504
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
PERLINDUNGAN NOTARIS TERHADAP PEMBATALAN AKTA PPJB
YANG DIBUAT BERDASARKAN SURAT PALSU (STUDI KASUS PUTUSAN
NOMOR: 782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Universitas Tarumanagara, Indonesia
Email : okesoniaa@gmail.com, mellaismelina@yahoo.com
Abstrak
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
(KEMENKUMHAM) dengan kewengan utama ialah membuat akta autentik. Notaris dalam
melaksanakan jabatannya berpedoman pada UU JN dan Kode Etik Notaris, sehingga apabila seorang
Notaris terbukti melakukan pelanggaran, maka akibat perbuatannya tersebut dapat dimintakan
pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata jika menimbulkan kerugian. Pada perkara dalam
Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL seorang Notaris di
Tangerang terlibat dalam kasus perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Akta-Akta Notarial yang
dibatalkan oleh putusan pengadilan bukan berarti akibat dari kesalahan dari Notaris saja dalam pembuatan
akta, tetapi juga dapat disebabkan karena kesalahan ataupun kelalaian dari para pihak sehingga
mengakibatkan adanya gugatan karena Notaris telah membuat akta sesuai dengan peraturan. Setiap
anggota Notaris memiliki perlindungan hukum berupa adanya hak ingkar dan persetujuan terhadap
panggilan pengadilan, dalam penelitian ini akan dijelaskan mengenai perlindungan hukum yang
didapatkan Notaris apabila terlibat dalam suatu perbuatan melawan hukum. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian hukum normatif, dengan melakukan analisis terhadap putusan pengadilan sebagai
bahan hukum primer dari data sekunder yang digunakan. Dalam penelitian ini, peran Notaris hanyalah
menuangkan apa yang disampaikan oleh penghadap dan tidak memiliki kewajiban untuk memeriksakan
keaslian dokumen tersebut.
Kata kunci: Notaris, Akta Otentik, Perbuatan Melawan Hukum, Perlindugan Hukum, Keterangan Palsu
Abstract
Notaries are public officials (openbare ambtenaren) appointed by Ministry of Law and Human Rights
(KEMENKUMHAM) with the main authority is to make authentic deeds. Notaries in carrying out their
positions are guided by the UU JN and Kode Etik Notaris, so that if a Notary is proven to have committed
a violation, the consequences of his actions can be held accountable both criminally and civilly if it causes
harm. In the case in the South Jakarta District Court Decision Number: 782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL a
Notary in Tangerang was involved in a civil case of Unlawful Acts (PMH) Notarial deeds that were
canceled by a court decision did not necessarily result from the fault of the Notary alone in making the
deed, but could also be caused by the fault or negligence of the parties resulting in a lawsuit because the
Notary had made a deed in accordance with the regulations. A Notary has legal protection in the form of
the right to renounce and consent to subpoenas, in this study will explain the legal protection obtained by
Notaries when involved in an unlawful act. This research uses normative legal research methods, by
analyzing court decisions as primary legal material from secondary data used. In this study, the role of
the Notary is only to express what is conveyed by the confronter and has no obligation to check the
authenticity of the document
Keywords: Notary, Deed, Unlawful Acts, Legal Protection, False Steatments
PENDAHULUAN
Notaris adalah pejabat umum yang diangkat oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia dan memiliki kewenangan yang utama ialah membuat akta autentik menurut Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris dan dalam pelaksanaan jabatannya serta berpedoman pada Kode Etik
Notaris. Profesi Notaris sudah dikenal dari sejak jaman Belanda menjajah Indonesia yang disebut
dengan van Notaris. Definisi Notaris dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) ialah seseorang
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 6, Juni 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
505
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
yang mendapat kuasa dari pemerintah untuk mengesahkan dan menyaksikan berbagai surat
perjanjian, surat wasiat, akta dan sebagainya. Jabatan Notaris pada hakikatnya ialah jabatan luhur
yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, sehingga orang-orang yang berprofesi sebagai
Notaris memiliki prinsip utama untuk kesediaannya melayani masyarakat dan memenuhi kebutuhan
masyarakat akan kepastian hukum yang dituangkan dalam bentuk akta (Kansil & Kansil, 1979).
Kewenangan utama dari Notaris ialah melaksanakan akta-akta autentik yang dibuat menurut UU JN
di hadapan Notaris (Abady & Rahayu, 2023).
