513
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
ANALISA PERLINDUNGAN HUKUM NOTARIS DAN PPAT DALAM
PEMBUATAN AKTA BERDASARKAN KETERANGAN PALSU
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Universitas Tarumanagara, Jakarta, Indonesia
Email : khairunnisariani@yahoo.com, mellaismelina@yahoo.com
Abstrak
Notaris dan PPAT merupakan pejabat publik yang berwenang membuat atau mengesahkan kontrak, akta,
dan dokumen lain untuk digunakan oleh para pihak. Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT adalah
pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta yang bersinggungan dengan hak atas tanah.
Lebih lanjut, Notaris dan PPAT harus menjunjung tinggi nilai integritas dan moral. Notaris dan PPAT
membutuhkan perlindungan dan jaminan hukum dalam melaksanakan fungsi pelayanan hukum. Selain itu
juga melindungi Notaris dan PPAT yang melaksanakan tugas atau kewajiban dengan sifat kehati-hatian
dan profesionalitas sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan. Dalam praktik
sehari-hari, Notaris dan PPAT terkadang menjumpai informasi atau dokumen palsu dari para pihak,
sehingga Notaris dan PPAT diduga terlibat dalam kasus pidana atau perdata. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis ketentuan hukum perlindungan Notaris dan PPAT dalam pembuatan Akta
berdasarkan Keterangan Palsu Dari Para Pihak (Studi Kasus Putusan Nomor 73/PDT.G/2012/PN.PL).
Metode penelitian yang digunakan penulis merupakan pendekatan hukum normatif atau analisis data
deskriptif kualitatif. Hasil kajian penulis menyatakan Notaris dan PPAT berhak mendapatkan
perlindungan hukum untuk menciptakan kepastian hukum sebagai pejabat publik yang berfungsi
memberikan pelayanan kepada masyarakat. Notaris dan PPAT tidak bertanggung jawab terhadap
penipuan dan kesalahan yang disebabkan atau berasal dari para pihak. Notaris dan PPAT hanya bertugas
mencatat apa yang dijelaskan oleh para pihak dan dituangkan dalam Akta. Negara kemudian memberikan
perlindungan hukum melalui peraturan hukum yang ada.
Kata kunci: Notaris &PPAT, Akta, Keterangan Palsu, Perlindungan Hukum
Abstract
Notaries and PPAT are public officials who are authorized to make or certify contracts, deeds, and other
documents for use by the parties. Land Deed Making Officer or PPAT is a general official who is
authorized to make deeds that intersect with land rights. Furthermore, Notaries and PPAT must uphold
the values of integrity and morals. Notaries and PPAT require legal protection and guarantees in carrying
out legal service functions. In addition, it also protects Notaries and PPAT who carry out duties or
obligations with prudence and professionalism in accordance with the provisions of laws and regulations.
In daily practice, Notaries and PPAT sometimes encounter false information or documents from the
parties, so that Notaries and PPAT are suspected of being involved in criminal or civil cases. The purpose
of this study is to analyze the legal provisions of Notary and PPAT protection in making Deeds based on
False Information from the Parties (Case Study of Decision Number 73/PDT. G/2012/PN.PL). The
research method used by the author is a normative legal approach or qualitative descriptive data analysis.
The results of the author's study state that Notaries and PPAT are entitled to legal protection to create
legal certainty as public officials who function to provide services to the community. Notaries and PPAT
are not responsible for fraud and errors caused or originating from the parties. Notaries and PPAT are
only in charge of recording what is explained by the parties and stated in the Deed. The state then provides
legal protection through existing legal regulations
Keywords: Notary & PPAT, Deed, False Information, Legal Protection
PENDAHULUAN
Notaris disebut sebagai pejabat yang memiliki profesi terhormat, luhur dan mulia (officium
nobile). Notari berwenang membuat Akta Autentik tentang keadaan, peristiwa dan/ atau perbuatan
hukum yang bersangkutan. Para pihak wajib hadir di hadapan Notaris dengan tujuan agar tindakan
atau perbuatan yang dilakukan langsung dicatatkan ke dalam Akta Autentik. Dengan dibuatnya Akta
Autentik tersebut, otomatis tercipta hubungan hukum antara Notaris dan para pihak terkait (Sagala,
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 6, Juni 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
514
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
2016). Akta Autentik memiliki kekuatan pembuktian formal berupa kebenaran dan kepastian tanggal
Akta, kebenaran tanda tangan yang terdapat dalam Akta, identitas dari orang-orang yang hadir atau
comparaten maupun tempat dimana Akta itu dibuat sehingga berlaku terhadap setiap orang
(Pancapuri, 2016). Dilain sisi, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Pasal 1 angka 1
menyatakan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT merupakan pejabat umum yang
memiliki kewenangan untuk membuat Akta-Akta autentik mengenai hak atas tanah atau hak milik
atas satuan rumah susun, dan Akta pemberian kuasa untuk membebankan Hak Tanggungan
(Harsono, 2007).
Perlindungan dan jaminan hukum bagi Notaris dan PPAT wajib diberikan untuk tercapainya
fungsi pelayanan hukum. Notaris dan PPAT akan mendapat perlindungan hukum dari Undang-
Undang jika dalam bertugas dan melakukan tanggung jawab memberikan kesaksian di muka
pengadilan. Salah satu perlindungan hukum terhadap Notaris dan PPAT disebut sebagai Hak Ingkar.
Hak Ingkar adalah hak bagi Notaris dan PPAT untuk memberikan kesaksian di muka pengadilan
yang tidak terbatas akan hal yang tercantum dalam Akta yang dibuatnya dan dapat disebut sebagai
kewajiban untuk tidak berbicara. Notaris dan PPAT dapat menggunakan hak ingkar dengan catatan
memiliki hubungan keluarga yang sangat dekat, bahaya dikenakan hukuman pidana, kedudukan;
pekerjaan dan rahasia jabatan (Aman, 2019).
Pembuatan Akta Autentik oleh Notaris dan PPAT tidak jarang menimbulkan permasalahan di
para pihak. Hal ini akibat Akta tersebut dicurigai memuat keterangan palsu yang merugikan salah
satu pihak maupun kedua belah pihak sehingga Notaris dan PPAT dijadikan saksi hingga di panggil
dalam persidangan (Sjaifurrachman & Adjie, 2011). Bentuk perlindungan yang diberikan berlaku
terhadap Notaris dan PPAT yang telah melakukan kegiatan pembuatan Akta sesuai aturan hukum
maupun peraturan perundang-undangan. Dilain hal juga untuk memberikan perlindungan terhadap
Notaris dan PPAT yang telah melaksanakan tugas atau kewajiban dengan sifat kehati-hatian dan
profesionalitas (Wijayanto, 2017).
Salah satu contoh Notaris dan PPAT yang terlibat dalam kasus keterangan palsu tertera di
perkara Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL. Bahwa penggugat menikah dengan Haryanti H dan
dikaruniai 7 orang anak yaitu Yans Hdiono (Tergugat I), Merli Chandra, Ronni Chandra, Hans
Chandra, Ruddy Hadiono, Andrey Cahyadi dan Winandar Winardo. Selain itu penggugat juga
memiliki beberapa bidang tanah yang dibelinya sejak tahun 1970an dan yang kemudian dibangunkan
beberapa buah ruko. Salah satu ruko tersebut kemudian ditempati dengan nama toko sumber waja
yang dipergunakan untuk menjual bahan bangunan. Tahun 1992, penggugat membeli sebidang tanah
beserta bangunan ruko yang ada di atasnya milik Hasanuddin berdasarkan Sertifikat Hak Milik
Nomor 316/1979, seluas 89 m2 yang terletak di sebelah barat dari ruko miliknya, kelurahan kamonji
(kini kelurahan siranindi). Hal Ikhwal pembelian tanah beserta bangunan ruko tersebut pada tahun
1990, ayah kandung hasanudin dan hasanudin membangun ruko di atas tanah yang bahan-bahannya
diambil dari toko penggugat (toko sumber waja) kurang lebih Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta
rupiah). Kemudian pada tahun 1992, ayah kandung dari hasanudin dan atas persetujuan hasanudin
sepakat menjual tanah beserta bangunan ruko kepada penggugat dengan harga Rp 175.000.000,00
(seratus tujuh puluh lima juta rupiah) dihitung dengan harga bahan bangunan yang telah diambilnya
sebesar Rp 40.000.000,00 (empat puluh juta rupiah). Pada tahun 1992 bulan desember karena
kondisi kesehatan penggugat menurun, sehingga berobat ke surabaya dan atas dasar kepercayaan
penggugat kepada anak tertuanya yaitu Yans Hadiono (tergugat I) penggugat menyuruh anak
tertuanya (tergugat I) agar terhadap tanah beserta bangunan yang dibeli penggugat dari hasanudin
itu di tindaklanjuti secara formal dengan AJB. Sehingga pada tanggal 11 Januari 1993, tergugat I
dan hasanudin menemui notaris hans kansil, S.H. (tergugat III) agar dibuatkan AJB No. 22/7
P.B/1993 tanggal 11 Januari 1993. Penggugat sama sekali tidak mengetahui tindakan tergugat I yang
dengan sengaja melawan hukum tanpa persetujuan dan izin dari penggugat memasukkan namanya
selaku pembeli dalam akta yang dibuat dihadapan Notaris Hans Kansil S.H., (Tergugat III). Hal ini
baru diketahui pada bulan juli 2012 saat salah seorang anak memberitahukan bahwa tanah beserta
tuko yang telah dibelinya dari Hasanudin tersebut telah dijual oleh tergugat i kepada tergugat ii.
