Volume 1, Nomor 5, Mei 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
419
http://sostech.greenvest.co.id
ANALISIS PEMBINAAN NARAPIDANA TERHADAP KESADARAN
BELA NEGARA DI RUMAH TAHANAN KELAS II B CILODONG
DEPOK
Deyvie L. Roringkon, Guntur Eko Saputro dan Aris Sarjito
Universitas Pertahanan RI
Diterima:
22 Maret 2021
Direvisi:
11 April 2021
Disetujui:
14 April 2021
Abstrak
Konsep bela negara sebenarnya tidak hanya dimiliki oleh
Indonesia. Negara lain menerapkan pertahanan negara dalam
berbagai bentuk misalnya dinas militer, dinas sipil atau gabungan
keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk.menganalisis kegiatan
pembinaan narapidana terhadap kesadaran bela negara di rumah
tahanan kelas II B Cilodong Depok. Kesadaran bela negara
terhadap para narapidana perlu ditumbuhkan melalui kegiatan
pembinaan narapidana. Penelitian ini menggunakan metode field
research atau penelitian lapangan yang merupakan penelitian
kualitatif. Penelitian ini juga menggunakan metode wawancara
sebagai teknik pengumpulan data. Penelitian dilakukan di
Rumah Tahanan kelas II B Cilodong Depok. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa kegiatan pembinaan narapidana melalui
kegiatan keagamaan dan kegiatan lainnya yang selama ini
dilakukan hendaklah dimaknai sebagai upaya pemulihan
kesadaran mental narapidana yang menumbuhkan kembali
kesadaran bela negara dan cinta tanah air untuk kemudian siap
kembali ke tengah-tengah masyarakat sebagai warga negara yang
baik. Kegiatan pembinaan narapidana melalui kegiatan
keagamaan dan kegiatan lainnya yang selama ini dilakukan
hendaklah dimaknai sebagai upaya pemulihan kesadaran mental
narapidana yang menumbuhkan kembali kesadaran bela negara
dan cinta tanah air untuk kemudian siap kembali ke tengah-
tengah masyarakat sebagai warga negara yang baik. Kegiatan
pembinaan keagamaan juga memberikan kontribusi penuh dalam
rangka meningkatkan kesadaran bela negara. Hal itu dikarenakan
dengan munculnya kesadaran mental dalam diri narapidana maka
secara tidak langsung akan memunculkan kesadaran untuk
menjadi warga negara yang baik. Upaya untuk menjadi warga
negara yang baik dan taat adalah salah satu bentuk kesadaran
bela negara .
Kata kunci: Pembinaan Narapidana; Kesadaran; Bela negara
Abstract
The concept of state defense is not only owned by Indonesia.
Other countries apply state defense in various forms such as
military service, civil service or a combination of both. This
study aims to analyze the activities of coaching inmates to the
awareness of state defense in the prison class II B Cilodong
Depok. State defense awareness of inmates needs to be grown
through inmate coaching activities. This research uses field
Analisis Pembinaan Narapidana Terhadap Kesadaran SOSTECH, 2021
Bela Negara di Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong
Depok
Deyvie L. Roringkon, Guntur Eko Saputro dan Aris Sarjito
420
research method which is qualitative research. The study also
used the interview method as a data collection technique. The
research was conducted in Class II B Cilodong Depok Prison.
The results of this study show that inmate development activities
through religious activities and other activities that have been
carried out should be interpreted as an effort to restore mental
awareness of inmates who regenerate awareness of the defense
of the country and love the homeland to then be ready to return
to the midst of society as good citizens. Inmate development
activities through religious activities and other activities that
have been carried out should be interpreted as an effort to
restore mental awareness of inmates who regenerate the
awareness of the defense of the country and love the homeland to
then be ready to return to the midst of society as good citizens.
Religious coaching activities also make a full contribution in
order to raise awareness of the defense of the country. That is
because with the emergence of mental awareness in inmates, it
will indirectly raise awareness to become a good citizen. Efforts
to become a good and obedient citizen is one form of state
defense awareness.
Keywords: Inmate Coaching; Consciousness; Defending the
country
PENDAHULUAN
Bela negara merupakan sikap warga negara yang menjiwai dan mencintai Negara
Kesatuan Republik Indonesia didasarkan adanya Pancasila dan Undang-Undang Dasar
1945 di setiap kelangsungan hidupnya yang utuh baik berbangsa maupun bernegara
(Budiwibowo, 2016) .Pasal 3 (Undang-Undang, 1995) tentang disiplin menjelaskan
tempat untuk pengembangan narapidana dan mahasiswa pemasyarakatan. Sebelum istilah
Lapas digunakan di Indonesia, tempat ini disebut penjara. Lapas yang merupakan unit
pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia juga merupakan kompilasi dari berbagai tingkatan norma yang
melingkupi kebutuhan dasar kehidupan masyarakat. Penjara adalah tahap terakhir dari
sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana sendiri meliputi empat subsistem, yaitu
kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan (Hamin, 2018) Sub
sistem pidana merupakan sub sistem terakhir dari sistem peradilan pidana yang misinya
memberikan pembinaan kepada pelaku kejahatan, khususnya tindak pidana yang
merampas kemerdekaannya (Utami & Indonesia, 2017).