Ketika Notaris mengucapkan sumpah jabatannya, maka pada saat itu juga bertanggung jawab
secara penuh terhadap segala tindakannya dengan menentukan dapat atau tidaknya suatu perbuatan
hukum dituangkan ke dalam akta (FR, 2021b). Tanggung jawab seorang Notaris lahir dari adanya
kewenangan dan kewajiban yang dimiliki nya. Kewajiban dan kewenagan tersebut mulai berlaku
sejak adanya pembacaan sumpah jabatan yang dilakukan oleh tiap-tiap Notaris agar pelaksanaan
jabatannya selalu berpedoman pada UU JN dan Kode Etik. Kode Etik Notaris adalah kaidah moral
yang ditentukan oleh Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia yang wajib ditaati oleh setiap orang
yang menjalankan tugasnya sebagai Notaris. Kode Etik Notaris dalam penerapannya berisikan
tuntutan, bimbingan, pedoman moral atau kesusilaan baik sebagai diri pribadi maupun sebagai
pejabat umum yang memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk pembuatan akta (FR, 2021a).
Pentingnya menerapkan asas kehati-hatian bagi seorang Notaris dalam pembuatan akta dapat
mencegah timbulnya kemungkinan Notaris untuk terjerat dalam kasus hukum, bentuk asas kehati-
hatian yang dapat dilakukan Notaris dalam pembuatan akta yaitu (Izhhar & Hasni, 2019):
1. Melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap
2. Memverifikasi secara cermat data penghadap
3. Memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta otentik
4. Bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam pembuatan akta
5. Memenuhi segala syarat teknis pembuatan akta Notaris
6. Melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila terdapat indikasi pencucian uang dalam
transaksi di Notaris
Notaris dalam melakukan suatu perbuatan hukum diharapkan agar selalu dapat bersikap hati-
hati sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta-fakta yang relevan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Kewajiban Notaris untuk memeriksa semua kelengkapan dan
keabsahan alat bukti atau dokumen yang diperlihatkan serta mendengar keterangan dari para pihak
sebagai dasar untuk dituangkan ke dalam bentuk akta, sikap hati-hati ini merupakan suatu asas yang
harus dipegang Notaris dalam menjalankan jabatannya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian
untuk menjaga kepentingan kliennya, dan agar Notaris selalu dalam rambu-rambu yang tepat (Darus,
2017).
Namun seringkali Notaris terlibat dalam suatu perkara hukum baik sebagai saksi maupun
sebagai tersangka sebagai pembuat akta otentik (Wardani, 2018). Tanggung jawab Notaris dalam
persidangan dapat terjadi apabila akta yang dibuatnya menjadi masalah sehingga mewajibkan
Notaris untuk hadir di persidangan memberikan keterangannya berkaitan dengan aspek formil dan
materil dari akta otentik tersebut. Sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 16 UU Nomor 2 Tahun
2004 tentang Jabatan Notaris, apabila terbukti benar secara sengaja Notaris menyalahgunakan
wewenang dan kewajibannya terhadap akta yang dibuatnya, maka Notaris dapat dimintakan
pertanggungjawaban karena telah menimbulkan kerugian (Koesoemawati & Rijan, 2009).
Pemanggilan Notaris untuk memberikan keteranganya haruslah melalui persetujuan Majelis
Kehormatan Notaris, persetujuan tersebut harus diberikan dalam jangka waktu paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja, namun akan dianggap menyetujui panggilan tersebut apabila tidak memberikan
pernyataannya dalam jangka waktu tersebut. Majelis Kehormatan Notaris secara singkat merupakan
badan yang melakukan pembinaan dan melakukan pemeriksaan terhadap Notaris dan pemanggilan
Notaris yang harus melalui persetujuan MKN merupakan salah satu bentuk perlindungan hukum
terhadap profesi Notaris.
Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum yakni perlindungan akan harkat dan
martabat serta pengakuan terhadap hak asasi manusia, yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan
ketentuan hukum dan kesewenangan (Philipus, 1987). Dalam memeriksa Notaris terhadap akta
506
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
otentik yang dibuatnya tersebut, parameter pemeriksaan tersebut harus kepada aturan terkait
prosedur pembuatan akta Notaris, yakni Undang-Undang Jabatan Notaris dan akta Notaris yang
dibuat dengan prosedur yang benar tidak dapat dibatalkan kecuali dinyatakan lain oleh putusan
pengadilan apabila terbukti melanggar peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia.
