456
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
SPONTANEOUS RECOVERE
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
Institut Agama Islam Negeri, Syaikh Abdurrahman Siddik, Bangka Belitung, Indonesia
fkrfr15@gmail.com, temsapfran@gmail.com, fatmaharahap80@gmail.com
Abstrak
Spontaneous recovery yaitu munculnya kembali tingkah laku tertentu setelah beberapa waktu tidak
muncul. Spontaneous recovery cenderung mengalami perilaku terjadi lagi di dalam situasi yang serupa
dengan situasi dimana extinction belum terjadi. Karakteristik ekstingsi adalah perilaku mungkin terjadi
lagi setelah tidak terjadi selama beberapa waktu dan disebut spontaneus recovery. Spontaneus recovery
mungkin terjadi lagi dalam situasi yang hampir mirip/sama dan mendapat penguatan sebelum ekstingsi.
Hasil dari observasi dan wawancara dapat disimpulkan jika semua manusia dapat berubah kapan pun jika
ada pendamping dan pengarahan dari orang lain. Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dengan
subjek tunggal, sehingga efek dari modifikasi yang telah diberikan dapat dievaluasi dengan baik. Adapun
metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara disertai observasi.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang, berusia 17 tahun, dan mengalami perilaku non adaptif
yakni sering mengigau ditengah malam jika dia sering bergadang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
program modifikasi perilaku dengan metode penghapusan (extinction) untuk mengurangi perilaku subjek
tersebut dapat dikatakan berhasil. Perubahan frekuensi perilaku mengigau saat sering bergadang
membanting pintu mengalami penurunan yang cukup berarti. Meskipun hingga saat ini subjek terkadang
masih menigau saat sering bergadang. Hal ini dikarenakan orang tua kurang tegas dalam penerapan aturan
di rumah. Perubahan perilaku mengompol subjek yang cukup baik ini tidak terlepas dari peran orang tua
yang bersedia untuk membantu peneliti dalam menerapkan aturan-aturan pelaksanaan modifikasi perilaku
ini di rumah.
Kata kunci: Spontaneous; Recovery; prilaku
Abstract
Spontaneous recovery is the reappearance of certain behaviors after some time has not appeared.
Spontaneous recovery tends to experience the behavior occurring again in situations similar to situations
where extinction has not occurred. A characteristic of extingency is that the behavior may occur again
after not occurring for some time and is called spontaneous recovery. Spontaneous recovery may occur
again in similar situations and receive reinforcement before extingion. The results of observations and
interviews can be concluded if all humans can change at any time if there is a companion and direction
from others. This research uses the case study method with a single subject, so that the effect of the
modifications that have been given can be evaluated properly. The data collection method used in this
study was an interview accompanied by observation. The subjects in this study were one person, aged 17
years, and experienced non-adaptive behavior that was often delirious in the middle of the night if he
often stayed up late. The results of this study show that behavior modification programs with extinction
methods to reduce the behavior of these subjects can be said to be successful. Changes in the frequency
of delirious behavior when often staying up late slamming doors have decreased significantly. Although
until now the subject is still delirious when often staying up late. This is because parents are less firm in
applying rules at home. This change in bedwetting behavior is quite good because of the role of parents
who are willing to assist researchers in implementing the rules of implementing this behavior modification
at home.
Keywords: Spontaneous; Recovery; Attitude
PENDAHULUAN
Pada anak usia dini, anak mulai mampu merasakan dan mengekspresikan apa yang mereka
rasakan. Mereka mulai mengenal rasa senang, sedih, marah, kecewa dan sebagainya. Saat anak
mengekspresikan emosinya, terkadang orang tua atau pendidik kurang memperhatikan dan
membimbing anak untuk dapat menerima apa yang anak rasakan sehingga anak mampu
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 6, Juni 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
457
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
Spontaneous Recovere
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
mengekspresikan dan menyalurkan emosinya secara positif. Orang tua atau pendidik lebih sering untuk
meredam emosi anak yang berakibat emosi anak tidak tersalurkan. Apabila hal ini terjadi secara terus-
menerus, maka akan terbentuk tumpukan emosi negatif pada anak yang nantinya dapat meledak tidak
terkendali (Aden, 2016).
Hurlock dalam berpendapat bahwa anak yang dapat melumpuhkan emosi kemarahannya dengan
wajar, maka anak akan menampakkan gambaran emosi yang tenang. Dalam konteks ini, emosi yang
dimaksud adalah bagaimana cara anak untuk dapat mengendalikan emosinya yang umumnya saat
marah, anak mengekspresikan emosinya dengan raut wajah, gaya tubuh, dan perkataan anak. Anak yang
berhasil mengelola emosinya pada kondisi tertentu, maka anak tersebut dinilai sudah mampu
mengendalikan emosinya sendiri (emotional control). Namun, masih terdapat anak yang memiliki
kegagalan dalam mengelola emosinya yang diakibatkan oleh banyak faktor. Mayoritas anak yang gagal
dalam mengelola emosinya, seringkali menangis, merengek, menjerit, membanting atau merusak
barang, menghentakkan kakinya maupun berguling-guling. Perilaku pada anak tersebut merupakan
bentuk perilaku negatif dan emosi yang berlebihan atau disebut dengan temper tantrum (Syamsu Yusuf
& Wildani, 2017).
