Jurnal Sosial dan Teknologi (SOSTECH)

Volume 3, Number 10, Oktober 2023

p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155

TINGKAT PENGETAHUAN DOKTER GIGI TERHADAP PENGGUNAAN VAKSIN KARIES GIGI DI LAHAN BASAH

 Renie Kumala Dewi, Puty Ayu Azizah, Aulia Azizah

Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Indonesia

Email : [email protected]

Abstrak

Karies adalah penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan keras gigi. Kalimantan Selatan sebagian besar wilayahnya adalah area lahan basah. Kandungan air lahan basah menghasilkan asam dengan pH 3,5-4,5. Keadaan tersebut dapat memicu larutnya kristal enamel yang dapat menyebabkan karies. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh dokter gigi sangat berpengaruh terhadap sikap dokter gigi dalam melakukan pencegahan karies gigi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter gigi wilayah lahan basah terhadap penggunaan vaksin karies gigi pada anak. Metode penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional diperoleh melalui pembagian kuesioner yang diberikan kepada dokter gigi mengenai vaksin karies gigi dan penggunaannya. Sampel pada penelitian ini adalah dokter gigi yang terdaftar sebagai anggota PDGI Cabang Kalimantan Selatan dengan jumlah total 249 dokter gigi. Teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling. Analisis statistik menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman. Dokter gigi Kalimantan selatan memiliki tingkat pengetahuan terhadap penggunaan vaksin karies gigi rendah 45,37%, sedang 33.33%, tinggi 21.3%. Berdasarkan hasil analisis statistic didapatkan nilai signifikansi p=0,000 (p<0,05). Sebagian besar dokter gigi di Kalimantan Selatan belum memiliki pengetahuan tentang penggunaan vaksin karies gigi sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dokter gigi dalam penggunaan vaksin karies gigi untuk pencegahan karies dini.

 

Kata kunci: Vaksin karies; Preventif karies dini; Lahan basah

 

Abstract

Caries is a disease that can cause damage to the hard tissues of teeth. South Kalimantan is mostly a wetland area. The water content of wetlands produces acids with a pH of 3.5-4.5. This situation can trigger the dissolution of enamel crystals that can cause caries. The level of knowledge possessed by dentists is very influential on the attitude of dentists in preventing dental caries. The purpose of this study was to determine the level of knowledge of dentists in wetland areas on the use of dental caries vaccine in children. Analytical observational research method with a cross sectional approach was obtained through the distribution of questionnaires given to dentists regarding dental caries vaccine and its use. The sample in this study was dentists registered as members of PDGI South Kalimantan Branch with a total of 249 dentists. The sampling technique uses simple random sampling. Statistical analysis using the Spearman Rank Correlation Test. South Kalimantan dentists have a low level of knowledge of the use of dental caries vaccine 45.37%, medium 33.33%, high 21.3%. Based on the results of statistical analysis, a significance value of p = 0.000 (p < 0.05) was obtained. Most dentists in South Kalimantan do not have knowledge about the use of dental caries vaccine so the results of this study are expected to increase dentists' knowledge in the use of dental caries vaccine for the prevention of early caries.

 

Keywords: Caries vaccine; Preventive early caries; Wetlands

PENDAHULUAN

Karies adalah penyakit yang menyerang jaringan keras pada gigi yaitu enamel, dentin dan sementum. Karies merupakan salah satu penyakit yang multifaktoral. Terdapat empat faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies yaitu host, mikroorganisme, substrat dan waktu. Karies disebabkan oleh bakteri yang dapat memfermentasikan karbohidrat seperti glukosa dan sukrosa sehingga menciptakan suasana asam dalam rongga mulut dengan pH < 5. Hal tersebut mengakibatkan adanya proses demineralisasi pada permukaan gigi. Proses demineralisasi yang terus terjadi akan mengakibatkan kerusakan struktur gigi (bahan organik), pada keadaan yang lebih parah menyebabkan terbentuknya lubang (kavitas) gigi (Scheid & Weiss, 2019).