Akta Notaris yang melanggar peraturan baik yang disengaja maupun tidak sengaja oleh
Notaris, maka akta otentik tersebut dapat terjadi degradasi menjadi akta dibawah tangan dan dapat
dibatalkan demi hukum. Pada perkara dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL yang akan di analisis, seorang Notaris di Tangerang terlibat dalam
suatu perkara akibat pembuatan akta yang didasarkan pada surat-surat palsu dan pencurian identitas.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan penelitian hukum normatif, karena penelitian ini bersumber dari data
sekunder dengan bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan, asas hukum dan dengan
nenggunakan bahan penelitian lainnya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan
undang-undang atau statue approach. Dengan menelaah peraturan-peraturan yang berlaku di Indonesia
yang ada kaitannya dengan isu hukum. Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yaitu dengan
melakukan studi pustaka yang terdiri dari buku-buku, jurnal dan dokumen-dokumen pendukung lainnya
yang ada kaitannya dengan topik penelitian ini. Penulis juga melakukan wawancara untuk menjadi data
pendukung.
Bahan hukum yang akan digunakan pada penelitian ini menggunakan metode deduksi. Secara
umum analisis dengan metode deduksi ialah penarikan kesimpulan dari suatu permasalahan yang umum
mendapatkan sesuatu hal yang bersifat khusus dari hal yang bersifat umum tersebut.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uraian Kasus
M. Ismet Abdullah (“Penggugat”) memiliki sebidang tanah seluas 1.989 m2 yang
berkedudukan di Jl. Abdul Majid No. 1 RT005/ RW007, Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan
Cilandak, Jakarta Selatan dengan Sertipikat Hak Milik No. 2765/Cipete Selatan. Kemudian, Kemal
Suryo Setyo Utomo (“Tergugat I”), Yenih (“Tergugat II”), Frederik Tomasowa (Tergugat III) dan
Achmad Fikri (“Tergugat IV”) secara bersama-sama membuat akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli
(PPJB) Nomor 12 tanggal 19 Oktober 2019 di Kantor Notaris Lusi Indriani, S.H., M.Kn. (“Turut
Tergugat I”) terhadap tanah milik Penggugat kepada Noven Yuliat (‘Turut Tergugat II”) tanpa
sepengetahuan Penggugat sebagai pemilik yang sah. Pembuatan akta PPJB tersebut dilakukan Para
Tergugat dengan cara melakukan pencurian identitas dan memalsukan dokumen-dokumen berupa:
a. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) 3174061708490005,
merupakan identitas dari Penggugat dengan foto yang telah diganti dengan wajah Tergugat I;
b. Kartu Tanda Penduduk (KTP) dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) 3174065010550004,
merupakan identitas dari istri Penggugat dengan foto yang telah diganti dengan wajah Tergugat
II;
c. Kartu Keluarga (KK) Nomor 3174062711141017 yang dibuat seolah-olah Tergugat IV adalah
kepala keluarga;
d. Buku Nikah yang dipalsukan seolah-olah milik Penggugat istri Penggugat;
e. Sertipikat Hak Milik No. 2765/Cipete Selatan yang dipalsukan.
Dokumen-dokumen sebagaimana yang telah disebutkan di atas telah diperiksa dan dinyatakan
sebagai dokumen palsu pada putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan serta Para Tergugat
dinyatakan sebagai terpidana dalam tindak pidana pembuatan surat palsu yang dilakukan secara
bersama-sama dan membuat keterangan palsu pada akta. Seluruh proses peralihan obyek tanah
merupakan suatu perbuatan melawan hukum, sehingga PPJB yang telah dibuat tersebut batal demi
hukum atau setidak-tidaknya dapat dibatalkan dikarenakan dibuat dengan melanggar syarat sah
507
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Keterlibatan Turut Tergugat I
sebagai Notaris dalam kasus tersebut karena telah membuat akta yang didasarkan pada identitas yang
dicuri dan dokumen palsu.
Transaksi jual beli tanah tersebut terjadi dikarenakan Tergugat IV yang merupakan admin
keuangan terlilit hutang sebesar Rp 2.000.000.00,00 (dua milyar rupiah), dan kemudian Tergugat IV
mendapatkan saran utuk mengambil sertifikat kepimilikan atas Obyek Tanah dari brankas milik
Penggugat untuk dipalsukan. Setelah dilakukan pengecekan maka terjadilah kesepakatan untuk
melakukan jual beli tersebut dengan harga Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan Penggugat
sebagai pemilik membantah bahwa ia tidak pernah menerima uang dari transaksi jual beli ini dari
Turut Tergugat II.
Obyek Tanah tersebut senilai Rp 18.000.000.000,00 (delapan belas milyar rupiah)
berdasarkan harga jual Nilai Objek Jual Pajak (NJOP). Namun, harga Obyek Tanah tersebut senilai
Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) pada saat likuidasi dan sebesar Rp
75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima milyar rupiah) saat harga wajar yang diterapkan menurut hasil
penilaian yang dilakukan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).