Teknik modifikasi perilaku penghapusan (extinction) merupakan suatu strategi menghentikan
penguatan terhadap perilaku yang tidak tepat atau tidak pantas. Extinction merupakan penghentian
penguatan. Jika dalam suatu kasus dimana pada perilaku sebelumnya individu mendapat penguatan,
maka kemudian tidak lagi dikuatkan sehingga akan ada kecenderungan penurunan perilaku, hal inilah
yang dinamakan munculnya suatu pelenyapan atau pemusnahan (extinction). Extinction adalah sebuah
prinsip dasar perilaku (Nurjan, 2016).
Teknik penghapusan (extinction) juga merupakan suatu strategi menghentikan penguatan
terhadap perilaku yang tidak tepat atau tidak pantas. Hal ini dikarenakan banyaknya perilaku yang tidak
tepat dipertahankan akibat adanya penguatan positif terhadap perilaku tersebut. Sebagai contoh,
orangtua yang kurang peka terkadang cenderung lebih memperhatikan perilaku yang tidak baik dari
anaknya, seperti menegur, memarahi, membentak, dan sebagainya tanpa sedikitpun memperhatikan hal-
hal baik yang dilakukan oleh anaknya, seperti memuji prestasi-prestasi dan kelakuan baik anakanaknya.
Dalam hal ini, sangat diperlukan adanya suatu pelenyapan terhadap penguatan pada hal-hal negatif yang
dilakukan anaknya dan lebih memperhatikan dan memunculkan penguatan pada hal-hal positif yang
dilakukan si anak (Sa’idah, 2019).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengertian spontaneous recovery, dan mengetahui
spontaneous recovery menurut padandangan islam.
METODE PENELITIAN
Adapun jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana metode penelitian ini
mengutamakan penelitian yang bersifat deskriptif untuk mendeskripsikan dan menganalisis berbagai
kejadian, fenomena, peristiwa serta aktivitas yang ada pada objek penelitian. Alasan peneliti melakukan
pendekatan kualititaif adalah untuk menganalisis terkait peristiwa dan kejadian (Anggito & Setiawan,
2018).
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Spontaneous Recovery
Spontaneous recovery yaitu munculnya kembali tingkah laku tertentu setelah beberapa waktu
tidak muncul. Spontaneous recovery cenderung mengalami perilaku terjadi lagi di dalam situasi
yang serupa dengan situasi dimana extinction belum terjadi. Karakteristik ekstingsi adalah perilaku
mungkin terjadi lagi setelah tidak terjadi selama beberapa waktu dan disebut spontaneus recovery.
Spontaneus recovery mungkin terjadi lagi dalam situasi yang hampir mirip/sama dan mendapat
penguatan sebelum ekstingsi (Suryabrata, 2011).
Ekstingsi sama artinya dengan mengabaikan perilaku. Hal ini kurang tepat karena
ekstingsi adalah menghilangkan penguatan atau “reinforcement” pada perilaku tertentu. Tidak
semua “teknik ekstingsi” cocok untuk semua kasus. Sikap “mengabaikan” sebagai bentuk ekstingsi
bisa dilakukan jika mengabaikan tersebut memiliki “efek penguatan”. Contoh: anak selalu marah
ketika diminta untuk mengembalikan gadgetnya, lalu orang tua mengambil tindakan mengabaikan,
458
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
Spontaneous Recovere
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
maka perilaku tersebut tidak akan hilang (karena perilaku anak tersebut diperkuat atau di reinforce)
sehingga mengabaikan sebagai ekstingsi bukan teknik yang tepat (Farihah & Aflahani, 2021).