Daerah Kota Banjarmasin didominasi oleh rawa-rawa yang merupakan salah satu bagian dari lahan basah. Ciri dari air yang ada pada lahan basah yaitu memiliki intensitas warna yang tinggi seperti kuning atau merah kecoklatan, pH rendah berkisar antar 3,5-4,5 dengan kandungan zat organik yang tinggi, memiliki rasa yang asam dan kandungan kationnya rendah. Air dari lahan basah tidak baik untuk dikonsumsi, karena mengandung senyawa besi dan sulfur atau disebut juga dengan larutan fitrit yang dapat mengakibatkan tingginya kadar asam pada air sehingga berpengaruh terhadap kerusakan gigi (Adhani et al., 2018; Afdholy, 2017; Dewi et al., 2020)

Sifat asam yang dimiliki oleh air dari lahan basah dapat mendukung pertumbuhan bakteri asidogenik dan asidurik, seperti bakteri golongan Streptococcus yang merupakan bakteri anaerob kariogenik. Bakteri ini mampu bertahan hidup dan menghasilkan asam secara terus menerus pada pH 4,5 sehingga mendukung proses kerusakan gigi. Teori tersebut telah dibuktikan pada penelitian Febriyanti et al., 2018 bahwa didapatkan bakteri Streptococcus sp. dan Lactobacillus pada saliva anak yang berkumur dengan air lahan basah (Febriyanti, 2018) (Dewi et al., 2020).

Pencegahan yang dilakukan dalam menangani karies gigi terbagi menjadi tiga tahap yaitu pencegahan primer, sekunder dan tersier. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan modifikasi diet, pemakaian fluor, pit dan fissure sealant dan pengendalian plak. Pencegahan sekunder dapat dilakukan melalui tindakan pengobatan serta perawatan gigi dan mulut, misalnya penambalan pada gigi yang berlubang. Pencegahan tersier misalnya perawatan pulpa (akar gigi)  (Ramayanti & Purnakarya, 2013).

Vaksin adalah suatu bahan yang berasal dari virus maupun bakteri penyebab suatu penyakit yang kemudian dilemahkan atau dimatikan. Vaksin secara sengaja dimasukkan ke dalam tubuh, hal ini guna merangsang timbulnya zat anti penyakit tertentu pada seseorang yang diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin dapat merangsang tubuh untuk memicu timbulnya antibodi. Urutan dalam pembuatan vaksin sebagai obat pengembangan baru dilakukan melalui sembilan tahapan, pertama melakukan studi literatur termasuk analisis pasar terhadap obat yang akan di uji. Tahap kedua, melakukan penyusunan rencana penelitian obat. Tahap ketiga, penemuan molekul obat baru atau modifikasi molekul obat meliputi sintesis, pemurnian, dan karakterisasi awal. Tahap keempat, melaksanakan uji in vivo dan in vitro dengan laboratorium berstandar Good Laboratory Practice (GLP). Tahap kelima, melakukan uji preklinis pada hewan coba untuk melihat efek farmakologi, toksikologi, dan formulasi metode analisis. Tahap keenam, melakukan uji klinis fase I dan dalam tahap ini obat telah diproduksi pada laboratorium berstandar Good Manufacturing Practice (GMP). Tahap ketujuh, melakukan uji klinis fase II. Tahap kedelapan, melakukan uji klinis fase III. Tahap terakhir yaitu produksi dan skala komersial serta obat telah memiliki izin edar dan produksi pada laboratorium berstandar Good Manufacturing Practice (GMP) (HANDAYANI et al., 2016).

