaku anak tersebut diperkuat atau di reinforce)
sehingga mengabaikan sebagai ekstingsi bukan teknik yang tepat (Farihah & Aflahani, 2021).
Faktor yang mempengaruhi ekstingsi:
1. Skedule pemberian jadwal sebelum ekstingsi. Intermittent reinforcement sebelum ekstingsi
membuat ekstingsi resisten, karena tidak tahu apakah itu ekstingsi atau intermittent
reinforcement. Contoh: klien tidak tahu apakah perlakuan itu pemberian reinforcement yang
berselang ataukah ekstingsi. Sementara continous reinforcement sebelum ekstingsi tidak begitu
resisten. Pada pemberianan/penjadwalan reinforcement yang kontinyu, setiap saat target perilaku
tercapai maka reinforcement diberikan; sedangkan dalam penjadwalan pemberian reinforcement
yang intermittent (berselang-seling), tidak setiap kali perilaku target tercapai maka akan diberi
pengutan. Saat tingkah laku secara kontinyu diperkuat (dengan penjadwalan reinforcement yang
kontinyu), maka tingkah laku tersebut akan menurun secara cepat saat reinforcement/penguat
dihentikan. Di sisi yang lain, saat tingkah laku diperkuat dengan penjadwalan yang berselang-
seling, maka tingkah laku tersebut akan menurun lebih perlahan saat reinforcement/penguat
dihentikan. Hal ini terjadi karena perubahan dari reinforcement ke extinction menjadi sangat
berbeda (discriminable) ketika tingkah laku diperkuat setiap kali dibandingkan dengan tingkah
laku yang hanya diperkuat sesekali.
2. Reinforcement yang terjadi setelah ekstingsi. Kalau reinforcement terjadi ketika proses ektingsi,
maka pengurangan prilaku membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika reinforcemnt terjadi di
fase spontaneous recovery maka intensitas untuk perilaku yang tidak diinginkan meningkat ke
level yang lebih lagi.
Salah satu karakteristik dari extinction adalah bahwa tingkah laku dapat muncul kembali
setelah beberapa waktu tidak muncul. Hal ini disebut sebagai spontaneous recovery. Spontaneous
recovery adalah kecenderungan alami perilaku untuk terjadi lagi di (dalam) situasi yang serupa
dengan situasi dimana extinction belum terjadi. Contohnya: Seorang anak yang kembali menangis
di tengah malam (untuk mendapatkan perhatian) setelah sebelumnya telah terjadi extinction. Jika ia
tidak mendapatkan perhatian dari tangisan itu, maka ia tidak akan lagi menangis di tengah malam
untuk waktu yang lama. Namun demikian jika tingkah lakunya ini (kembali menangis di tengah
malam – spontaneous recovery) saat ini mendapatkan penguatan, maka effek dari extinction akan
hilang (Suyono, 2011).
B. Spontaneus Recovry Menurut Pandangan Islam
Spontaneous recovery adalah sebuah fenomena di mana seseorang mengalami pemulihan dari
suatu penyakit atau masalah tanpa intervensi medis atau psikologis yang signifikan. Dalam
perspektif Islam, spontanitas recovery dapat dijelaskan sebagai karunia Allah SWT kepada hamba-
Nya yang sedang mengalami kesulitan atau penyakit (Wahyuni & Safa, 2015).
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan apabila Aku menjadikan seseorang sakit, maka
Akulah yang menyembuhkannya" (QS. Asy-Syu'araa:80). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT
adalah Sang Penyembuh sejati yang memiliki kekuasaan untuk menyembuhkan penyakit atau
kesulitan yang dialami oleh manusia (Shihab, 2020)
Namun, bukan berarti seseorang tidak perlu melakukan upaya untuk memperbaiki kondisi
kesehatan atau mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam Islam, manusia diharapkan untuk selalu
berikhtiar dan berusaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi, namun dalam kesempatan tertentu,
Allah SWT dapat memberikan karunia berupa spontaneous recovery (Thoha et al., 2004).
Dalam konteks kesehatan, Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga kesehatan dan
melakukan upaya pencegahan agar terhindar dari berbagai penyakit. Rasulullah SAW bersabda,
"Hak seorang Muslim terhadap sesama Muslim ada enam: apabila kamu bertemu dengannya, maka
ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia sakit, maka kunjungilah dia, apabila dia meninggal dunia,
maka ikutlah jenazahnya, apabila dia mengundangmu, maka terimalah undangannya, apabila dia
bersin, maka ucapkanlah kepada dia yarhamukallah, dan apabila dia berbicara, maka dengarkanlah
perkataannya" (HR. Bukhari).
Dalam kesimpulannya, dalam perspektif Islam, spontaneous recovery dapat dijelaskan
sebagai karunia Allah SWT kepada hamba-Nya yang sedang mengalami kesulitan atau penyakit.
Meskipun demikian, manusia diharapkan untuk selalu berikhtiar dan berusaha untuk mengatasi