768
Emy Handayani, Suparno, Untung Sri Hardjanto
PENGARUH TEORI FRITJOF CAPRA TERHADAP EKSISTENSI
PEREMPUAN ADAT BALI SEBAGAI PENJAGA TRADISI SUBAK BALI
DALAM BINGKAI PENDEKATAN KEBUDAYAAN
Emy Handayani, Suparno, Untung Sri Hardjanto
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia
Email : emyfhundip@yahoo.co.id
Abstrak
Latar belakang penelitian ini adalah perempuan adat Bali memiliki peran dan kedudukan social di
masyarakat Bali lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki, meski mempunyai kewenangan yang
berbeda dalam menjaga, merawat, melestarikan lingkungan pertanian subak bali. penelitian ini bertujuan
untuk menghindari ketidakadilan gender (Perempuan Adat) dalam praktek kehidupan Masyarakat Bali
dalam menjaga tradisi subak bali. Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kebudayaan
berbasis pendekatan holistic dan pendekatan empiris Antropologi Hukum. penelitian ini memperoleh hasil
bahwasanya Kedudukan perempuan dan laki-laki tidak setara dalam melakukan kewenangan dalam
pelaksanaan Tradisi Subak Bali, Sehingga Laki-laki lebih mendominasi dalam memberikan pengambilan
keputusan dalam masyarakat adat Perempuan adat Bali dapat memposisikan perannya dalam
mempertahankan dan mempranatakan perangkat tertentu dari kepercayaan, nilai, sikap, perilaku dan
persepsi (social, ekonomi dan politik).
Kata kunci: Teori Fritjof Capra, Perempuan Adat Bali, Penjaga Subak Bali, Kebudayaan
.
Abstract
The background of this study is that Balinese indigenous women have a lower role and social position in
Balinese society compared to men, even though they have different authorities in maintaining, caring for,
preserving the agricultural environment of Subak Bali. This study aims to avoid gender injustice
(Indigenous Women) in the practice of Balinese life in maintaining the Balinese subak tradition. The
method used in this study is a cultural approach based on a holistic approach and an empirical approach
to Legal Anthropology. This study obtained the results that the position of women and men is not equal in
exercising authority in the implementation of the Balinese Subak Tradition, so that men dominate more in
providing decision-making in indigenous communities Balinese indigenous women can position their role
in maintaining and practicing certain devices of beliefs, values, attitudes, behaviors and perceptions
(social, economic and political)
Keywords: Fritjof Capra theory, Balinese traditional women, Balinese Subak guards, Culture
PENDAHULUAN
Fritjof Capra, mengatakan selama tiga ribu tahun terakhir Peradaban Barat dan pendahulu-
pendahulunya dan kebudayaan-kebudayaan lainnya, telah didasarkan atas sistem filsafat, sosial dan
politik dimana laki-laki dengan kekuatan, tekanan langsung, atau melalui ritual, tradisi, hukum dan
bahasa, adat kebiasaan, etiket, pendidikan dan pembagian kerja menentukan peran apa yang boleh dan
tidak dimainkan oleh perempuan dimana perempuan dianggap lebih rendah daripada laki-laki
(Kurniasari, 2022).
Budaya patriaki Rahmawati, (2016) yang telah mempengaruhi pemikiran-pemikiran mendasar
seluruh masyarakat dunia tentang hakekat manusia dan hubungannya dengan alam dalam pandangan
budaya patriaki dengan doktrin-doktrin yang universal. Ketika masyarakat Bali percaya bahwa sistem
pengairan tradisional tanaman padi yang lebih kita kenal dengan sebutan tradisi subak bali, maka system
pengairan tradisional tanaman padi di Bali mempunyai kekuatan magis yang mampu mempengaruhi
kehidupan manusia karena tanaman padi adalah tanaman yang dibawa Dewi Sri.
Para petani percaya bahwa Dewi Sri adalah dewi pembawa kesejahteraan bagi masyarakat Bali.