Penggugat juga telah berusaha mengkomunikasikan degan tergugat I namun tidak dihiraukan.
Selanjutnya pada bulan Agustus 2012, Penggugat menemui Hasanudin selaku pemilik tanah semula
515
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
dan mempertanyakan bagaimana pertama kali proses jual beli tersebut dan mengapa kemudian
sertifikat Hak Milik No. 316/1979 tersebut dibalik nama atas nama tergugat I. Namun Hasanudin
sendiri karena keterbatasan pengetahuannya akan prosedur formal jual beli sama sekali tidak
mengetahui kenapa SHM menjadi atas nama Tergugat I karena berdasarkan kesepakatan jual beli
antara dirinya dengan Penggugat, tidak pernah ada kesepakatan untuk menjual tanah ke tergugat I.
Selanjutnya diketahui bahwa jual beli dilakukan di hadapan Notaris dan PPAT Jao Yuliana, S.H.
(tergugat IV) dengan Nomor AJB 584 B/ 154B/PB-JB/2012 tanggal 20 Juni 2012. Tergugat V juga
telah melakukan peralihan hak dari Hasanudin kepada tergugat I pada tanggal 1 Februari 1993 dan
juga melakukan peralihan hak dari atas nama tergugat I menjadi atas nama tergugat II pada tanggal
12 September 2012. Tergugat I dinilai melakukan perbuatan melawan hukum dan Akta bersangkutan
dinyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum pembuktian. Pembanding mengajukan
Akta Pernyataan Permohonan Banding Nomor: 73/Pdt.G/2012/PN.PL tanggal 23 Mei 2013 yang
dibuat di hadapan Panitera Pengadilan Negeri Palu. Para Pembanding selanjutnya pada tanggal 19
Mei 2014 melalui perantara kuasanya mengajukan permohonan kasasi pada tanggal 28 Mei 2014,
sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi nomor 73/PDT.G/2012.PN.PL jo
05/PDT.2914/PT.PALU yang dibuat oleh Panitera pengadilan negeri palu yang disertai memori
kasasi yang memuat alasan yang diterima di kepaniteraan pengadilan negeri tersebut pada tanggal 9
juni 2014. Selanjutnya perkara berlanjut di tingkat PK dan majelis hakim menimbang bahwa alasan
PK tidak dapat dibenarkan karena alasan pemohon PK berisi keberatan terhadap pendapat judex facti
yang dikuatkan oleh judex juris mengenai sah tidak sahnya jual beli atas objek sengketa antara
tergugat/ pemohon PK dengan tergugat II. Bahwa perbedaan pendapat antara pemohon PK dengan
judex facti/judex juris bukan termasuk kekhilafan atau kekeliruan hakim dalam mengadili suatu
perkara. Selain itu surat yang diajukan oleh Pemohon PK ternyata terbit setelah perkara a quo diputus
oleh judex facti sehingga tidak termasuk bukti baru sebagaimana dimaksud dalam ketentuan 67
huruf b UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No
5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No 3 Tahun 2009. Sehingga permohonan PK ditolak.
Berdasarkan hal tersebut, selanjutnya penulis membuat penelitian berjudul Analisa Perlindungan
Hukum Notaris Dan Ppat Dalam Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu (Studi Kasus
Putusan Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL).” tujuan penelitian ini dibuat adalah guna mengetahui
ketentuan hukum perlindungan Jabatan Notaris dan PPAT dalam pembuatan Akta Jual Beli
berdasarkan keterangan palsu (2) Bagaimana Analisa pertimbangan hakim dan putusan pengadilan
dalam melindungi Notaris dan PPAT atas Keterangan Palsu dari Para Pihak berdasarkan Putusan
Nomor 73/PDT.G/2012/PN.PL.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dimana obyek penelitian
berupa norma hukum, konsep hukum, asas hukum dan doktrin hukum. Jenis penelitian yang digunakan
adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan bersifat publik antara lain:
a. Data arsip yang digunakan untuk kepentingan ilmiah;
b. Data resmi pada instansi pemerintah;
c. Data lain yang dipublikasikan, seperti Putusan maupun Yurisprudensi Mahkamah Agung dan
lainnya.
Selanjutnya sumber data yang digunakan berasal dari data kepustakaan atau Penelitian Hukum
Normatif. Penelitian ini akan meneliti bahan pustaka atau data sekunder dan hukum dikonsepkan
sebagai norma atau kaidah. Teknik pengumpulan data sekunder yang digunakakan adalah studi
dokumen atau studi Pustaka yaitu alat pengumpul data yang dilakukan melalui data tertulis dengan
menggunakan content alaysis yang akan ditunjang dengan wawancara/interview untuk memperjelas
data sekunder yang diperoleh dan tidak dimaksudkan untuk memperoleh data primer.
Selanjutnya akan dilakukan analisa menggunakan metode deduksi dari pengajuan premis mayor
atau pernyataan bersifat umum dan dilanjutkan dengan pengajuan premis minor yang bersifat khusus.
Dari kedua premis tersebut kemudian ditarik kesimpulan atau conclusion.
HASIL DAN PEMBAHASAN
516
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Ketentuan Hukum Perlindungan Jabatan Notaris dan PPAT Dalam Pembuatan Akta Jual Beli
Berdasarkan Keterangan Palsu
MKN Wilayah menurut Pasal 18 Permenkumham Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis
Kehormatan Notaris mempunyai tugas untuk memberikan perlindungan hukum kepada Notaris juga
mempunyai fungsi untuk melakukan pembinaan terkait martabat dan kehormatan Notaris. MKN
Wilayah juga diberikan kewenagan oleh Peraturan Menteri dalam Pasal 20 Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris
terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai implemantasi dari Pasal 66 UUJN.
MPD berwenang untuk mengadakan sidang dan memeriksa Notaris tersebut untuk diketahui
apakah benar dugaan pelanggaran pidana yang dilakukannya terkait dengan Akta yang dibuat.
Kemudian dalam Undang-Undang Nomor: 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, dibentuk lembaga
perlindungan Notaris yang baru yaitu Majelis Kehormatan Notaris (MKN) yang memberikan kontribusi
hukum yang optimal terhadap institusi Notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai perlindungan
hukum. Selanjutnya di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Nomor: M.03.HT.03.10 Tahun 2007 tentang Pengambilan Minuta Akta terdapat ketentuan tentang
pengambilan Minuta Akta. MKN bersifat independent karena keberadaannya tidak merupakan sub
bagian dari pemerintah yang mengangkatnya atau dalam memberi keputusan tidak dapat diganggu
gugat. Bentuk perlindungan tersebut serta ruang lingkup kewenangan MKN diharapkan dapat
memberikan suatu kejelasan terhadap notaris yang mendapat perlindungan hukum dari instansi Notaris.
Tujuan lain yaitu dengan harapan institusi Notaris tidak akan disalahkan oleh pihak lain berkaitan
dengan Akta yang dibuatnya. Namun apabila Notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana atau
kesalahan, maka yang bersangkutan harus bertanggung jawab secara pidana ketika dalam proses
pembuktian.
Alasan pemaaf dalam hukum pidana juga dapat diterapkan dalam putusan karena apa yang
dilakukan oleh notaris merupakan ketidak sengajaan dan ketidAktahuan dari Notaris sehingga bukan
merupakan kesalahan dari pihak Notaris. Notaris baru akan dikenakan pidana dengan batasan yaitu :
a. Terdapat tindakan hukum dari Notaris yan bersangkutan terhadap aspek dari lahiriah, formal dan
materiil akan Akta yang dilkakukan secara sengaja, penuh dengan kesadaran dan terdapat niat yang
direncanakan;
b. Terdapat tindakan hukum yang dilakukan oleh Notaris dalam pembuatan Akta yang tidak sesuai
berdasarkan penilaian yang dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris.
Notaris tidak boleh dimintakan pertanggungjawaban dalam hal unsur penipuan dan kesalahan
dilakukan oleh penghadap sendiri. Hal ini akibat tugas Notaris hanya mencatat apa yang disampaikan
oleh para pihak untuk selanjutnya dituangkan ke dalam Akta atau partij Akta. Keterangan palsu dari
para pihak adalah tanggung jawab yang bersangkutan, sehingga Notaris hanya bertanggung jawab
apabila penipuan tersebut bersumber dari dirinya, kehendaknya atau keinginan Notaris. Namun apabila
sebaliknya, maka Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut akan menjadi kekuatan Akta di bawah tangan.