Harga yang menjadi nilai transaksi tersebut merupakan suatu tindakan penyelundupan hukum
dan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan Para Tergugat mengakibatkan kecacatan
hukum pada transaksi jual beli Obyek Tanah tersebut. Kerugian yang timbul dari transaksi tersebut
ialah:
a. Kerugian Keperdataan;
b. Kerugian atas Kepastian Hukum; dan
c. Kerugian Materil dan Imateriil.
2. Pertimbangan Hakim
Hakim tidak dapat menjatuhkan suatu putusan sebelum peristiwa tersebut benar-benar terjadi
dan dibuktikan kebenarannya (Arto & SH, 2019). Pertimbangan hakim setidaknya memuat
sebagaimana berikut (Arto & SH, 2019) :
1. Pokok-pokok persoalan yang diakui dan dalil-dalil yang tidak disangkal;
2. Analisis secara yuridis terhadap segala aspek menyangkut semua fakta yang dibuktikan dalam
persidangan;
3. Pertimbangan terhadap petitum penggugat yang diadili satu persatu terbukti atau tidaknya dan
apakah dapat dikabulkan dalam amar putusan.
Dalam uraian kasus di atas, bahwa benar sebidang tanah seluas 1.989 m2 dengan Sertifikat
Hak Milik Nomor 2785 beralamat di Kelurahan Cipete Selatan, Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta
Selatan adalah milik Penggugat dan terhadap tanah yang menjadi obyek sengketa tersebut terdapat
PMH yang dilakukan Para Tergugat. Akta otentik yang dibuat oleh Turut Tergugat I pada dasarnya
memiliki nilai pembuktian terkuat dan terpenuh namun Penggugat dalam hal ini yang merasa
dirugikan akibat adanya akta tersebut, dan sebagai pihak yang menyangkal adanya akta tersebut
maka Penggugat yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan atas terbitnya akta tersebut
berdasarkan Pasal 163 HIR/283 RBg.
Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat IV yang terbukti melakukan pemalsuan surat untuk
melakukan transaksi jual beli Obyek Tanah dan melanggar Pasal 263 KUHPidana. Pemalsuan surat
dapat berupa (Chazawi, 2022) :
1. Membuat sebuah surat yang sebagian atau seluruh isinya tidak sesuai atau bertentangan dengan
kebenaran. Membuat surat palsu demikian disebut dengan pemalsuan intelektual (intelectuele
valschbeid);
508
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
2. Membuat sebuah surat yang seolah-olah surat itu berasal dari orang lain selain si pembuat surat.
Membuat surat palsu yang demikian ini disebut dengan pemalsuan materiil (materiele
valschbeid).
Sebelum Penggugat melakukan gugatan perdata, telah terlebih dulu ada putusan pidana terkat
tindakan Para Tergugat yang melakukan tindak pidana pemalsuan surat. Dengan adanya putusan
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap atas tindak pidana Para Tergugat, maka Akta
Pengikatan Jual Beli Nomor 12 tanggal 9 Oktober 2019, Akta Perjanjian Pengosongan Nomor 13
tanggal 9 Oktober 2019 dan Akta Kuasa Untuk Menjual Nomor 14 tanggal 9 Oktober 2019 yang
merupakan Partij Acta tersebut dibuat berdasarkan surat-surat palsu dan unsur-unsur subyektif
maupun objektif pada akta tersebut menjadi tidak terpenuhi, Majelis Hakim pun sependapat dengan
Penggugat terkait permintaan pembatalan akta tersebut dan dinyatakan cacat hukum.
Dengan apa yang telah diuraikan di atas dan berdasarkan bukti-bukti yang disampaikan oleh
Penggugat serta berdasarkan keterangan dari Para Saksi t yang pada intinya menyatakan bahwa
Penggugat pada tanggal 1 Oktober 2019 sampai dengan 15 Oktober 2019, Penggugat melakukan
perjalanan ke Jepang dan Korea Selatan, sehingga tidak sesuai dengan tanggal dimana akta-akta
notarial ditandatangani yaitu pada tanggal 9 Oktober 2019. Maka syarat sah perjanjian menjadi tidak
terpenuhi dan akta-akta tersebut menjadi batal demi hukum serta dapat dimintakan ganti kerugian.
3. Keputusan Hakim
Prinsip kebebasan hakim dalam berpendapat dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tercermin dalam sikap hakim ketika memberikan keputusan
pengadilan, seorang hakim harus memihak yang benar, tidak berat sebelah dan tidak membeda-
bedakan orang. Sering kali keadilan hukum berbenturan dengan kemanfaatan dan kepastian hukum
yang menyebabkan salah satu nya harus dikorbankan, maka dari itu Gustav Radbruch menyatakan
agar dapat terwujudnya tujuan hukum, perlu diklasifikasikan menurut asas prioritas, dengan urutan
sebagaimana berikut (Erwin, 2015):
a. Keadilan hukum;
b. Kemanfaatan hukum; dan
c. Kepastian hukum.