Vaksin memiliki 4 generasi, Vaksin generasi pertama disebut juga dengan vaksin konvensional. Vaksin ini mengandung mikroorganisme hidup yang dilemahkan. Kekurangan dari vaksin ini adalah berisiko untuk melakukan mutasi menjadi virulen dan dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan. Vaksin ini tidak dianjurkan untuk diberikan pada seseorang dengan keadaan immunocompromised (Deviyanti, 2017).

Kandungan vaksin generasi 2 adalah mikroorganisme yang telah dimatikan, Kekurangan dari vaksin ini adalah pada penggunaannya sering mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut yaitu tidak menimbulkan respon imun pada tubuh (Deviyanti, 2017).

Vaksin generasi ketiga biasanya disebut dengan vaksin rekombinan (sub unit). Vaksin ini mengandung fragmen antigenik dari mikroorganisme yang berfungsi untuk merangsang respon imun. Kelemahan dari vaksin ini adalah hanya dapat memicu dan menimbulkan respon imun humoral, tidak dapat berpengaruh pada respon imun seluler (Deviyanti, 2017).

Vaksin generasi keempat merupakan vaksin yang baru dikembangkan dengan transfer DNA (Deoxy Ribonucleic Acid) plasmid atau biasanya disebut dengan vaksin DNA. Vaksin ini dibuat melalui rekayasa molekul pada suatu mikroba tertentu dengan teknologi DNA. Vaksin DNA terdiri atas plasmid suatu bakteri yang mengandung DNA dengan protein antigen. Vaksin ini dapat memicu respon imun humoral maupun seluler. Vaksin DNA dalam bidang kedokteran gigi saat ini juga telah dikembangkan, berfungsi sebagai penghambat infeksi oleh bakteri Streptococcus mutans yang merupakan bakteri utama penyebab karies gigi (Deviyanti, 2017).

Vaksinasi terhadap karies gigi merupakan upaya yang berguna untuk membentuk kekebalan dan perlindungan pada gigi dalam melawan faktor penyebab karies gigi terutama bakteri. Vaksinasi karies gigi secara aktif terus dikembangkan melalui protein yang ada pada permukaan bakteri rongga mulut seperti Streptococcus mutans (sebagai antigen) yang berperan penting dalam proses terjadinya karies gigi. Vaksin ini akan menginduksi tubuh manusia untuk memproduksi antibodi terhadap antigen alamiah tersebut. Komponen antigen dari bakteri Streptococcus mutans yang ada dalam vaksin karies gigi dan berfungsi sebagai aktivator respon imun antaralain adhesin (Pac atau P1 atau AgI/II), GTF atau Glucocyltransferase (gtfB, gtfC, gtfD, gtfl, gtfS), GBP atau Glucan Binding Protein (GbpA, GtfB, GbpC) dan dextranases (Deviyanti, 2017; Marwah, 2018).

Dokter gigi sebagai tenaga kesehatan memiliki peranan yang penting dalam melakukan pencegahan karies gigi sedini mungkin, sehingga kenaikan angka permasalahan gigi dan mulut dapat teratasi secara cepat dan tepat. Tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh dokter gigi sangat berpengaruh terhadap tindakan dokter gigi dalam melakukan pencegahan karies gigi. Pengetahuan adalah hasil dari tahu terhadap sesuatu, hal tersebut terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif memiliki peranan penting dalam berbagai tindakan yang dilakukan seseorang. Pengetahuan juga memiliki peran penting dalam mempengaruhi petugas kesehatan seperti dokter gigi dalam menerapkan dan melakukan tindakan kesehatan sesuai dengan situasi dan kondisi yang diperlukan (Makhmudah, 2018) (Hepiyansori & Tamimi, 2019). Penelitian ini untuk mengetahui tingkat pengetahuan dokter gigi wilayah lahan basah terhadap penggunaan vaksin karies gigi pada anak.

