2774-5147
2016). Akta Autentik memiliki kekuatan pembuktian formal berupa kebenaran dan kepastian tanggal
Akta, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam Akta, identitas dari orang-orang yang hadir atau
comparaten maupun tempat dimana Akta itu dibuat sehingga berlaku terhadap setiap orang
(Pancapuri, 2016). Dilain sisi, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 angka 1
menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT merupakan pejabat umum yang
memiliki kewenangan untuk membuat Akta-Akta autentik mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun, dan Akta pemberian kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan
(Harsono, 2007).
Perlindungan dan jaminan hukum bagi Notaris dan PPAT wajib diberikan untuk tercapainya
fungsi pelayanan hukum. Notaris dan PPAT akan mendapat perlindungan hukum dari Undang-
Undang jika dalam bertugas dan melakukan tanggung jawab memberikan kesaksian di muka
pengadilan. Salah satu perlindungan hukum terhadap Notaris dan PPAT disebut sebagai Hak Ingkar.
Hak Ingkar adalah hak bagi Notaris dan PPAT untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan
yang tidak terbatas akan hal yang tercantum dalam Akta yang dibuatnya dan dapat disebut sebagai
kewajiban untuk tidak berbicara. Notaris dan PPAT dapat menggunakan hak ingkar dengan catatan
memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat, bahaya dikenakan hukuman pidana, kedudukan;
pekerjaan dan rahasia jabatan (Aman, 2019).
Pembuatan Akta Autentik oleh Notaris dan PPAT tidak jarang menimbulkan permasalahan di
para pihak. Hal ini akibat Akta tersebut dicurigai memuat keterangan palsu yang merugikan salah
satu pihak maupun kedua belah pihak sehingga Notaris dan PPAT dijadikan saksi hingga di panggil
dalam persidangan (Sjaifurrachman & Adjie, 2011). Bentuk perlindungan yang diberikan berlaku
terhadap Notaris dan PPAT yang telah melakukan kegiatan pembuatan Akta sesuai aturan hukum
maupun peraturan perundang-undangan. Dilain hal juga untuk memberikan perlindungan terhadap
Notaris dan PPAT yang telah melaksanakan tugas atau kewajiban dengan sifat kehati-hatian dan
profesionalitas (Wijayanto, 2017).
Salah satu contoh Notaris dan PPAT yang terlibat dalam kasus keterangan palsu tertera di
perkara Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL. Bahwa penggugat menikah dengan Haryanti H dan
dikaruniai 7 orang anak yaitu Yans Hdiono (Tergugat I), Merli Chandra, Ronni Chandra, Hans
Chandra, Ruddy Hadiono, Andrey Cahyadi dan Winandar Winardo. Selain itu penggugat juga
memiliki beberapa bidang tanah yang dibelinya sejak tahun 1970an dan yang kemudian dibangunkan
beberapa buah ruko. Salah satu ruko tersebut kemudian ditempati dengan nama toko sumber waja
yang dipergunakan untuk menjual bahan bangunan. Tahun 1992, penggugat membeli sebidang tanah
beserta bangunan ruko yang ada di atasnya milik Hasanuddin berdasarkan Sertifikat Hak Milik
Nomor 316/1979, seluas 89 m2 yang terletak di sebelah barat dari ruko miliknya, kelurahan kamonji
(kini kelurahan siranindi). Hal Ikhwal pembelian tanah beserta bangunan ruko tersebut pada tahun
1990, ayah kandung hasanudin dan hasanudin membangun ruko di atas tanah yang bahan-bahannya
diambil dari toko penggugat (toko sumber waja) kurang lebih Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah). Kemudian pada tahun 1992, ayah kandung dari hasanudin dan atas persetujuan hasanudin
sepakat menjual tanah beserta bangunan ruko kepada penggugat dengan harga Rp 175.000.000,00
(seratus tujuh puluh lima juta rupiah) dihitung dengan harga bahan bangunan yang telah diambilnya
sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Pada tahun 1992 bulan desember karena
kondisi kesehatan penggugat menurun, sehingga berobat ke surabaya dan atas dasar kepercayaan
penggugat kepada anak tertuanya yaitu Yans Hadiono (tergugat I) penggugat menyuruh anak
tertuanya (tergugat I) agar terhadap tanah beserta bangunan yang dibeli penggugat dari hasanudin
itu di tindaklanjuti secara formal dengan AJB. Sehingga pada tanggal 11 Januari 1993, tergugat I
dan hasanudin menemui notaris hans kansil, S.H. (tergugat III) agar dibuatkan AJB No. 22/7
P.B/1993 tanggal 11 Januari 1993. Penggugat sama sekali tidak mengetahui tindakan tergugat I yang
dengan sengaja melawan hukum tanpa persetujuan dan izin dari penggugat memasukkan namanya
selaku pembeli dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris Hans Kansil S.H., (Tergugat III). Hal ini
baru diketahui pada bulan juli 2012 saat salah seorang anak memberitahukan bahwa tanah beserta
tuko yang telah dibelinya dari Hasanudin tersebut telah dijual oleh tergugat i kepada tergugat ii.
Penggugat juga telah berusaha mengkomunikasikan degan tergugat I namun tidak dihiraukan.
Selanjutnya pada bulan Agustus 2012, Penggugat menemui Hasanudin selaku pemilik tanah semula