Putusan pengadilan harus memuat 4 (empat) asas sebagai berikut (Erwin, 2015):
a. Memuat Dasar Alasan Yang Jelas Dan Rinci
b. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Gugatan
c. Tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan
d. Diucapkan di muka umum
Sebagaimana pada uraian kasus dan pertimbangan hakim dalam Putusan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan Nomor: 782/Pdt.G/2020/PN JKT.Sel dinyatakan bahwa Para Tergugat baik secara
sendiri-sendiri maupun bersama-sama telah melakukan PMH yang mengakibatkan akta-akta notarial
yang telah dibuat oleh Turut Tergugat I dinyatakan cacat hukum dan tidak mempunyai kekutan
hukum mengikat. Indonesia sebagai negara hukum dan memiliki tujuan untuk mewujudkan
kesejahteraan masyarakat dengan melindungi kepentingan masyarakat, maka setiap perbuatan
hukum harus diorientasikan kepada tujuan yang hendak dicapai dengan berdasarkan pada hukum
yang berlaku (FR, 2021a).
Bagaimana Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum (PMH) Terhadap Akta PPJB
Perjanjian ataupun persetujuan merupakan suatu perbuatan untuk saling mengikatakan diri, baik
terhadap 1 (satu) orang maupun lebih yang saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal yang
diperjanjikan. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) menurut Herlien Budiono ialah perjanjian
bantuan yang berfungsi sebagai perjanjian pendahuluan yang bentuknya bebas, sehingga dapat
509
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
dikategorikan ke dalam perjanjian pendahuluan yang dibuat sebelum dilaksanakannya perjanjian utama
(Putri, 2017). Dibuatnya PPJB dikarenakan beberapa alasan diantaranya sebagai berikut:
1. Belum dapat dilakukan pembayaran terhadap objek secara penuh;
2. Berkas adiministrasi yang berupa surat/dokumen objek belum dapat dilengkapi;
3. Belum dapat dikuasainya objek oleh para pihak, penjual ataupun pembeli; dan
4. Pertimbangan mengenai nilai objek yang diperjualbelikan yang masih belum ada kesepakatan antara
para pihak.
Terbitnya akta tersebut tidak memenuhi syarat subyektif, sebagaimana dalam Pasal 39 ayat
(1) menyebutkan syarat-syarat sebagai penghadap guna pembuatan akta, yaitu:
1. Paling rendah berumur 18 (delapan belas) tahun atau telah menikah; dan
2. Cakap melakukan perbuatan hukum.
Penghadap haruslah dikenal oleh Notaris dengan memastikan bahwa identitas yang ada pada
dokumen yang ditunjukan merupakan asli dan benar bahwa yang bersangkutan yang menghadap kepada
Notaris untuk dibuatkan akta. Kata “mengenal” disini berarti bahwa nama penghadap yang tertulis di
dalam akta sesuai dengan orang yang bersangkutan, bukan pada orang lain (Kie, 2001). Sebagaimana
dalam Pasal 1340 KUH Perdata, dijelaskan pula bahwa perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para
pihak yang membuatnya dan memberikan kerugian bagi pihak ketiga dikarenakan akta dibuat dengan
berdasarkan surat-surat yang dipalsukan sehingga keterangan yang ada dalam akta tidak benar,
berdasarkan bukti yang telah diajukan oleh Penggugat dan terbukti benar bahwa bukanlah Penggugat
yang mengikatkan dirinya untuk transaksi jual beli Obyek Tanah tersebut, dikarenakan pada saat
tanggal penandatanganan akta tersebut, Penggugat sedang berada di Jepang dan Korea Selatan yang
dapat dibuktikan dengan keterangan dari Saksi I yang turut serta berada di Jepang dan Korea Selatan
bersama dengan Penggugat. Sehingga pihak yang menghadap Notaris guna pembuatan akta bukanlah
Penggugat, namun Tergugat IV yang berpura-pura menjadi figur dari Penggugat.