 

METODE PENELITIAN

Berdasarkan perhitungan besar rumus sampel didapatkan sebanyak 189 dokter gigi yang ada di wilayah Kalimantan Selatan. Tingkat pengetahuan dokter gigi diukur menggunakan kuesioner yang terdiri atas 9 pertanyaan, setiap pertanyaan diberikan 3 pilihan jawaban. Setiap pertanyaan dengan jawaban benar diberikan skor 1, sedangkan jawaban salah diberikan skor 0. Kategori skor kuesioner pengetahuan adalah rendah, sedang dan tinggi (Arikunto, 2013). Penelitian dilakukan dengan menyebarkan link kuesioner berupa google form melalui media group WhatsApp. Dengan menggunakan metode penelitian observasional analitik dan pendekatan cross sectional. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling. Penentuan besar sampel dalam penelitian ini ditentukan menggunakan rumus proporsi binomunal (binomunal proportions) dengan besaran populasi (N) yang telah diketahui sebelumnya, yaitu sebanyak 249 orang dokter gigi. Sampel dalam penelitian ini adalah dokter gigi yang terdaftar sebagai anggota PDGI Cabang Kalimantan Selatan serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian.    

Data yang telah didapatkan melalui penelitian ini kemudian dilakukan tabulasi dan kode sesuai dengan data penelitian. Data pada penelitian ini termasuk dalam kategori data non parametrik. Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Semua responden yang berjumlah 189 berprofesi sebagai dokter gigi di Kalimantan selatan telah mengisi 9 pertanyaan terkait dengan pengetahuan vaksin karies.

 

Tabel 1. Dstribusi responden berdasarkan tingkat Pendidikan terakhir

Data Variabel

Unit

(Person)

Percentage

(%)

Dokter Gigi Umum

169

89.42

Dokter Gigi Spesialis

12

6.35

Dokter Gigi Magister

8

4.23

Total

189

100

 

 

Tabel 2. Dstribusi Responden Berdasarkan Usia

Data Variabel

Unit

(Person)

Percentage

(%)

Usia (tahun)

 

 

18-40

126

66.67

41-60

63

33.33

Total

189

100

Data hasil penelitian kemudian dilakukan uji statistik menggunakan aplikasi SPSS. Analisis data dilakukan dengan menggunakan Uji Korelasi Rank Spearman, didapatkan nilai signifikansi p=0,000 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dokter gigi terhadap penggunaan vaksin karies gigi.

 

Tabel 3. Data Analisis Uji Korelasi Rank Spearman

Pengetahuan

Person

(N)

Persentase

(%)

P-Value

(Spearman rank test)

Rendah

85

44.97

 

Sedang

71

37.57

0.00*

Tinggi

33

17.46

 

Total

189

100

149

Note: p < 0.05 (significan)

Berdasarkan penelitian dari Poety & Wiyono, (2017) tingkat pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor usia. Seseorang yang mengalami penambahan usia akan terjadi perubahan pada aspek fisik maupun psikologisnya. Perubahan keadaan psikologis seseorang disebabkan seiring bertambahnya usia, maka akan menyebabkan taraf berfikirnya menjadi lebih matang dan dewasa. Usia bukanlah faktor utama yang dapat mempengaruhi pengetahuan, ada faktor lainnya yaitu Pendidikan. Penelitian Wardani and Setiyowati, 2018, menyebutkan terkait pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan seseorang, dalam penelitian tersebut menyatakan seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung lebih mudah dalam mendapatkan informasi baik dari orang lain maupun media massa. Semakin banyak informasi yang didapatkan, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang. Responden pada penelitian ini didominasi oleh dokter gigi dengan pendidikan terakhir adalah Profesi Dokter Gigi kemudian Dokter Gigi Spesialis lalu pendidikan lainnya seperti Magister (S2). Hal tersebut mempengaruhi tingkat pengetahuan dokter gigi yang menjadi responden penelitian (Soesilawati, 2020; Wardani & Setiyowati, 2018)