UUJN belum mengatur secara khusus ketentuan pidana karena berdasarkan pada asas legalitas yang
merupakan prinsip-prinsip dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dalam Undang-
Undang tentang Jabatan Notaris menentukan dalam hal Notaris menjalankan jabatannya terbukti
melakukan pelanggaran, Notaris tersebut dapat dikenai sanksi atau dijatuhkan sanksi berupa sanksi
perdata, administrasi dan kode etik.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Notaris dan PPAT Dr. Winanto Wiryomartani, S.H.,
M.Hum, Contoh : dalam pembuatan Akta pernyataan jual beli dengan bayaran angsuran jika tidak
melakukan pembayaran tepat waktu maka uang muka hangus (Pasal 1338 KUHPerdata : Perjanjian
mengikat para pihak saat ditandatangani sempurna sesuai Pasal 1320 KUHPerdata). Sehingga notaris
517
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
tidak dapat disalahkan, karena hanya mencatat apa yang disampaikan para pihak (tidak bisa disebut
sebagai salah satu pihak). Yurisprudensi 702 dapat digunakan sepanjang Notaris tidak menyimpang
dari Sumpah Jabatan. Ab honesto virum bonum nihil deterret (jika seseorang yang menjalankan jabatan
dengan jujur dan benar akan dijauhkan dari masalah hukum).
Berdasarkan hasil wawancara selanjutnya dengan Notaris dan PPAT Yudeni Thoha, SH. Dalam
menjalankan jabatan sebagai Notaris, apabila ada panggilan terkait masalah hukum harus mendapat
persetujuan dari Majelis Pengawas Notaris. Namun dalam jabatan sebagai PPAT, tidak ada aturan
tersebut sehingga apabila ada panggilan PPAT langsung menghadap sesuai dengan dakwaan yang
dituduhkan. Contoh: perbankan, penipuan dan lain-lain.
Perlindungan hukum selain diberikan oleh Undang-Undang melalui Majelis Kehormatan Notaris,
terdapat perlindungan hukum yang bisa diupayakan oleh Notaris sendiri bilamana terjadi permasalahan,
antara lain (Yunia & Hidayati, 2020) :
a. Menguasai hukum secara baik dan benar terhadap semua ketentuan hukum/peraturan perundang
undangan yang ada hubungan tugas dan jabatannya selaku Notaris. Hukum kenotariatan yang pada
kenyataannya merupakan hutan belantara yaitu banyak sekali ketentuan hukum maupun peraturan
perundang undangan yang wajib dikuasai setiap Notaris;
b. Berusaha mengejar kebenaran materiil atas rencana Akta yang akan dibuat dihadapannya;
c. Notaris harus cerdas, teliti, cermat dan rapih dalam membuat Akta lebih-lebih kalau sudah terkait
dengan aspek hukum yang merupakan perbuatan hukum yang dimuat dalam Akta. Dalam hal
demikian Notaris harus benar-benar cermat dalam arti dikaji ulang jangan sampai kemudian bisa
berakibat merugikan pihak yang terkait sehubungan dengan pembuatan hukum yang dimuat dalam
Akta.
Sebagai langkah mencari kebenaran materiil sebagaimana disebutkan pada poin B diatas, serta
adanya langkah Notaris memberikan edukasi kepada para penghadap akan risiko ataupun konsekuensi
yang timbul atas perbuatan hukum yang akan dilakukan oleh para penghadap, seharusnya dapat
memberi perlindungan bagi diri Notaris itu sendiri. Dalam Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang
tentang Jabatan Notaris menyebutkan “Notaris berwenang memberikan nasihat hukum tentang
pembuatan Akta”. Sehingga keinginan penghadap dituangkan dalam suatu Akta notaris dan notaris
tersebut berwenang memberikan penyuluhan atau nasihat terkait ketentuan hukum terhadap perbuatan
yang dimohonkan oleh penghadap. Notaris perlu melakukan edukasi atau pembinaan sebagai langkah
agar kegiatan yang dilakukan tidak menyampingkan peraturan-peraturan hukum dan Akta yang ada
(Abady & Rahayu, 2023).
Berdasarkan uraian tersebut diatas mengenai bentuk pelindungan hukum yang diberikan oleh
undang-undang kepada Notaris, maka dapat disimpulkan bahwa bilamana terdapat adanya pengaduan
ataupun kasus yang melibatkan Notaris wajib melewati persetujuan dewan yang telah ditetapkan
undang-undang.
Perlindungan moral oleh anggota/pengurus organisasi juga dapat turut diberikan yakni dengan
melakukan pendampingan dengan ikut serta dalam setiap proses pemeriksaan baik dalam tahap
penyidikan ataupun dalam tahap proses persidangan. Ketentuan mengenai organisasi Notaris ditentukan
dalam Pasal 82 ayat (2) UUJN-P yang mengatur Wadah Organisasi Notaris sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) yaitu Ikatan Notaris Indonesia. Pemberian perlindungan hukum kepada anggota, diberikan
dalam rangka sebagai komitmen atas nilai kebersamaan dari sesama rekan seprofesi dan komitmen
terhadap keluhuran martabat Notaris selaku Pejabat Umum. INI bertujuan untuk memberikan jaminan
perlindungan terhadap para Notaris dengan profesi dan jabatannya sebagai pejabat publik. INI adalah
kelanjutan dari De Nederlands-Indische Notarielle Vereeniging yang didirikan di Batavia tanggal 1 Juli
1980. Ini juga mendapat pengesahan badan hukum tanggal 5 September 1908 dan dirubah menjadi INI
518
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
berdasarkan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor C2-1011.HT.01.06 Tahun
1995 sehingga organisasi profesi jabatan Notaris ini berbentuk perkumpulan berbadan hukum (FR,
2021). Perlindungan hukum yang diberikan tersebut oleh negara dengan regulasi atau aturan hukum
dinilai sudah cukup optimal dalam melindungi Notaris,Namun terhadap organisasi Notaris dalam
memberikan perlindungan hukum bagi Notaris pada praktek di lapangan sering ditemukan dan kerap
adanya penyimpangan yang merugikan Notaris sendiri.
Selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah atau PPAT merupakan Pejabat Umum yang diberikan
kewenangan untuk membuat Akta-Akta tanah tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Kemudian PPAT diangkat dan diberhentikan oleh Menteri yang menjalankan sebagian
urusan pemerintahan di bidang pertanahan. Lebih lanjut, PPAT diangkat oleh Pemerintah yang diwakili
oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan melayani kebutuhan masyarakat akan Akta pemindahan
hak atas tanah, Akta pembebanan hak atas tanah dan Akta pemberian kuasa pembebanan hak
tanggungan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Iftitah, 2014).
Menurut Adelman : 2015l Law et.al.: 2018;Halbac-Cotoara-Zamfir et.al :2019 menyebutkan as the
growth of population increase human needs, have an impact on the environment. Sehingga dapat
diartikan, pertumbuhan dari populasi manusia ikut meningkatkan keinginan atau kebutuhan manusia itu
sendiri. Keinginan atau kebutuhan ini selanjutnya berdampak pada lingkungan salah satunya tidak
ramah lingkungan (Susanto et al., 2020).
Dasar hukum PPAT terdiri atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1998 tentang
Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ditentukan peralihan hak atas tanah
didasarkan pada Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang
Pendafataran Tahan jo Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kantor Wilayah Badan Pertanahan
Nasional Nomor 16/2021 (Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 jo Peraturan Menteri ATR
KBPN No.16 Tahun 2021) yang berisi peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun
dengan jual beli, tukar menukar, hibah, serta pemasukan dalam perusahaan (inbreng) dan perbuatan
hukum pemindahan hak lainnya kecuali pemindahahan hak dengan lelang yang hanya dapat didaftarkan
apabila dibuktikan dengan Akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan (DUTA, 2022).
PPAT diwajibkan untuk bisa membuat Akta dengan jujur dan cermat sehingga dapat dijadikan
dasar yang kuat atas pendaftaran pemindahan hak dan pembebanan hak. Akta yang dibuat PPAT juga
akan dijadikan sebagai alat bukti terjadinya perbuatan pengalihan hak atas tanah yang disertai dengan
penyerahan yuridis atau penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-undang.
Akta Jual Beli dalam praktiknya sering mendapati berbagai permasalahan hukum. Salah satunya
permasalahan akibat ketidajujuran para penghadap terkait kebenaran keterangan yang disampaikan
kepada PPAT. Akta Jual Beli tanah tersebut yang sepatutnya memiliki kekuatan hukum yang sempurna
menjadi Akta dibawah tangan atau dinyatakan batal atau batal demi hukum oleh putusan pengadlan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. PPAT hanya bertugas memastikan kebenaran data formil
dari para pihak atau mencatat hal yang disampaikan oleh penghadap atau para pihak. PPAT sendiri tidak
memiliki kewajiban untuk menyelidiki kebenaran materiil dan hal lain yang disampaikan oleh para
penghadap kepada nya. Sebagaimana notaris, Yurisprudensi Nomor 702 K/Sip/1973 tanggal 5
September 1973 dapat dijadikan dasar hukum perlindungan PPAT.