Sehingga tradisi subak bali dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Bali atas berkah panen
Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)
Volume 3, Number 9, September 2023
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
769
Emy Handayani, Suparno, Untung Sri Hardjanto
Pengaruh Teori Fritjof Capra Terhadap Eksistensi Perempuan
Adat Bali Sebagai Penjaga Tradisi Subak Bali Dalam Bingkai
Pendekatan Kebudayaan
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
padi, melalui sistem pengairan tradisional tanam padi yang tentunya menggunakan ritual adat tradisi
adat yang dilaksanakan masyarakat Bali untuk pendukung kelestarian tradisi adat subak bali (Suryawan,
2020). Sehingga dapat dikatakan bahwa tradisi adat yang dilakukan masyarakat Bali hingga sekarang
merupakan bentuk aktivitas masyarakat yang termotivasi oleh sesuatu yang tidak kelihatan (kasat mata)
dan tidak diketahui sebagai bentuk kontrol sesuatu (Susanti & Lestari, 2020).
Budaya yang sudah lama mentradisi dijadikan norma bagi masyarakat Bali melalui tradisi subak
bali dalam ritual ini terdapat peristiwa tersebut banyak sesaji yang berfungsi sebagai simbol yang
bermakna terhadap perilaku manusia dengan Tuhan Nya. Mulyana et al., (2013) Budaya berkaitan
dengan bagaimana cara manusia hidup. Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan
pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan
masyarakat, konsep alam semesta, obyek- obyek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar
orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Budaya disebarkan melalui
imitasi dan juga observasi dalam masyarakat adat di seluruh Indonesia terkhusus di Bali (Matitaputty,
2019).
Masyarakat dan kebudayaan memiliki hubungan keterkaitan yang sangat erat (Panuntun, 2020),
dimana perilaku manusia itu melahirkan kebudayaan yang dilakukan secara ajeg dan bermetamorfosis
menjadi tradisi yang dijunjung tinggi oleh masyarakat yang diyakini sarat akan kandungan nilai- nilai
teologi maupun falsafati yang mencakup hubungan antar manusia dengan Tuhannya antar sesama
manusia maupun manusia dengan alamnya. Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat di suatu
daerah berbeda dengan kebudayaan masyarakat di daerah lain, terkhusus masyarakat subak bali di
tegalalang, Ubud, Bali.
Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini bertujuan untuk menghindari ketidakadilan gender
(Perempuan Adat) dalam praktek kehidupan Masyarakat Bali dalam menjaga tradisi subak bali.
Mengkaji dukungan pemuka Adat, Masyarakat Adat, dan Pemerintah Pusat/Daerah terhadap tradisi
Subak Bali dalam mempertahankan kesakralan ritual tradisi subak Bali serta Hasil penelitian/ luaran
penelitian diharapkan sebagai publikasi dan referensi lanjutan penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini pendekatan kebudayaan berbasis pendekatan
holistic dan pendekatan empiris Antropologi Hukum yang menggambarkan bahwa kebudayaan yang
mentradisi merupakan kesatuan yang tidak terpisahkan dari budaya, adat istiadat masyarakat setempat
yang sacral dalam pelaksanaan ritual tradisi adat Subak Bali yang dapat dikaji dalam analisa pendekatan
empiris yakni mengamati dan wawancara informan mengenai peristiwa-peristiwa hukum yang terjadi
di masyarakat adat tegalalang, Ubud, Bali terkait dengan pelaksanaan tradisi Subak Bali (Handayani &
Miranti, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksistensi Peran Perempuan Adat Sebagai Penjaga Tradisi Subak Bali
Perempuan Adat Bali memposisikan ritual subak/tradisi subak untuk mengekspresikan ketaatan
dan kepercayaan terhadap Tuhan yang merupakan implikasi budaya dan adat di Bali (Darmayoga,
2021). Meski terkadang perempuan masih menghadapi ketidaksetaraan dalam setiap perannya, akan
tetapi dalam penentuan kegiatan ritual dalam keluarga dan subak ternyata perempuan memiliki otoritas
(Karma Istri subak) untuk menentukan hari pelaksanaannya, sehingga tidak terjadi ketimpangan peran
gender. Dalam subak, perempuan sebagai anggota subak dapat memasarkan produk subak yakni beras
organic, pengolahan limbah ternak sapi, pengolah teh dan kopi serta pemeliharaan jaringan, meski
perempuan sebagai anggota subak kelas dua akan tetapi subak memberikan kewenangan yang sama
kepada perempuan, sehingga eksistensi peran perempuan sangat terjaga dalam melestarikan kearifan
lokal tradisi subak bali (Martiningsih, 2012). Hal ini dibuktikan dengan adanya awig-awig subak yang
menjadi kaki dan tangan dari organisasi Subak sekaligus juga adat istiadat masyarakat setempat yang
masih kuat dan mengatakan bahwa perempuan ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dibandingkan
dengan pria. Bukti inilah maka dalam organisasi subak ketimpangan posisi laki-laki dan perempuan
tidak ditunjukkan dalam peraturan maupun implikasinya di lapangan (Berliyanti, 2014). Dapat
770
Emy Handayani, Suparno, Untung Sri Hardjanto
Pengaruh Teori Fritjof Capra Terhadap Eksistensi Perempuan
Adat Bali Sebagai Penjaga Tradisi Subak Bali Dalam Bingkai
Pendekatan Kebudayaan
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
disimpulkan bahwa perempuan adat Bali diharapkan dapat mewujudkan dan memaknai perannya dalam
kehidupan bermasyarakat tanpa dibatasi gender (Dian Puspita, 2023).