Dalam tindakan Para Tergugat, terdapat unsur-unsur perbuatan menyuruh untuk memasukkan
keterangan palsu, yaitu (Chazawi, 2022) :
1. Adanya inisiatif atau menyuruh Notaris untuk memasukkan keterangan palsu ke dalam suatu akta;
2. Adanya hubungan antara menyuruh memasukkan keterangan palsu dengan orang yang memberikan
keterangan palsu tersebut;
3. Adanya ketidaktahuan pejabat pembuat akta otentik terkait keterangan palsu terebut;
4. Pejabat pembuat akta otentik tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap perbuatannya
yang membua akta otentik dari keterangan palsu.
Dari unsur-unsur yang telah disebutkan di atas, Turut Tergugat I dalam kasus ini tidak dapat
dikenakan pidana dikarenakan akta otentik merupakan alat bukti yang sempurna sehingga isi dari
akta otentik telah menerangkan yang sebenarnya dan tindakan Turut Tergugat I yang memasukkan
keterangan para pihak tidak lah disengaja dan tidak ada unsur kesengajaan, dikarenakan telah
menyesuaikan dengan identitas yang diberikan oleh Para Pihak, tanpa mengetahui bahwa identitas
tersebut telah dipalsukan.
Apabila berdasarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum, tindakan-tindakan dari Para
Tergugat dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Adanya suatu perbuatan
Perbuatan aktif maupun pasif yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum,
maksudnya ialah melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu. Dalam kasus ini, berupa
perbuatan aktif dikarenakan adanya unsur sengaja atas perbuatannya yaitu perbuatan dalam kasus
ini ialah berupa penandatanganan akta-akta notarial tersebut serta melakukan rekayasa transaksi jual
beli Obyek Tanah.
510
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
b. Perbuatan tersebut melawan hukum
Perbuatan yang dilakukan oleh Para Tergugat dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan
hukum, perbuatan yang dimaksud disini ialah penandatanganan akta yang telah melanggar Pasal
1320 KUH Perdata mengenai syarat sah perjanjian dan melanggar hak Penggugat sebagai pemilik
Obyek Tanah.
c. Adanya Kesalahan
Menurut Munir Fuady, bahwa kesalahan mengantudng unsur berupa tidak adanya alasan
pemaaf atas perbuatan tersebut (Fuady, 2005). Perbuatan-perbuatan yang dilakukan Para Tergugat
tidak terdapat alasan pembenar atas perbuatannya dan karenanya harus dipertanggung jawabkan atas
kerugian yang timbul bagi Penggugat.
d. Adanya Kerugian
Kerugian berupa pencurian identitas milik Penggugat oleh Tergugat IV untuk kepentingan
jual beli Obyek Tanah, dimana Penggugat tidak memiliki niat untuk melepaskan hak nya atas Obyek
Tanah.
Bagaimanakah tanggung jawab Notaris terhadap akta PPJB yang dibuat berdasarkan surat-
surat palsu.
Tanggung jawab seorang Notaris lahir dari adanya kewenangan dan kewajiban yang dimiliki nya,
kewajiban dan kewenagan tersebut mulai berlaku sejak adanya pembacaan sumpah jabatan yang
dilakukan oleh tiap-tiap Notaris agar pelaksanaan jabatannya selalu berpedoman pada UU JN dan Kode
Etik. Notaris yang berprofesi untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat tentu memiliki
perlindungan hukum, hak ingkar merupakan salah satu bentuk perlindungan terhadap profesi Notaris,
begitu pula dengan masyarakat yang menggunakan jasa Notaris tentu ada perlindungan hukum dan
kepastian yang diberikan yaitu berupa pembuatan akta otentik yang dibuat dengan mematuhi peraturan
perundang-undangan.
Pentingnya menerapkan asas kehati-hatian bagi seorang Notaris dalam pembuatan akta dapat
mencegah timbulnya kemungkinan Notaris untuk terjerat dalam kasus hukum, bentuk asas kehati-hatian
yang dapat dilakukan Notaris dalam pembuatan akta yaitu (Izhhar & Hasni, 2019):
1. Melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap
2. Memverifikasi secara cermat data penghadap
3. Memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta otentik
4. Bertindak hati-hati, cermat dan teliti dalam pembuatan akta
5. Memenuhi segala syarat teknis pembuatan akta Notaris
6. Melaporkan kepada pihak yang berwajib apabila terdapat indikasi pencucian uang dalam transaksi
di Notaris
Dalam hal melakukan pengenalan terhadap penghadap yang akan melakukan pembuatan akta,
berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Penerapan Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris, prinsip mengenali penghadap sebagai
pengguna jasa setidaknya memuat:
1. Identifikasi pengguna jasa;
2. Verifikasi pengguna jasa; dan
3. Pemantauan transaksi pengguna jasa
Apabila akta Notaris dibuat dengan mematuhi peraturan yang telah ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan dan memenuhi persyaratan formil, maka akta tersebut tidak dapat dibatalkan.