PPAT dalam menjalankan jabatannya akan diawasi oleh Menteri melalui Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan dengan dibantu oleh Majelis Pembina dan
519
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Pengawas PPAT. Pengawasan terhadap PPAT bersifat preventif dan represif dengan tujuan menjaga
PPAT dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
Apabila ditemukan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh PPAT, maka akan dilanjutkan dengan
pemeriksaan lanjutan oleh Majelis Pembina dan Pengawas PPAT. Selanjutnya Majelis Pembina dan
Pengawas PPAT terdiri atas Majelis Pembina dan Pengawas PPAT pusat yang bertempat di
Kementerian. Kemudian Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Wilayah bertempat di kantor Wilayah
Badan Pertanahan Nasional dan Majelis Pembina dan Pengawas PPAT Daerah yang bertempat di
Kantor Pertanahan.
Selanjutnya PPAT juga dilindungi oleh organisasi profesi PPAT yaitu Ikatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (IPPAT) sebagaimana diatur dalam Pasal 65 sampai dengan Pasal 68 Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 1 tentang ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, sepatutnya PPAT
mendapatkan perlindungan hukum dalam persidangan, pemeriksaan dan menjaga rahasia keterangan
ataupun Akta dari berbagai pihak terkait. Perlindungan terhadap Kode Etik PPAT harus ada dan
diketahui IPPAT sebagai bentuk pengawas kinerja IPPAT. Memiliki IPPAT sebagai pengawas
memiliki tugas dan wewenang untuk dapat mendampingi seorang PPAT apabila dipanggil oleh
penyidik, hakim atau kejaksaan. Sebagai bentuk upaya preventif atau untuk menghindari oknum
tertentu yang terlibat penegakan hukum terhadap PPAT saat proses penyidikan ataupun kejaksaan maka
seharusnya perlu adanya peraturan dari Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN
RI) (Din et al., 2017)
Perlindungan PPAT ketika menemui suatu permasalahan hukum terkait Akta yang dibuatnya
belum diatur secara normatif ketentuannya dalam peraturan jabatan PPAT. Hal ini berbeda dengan
jabatan Notaris dimana ketentuan mengenai pemanggilan dan pengambilan minuta Akta diatur dalam
prosedur khusus dalam proses penegakan hukumnya. Pengaturan tentang perlindungan hukum bagi
PPAT dalam proses pemeriksaan dan pengambilan minuta Akta untuk kepentingan penyidikan juga
belum diatur dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
dan Perkaban BPN 23 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Perkaban BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang
Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor 37 Tahun 1998 tentang PJPPAT dan Peraturan Terbaru PP Nomor
24 Tahun 2016 tentang PJPPAT. Sehingga apabila PPAT ikut terpanggil dalam kasus sebagai saksi atau
tersangka maupun terdakwa maka akan diproses dengan cara pada umumnya sesuai dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) (Din et al., 2017).
PPAT diberikan hak ingkar atau hak mengundurkan diri dalam memberikan keterangan saksi dan
saat menjalankan pemeriksaan untuk kepentingan penyidikan di kepolisian dan pengadilan yang
berkaitan dengan rahasia jabatan yang diatur dalam ketentuan Pasal 34 ayat (1) Peraturan Kepala Badan
pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 mengenai Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 mengenai Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tercantum dalam
isi sumpah jabatan PPAT. Pasal 34 ayat (1) berbunyi sebagai berikut :
“Pengangkatan sumpah jabatan PPAT, PPAT Sementara dan PPAT Pengganti dilakukan sesuai
dengan agama dan keyakinan masing- masing dengan pengucapan kata-kata sumpah jabatan PPAT,
PPAT Sementara dan PPAT Pengganti, sebagai berikut : Demi Allah Saya Bersumpah” “Bahwa
Saya, untuk diangkat menjadi PPAT, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UUD 1945
dan Pemerintah Republik Indonesia”. “Bahwa Saya, akan mentaati peraturan perundang-undangan di
bidang pertanahan dan yang berkaitan dengan ke-PPAT-an serta peraturan perundang-undangan
lainnya”. “Bahwa Saya, akan menjalankan jabatan Saya dengan jujur, tertib, cermat dan penuh
520
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
kesadaran, bertanggung jawab serta tidak berpihak”. “Bahwa Saya, akan selalu senantiasa
menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah dan martabat PPAT”. “Bahwa Saya, akan
merahasiakan isi akta-akta yang dibuat dihadapan Saya dan protokol yang menjadi tanggung jawab
Saya, yang menurut sifatnya atau berdasarkan peraturan perundang- undangan harus dirahasiakan”.
“Bahwa Saya, untuk diangkat dalam jabatan Saya sebagai PPAT secara langsung atau tidak langsung
dengan dalih atau alasan apapun juga, tidak pernah memberikan atau berjanji untuk memberikan
sesuatu kepada siapapun juga, demikian juga tidak akan memberikan atau berjanji memberikan
sesuatu kepada siapapun juga’.”
Sedangkan hak mengundurkan diri untuk memberi kesaksian dan kesungguhan kewajiban
menyimpan rahasia dalam pertimbangan pengadilan negeri diatur dalam Pasal 146 ayat (1) angka 3
Herziene Inlandsch Reglement (HIR) yang berbunyi Untuk memberikan kesaksian dapat
mengundurkan diri: saudara laki dan saudara perempuan, dan ipar laki-laki dan perempuan dari salah
satu pihak. keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan. perempuan dari
laki atau isteri salah satu pihak. semua orang yang karena kedudukan pekerjaan atau jabatannya yang
syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya mengenai hal demikian yang
dipercayakan padanya. Tentang benar tidaknya keterangan orang, yang diwajibkan menyimpan
rahasia itu terserah pada pertimbangan pengadilan negeri”.
Selanjutnya ketentuan penyitaan terhadap Akta asli PPAT (minuta) dan warkahnya diatur dalam
Pasal 43 KUHAP yang menyebtukan bahwa minuta dan warkahnya hanya dapat dilakukan dengan izin
khusus Ketua Pengadilan negeri setempat, kecuali Undang-Undang menentukan lain. Kedepan
diharapkan substansi pengaturan majelis pengawas PPAT dapat diakomodir melalui Rancangan
Undang-Undang (RUU) Jabatan PPAT. Jalan lain yang dapat dilakukan adalah dengan membuat
payung hukum perjanjian kerja sama dengan Kementerian ATR/BPN. Majelis pengawas akan diisi dari
dua unsur yaitu IPPAT dan BPN sebagai anggota sehingga menciptakan keamanan dan kenyamanan
serta dilindungi organisasi. Majelis Pengawas PPAT apabila dibentuk akan berwenang menjadi filter
dalam menentukaan dugaan terkait sebagaimana kewenangan majelis pengawas dalam jabatan Profesi
Notaris sehingga penegak hukum tidak asal melakukan pemanggilan sebelum mendapat persetujuan
Majelis Pengawas dan pengambilan fotokopi minuta Akta (Rahardjo, 2003).