Faktor yang mempengaruhi ekstingsi:
1. Skedule pemberian jadwal sebelum ekstingsi. Intermittent reinforcement sebelum ekstingsi
membuat ekstingsi resisten, karena tidak tahu apakah itu ekstingsi atau intermittent
reinforcement. Contoh: klien tidak tahu apakah perlakuan itu pemberian reinforcement yang
berselang ataukah ekstingsi. Sementara continous reinforcement sebelum ekstingsi tidak begitu
resisten. Pada pemberianan/penjadwalan reinforcement yang kontinyu, setiap saat target perilaku
tercapai maka reinforcement diberikan; sedangkan dalam penjadwalan pemberian reinforcement
yang intermittent (berselang-seling), tidak setiap kali perilaku target tercapai maka akan diberi
pengutan. Saat tingkah laku secara kontinyu diperkuat (dengan penjadwalan reinforcement yang
kontinyu), maka tingkah laku tersebut akan menurun secara cepat saat reinforcement/penguat
dihentikan. Di sisi yang lain, saat tingkah laku diperkuat dengan penjadwalan yang berselang-
seling, maka tingkah laku tersebut akan menurun lebih perlahan saat reinforcement/penguat
dihentikan. Hal ini terjadi karena perubahan dari reinforcement ke extinction menjadi sangat
berbeda (discriminable) ketika tingkah laku diperkuat setiap kali dibandingkan dengan tingkah
laku yang hanya diperkuat sesekali.
2. Reinforcement yang terjadi setelah ekstingsi. Kalau reinforcement terjadi ketika proses ektingsi,
maka pengurangan prilaku membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika reinforcemnt terjadi di
fase spontaneous recovery maka intensitas untuk perilaku yang tidak diinginkan meningkat ke
level yang lebih lagi.
Salah satu karakteristik dari extinction adalah bahwa tingkah laku dapat muncul kembali
setelah beberapa waktu tidak muncul. Hal ini disebut sebagai spontaneous recovery. Spontaneous
recovery adalah kecenderungan alami perilaku untuk terjadi lagi di (dalam) situasi yang serupa
dengan situasi dimana extinction belum terjadi. Contohnya: Seorang anak yang kembali menangis
di tengah malam (untuk mendapatkan perhatian) setelah sebelumnya telah terjadi extinction. Jika ia
tidak mendapatkan perhatian dari tangisan itu, maka ia tidak akan lagi menangis di tengah malam
untuk waktu yang lama. Namun demikian jika tingkah lakunya ini (kembali menangis di tengah
malam spontaneous recovery) saat ini mendapatkan penguatan, maka effek dari extinction akan
hilang (Suyono, 2011).
B. Spontaneus Recovry Menurut Pandangan Islam
Spontaneous recovery adalah sebuah fenomena di mana seseorang mengalami pemulihan dari
suatu penyakit atau masalah tanpa intervensi medis atau psikologis yang signifikan. Dalam
perspektif Islam, spontanitas recovery dapat dijelaskan sebagai karunia Allah SWT kepada hamba-
Nya yang sedang mengalami kesulitan atau penyakit (Wahyuni & Safa, 2015).
Dalam Al-Quran, Allah SWT berfirman: "Dan apabila Aku menjadikan seseorang sakit, maka
Akulah yang menyembuhkannya" (QS. Asy-Syu'araa:80). Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT
adalah Sang Penyembuh sejati yang memiliki kekuasaan untuk menyembuhkan penyakit atau
kesulitan yang dialami oleh manusia (Shihab, 2020)
Namun, bukan berarti seseorang tidak perlu melakukan upaya untuk memperbaiki kondisi
kesehatan atau mengatasi masalah yang dihadapi. Dalam Islam, manusia diharapkan untuk selalu
berikhtiar dan berusaha untuk mengatasi masalah yang dihadapi, namun dalam kesempatan tertentu,
Allah SWT dapat memberikan karunia berupa spontaneous recovery (Thoha et al., 2004).
Dalam konteks kesehatan, Islam juga mengajarkan pentingnya menjaga kesehatan dan
melakukan upaya pencegahan agar terhindar dari berbagai penyakit. Rasulullah SAW bersabda,
"Hak seorang Muslim terhadap sesama Muslim ada enam: apabila kamu bertemu dengannya, maka
ucapkanlah salam kepadanya, apabila dia sakit, maka kunjungilah dia, apabila dia meninggal dunia,
maka ikutlah jenazahnya, apabila dia mengundangmu, maka terimalah undangannya, apabila dia
bersin, maka ucapkanlah kepada dia yarhamukallah, dan apabila dia berbicara, maka dengarkanlah
perkataannya" (HR. Bukhari).
Dalam kesimpulannya, dalam perspektif Islam, spontaneous recovery dapat dijelaskan
sebagai karunia Allah SWT kepada hamba-Nya yang sedang mengalami kesulitan atau penyakit.
Meskipun demikian, manusia diharapkan untuk selalu berikhtiar dan berusaha untuk mengatasi
459
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
Spontaneous Recovere
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
masalah yang dihadapi serta menjaga kesehatan dan melakukan upaya pencegahan agar terhindar
dari berbagai penyakit (Ramayulis, 2019).
Spontaneous recovery dalam psikologi didefinisikan sebagai pemulihan kondisi atau
perbaikan masalah kesehatan mental secara alami tanpa adanya intervensi atau pengobatan tertentu.