Tingkat pengetahuan dokter gigi tentang vaksin karies gigi pada penelitian ini menggunakan tiga kriteria yang terdiri dari pengetahuan tinggi, sedang, dan rendah. Dari seluruh responden penelitian, jumlah terbanyak ada pada pengetahuan yang rendah sebanyak 85 orang (44.97%) dari 189 responden. Data menunjukkan jawaban dengan nilai terendah ada pada pertanyaan mengenai generasi vaksin karies gigi, definisi dari vaksinasi dan bakteri yang terlibat dalam vaksin karies gigi. Penelitian yang dilakukan oleh (Madhumita et al., 2019) menyatakan seiring dengan metode pencegahan karies yang telah mapan, vaksin karies gigi berpotensi memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk pengendalian dan pencegahan penyakit karies gigi. Dokter gigi sebagai tenaga kesehatan berperan penting dalam pencegahan kasus karies gigi terutama menggunakan cara terbaru dengan menambah dan mengembangkan pengetahuan tentang vaksin karies gigi agar tujuan pencegahan dapat terlaksana secara maksimal (Madhumita et al., 2019).

Menurut Notoatmodjo, (2007) menyatakan bahwa pengetahuan merupakan suatu komponen yang sangat penting dalam mempengaruhi atau membentuk tindakan seorang individu. Seseorang dengan pengetahuan yang rendah akan menentukan kualitas tindakan yang dilakukannya menjadi buruk. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, pada tingkat pengetahuan dokter gigi mayoritas termasuk dalam pengetahuan yang rendah, sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap tindakan yang dilakukan Notoatmodjo, (2007).

Dokter gigi merupakan salah satu tenaga kesehatan. Hasil penelitian dari Arbianti & Hanirizqy, (2019) yang meneliti mengenai pengetahuan dan tindakan tenaga kesehatan juga menyatakan bahwa pengeta­huan berpengaruh terhadap berbagai faktor predis­posisi yang dapat membentuk perilaku manusia, seperti pendidikan dan usia. Semakin tinggi tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, maka akan semakin memicu tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan yang baik dan sesuai dengan aturan kesehatan yang berlaku. Pengetahuan tenaga kesehatan selain diperoleh dari pendidikan formal juga bisa diperoleh dari pendi­dikan informal seperti pelatihan, penyuluhan, pengala­man atau informasi lainnya. Penambahan pengetahuan terhadap tenaga kesehatan dengan berbagai cara tesebut dapat meningkatkan kualitas tindakan yang akan dilakukan (Arbianti & Hanirizqy, 2019).

Penelitian dari Luo et al., (2017) menyatakan bahwa vaksin karies gigi adalah strategi imunisasi baru untuk melawan penyakit infeksi gigi dan memiliki banyak keunggulan seperti pemberian yang mudah, serta respons imun seluler dan humoral yang tahan lama. Vaksin karies gigi yang ideal harus mencakup beberapa sifat yaitu biaya rendah, kemanjuran, keamanan, cakupan luas dan mudah, bekerja untuk populasi berisiko rendah dan tinggi serta pemberian mudah melalui berbagai rute. Sifat cakupan yang mudah tidak terpenuhi di Kota Banjarmasin, karena berdasarkan invensi yang berjudul Vaksin Pencegah Karies Gigi menyatakan bahwa vaksin karies gigi telah dipatenkan pada tahun 2009 dan hanya ada di Universitas Indonesia, selain itu vaksin karies gigi ini belum dijadikan sebagai vaksinasi wajib oleh pemerintah. Hal tersebut dapat menjadi penyebab kurangnya tindakan penggunaan vaksin karies gigi di Banjarmasin (Luo et al., 2017).  

 

KESIMPULAN

Tingkat pengetahuan dokter gigi di Banjarmasin tentang vaksin karies gigi termasuk dalam kategori pengetahuan yang rendah. Dokter gigi diharapkan mencari informasi lebih mendalam terkait vaksin karies gigi agar dapat menunjang penggunaan vaksin karies gigi dengan baik dan merata terutama pada anak di Kota Banjarmasin sebagai pencegahan karies dini.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

 Adhani, R., Rachmadi, P., & Nurdiyana, T. (2018). Widodo. Karies Gigi Di Masyarakat Lahan Basah. Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.