Analisa Pertimbangan Hakim Dan Putusan Pengadilan Dalam Melindungi Notaris dan PPAT
Atas Keterangan Palsu Dari Para Pihak Berdasarkan Putusan Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL
Sebelum membahas lebih lanjut terkait pertimbangan hakim dan putusan pengadilan berikut
analisa Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL, terlebih dahulu penulis jabarkan lanjutkan kasus posisi
dari Tingkat Banding Hingga Tingkat Peninjauan Kembali, antara lain:
Setelah Penggugat mengajukan Gugatan pada tanggal 15 Oktober 2012 yang telah didaftarkan di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri Palu di bawah Register No. 73/Pdt.G/2012 tanggal 15 Oktober 2012,
Pembanding mengajukan Akta Pernyataan Permohonan Banding Nomor: 73/Pdt.G/2012/PN.PL
tanggal 23 Mei 2013 yang dibuat di hadapan Panitera Pengadilan Negeri Palu. Kuasa Hukum Para
Pembanding (semula tergugat I dan tergugat II) telah mengajukan memori banding tanggal 1 juli 2013
yang diterima di kepaniteraan pengadilan negeri palu pada tanggal 4 juli 2013. Para Pembanding
selanjutnya pada tanggal 19 Mei 2014 melalui perantara kuasanya mengajukan permohonan kasasi pada
tanggal 28 Mei 2014, sebagaimana ternyata dari akta permohonan kasasi nomor 73/PDT.G/2012.PN.PL
jo 05/PDT.2914/PT.PALU yang dibuat oleh Panitera pengadilan negeri palu yang disertai memori
kasasi yang memuat alasan yang diterima di kepaniteraan pengadilan negeri tersebut pada tanggal 9
juni 2014. Para Pemohon kasasi, mendalilkan pengadilan tinggi palu dalam memeriksa dan
memutuskan perkara a quo pada tingkat banding dapat menilai dan mempertimbangkan apakah gugatan
521
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
terbanding semula penggugat menurut hukum layak dan patut dikabulkan berdasarkan :
a. Yurisprudensi MA RI tanggal 22 Juli 1970 No 638 K/Sip/1969 "putusan-putusan pengadilan negeri
dan pengadilan tinggi yang kurang cukup dipertimbangkan (onvoldoende gemotiveerd) harus
dibatalkan
b. Majelis Hakim Pengadilan tinggi palu dalam putusannya No. 05/Pdtl2014/PT.Palu telah jelas salah
dan keliru menerapkan hukum/melanggar hukum sebagaimana diatur dalam asal 238 Rbg/Pasal 163
HIR karena tidak menggunakan cara yang benar menurut hukum atau sekedar menyetujui dan
mengambil alih pertimbangan hakim tingkat pertama pada pengadilan negeri kelas IA Palu untuk
dijadikan sebagai alasan dan pertimbangan sendiri Pengadilan tinggi palu dalam memutus perkara
ini ti tingkat banding
c. Majelis hakim tingkat banding dalam putusannya tanggal 12 Maret 2014 Nomor
05/Pdtl2014/PT.Palu sama sekali tidak mempertimbangkan ke-7 (tujuh) alasan/keberatan banding
yang telah dikemukanan dan diuraikan secara jelas dan terperinci oleh kuasa hukum/pengacara para
pemohon kasasi (selaku para pembanding semula tergugat I dan tergugat II) di dalam memori
bandingnya tanggal 1 juli 2013 yang diterima di kepaniteraan pengadilan negeri palu tanggal 4 juli
2013
d. Majelis hakim pengadilan tinggi palu dalam pertimbangannya hanya sekedar menyetujui dan
mengambil alih pertimbangan hakim tingkat pertama pada pengadilan negeri palu untuk dijadikan
sebagai alasan dan pertimbangan sendiri oleh pengadilan tinggi palu dalam memutus perkara di
tingkat banding
Sehingga memenuhi syarat sebagai alasan kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 30 huruf C
undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 jo Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah
Agung. Namun dalam hal ini penulis setuju terhadap pertimangan hakim MA yang menyebutkan alasan
penggugat tidak dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti sudah tepat dan benar dalam menerapkan
hukum. Lagipula alasan-alasan tersebut mengenai penilaian hasil pembuktian yang bersifat
penghargaan tentang sesuatu kenyataan, halmana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksanaan
pada tingkat kasasi karena hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakannya atau adanya kesalahan
penerapan hukum, adanya pelanggaran hukum yang berlaku, adanya kelalaian dalam memenuhi syarat-
syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian itu dengan
batalnya putusan yang bersangkutan atau bila pengadilan tidak berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 UU No. 14 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dan ditambah UU No. 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan UU No. 3 Tahun 2009 dan peraturan perundang-undangan lainnya yang
bersangkutan. Sehingga dapat disimpulkan putusan Judex Facti/ pengadilan tinggi sulawesi tengah
dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau UU, maka permohonan kasasi yang
diajukan harus ditolak.
Para Pemohon kasasi selanjutnya mengajukan permohonan PK pada tanggal 23 Mei 2016
sebagaimana ternyata dalam akta pernyataan permohonan PK No: 73/Pdt.G/2012/PN.PL yang dibuat
oleh panitera pengadilan negeri palu disertai dengan memori PK yang memuat alasan yang diterima
kepaniteraan pengadilan negeri tersebut pada hari yang sama. Pada PK, permohon PK menjelaskan
bahwa Hasanuddin merupakan buta huruf dan berasal dari desa/kampung sehingga diduga memberikan
keterangan palsu sesuai dugaan laporaan polisi nomor LP/244/V/2016/SPKT Polda Sulteng yang saat
ini sedang proses penyidikan kepolisian daerah sulawesi tengah di Palu. Saksi Hasanuddin juga
menyangkal isi akta No. 22/7/P.B/1993 tanggal 11 Januari 1993 di kantor Notaris hans kansil S.H
dengan alasan bahwa ia menandatangani ajb tetapi tidak mengetahui maksud/isi akta tersebut yaitu
bahwa pemohon PK adalah selaku pihak kedua/pembeli. Menurut saksi, Notaris tidak memberikan
penjelasan terlebih dahulu mengenai maksud dibuatnya akta tersebut sebelum Akta Jual Beli (AJB)
522
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
tersebut ditandatangani oleh saksi Hasanuddin. Namun, dalam pertimbangan hakim putusan dijelaskan
bahwa bilamana pihak dalam suatu akta Notaris itu menuduh atau mendalilkan bahwa seorang Notaris
telah mencantumkan keterangan palsu dalam Akta Autentik. maka hal itu tidaklah dibenarkan sebab
tanggung jawab Notaris terhadap akta Autentik yang mengandung keterangan palsu adalah Notaris
tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebab Notaris hanya mencatat atau menuangkan
suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak/penghadap kedalam akta Autentik. Notaris
hanya mengkonstatir/merumuskan apa yang terjadi, apa yang dilihat dan dialaminya dari
pihak/penghadap tersebut berikut menyesuaikan syarat-syarat formil dengan yang sebenarnya lalu
menuangkannya kedalam akta dan akta Autentik tersebut akan menjadi bukti bahwa telah terjadi suatu
perbuatan hukum yang dilakukan para pihak/penghadap. Sebagaimana pasal 1868 KUHPerdata
merupakan sumber untuk otentisitas akta yang dibuat oleh Notaris. Yang juga merupakan legalitas
eksistensi akta Notaris. Adapun syarat otensitas akta adalah sebagai berikut :
a. Akta sudah harus disusun oleh Notaris sebelum ditandatangani
b. dibacakan oleh Notaris kepada penghadap
c. ditandatangani saat itu juga setelah dibacakan
d. ditandatangani di wilayah jabatan Notaris
Selanjutnya majelis hakim menimbang bahwa alasan PK tidak dapat dibenarkan karena alasan
pemohon PK berisi keberatan terhadap pendapat judex facti yang dikuatkan oleh judex juris mengenai
sah tidak sahnya jual beli atas objek sengketa antara tergugat i / pemohon PK dengan tergugat II. Bahwa
perbedaan pendapat antara pemohon PK dengan judex facti/judex juris bukan termasuk kekhilafan atau
kekeliruan hakim dalam mengadili suatu perkara. Selain itu surat yang diajukan oleh Pemohon PK
ternyata terbit setelah perkara a quo diputus oleh judex facti sehingga tidak termasuk bukti baru
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan 67 huruf b UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA sebagaimana
telah diubah dan ditambah dengan UU No 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan UU No 3 Tahun
2009. Sehingga permohonan PK ditolak.
Dalam melakukan analisis pertimbangan hakim, penulis telah membaca putusan,
mengidentifikasi masalah hukum, melakukan analisa logika dan koherensi, melakukan analisa fakta,
melakukan evaluasi argument hukum, menilai hukum dan berfikir kritis. Penulis telah memahami
argumen dan pertimbangan dalam putusan hakim, argument dari pihak yang bersengkata dan cara
hakim mengatasi masalah terkait. Hakim dalam Putusan juga secara fakta telah tepat dan memadai
dalam keputusannya atau tidak terdapat fakta yang diabaikan atau tidak diperhitungkan dengan baik,.
Penulis juga telah melakukan tinjauan argument-argumen hukum yang diajukan oleh pihak yang
bersengketa dan cara hakim memberikan responnya. Dalam memberikan putusan, Hakim telah
mengacu pada hukum yang relevan dan melakukan penafsiran secara tepat sebagaimana preseden atau
putusan pengadilan sebelumnya dengan kasus yang sama telah diputuskan. Tidak terdapat aspek yang
kurang dalam penalaran hakim atau kurangnya alternatif penafsiran dalam melindungi Notaris/PPAT
karena pada putusan ini sudah melindungi Notaris/PPAT terkait. Hakim telah memberikan alasan yang
konsisten dan dapat dipertahankan untuk mendukung keputusannya secara logika atau koherensi
argument hukum.
Lebih lanjut, Tergugat III dan tergugat IV selaku Notaris/PPAT terus dimasukkan sebagai Turut
Terbanding I dan turut terbanding II dalam Putusan PT Palu atau putusan Tingkat Banding. Kemudian
dalam Putusan Mahkamah Agung atau tingkat Kasasi menjadi Turut Termohon Kasasi dan pada
Putusan Mahkamah Agung atau tahapan Peninjauan Kembali (PK) menjadi Para Turut Termohon PK.
Fotocopy Akta Jual Beli Nomor 22/7 P.B/1993 tanggal 11 dihadirkan dalam persidangan oleh Tergugat
I dan Hasannudin (saksi), namun dokumen asli tidak dapat ditunjukkan. Menurut hemat penulis,
tindakan ini sudah benar karena bersesuaian dengan ketentuan dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor
523
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
2 Tahun 2014 jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang bersumpah
merahasiakan isi Akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatannya.
Selain itu, pada pasal itu, Notaris juga berjanji tidak pernah dan tidak akan memberikan atau
menjanjikan sesuatu kepada siapa pun. Selanjutnya dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 jo Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga menyebutkan bahwa
Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatan atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan
Akta atau Kutipan Akta, kepada orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan
perundang-undangan. Apabila Notaris tidak melakukan hal tersebut, sesuai dengan pasal 54 ayat (2),
maka Notaris akan dirugikan karena mnedapat sanksi berupa peringatan tertulis, pemberhentian
sementara, pemberhentian dengan hormat atau pemberhentian dengan tidak hormat.