Namun pada kasus ini akta-akta tersebut dibuat berdasarkan keterangan palsu yang diberikan oleh
Para Tergugat dan tentunya pertanggungjawaban dalam kejadian tersebut tidak dibebankan kepada
511
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Turut Tergugat I sebagai Notaris, karena yang bersangkutan telah melaksanakan tugasnya dengan
berpedoman pada peraturan yang berlaku dan mematuhi kode etik. Sehingga Notaris tidak dapat
dituntut atas pembuatan akta yang dibuat berdasarkan surat palsu.
Perlindungan hukum terhadap Notaris dalam menjalankan tugas dan jabatannya diatur dalam
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun
2004 Tentang Jabatan Notaris. Hal tersebut dapat terlihat ketika Notaris terlibat dalam suatu perkara
hukum seperti yang telah diatur dalam Pasal 66 UU JN, bahwa pengambilan minuta akta dan
pemanggilan Notaris harus melalui persetujuan Majelis Kehormatan Notaris sebagai lembaga yang
memiliki wewenang untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris.
Notaris sebagai pejabat umum, salah satu bentuk perlindungan hukumnya ialah dengan
memiliki hak ingkar untuk tidak memberitahukan mengenai isi akta sesuai dengan sumpah jabatan
yang diucapkannya berdasarkan Pasal 16 ayat (1) huruf f UU JN, namun atas seizin Majelis
Pengawas seorang Notaris dapat memberikan keterangan yang berkaitan dengan isi akta apabila
diperlukan untuk kepentingan pengadilan dan hak ingkar tersebut menjadi salah satu bentuk
perlindungan hukum terhadap Notaris.
Setiap anggota Notaris tergabung ke dalam suatu organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI)
yang didalam salah satu misi organisasi tersebut berbunyi “…… melindungi anggota untuk
mencapai kebanggan dan kejayaan Notaris.” hal tersebut juga merupakan salah satu bentuk
perlindungan hukum yang diberikan kepada Notaris. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 Peraturan
Perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia Nomor: 08/PERKUM/INI/2017 tentang Tata Cara Pemberian
Bantuan Hukum dan Pendampingan Kepada Aggota Ikatan Notaris Indonesia, bahwa anggota yang
memerlukan bantuan hukum dan pendampingan diminta melaporkannya secara tertulis, lengkap dan
sejujur-jujurnya (tidak ada yang ditutup-tutupi) kepada pengurus daerah INI di wilayah kerjanya,
untuk memudahkan analisa bantuan hukum yang akan diberikan.
Turut Tergugat I dalam kasus tersebut yang merupakan pejabat umum, mewakili dan
bertindak atas nama negara maka sudah sepatutnya Notaris mendapatkan hak istimewa berupa hak
ingkar sebagai salah satu bentuk perlindungan hukum, namun meskipun memiliki hak ingkar akan
lebih baik Notaris untuk selalu menjunjung tinggi kode etik dalam pelaksanaan jabatannya sejalan
juga dengan sumpah jabatannya (Andriana & Irawan, 2022).
KESIMPULAN
Notaris dalam membuat akta otentik wajib mematuhi UU JN dan Kode Etik Notaris, karena akta
otentik merupakan alat bukti terkuat dan terpenuh sehingga apa yang tertuang dalam akta adalah benar.