Oleh karena itu, pemberdayaan perempuan sangat penting untuk dilakukan terkait dengan ruang
lingkup subak dan tradisi ritual subaknya, dengan memperhatikan pemberdayaan perempuan sebagai
asset yang memiliki potensi sebagai pekerja pertanian yang memiliki etos kerja dibandingkan dengan
laki-laki. Perempuan memiliki kesadaran akan keberlanjutan kehidupan dengan melakukan ritual tradisi
subak karena Tuhan dan Konsep TRI HITA KARANA, yang harus menjaga keberlanjutan
keseimbangan pelestarian lingkungan, pertanian dan manusia sebagai masyarakat adat Bali.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Keterlibatan peran perempuan adat Bali sangat
penting, mengingat bahwa perempuan adat Bali di berbagai bidang kehidupan umumnya lebih rendah
dibanding laki-laki, sehingga diharapkan perempuan adat dapat memposisikan perannya dalam
mempertahankan dan mempranatakan perangkat tertentu dari kepercayaan, nilai, sikap, perilaku dan
persepsi (social, ekonomi, politik), meskipun demikian dengan TRI HITA KARANA merupakan
bamper kebudayaan Bali dalam aktivitas perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan subak dengan
konsep harmoni dan kebersamaan untuk menjaga pengelolaan sistem irigasi/sistem subak bali
dipandang sebagai suatu teknologi yang telah berkembang menjadi budaya masyarakat adat setempat
(PURANA, 2016).
Pengaruh Teori Fritjoft Capra terhadap Perempuan Adat sebagai penjaga tradisi Subak Bali
Dalam penjagaan tradisi, masyarakat Bali sangat kental budayanya, sehingga meski kedudukan
perempuan dan laki-laki tidak setara, akan tetapi dalam pelaksanaan ritual subak bali setara posisinya
untuk menjaga dan melestarikan subak bali. Perempuan adat bali sebagai salah satu masyarakat adat
yang harus berpartisipasi dalam penjagaan tradisi subak bali (Muchtar, 2013). Budaya Patriarkhi yang
juga dikatakan dalam teori Fritjof Capra membawa dampak bagi kesetaraan gender, karena menganggap
perempuan lebih rendah dari laki-laki. Meskipun demikian dalam penjagaan tradisi subak bali tidak
hanya peran perempuan adat saja akan tetapi keseluruhan masyarakat adat Bali. Penjagaan atas Subak
Bali merupakan hal yang penting untuk keberlanjutan kelestarian lingkungan pertanian masyarakat
Tegalalang, Ubud (Setiawan, 2019). Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
perekonomian masyarakat dalam memasarkan produk lokal masyarakat Subak Bali.
Untuk itu, Suatu keharusan bahwa Simbol Culture of Subak Bali ini menjadikan sebuah alat
control untuk menjaga, merawat, melestarikan bumi dalam pengelolaan dan pengolahan produk subak
bali berdasarkan kearifan lokal yang menjunjung penguatan nilai-nilai tradisi ritual adat subak bali
dalam mengembangkan kebudayaan, tradisi, adat istiadat masyarakat adat Bali. Hal tersebut dapat
menggambarkan bahwa perempuan sebagai penjaga tradisi subak bali, diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam perkembangan pelestarian lingkungan pertanian demi kesejahteraan perekonomian
masyarakat adat Tegalalang, Ubud, Bali.