Selain itu dalam Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 jo Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, sebelum Fotokopi Minuta Akta dan atau surat-surat
yang dilekatkan pada Minuta Akta atau protokol Notaris dalam penyimpanan Notaris dan memanggil
Notaris untuk hadir dalam pemeriksaan yang berkaitan dengan Akta atau protokol Notaris dalam
penyimpanan Notaris untuk kepentingan proses peradilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim harus
melalui persetujuan Majelis Kehormatan Notaris yang memiliki kewenangan tersebut namun tidak
digambarkan secara detail dalam Putusan Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL sampai dengan Putusan
Peninjauan Kembali (PK) Nomor : 679/PK/Pdt/2016. Tindakan Notaris juga sudah benar sesuai dengan
ketentuan dalam Pasal 1909 angka 3 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) yang
menyebutkan segala siapa yang karena kedudukannya, pekerjaan atau jabatannya menurut undang-
undang, diwajibkan merahasiakan sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang
pengetahuannya dipercayahkan kepadanya sebagai demikian. “ Dan juga diatur dalam Pasal 146 ayat
(3) Herzien Inlandsch Reglement (HIR) yang menyatakan semua orang yang karena kedudukan
pekerjaan atau jabatannya yang syah, diwajibkan menyimpan rahasia; tetapi semata-mata hanya
mengenai hal demikian yang dipercayakan padanya”.
Notaris/PPAT juga secara hukum sebenarnya memiliki hak atau dapat mengundurkan diri dari
memberikan kesaksian; akan tetapi hanya mengenai hal yang diketahui dan dipercayakan kepadanya
itu saja sebagaimana ditentukan dalam Pasal 277 Herzien Inlandsch Reglement (HIR). Selanjutnya
dalam hal Notaris/PPAT kemudian mengundurkan diri akan dinilai oleh Ketua Pengadilan Negeri untuk
memutuskan alasan tersebut beralasan atau tidak. Hak Notaris/PPAT tersebut juga tercantum dalam
Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan bahwa
Notaris/PPAT dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan sebagai saksi, yaitu
tentang hal yang dipercayakan kepada mereka.
Namun dalam Putusan, Kedua Notaris/PPAT yaitu Tergugat III / Turut Terbanding I/ Turut
Termohon Kasasi/ Para Turut Termohon Kasasi dan Tergugat IV/Turut Terbanding II/Turut Termohon
kasasi/ Para Turut Termohon PK selaku Notaris/PPAT tidak mengundurkan diri. Bahkan Tergugat III
hadir di persidangan dan Tergugat IV memberikan jawaban secara tertulis pada tanggal 28 Januari 2013,
dimana tergugat IV dengan tegas menolak dalil-dalil yang dikemukakan Penggugat dalam Surat
Gugatannya khususnya menyangkut dengan kedudukan dan peran tergugat IV kecuali terhadap hal-hal
yang secara tegas diakui dan dibenarkan oleh tergugat IV. Bahwa selaku Pejabat Notaris/PPAT, maka
tergugat IV telah melaksanakan tugas dan tanggungjawab menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan dalam memproses dan menerbitkan Akta Jual Beli (AJB) antara Tergugat I dan tergugat II
selaku pembeli dan penjual. Bahwa begitu jelas dan terang bahwa penguasaan dan kepemilkikan obyek
Sertifikat No. 316/1997 adalah oleh dan atas nama Yans Hadiono bahkan pernah dijadikan agunan pada
Bank sehingga dalil Penggugat yang menyatakan seolah olah baru mengetahui nanti pada tahun 2012
sangat tidak patut dan harus dikesampingkan.
524
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Pada saat mengalami permasalahan dipersidangan, Majelis Kehormatan Notaris (MKN)
memiliki tugas dan mempunyai fungsi melakukan pembinaan terhadap Notaris sesuai Peraturan
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 7 Tahun 2016 tentang Majelis Kehormatan
Notaris untuk terlebih dahulu melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang diajukan oleh
penyidik, penuntut umum dan hakim serta dapat menyetujui atau menolak permintaan kehadiran Notaris
untuk hadir dalam penyidikan, penuntutan dan proses peradilan. Salah satu fungsi MKN pada pasal
tersebut juga memberikan perlindungan kepada Notaris dengan kewajiban Notaris untuk merahasiakan
isi akta. Namun hal tersebut tidak tergambarkan dalam Putusan ini dintandai dengan tetap
dihadirkannya Tergugat III di persidangan dan Tergugat IV memberikan jawaban secara tertulis pada
tanggal 28 Januari 2013 sehingga Tugas MKN sebagaimana tertera pada peraturan ini perlu di kaji
kembali.
Dalam hal MKN belum melaksanakan tugas sebagaimana diatur dalam peraturan, maka MKN
perlu melaksanakan tugasnya untuk melindungi Notaris/PPAT terkait agar tidak sampai masuk ranah
persidangan. Hal ini juga dibenarkan dalam Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor
702/K/Sip/1973 yang menyebutkan “Pejabat Notaris Fungsinya hanya mencatatkan (menuliskan) apa-
apa yang dikehendaki dan dikemukakan oleh para pihak yang menhadap Notaris tersebut. Tidak ada
kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materi apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh
penghadap Notaris tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun tentang Kekuasaan Kehakiman
juga memberikan perlindungan terhadap Notaris dalam hal penanganan kasus yang melibatkan
keterangan palsu atau pemalsuan dokumen yaitu dengan melalui proses peradilan yang adil, Notaris
dapat memperoleh perlindungan hukum. Prinsip perlindungan bagi Notaris/PPAT juga perlu
dipertimbangkan prinsip-prinsip umum hukum seperti prinsip keadilan, prinsip kebenaran dan perinsip
itikad baik.
Selanjutnya sebagai akibat atas tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Tergugat I, maka
Akta Jual Beli No. 22/7 P.B/1993 tanggal 11 Januari 2023 yang dibuat oleh Notaris/PPAT Farid, SH
(Pemegang Reportorium Hans Kansil, SH) sebagai tergugat III dinyatakan tidak sah dan tidak
mempunyai kekuatan hukum pembuktian. Dalam amar gugatan primair Penggugat, selain Tergugat II
diminta untuk menarik dan membatalkan Akta Jual Beli ini juga Tergugat III diminta untuk menerbitkan
Akta Jual Beli Baru dan menempatkan Penggugat sebagai Pembeli atas tanah beserta bangunan ruko
diatasnya sesuai Sertifikat Hak Milik : 316/1979 dalam Akta Jual Beli (AJB) yang baru tersebut.
Namun, dalam pertimbangan hakim yang disetujui oleh penulis menerangkan bahwa hal tersebut
dinilai berlebihkan karena dengan dinyatakannya Akta Jual Beli tersebut tidak mempunyai kekuatan
mengikat tanpa perlu ditarik Akta yang dihadapannya sudah tetap tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat. Disisi lain, penulis menilai bahwa dengan dinyatakannya Akta Jual Beli No. 22/7 P.B/1993
tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka transaksi atau perjanjian yang
menggunakan Akta Jual Beli tersebut dinyatakan batal atau tidak sah sehingga dimungkinkan adanya
pihak yang merasa dirugikan dan dapat mengajukan tuntutan hukum terhadap pihak lain untuk
mendapatkan ganti rugi atau pemulihan kerugian. Selain itu dikarenakan Akta Jual Beli ini diterbitkan
terhadap tanah beserta bangunan, maka dengan tidak sah nya Akta Jual Beli yang dibuat oleh Tergugat
III dan Tergugat IV tidak dapat dijadikan dasar hukum yang sah dalam proses pembelian, penjualan,
atau pemindahan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang dapat berdampak negatif.
Hal merugikan lain juga terjadi pada Notaris/PPAT yang Akta Jual Beli nya dinyatakan batal
atau tidak sah oleh pengadilan karena mampu mempengaruhi praktik dan prosedur administrasi yang
dijalankan. Selain itu, juga mampu mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap profesi
Notaris/PPAT dalam memberikan jasa yang diperlukan oleh para pihak sehari-hari. Dengan hadirnya
Tergugat III selaku Notaris/PPAT dalam persidangan juga memakan waktu dan biaya operasional.
525
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Biaya operasional yang dikeluarkan antara lain biaya administrasi berupa biaya perjalanan dan
akomodasi, biaya pengiriman dokumen dan biaya layanan pengiriman. Dalam amar gugatan Primair
Penggugat juga berbunyi menghukum Para Tergugat membayar secara tanggung renteng segala biaya
yang timbul dari perkara walaupun pada akhir putusan Hakim menyebutkan biaya tersebut akan
dibebankan pada Tergugat I dan Tergugat II saja.
