2774-5147
padi, melalui sistem pengairan tradisional tanam padi yang tentunya menggunakan ritual adat tradisi
adat yang dilaksanakan masyarakat Bali untuk pendukung kelestarian tradisi adat subak bali (Suryawan,
2020). Sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi adat yang dilakukan masyarakat Bali hingga sekarang
merupakan bentuk aktivitas masyarakat yang termotivasi oleh sesuatu yang tidak kelihatan (kasat mata)
dan tidak diketahui sebagai bentuk kontrol sesuatu (Susanti & Lestari, 2020).
Budaya yang sudah lama mentradisi dijadikan norma bagi masyarakat Bali melalui tradisi subak
bali dalam ritual ini terdapat peristiwa tersebut banyak sesaji yang berfungsi sebagai simbol yang
bermakna terhadap perilaku manusia dengan Tuhan Nya. Mulyana et al., (2013) Budaya berkaitan
dengan bagaimana cara manusia hidup. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
masyarakat, konsep alam semesta, obyek- obyek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar
orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya disebarkan melalui
imitasi dan juga observasi dalam masyarakat adat di seluruh Indonesia terkhusus di Bali (Matitaputty,
2019).
Masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan keterkaitan yang sangat erat (Panuntun, 2020),
dimana perilaku manusia itu melahirkan kebudayaan yang dilakukan secara ajeg dan bermetamorfosis
menjadi tradisi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang diyakini sarat akan kandungan nilai- nilai
teologi maupun falsafati yang mencakup hubungan antar manusia dengan Tuhannya antar sesama
manusia maupun manusia dengan alamnya. Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat di suatu
daerah berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain, terkhusus masyarakat subak bali di
tegalalang, Ubud, Bali.
Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bertujuan untuk menghindari ketidakadilan gender
(Perempuan Adat) dalam praktek kehidupan Masyarakat Bali dalam menjaga tradisi subak bali.
Mengkaji dukungan pemuka Adat, Masyarakat Adat, dan Pemerintah Pusat/Daerah terhadap tradisi
Subak Bali dalam mempertahankan kesakralan ritual tradisi subak Bali serta Hasil penelitian/ luaran
penelitian diharapkan sebagai publikasi dan referensi lanjutan penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kebudayaan berbasis pendekatan
holistic dan pendekatan empiris Antropologi Hukum yang menggambarkan bahwa kebudayaan yang
mentradisi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari budaya, adat istiadat masyarakat setempat
yang sacral dalam pelaksanaan ritual tradisi adat Subak Bali yang dapat dikaji dalam analisa pendekatan
empiris yakni mengamati dan wawancara informan mengenai peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi
di masyarakat adat tegalalang, Ubud, Bali terkait dengan pelaksanaan tradisi Subak Bali (Handayani &
Miranti, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksistensi Peran Perempuan Adat Sebagai Penjaga Tradisi Subak Bali
Perempuan Adat Bali memposisikan ritual subak/tradisi subak untuk mengekspresikan ketaatan
dan kepercayaan terhadap Tuhan yang merupakan implikasi budaya dan adat di Bali (Darmayoga,
2021). Meski terkadang perempuan masih menghadapi ketidaksetaraan dalam setiap perannya, akan
tetapi dalam penentuan kegiatan ritual dalam keluarga dan subak ternyata perempuan memiliki otoritas
(Karma Istri subak) untuk menentukan hari pelaksanaannya, sehingga tidak terjadi ketimpangan peran
gender. Dalam subak, perempuan sebagai anggota subak dapat memasarkan produk subak yakni beras
organic, pengolahan limbah ternak sapi, pengolah teh dan kopi serta pemeliharaan jaringan, meski
perempuan sebagai anggota subak kelas dua akan tetapi subak memberikan kewenangan yang sama
kepada perempuan, sehingga eksistensi peran perempuan sangat terjaga dalam melestarikan kearifan
lokal tradisi subak bali (Martiningsih, 2012). Hal ini dibuktikan dengan adanya awig-awig subak yang
menjadi kaki dan tangan dari organisasi Subak sekaligus juga adat istiadat masyarakat setempat yang
masih kuat dan mengatakan bahwa perempuan ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pria. Bukti inilah maka dalam organisasi subak ketimpangan posisi laki-laki dan perempuan
tidak ditunjukkan dalam peraturan maupun implikasinya di lapangan (Berliyanti, 2014). Dapat