KESIMPULAN
Perempuan adat Bali dapat memposisikan perannya dalam mempertahankan dan
mempranatakan perangkat tertentu dari kepercayaan, nilai, sikap, perilaku dan persepsi (social,
ekonomi dan politik). Kedudukan perempuan dan laki-laki tidak setara dalam melakukan
kewenangan dalam pelaksanaan Tradisi Subak Bali, Sehingga Laki-laki lebih mendominasi
dalam memberikan pengambilan keputusan dalam masyarakat adat Perempuan adat Bali dapat
memposisikan perannya dalam mempertahankan dan mempranatakan perangkat tertentu dari
kepercayaan, nilai, sikap, perilaku dan persepsi (social, ekonomi dan politik). Kedudukan
perempuan dan laki-laki tidak setara dalam melakukan kewenangan dalam pelaksanaan Tradisi
771
Emy Handayani, Suparno, Untung Sri Hardjanto
Pengaruh Teori Fritjof Capra Terhadap Eksistensi Perempuan
Adat Bali Sebagai Penjaga Tradisi Subak Bali Dalam Bingkai
Pendekatan Kebudayaan
e-ISSN 2774-5155
p-ISSN
2774-5147
Subak Bali, Sehingga Laki-laki lebih mendominasi dalam memberikan pengambilan keputusan
dalam masyarakat adat
DAFTAR PUSTAKA
Berliyanti, S. A. (2014). Kebijakan penghapusan perdagangan anak dengan pendekatan
community development.
Darmayoga, I. K. A. (2021). Perempuan Dan Budaya Patriarki Dalam Tradisi, Keagamaan Di
Bali (Studi Kasus Posisi Superordinat dan Subordinat Laki-Laki dan Perempuan.
Danapati: Jurnal Ilmu Komunikasi, 1(2), 139152.
Dian Puspita, A. (2023). Mewujudkan Kesetaraan Gender Di Bali Melalui Glokalisasi (Studi
Kasus: Peran Bali Women Crisis Centre (BWCC)). Universitas Mataram.
Handayani, E., & Miranti, M. M. (2016). Perubahan Sosial Masyarakat Tradisional ke Arah
Modernisasi Dalam Pendekatan Antropologi Hukum (Studi Masyarakat Kampung Kreatif
Dago Pojok Bandung).
Kurniasari, N. G. A. K. (2022). The Meaning Of Politician Balinese Hindu Womens As Symbol
Of Srikandi Politic In Bali Province. Samvada: Jurnal Riset Komunikasi, Media, Dan
Public Relation, 1(1), 7179.
Martiningsih, E. (2012). Pelestarian Subak Dalam Upaya Pemberdayaan kearifan Lokal
menuju ketahanan pangan dan hayati. Jurnal Bumi Lestari, 12(1), 303312.
Matitaputty, J. K. (2019). Pagelaran Seni dan Budaya: Karakteristik Maluku Sebagai
Masyarakat Multikulture Dalam Mata Kuliah Penidikan Multikultur. Jurnal
Candrasangkala, 5(2).
Muchtar, I. H. (2013). Peran Kelompok Keagamaan dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat
Beragama (Studi Kasus Desa Adat Angantiga, Petang, Badung, Bali). Harmoni, 12(3),
136151.
Mulyana, A., Hidayat, S., & Sholih, S. (2013). Hubungan antara persepsi, minat, dan sikap
siswa dengan hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn. Jurnal Pendidikan Dan
Kebudayaan, 19(3), 315330.
Panuntun, D. F. (2020). Nilai Hospitalitas Dalam Budaya Longko’Torayan. BPK Gunung
Mulia Jakarta.
PURANA, I. M. (2016). Pelaksanaan tri hita karana dalam kehidupan umat hindu. Widya
Accarya, 5(1).
Rahmawati, N. N. (2016). Perempuan Bali dalam pergulatan gender: Kajian budaya, tradisi,
dan agama Hindu (Vol. 1). An1mage.
Setiawan, I. K. (2019). Kebertahanan Subak di Desa Kedewatan Ubud, di Tengah-Tengah Arus
Pariwisata Global. Pustaka: Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya, 19(2), 107111.
Suryawan, I. G. A. J. (2020). Subak Sebagai Pariwisata Budaya Dengan Konsep Tri Hita
Karana. Maha Widya Duta: Jurnal Penerangan Agama, Pariwisata Budaya, Dan Ilmu
Komunikasi, 2(1).
Susanti, J. T., & Lestari, D. E. G. (2020). Tradisi Ruwatan Jawa pada Masyarakat Desa
Pulungdowo Malang. Satwika: Kajian Ilmu Budaya Dan Perubahan Sosial, 4(2), 94105.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International
License