Afdholy, A. R. (2017). Tipomorfologi Permukiman Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin. Local Wisdom, 9(1), 33–50.

Arbianti, K., & Hanirizqy, M. (2019). Hubungan Pengetahuan Dokter Gigi Terhadap Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD) Di Rumah Sakit Islam Gigi Dan Mulut Sultan Agung Semarang. ODONTO: Dental Journal, 6(1), 1–7.

Deviyanti, S. (2017). Potensi Penggunaan Protein Rekombinan Flic (Flagellin) Untuk Meningkatkan Imunogenitas Vaksin Dna Anti Karies Gigi (Kajian Pustaka). Jurnal Ilmiah Dan Teknologi Kedokteran Gigi, 13(1), 17–21.

Dewi, R. K., Hakim, A. Q., Oktiani, B. W., & Nabila, N. (2020). The Effectiveness Of Video Dental Health Education Special Needs Children On The Oral Hygiene Status. Dentino: Jurnal Kedokteran Gigi, 7(2), 198–203.

Febriyanti, E. (2018). Perbandingan Jumlah Koloni Bakteri Anaerob Pada Saliva Anak Yang Berkumur Dengan Air Lahan Gambut Dan Air Pdam (Tinjauan Patogenesis Karies Anak Usia 8-10 Tahun).

HANDAYANI, R. P., Dwiana Estiwidani, S. S. T., & Yuliasti Eka, P. (2016). Asuhan Kebidanan Berkesinambungan Pada Ny T Umur 28 Tahun Dengan Partus Lama Di Puskesmas Wilayah Kota Yogyakarta. Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Hepiyansori, H., & Tamimi, I. (2019). Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Petugas Laboratorium Kesehatan Terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri. Jurnal Ilmiah Pharmacy, 6(1), 86–93.

Luo, W., Wen, S., Yang, L., & Zheng, G. (2017). Mucosal Anti-Caries DNA Vaccine: A New Approach To Induce Protective Immunity Against Streptococcus Mutans. Int. J. Exp. Pathol, 10, 853–857.

Madhumita, M., Guha, P., & Nag, A. (2019). Extraction Of Betel Leaves (Piper Betle L.) Essential Oil And Its Bio-Actives Identification: Process Optimization, GC-MS Analysis And Anti-Microbial Activity. Industrial Crops And Products, 138, 111578.

Makhmudah, S. (2018). Hakikat Ilmu Pengetahuan Dalam Perspektif Modern Dan Islam. Al-Murabbi: Jurnal Studi Kependidikan Dan Keislaman, 4(2), 202–217.

Marwah, N. (2018). Textbook Of Pediatric Dentistry. JP Medical Ltd.

Notoatmodjo, S. (2007). Promosi Kesehatan Dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta, 20.

Poety, M., & Wiyono, J. (2017). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Perilaku Membuang Sampah Pada Siswa Smp Sriwedari Malang. Nursing News: Jurnal Ilmiah Keperawatan, 2(1).

Ramayanti, S., & Purnakarya, I. (2013). Peran Makanan Terhadap Kejadian Karies Gigi. Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 7(2), 89–93.

Scheid, R. C., & Weiss, G. (2019). Woelfel: Anatomi Gigi.

Soesilawati, P. (2020). Imunogenetik Karies Gigi. Airlangga University Press.

Wardani, E. M., & Setiyowati, E. (2018). Hubungan Pendidikan Dengan Pengetahuan Wanita Usia Subur Tentang Pap Smear Di Pondok Pesantren Al Hidayah Kendal Ngawi. Journal Of Health Sciences, 11(1), 92–96.

 

 

 

 

 


This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License