Hal yang sama juga berlaku terhadap Akta Jual Beli No. 584/B/154 B/PB-JB/2012 tanggal 20
Juni yang dibuat oleh Notaris & PPAT Jao Yuliana.SH atau Tergugat IV. Akibat perbuatan Tergugat I
merupakan perbuatan melawan hukum, sehingga secara otomatis akibat hukum yang timbul sesudahnya
dipandang tidak sah menurut hukum termasuk Akta Jual Beli yang dimaksud juga dinyatakan menurut
hukum tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum pembuktian. Dalam persidangan Asli dan
Fotocopy atau salinan Akta ditunjukkan sebagai alat bukti dimana seharusnya Majelis Kehormatan
Notaris Wilayah sesuai aturan Peraturan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 7 Tahun
2016 tentang Majelis Kehormatan Notaris terlebih dahulu harus melakukan pemeriksaan dan berhak
memberikan persetujuan atau penolakan terhadap pemanggilan Notaris berikut dengan merahasiakan
isi akta.
Dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 2 Tahun 2014 jo Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris juga terdapat sumpah/janji Notaris bahwa akan merahasiakan isi akta dan
keterangan yang diperoleh dalam jabatan. Hal yang sama juga diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2014 jo Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang menyatakan
Notaris hanya dapat memberikan, memperlihatkan atau memberitahukan isi Akta, Grosse Akta, Salinan
Akta atau Kutipan Akta, Ahli waris, atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan. Untuk mengambil fotokopi Minuta Akta juga peradilan atau hakim
harus melalui persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang
No. 2 Tahun 2014 jo Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Hal tersebut dapat
dibenarkan dalam hal Majelis Kehormatan Notaris sudah menjalankan tugas dan fungsi sebagaimana
mestinya dan Hakim telah bertindak sesuai dengan ketentuan dalam aturan hukum. Pengambilan
fotokopi minuta Akta atau surat selanjutnya dibuatkan berita acara penyerahan.
Selanjutnya Terhadap Pembinaan dan Pengawasaan PPAT oleh Kepala Badan diatur dalam Pasal
65 dan Pasal 66 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah. Pengawasan yang dimaksud dalam hal ini berupa pemeriksaan akta yang dibuat PPAT dan
memberitahukan secara tertulis kepada PPAT yang bersangkutan apabila ditemukan akta yang tidak
memenuhi syarat untuk digunakan sebagai dasar pendaftaran haknya secara melakukan pemerikaan
mengenai pelaksanaan kewajiban operasional PPAT. Sedangkan Pemeriksaan Akta diatur dalam Pasal
67 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Dalam perkara Putusan, PPAT telah melaksanakan kewajiban dan tugas sesuai aturan hukum,
namun terhadap pihak yang menyampaikan keterangan palsu dan melakukan perbuatan melawan
hukum diluar dari kehendak dan pemahaman PPAT sendiri. Dalam PAsal 34 ayat (1) Peraturan Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Notaris juga berjanji
untuk tidak pernah memberikan atau berjanji untuk memberikan sesuatu kepada siapapun juga,
demikian juga tidak akan memberikan atau berjanji memberikan sesuatu kepada siapapun juga.
Dalam amar gugatan primair Penggugat, Tergugat IV diminta untuk menarik dan membatalkan
Akta Jual Beli No. 584/B/154 B/PB-JB/2012 tanggal 20 Juni. Namun Penulis sepakat dengan
pertimbangan Hakim yang menyebutkan gugatan tersebut berlebihan karena dengan dinyatakannya
526
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Akta Jual Beli tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat tanpa perlu ditarik akta yang dibuat
dihadapannya sudah tetap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Dengan dinyatakannya Akta
Jual Beli No. 584/B/154 B/PB-JB/2012 tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum pembuktian,
memakan waktu Tergugat IV selaku Notaris/PPAT untuk membuat jawaban di pengadilan,
mengeluarkan biaya hukum dalam hal yang bersangkutan menggunakan ahli dalam membaut jawaban,
mengeluarkan biaya administrasi yang terdiri atas biaya pengiriman dokumen, biaya layanan
pengiriman serta biaya perjalanan dan biaya akomodasi.
Selanjutnya Hakim dalam membuat pertimbangan hakim pada suatu perkara harus
mempertimbangkan aspek perlindungan yang dapat diterapkan kepada Notaris atau PPAT antara lain :
1. Prinsip Praduga Tak Bersalah, yang berarti bahwa Notaris/PPAT atau dalam Hal ini Tergugat III
dan Tergugat IV dianggap tidak bersalah sampai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah oleh
pengadilan yang berwenang. Sehingga mampu atau diberlakukan sebagai perlindungan terhadap
Notaris/PPAT di persidangan
2. Buktikan tanggung jawab yang wajar, Notaris/PPAT atau dalam Hal ini Tergugat III dan Tergugat
IV juga telah membuktikan bahwa mereka telah bertindak dengan tanggung jawab yang wajar atau
sebagaimana mestinya dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Notaris/PPAT juga harus
memperlihatkan bukti yang menunjukkan bahwa mereka telah menjalankan profesi secara cermat,
bekerja sesuai prosedur yang sesuai dan ketentuan hukum yang berlaku
3. Ahli Hukum dan Ahli Penilaian, Notaris/PPAT atau dalam Hal ini Tergugat III dan Tergugat IV
dapat meminta pendapat atau mengendalkan bantuan ahli hukum atau penilaian untuk mendukung
posisi mereka. Kemudian akan diberikan penjelasan dan analisa mendalam mengenai prosedur yang
telah dijalankan dalam berprofesi sebagai Notaris/PPAT. Hakim juga dapat memanggil ahli hukum
atau ahli penilaian untuk menilai apakah Notaris/PPAT bersagkutan sudah menjalankan profesi
sesuai dengan aturan hukum dan melaksanakan tugas berikut tanggung jawabnya.
4. Keabsahan dan ketentuan hukum, Notaris/PPAT harus mampu berargumen berikut Hakim juga
harus memiliki pemahaman terhadap aturan hukum bahwa keabsahan dokumen dan keterangan yang
diajukan oleh para pihak adalah tanggung jawab para pihak yang terlibat. Dalam situasi dimana
Notaris/PPAT telah bertindak dengan itikad baik dan tidak dapat mendeteksi adanya keterangan
palsu yang diajukan oleh para pihak, mereka tidak akan dianggap bertanggung jawab secara hukum.
5. Notaris di Indonesia tunduk pada Majelis Pengawas Notaris (MPN) yang memiliki kewenangan
untuk memeriksa, mengawasi dan memberikan sanksi disiplin terhadap Notaris yang melanggar
kode etik atau ketentuan hukum. MPN dapat memberikan perlindungan terhadap Notaris yang
bertindak dengan itikad baik namun mendapati klaim atau tuntutan yang tidak mendasar. Disisi lain
PPAT tidak memiliki lembaga pengawas yang khusus seperti MPN namun terdapat Badan
Pertanahan Nasional (BPN) yang memiliki peran dalam pembinaan dan pengawasan PPAT. Selain
itu PPAT juga memiliki Asosiasi Profesi PPAT seperti Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
Indonesia (IPPATI) yang melakukan pembinaan, pengawasan dan pengembangan profesi PPAT.
Bertugas memberikan panduan, saran dan dukungan kepada anggota PPAT dalam bertugas dan
menghadapi masalah yang mungkin timbul.
6. Hakim harus melakukan kajian bukti dengan teliti terkait dengan kasus keterngan palsu (keaslian
dokumen, validitas keterangan, konsistensi kesaksian yang disajikan, mengumpulkan bukti yang
kuat)
7. Hakim harus melakukan tinjauan prosedur yang diikuti oleh Notaris atau PPAT dalam transaksi
terkait kasus. Hakim harus memastikan bahwa Notaris/PPAT telah mengikuti prosedur yang
ditetapkan oleh hukum dan memiliki dasar hkum yang kuat atas tindakan mereka.
Untuk menghindari kasus serupa terjadi kembali, penulis berpendapat bahwa Notaris/PPAT
527
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
harus mendokumentasikan semua langkah dan prosedur secara lengkap dalam melakukan proses
pembuatan akta atau transaksi hukum. Hal ini mencakup catatan mengenai verifikasi, penelitian dan
komunikasi dengan para pihak. Dokumentasi ini dapat menjadi bukti dan perlindungan dalam kasus
keterangan palsu.
Dalam hal Notaris/PPAT menduga atau mengetahui adanya keteranan palsu mereka harus
melaporkan pada instansi yang berwenang seperti kepolisian sehingga dapat membantu dalam
mencegah penyalahgunaan atau tindakan illegal yang melibatkan akta yang dibuat Notaris/PPAT.
Notaris/PPAT juga harus menjaga keahlian dan profesionalisme dengan meningkatkan pengetahuan
pada praktek yang relevan. Selain itu juga menjaga standar profesionalisme yang tinggi dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawab berkut pengetahuan yang mendalam terkait peraturan,
prosedur, dan praktik terkait pembuatan akta atau transaksi hukum sehingga tidak dituduh terlibat dalam
pembuatan Akta berdasarkan keterangan palsu. Notaris/PPAT juga dapat mempertimbangkan untuk
memiliki asuransi professional yang mencakup perlindungan terhadap klaim atau tuntutan yang timbul
termasuk tuntutan pembuatan Akta berdasarkan keterangan palsu. Asuransi professional dapat
memberikan perlindungan keuangan dan hukum yang penting dalam menghadapi situasi yang sulit.