Guna pembuatan akta, Penghadap haruslah dikenal oleh Notaris dengan memastikan bahwa identitas
yang ada pada dokumen yang ditunjukan merupakan asli dan benar bahwa yang bersangkutan yang
menghadap kepada Notaris untuk dibuatkan akta. Berdasarkan bukti yang telah diajukan oleh Penggugat
dan terbukti benar bahwa bukanlah Penggugat yang mengikatkan dirinya untuk transaksi jual beli Obyek
Tanah tersebut, dikarenakan pada saat tanggal penandatanganan akta tersebut, Penggugat sedang berada
di Jepang dan Korea Selatan yang dapat dibuktikan dengan keterangan dari Saksi I yang turut serta
berada di Jepang dan Korea Selatan bersama dengan Penggugat. Sehingga pihak yang menghadap
Notaris guna pembuatan akta bukanlah Penggugat, namun Tergugat IV yang berpura-pura menjadi figur
dari Penggugat. Sehingga Notaris dalam hal ini tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban karena
Notaris telah membuat akta dengan mematuhi peraturan UU JN dan Kode Etik. Tanggung jawab seorang
Notaris lahir dari adanya kewenangan dan kewajiban yang dimiliki nya, kewajiban dan kewenagan
tersebut mulai berlaku sejak adanya pembacaan sumpah jabatan yang dilakukan oleh tiap-tiap Notaris
agar pelaksanaan jabatannya selalu berpedoman pada UU JN dan Kode Etik. Notaris sebagai pejabat
umum, salah satu bentuk perlindungan hukumnya ialah dengan memiliki hak ingkar untuk tidak
512
Eztha Oke Sonia, Mella Ismelina Farma Rahayu
Perlindungan Notaris Terhadap Pembatalan Akta Ppjb Yang
Dibuat Berdasarkan Surat Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor:
782/PDT.G/2020/PN JKT.SEL)
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
memberitahukan mengenai isi akta sesuai dengan sumpah jabatan yang diucapkannya berdasarkan Pasal
16 ayat (1) huruf f UU JN, namun atas seizin Majelis Pengawas seorang Notaris dapat memberikan
keterangan yang berkaitan dengan isi akta apabila diperlukan untuk kepentingan pengadilan dan hak
ingkar tersebut menjadi salah satu bentuk perlindungan hukum terhadap Notaris. Turut Tergugat I dalam
kasus tersebut yang merupakan pejabat umum, mewakili dan bertindak atas nama negara maka sudah
sepatutnya Notaris mendapatkan hak istimewa berupa hak ingkar sebagai salah satu bentuk
perlindungan hukum, namun meskipun memiliki hak ingkar akan lebih baik 16 Notaris untuk selalu
menjunjung tinggi kode etik dalam pelaksanaan jabatannya.
DAFTAR PUSTAKA
abady, A. R. P., & Rahayu, M. I. F. (2023). Penyuluhan Hukum Pembuatan Akta Oleh Notaris
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris. Journal On
Education, 5(2), 42484258.
Andriana, K. U., & Irawan, A. D. (2022). Perlindungan Hukum Bagi Notaris Dalam Pembuatan Akte
Berdasarkan Keterangan Palsu Dari Para Pihak. Academos Jurnal Hukum Dan Tatanan Sosial,
1(1).
Arto, H. A. M., & Sh, M. (2019). Teori & Seni Menyelesaikan Perkara Perdata Di Pengadilan. Prenada
Media.
Chazawi, A. (2022). Hukum Pidana Positif Penghinaan. Media Nusa Creative (Mnc Publishing).
Darus, M. L. H. (2017). Hukum Notariat Dan Tanggung Jawab Jabatan Notaris. Uii Perss, Yogyakarta.
Erwin, M. (2015). Filsafat Hukum: Refleksi Kritis Terhadap Hukum Dan Hukum Indonesia (Dalam
Dimensi Ide Dan Aplikasi). Jakarta, Raja Grafindo Persada.
Fr, M. I. (2021a). Batasan Pelaksanaan Hak Ingkar Notaris Dalam Rangka Menjaga Kerahasiaan Akta
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Perubahan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Jurnal Hukum Adigama, 4(1), 650670.
Fr, M. I. (2021b). Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Tanah Dalam Membuat Akta Otentik Yang
Penghadapnya Menggunakan Identitas Dan Tanda Tangan Palsu (Studi Kasus Putusan Nomor
412/Pdt/2018/Pt. Dki). Jurnal Hukum Adigama, 4(1), 580601.
Fuady, M. (2005). Perbuatan Melawan Hukum (Pendekatan Kontemporer).
Izhhar, N. R., & Hasni, H. (2019). Analisis Terhadap Permasalahan Hukum Penguasaan Tanah Dengan
Hak Guna Usaha Di Kalimantan (Studi Putusan: Putusan Mahkamah Agung Nomor 121
K/Tun/2017). Jurnal Hukum Adigama, 2(2), 12661289.
Kansil, C. S. T., & Kansil, C. S. T. (1979). Pokok-Pokok Etika Jabatan Hukum. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Kie, T. T. (2001). Serba Serbi Praktek Notaris. Ichtiar Baru, Jakarta.
Koesoemawati, I., & Rijan, Y. (2009). Ke Notaris, Raih Asa Sukses. Jakarta.
Philipus, M. H. (1987). Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Bina Ilmu, Surabaya, 25.
Putri, D. K. (2017). Perbedaan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Lunas Dengan Perjanjian Pengikatan
Jual Beli Tidak Lunas. Jurnal Akta, 4(4), 623634.
Wardani, M. K. D. (2018). Kesalahan Notaris Dalam Pembuatan Akta Perubahan Anggaran Dasar
Bagi Yayasan Yang Didirikan Sebelum Berlakunya Undang-Undang Yayasan Dan Akibat
Hukumnya. Universitas Islam Indonesia.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License