2774-5147
yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat
perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya. Jabatan Notaris pada hakikatnya ialah jabatan luhur
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga orang-orang yang berprofesi sebagai
Notaris memiliki prinsip utama untuk kesediaannya melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk akta (Kansil & Kansil, 1979).
Kewenangan utama dari Notaris ialah melaksanakan akta-akta autentik yang dibuat menurut UU JN
di hadapan Notaris (Abady & Rahayu, 2023).
Ketika Notaris mengucapkan sumpah jabatannya, maka pada saat itu juga bertanggung jawab
secara penuh terhadap segala tindakannya dengan menentukan dapat atau tidaknya suatu perbuatan
hukum dituangkan ke dalam akta (FR, 2021b). Tanggung jawab seorang Notaris lahir dari adanya
kewenangan dan kewajiban yang dimiliki nya. Kewajiban dan kewenagan tersebut mulai berlaku
sejak adanya pembacaan sumpah jabatan yang dilakukan oleh tiap-tiap Notaris agar pelaksanaan
jabatannya selalu berpedoman pada UU JN dan Kode Etik. Kode Etik Notaris adalah kaidah moral
yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib ditaati oleh setiap orang
yang menjalankan tugasnya sebagai Notaris. Kode Etik Notaris dalam penerapannya berisikan
tuntutan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan baik sebagai diri pribadi maupun sebagai
pejabat umum yang memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk pembuatan akta (FR, 2021a).
Pentingnya menerapkan asas kehati-hatian bagi seorang Notaris dalam pembuatan akta dapat
mencegah timbulnya kemungkinan Notaris untuk terjerat dalam kasus hukum, bentuk asas kehati-
hatian yang dapat dilakukan Notaris dalam pembuatan akta yaitu (Izhhar & Hasni, 2019):
1. Melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap
2. Memverifikasi secara cermat data penghadap
3. Memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta otentik
4. Bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam pembuatan akta
5. Memenuhi segala syarat teknis pembuatan akta Notaris
6. Melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila terdapat indikasi pencucian uang dalam
transaksi di Notaris
Notaris dalam melakukan suatu perbuatan hukum diharapkan agar selalu dapat bersikap hati-
hati sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta-fakta yang relevan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewajiban Notaris untuk memeriksa semua kelengkapan dan
keabsahan alat bukti atau dokumen yang diperlihatkan serta mendengar keterangan dari para pihak
sebagai dasar untuk dituangkan ke dalam bentuk akta, sikap hati-hati ini merupakan suatu asas yang
harus dipegang Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
untuk menjaga kepentingan kliennya, dan agar Notaris selalu dalam rambu-rambu yang tepat (Darus,
2017).
Namun seringkali Notaris terlibat dalam suatu perkara hukum baik sebagai saksi maupun
sebagai tersangka sebagai pembuat akta otentik (Wardani, 2018). Tanggung jawab Notaris dalam
persidangan dapat terjadi apabila akta yang dibuatnya menjadi masalah sehingga mewajibkan
Notaris untuk hadir di persidangan memberikan keterangannya berkaitan dengan aspek formil dan
materil dari akta otentik tersebut. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, apabila terbukti benar secara sengaja Notaris menyalahgunakan
wewenang dan kewajibannya terhadap akta yang dibuatnya, maka Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawaban karena telah menimbulkan kerugian (Koesoemawati & Rijan, 2009).
Pemanggilan Notaris untuk memberikan keteranganya haruslah melalui persetujuan Majelis
Kehormatan Notaris, persetujuan tersebut harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja, namun akan dianggap menyetujui panggilan tersebut apabila tidak memberikan
pernyataannya dalam jangka waktu tersebut. Majelis Kehormatan Notaris secara singkat merupakan
badan yang melakukan pembinaan dan melakukan pemeriksaan terhadap Notaris dan pemanggilan
Notaris yang harus melalui persetujuan MKN merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum
terhadap profesi Notaris.
Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum yakni perlindungan akan harkat dan
martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia, yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dan kesewenangan (Philipus, 1987). Dalam memeriksa Notaris terhadap akta