Sedangkan terhadap majelis Pengawas Notaris dan Majelis Kehormatan Notaris dapat
mendorong Notaris untuk melaksanakan tugas dengan cermat dan hati-hati dalam pemeriksaan
dokumen yang diajukan sehingga seluruh dokumen yang diajukan pihak sebagai dasar untuk membuat
Akta Autentik merupakan dokumen yang sah dan tidak memuat keterangan palsu. Selain itu juga dapat
diadakan pelatihan dan program Pendidikan berkala terkait tugas-tugas dan tanggung jawab profesi
dalam menghadapi kasus keterangan palsu. Majelis Pengawas Notaris juga harus berkolaborasi dengan
pihak berwenang atau menjalin Kerjasama erat dengan lembaga penegak hukum seperti kepolisian dan
kejasanaan untuk memperkuat penegakan hukum, perlindungan hukum dan penanganan yang efektif
apabila terdapat pelamggaran. Majelis Kehormatan Notaris juga memiliki peran penting dalam
penegakan disiplin dalam menegakkan kode etik dan standar professional bagi Notaris. Meningkatkan
Pengawasan Internal oleh Majelis Pengawas Notaris untuk memperkuat pengawasan pembuatan akta
dan transaksi hukum lainnya serta mengadakan sosialisasi dan edukasi publik untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat pentingnya jasa notaris yang sah dan meyakinkan. Hal ini juga dapat
mengurangi trust issue yang terjadi di lingkungan masyarakat apabila terdapat banyak Akta yang
dibatalkan di persidangan akibat kasus perbuatan melawan hukum dari para pihak atau keterangan palsu
yang terjadi akibat diluar kehendak atau kesadaran dari Notaris/PPAT sendiri; sebagai contoh Putusan
Nomor : 73/PDT.G/2012/PN.PL yang pada akhirnya merugikan Notaris/PPAT dan bisa mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan jasa Notaris/PPAT sehingga bisa diluruskan atau
dijelaskan secara mendalam akan kasus.
KESIMPULAN
Notaris memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dan jaminan hukum demi
tercapainya kepastian hukum sebagai pejabat publik yang fungsinya memberikan pelayanan kepada
seluruh masyarakat. Perlindungan Hukum terhadap Notaris diatur dalam beberapa peraturan lain dengan
rincian sebagai berikut (1). Pasal 50 dan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana),
(2). Pasal 4, 6, dan Pasal 16 ayat 1 huruf e, Pasal 66 ayat 1, Pasal 82 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, (3). Pasal 1909 angka 3 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), (4). Pasal 146 dan Pasal 277 Herzien Inlandsch
Reglement (HIR), (5). Putusan Mahkamah Agung Nomor 702 K/SIP/1973. Bentuk perlindungan
tersebut serta ruang lingkup kewenangan MKN diharapkan dapat memberikan suatu kejelasan terhadap
notaris yang mendapat perlindungan hukum dari instansi Notaris. Tujuan lain yaitu dengan harapan
institusi Notaris tidak akan disalahkan oleh pihak lain berkaitan dengan akta yang dibuatnya. Namun
apabila Notaris terbukti melakukan suatu tindak pidana atau kesalahan, maka yang bersangkutan harus
528
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
bertanggung jawab secara pidana ketika dalam proses pembuktian.
Selanjutnya Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dalam membuat Akta Jual Beli dalam
praktiknya sering mendapat permasalahan akibat ketidajujuran para penghadap terkait kebenaran
keterangan yang disampaikan kepada PPAT., Yurisprudensi Nomor 702 K/Sip/1973 tanggal 5
September 1973 dapat dijadikan dasar hukum perlindungan PPAT. PPAT lebih lanjut diawasi oleh
Menteri melalui Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional atau Kepala Kantor Pertanahan dengan
dibantu oleh Majelis Pembina dan pengawas PPAT. PPAT juga dilindungi oleh organisasi profesi PPAT
yaitu Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT) sebagaimana diatur dalam Pasal 65 sampai dengan
Pasal 68 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 1 tentang ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 jo Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
2016 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Perlindungan PPAT ketika menemui suatu
permasalahan hukum terkait akta yang dibuatnya belum diatur secara normatif ketentuannya dalam
peraturan jabatan PPAT. Pengaturan tentang perlindungan hukum bagi PPAT dalam proses pemeriksaan
dan pengambilan minuta akta untuk kepentingan penyidikan juga belum diatur dalam ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37
Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Perkaban BPN 23 Tahun 2009
tentang Perubahan Atas Perkaban BPN Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP Nomor
37 Tahun 1998 tentang PJPPAT dan Peraturan Terbaru PP Nomor 24 Tahun 2016 tentang PJPPAT.
Sehingga apabila PPAT ikut terpanggil dalam kasus sebagai saksi atau tersangka maupun terdakwa
maka akan diproses dengan cara pada umumnya sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP).
Berdasarakan kesimpulan tersebut maka penelitian memberikan saran dalam penelitian ini adalah
Akta otentik sebagai alat bukti yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, dengan ini para
pihak diharapakan dapat memberikan keterangan dengan sebenar-benarnya karena keterangan palsu
yang diberikan oleh salah satu pihak maupun para pihak, bukanlah tanggung jawab Notaris. Sebaiknya
masyarakat dapat lebih berhati-hati dan jujur dalam melakukan suatu perbuatan hukum guna
menghindari terjadi timbulnya kerugian oleh pihak lain terhadap akta yang dibuat Notaris. Tidak ada
kewajiban bagi Notaris untuk menyelidiki secara materiil apa-apa (hal-hal) yang dikemukakan oleh
penghadap di hadapan Notaris tersebut”, maka tugas Notaris hanyalah memeriksakan kelengkapan
surat-surat dan keterangan para pihak sebagai dasar pembuatan akta. Dengan adanya syarat pemanggilan
Notaris harus melalui MKN, merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris namun
Notaris tetap diharapkan untuk selalu bertindak cermat dan meningkatkan pengetahuannya untuk
mendalami semua peraturan yang memang memiliki keterkaitan dengan tugas jabatannya agar terhindar
dari permasalahan baik perdata maupun pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Abady, A. R. P., & Rahayu, M. I. F. (2023). Penyuluhan Hukum Pembuatan Akta oleh Notaris
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Journal on
Education, 5(2), 42484258.
Aman, A. (2019). Perlindungan Hukum Notaris Dalam Melaksanakan Rahasia Jabatan: Notaris,
Rahasia Jabatan. Recital Review, 1(2), 5971.
Din, T., Mulyadi, L., & Narsudin, U. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Pejabat Pembuat Akta
Tanah Dalam Pembuatan Akta Autentik. Legalitas: Jurnal Penelitian Hukum, 10(2), 117138.
Duta, A. (2022). Analisis Yuridis Proses Pembuatan Surat Keterangan Waris Berdasarkan Permen
Atr/Bpn Nomor 16 Tahun 2021tentang Peralihan Hak Atas Tanah. Universitas Muhammadiyah
Magelang.
Fr, M. I. (2021). Batasan Pelaksanaan Hak Ingkar Notaris Dalam Rangka Menjaga Kerahasiaan Akta
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum Adigama, 4(1), 650670.
Harsono, B. (2007). Hukum Agraria Indonesia: Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria,
Isi Dan Pelaksanaannya. (No Title).
Iftitah, A. (2014). Kewenangan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Ppat) Dalam Membuat Akta Jual Beli
529
Khairunnisa Riani Putri, Mella Ismelina Farma Rahayu
Analisa Perlindungan Hukum Notaris Dan Ppat Dalam
Pembuatan Akta Berdasarkan Keterangan Palsu
(Studi Kasus Putusan Nomor: 73/PDT.G/2012/PN.PL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Tanah Beserta Akibat Hukumnya. Lex Privatum, 2(3).
Pancapuri, A. (2016). Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Proses Penyidikan Terhadap Notaris
Yang Diduga Melakukan Tindak Pidana Terkait Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
49/Puu-X/2012 (Studi Di Kantor Polisi Resort Kota Malang). Brawijaya University.
Rahardjo, S. (2003). Sisi-Sisi Lain Dari Hukum Di Indonesia. Penerbit Buku Kompas.
Sagala, E. (2016). Tanggung Jawab Notaris Dalam Menjalankan Tugas Profesinya. Jurnal Ilmiah
Advokasi, 4(1), 2533.
Sjaifurrachman, & Adjie, H. (2011). Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta.
Mandar Maju.
Susanto, A. F., Rahayu, M. I. F., & Muliya, L. S. (2020). Law Community Of Tatar-Sunda”:
Preservation Of Forests And Climate Change. Utopía Y Praxis Latinoamericana, 25(7), 165170.
Wijayanto, A. (2017). Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Notaris Dalam Menjalankan Tugas
Dan Fungsinya Sebagai Pejabat Umum Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 202014
Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Akta, 4(4), 791798.
Yunia, N. N., & Hidayati, R. (2020). Perlindungan Hukum Bagi Notaris Atas Keterangan, Identitas Dan
Atau Dokumen Palsu Yang Disampaikan Oleh Para Pihak Yang Dijadikan Dasar Pembuatan
Akta Autentik. Signifikan, 1(2), 6573.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License