Namun, dari perspektif Islam, pemulihan kondisi atau masalah kesehatan mental dapat dipahami
sebagai sebuah karunia dari Allah SWT yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, baik melalui
proses alami atau melalui pengobatan (Muhaimin, 2020).
Dalam Islam, penyembuhan dari segala macam penyakit dianggap sebagai rahmat dari Allah
SWT, dan setiap upaya yang dilakukan manusia untuk penyembuhan penyakit adalah sebuah ikhtiar
atau usaha yang dianjurkan dalam agama. Dalam hal ini, spontan recovery dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk rahmat dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang untuk menyembuhkan
masalah kesehatan mental tanpa intervensi atau pengobatan tertentu.
Namun, di sisi lain, Islam juga mendorong umatnya untuk melakukan tindakan preventif dan
pengobatan untuk mengatasi masalah kesehatan mental. Sebagai seorang muslim, kita diharapkan
untuk berusaha keras dalam mencari pengobatan atau bantuan dari ahli kesehatan mental yang
terpercaya dan melakukan ikhtiar dengan tulus dan ikhlas dalam upaya penyembuhan (Sarwono,
2017).
Dalam Islam, spontan recovery tidak hanya dipandang sebagai keajaiban semata, namun juga
sebagai karunia dan anugerah dari Allah SWT. Oleh karena itu, selain berusaha mencari pengobatan,
kita juga perlu selalu berdoa dan berserah diri kepada Allah SWT, dan meminta pertolongan-Nya
dalam mengatasi masalah kesehatan mental yang kita hadapi (Mahmudah, 2010).
KESIMPULAN
Spontaneous recovery yaitu munculnya kembali tingkah laku tertentu setelah beberapa waktu
tidak muncul. Spontaneous recovery cenderung mengalami perilaku terjadi lagi di dalam situasi yang
serupa dengan situasi dimana extinction belum terjadi. Karakteristik ekstingsi adalah perilaku mungkin
terjadi lagi setelah tidak terjadi selama beberapa waktu dan disebut spontaneus recovery. Spontaneus
recovery mungkin terjadi lagi dalam situasi yang hampir mirip/sama dan mendapat penguatan sebelum
ekstingsi.
Spontaneous recovery dalam psikologi didefinisikan sebagai pemulihan kondisi atau perbaikan
masalah kesehatan mental secara alami tanpa adanya intervensi atau pengobatan tertentu. Namun, dari
perspektif Islam, pemulihan kondisi atau masalah kesehatan mental dapat dipahami sebagai sebuah
karunia dari Allah SWT yang dapat terjadi kapan saja dan di mana saja, baik melalui proses alami atau
melalui pengobatan.
Dalam Islam, penyembuhan dari segala macam penyakit dianggap sebagai rahmat dari Allah
SWT, dan setiap upaya yang dilakukan manusia untuk penyembuhan penyakit adalah sebuah ikhtiar
atau usaha yang dianjurkan dalam agama. Dalam hal ini, spontan recovery dapat dipandang sebagai
salah satu bentuk rahmat dari Allah SWT yang diberikan kepada seseorang untuk menyembuhkan
masalah kesehatan mental tanpa intervensi atau pengobatan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Aden, R. (2016). Serba-serbi pendidikan anak.
Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher).
Farihah, I. U., & Aflahani, A. P. E. (2021). Pengaruh Modifikasi Perilaku Penghapusan (Extinction)
Pada Perilaku Membanting Pintu & Melempar Barang Saat Marah Pada Anak Usia 5-6 Tahun.
JURNAL LENTERA ANAK, 2(02).
Mahmudah, S. (2010). Psikologi sosial: Sebuah pengantar. UIN-Maliki Press.
Muhaimin, M. A. (2020). Paradigma Pendidikan Islam. PT Remaja Rosdakarya.
Nurjan, S. (2016). Psikologi belajar. Wade Group.
Ramayulis, H. (2019). Psikologi agama.
Sa’idah, I. (2019). Teori dan Teknik Konseling. IAIN Madura Press.
460
Fikri Firmansyah, Sapfran Guyana, Fatma Sylvana Dewi Harahap
Spontaneous Recovere
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Sarwono, S. W. (2017). Pengantar Psikologi Sosial. In Psikologi sosial (pp. 128). Salemba Humanika.
Shihab, M. Q. (2020). al-Quran dan Maknanya. Lentera Hati.
Suryabrata, S. (2011). Psikologi pendidikan.
Suyono, H. (2011). Belajar dan pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Syamsu Yusuf, L. N., & Wildani, M. D. (2017). Bimbingan dan Konseling Perkembangan: Suatu
Pendekatan Komprehensif.
Thoha, C., Zuhri, S., & Yahya, S. (2004). Metodologi pengajaran agama. Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo.
Wahyuni, E. N., & Safa, A. (2015). Teori belajar dan pembelajaran/Baharuddin.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License