Menghukum seorang penjahat (kriminal) lebih dari sekedar balas dendam atas
kejahatan yang dilakukan oleh pelakunya. Ide mendidik pelaku yang diadopsi di
Indonesia adalah untuk mengintegrasikan kembali pelaku ke dalam masyarakat, atau
lembaga pemasyarakatan yang lebih dikenal secara luas (Sutrisni, 2016). Namun, pada
kenyataannya, secara sistematis mencegah mantan penjahat untuk dapat berintegrasi
kembali ke dalam kehidupan alami masyarakat.
Banyak Undang-Undang dan kebijakan telah diberlakukan untuk mencegah mantan
penjahat kembali ke masyarakat. Mengenai tujuan hukuman, pada dasarnya ada tiga hal
pokok, yaitu:
a. Meningkatkan karakter penjahat
b. Melindungi orang dari kejahatan
Volume 1, Nomor 5, Mei 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
421
http://sostech.greenvest.co.id
c. Untuk membuat penjahat tertentu tidak mampu melakukan kejahatan lainnya
(Kusuma, 2016).
Pembinaan narapidana di Indonesia diterapkan dengan sistem lembaga
pemasyarakatan dan rumah tahanan (Alina & RB Sularto, 2012). Sistem penjara telah
diaktifkan dan diterapkan sejak tahun 1964, tetapi baru pada tahun 1995 sistem tersebut
diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 (tentang koreksi) dan sistem
tersebut diatur secara sistematis dalam bentuk undang-undang dan peraturan tambahan.
Undang-undang Nomor 6 tahun 2013 diperbarui tentang “Aturan Lembaga
Pemasyarakatan dan Pusat Penahanan”.
Mengenai tujuan dari sistem disipliner ditegaskan dalam Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1995 bahwa penerapan sistem disiplin adalah menjadikan narapidana
sebagai pribadi yang utuh, yang harus sadar akan kesalahan dan memperbaiki diri, bukan
melakukan tindak pidana lagi, mereka dapat diterima kembali oleh masyarakat, dapat
berperan aktif dalam pembangunan dan dapat hidup secara alami sebagai warga negara
yang baik dan bertanggung jawab.
Mengenai model yang digunakan dalam pembangunan narapidana di Indonesia, hal
ini diatur dalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Model pedoman
narapidana/narapidana No. M. 02-PK.04.10 tahun 1990 ada di pasal pertama ketetapan
tersebut Pada Bab 2, arah yang harus dicapai “Pembina Narapidana di Lapas” dijelaskan
karena secara umum dapat dikatakan bahwa pembinaan dan pembinaan pola asuh harus
ditingkatkan melalui metode pengembangan spiritual (agama, Pancasila), termasuk
pemulihan individu dan harga diri warga, orang-orang ini dan warga negara percaya
bahwa mereka masih memiliki potensi produktif untuk pembangunan negara.
Oleh karena itu, mereka juga dididik (dilatih) untuk memperoleh keterampilan
tertentu agar mampu hidup mandiri dan berguna untuk pembangunan. Artinya bimbingan
dan bimbingan yang diberikan meliputi bidang spiritual dan keterampilan. Dengan
pemikiran dan keterampilan mereka. Bela negara dilandasi oleh kecintaan warga negara
pada negara, kesadaran berbangsa dan bernegara, keyakinan Pancasila sebagai negara dan
ideologi negara, sikap dan sikap warga negara yang rela berkorban dalam menghadapi
berbagai ancaman, tantangan dan aksi rintangan. Gangguan internal dan eksternal
(ATHG) membahayakan kelangsungan hidup negara dan negara, keutuhan wilayah,
yurisdiksi nasional dan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. Definisi tersebut
memberikan kesempatan terbesar bagi setiap warga negara untuk melaksanakan kegiatan
pertahanan negara (Widodo, 2011).
Dalam rangka bela negara harus memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan
bela negara, kemampuan tersebut dapat dibentuk melalui pendidikan bela negara melalui
jalur pendidikan formal, nonformal dan nonformal (Minto Rahayu, Farida, & Apriana,
2019). Jalur pendidikan formal di sekolah diberi pendidikan kewarganegaraan mulai dari
jenjang pendidikan dasar, menengah sampai dengan perguruan tinggi. Untuk jalur
pendidikan non formal di masyarakat, instansi, orsospol dan ormas. Sedangkan untuk
jalur pendidikan informal dilaksanakan di tingkat keluarga melalui keteladanan orang tua
dalam kehidupan rumah tangga.
Kesadaran bela negara menjadi bagian dari spektrum bela negara. Spektrum bela
Negara teridiri dari dua, yaitu lunak (soft) dan keras (hard) Ditjen Pothan Kemhan RI
(Soepandji, 2018). Spektrum lunak berupa aspek psikologi dan fisik. Aspek Psikologi
terdiri dari pemahaman ideologi Pancasila dan UUD 1945, nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia, wawasan kebansangsaan, rasa persatuan dan kesatuan bangsa dalam kehidupan
sehari-hari dan kesadaran bela negara. Aspek fisik berupa pelaksanaan tugas sehari-hari
dalam rangka mengisi kemerdekaan, pengabdian sesuai profesi, menjunjung tinggi nama
Analisis Pembinaan Narapidana Terhadap Kesadaran SOSTECH, 2021
Bela Negara di Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong
Depok
Deyvie L. Roringkon, Guntur Eko Saputro dan Aris Sarjito
422
Indonesia di dunia internasional (kesenian, olah raga, penelitian), penanganan
bencana dan ancaman non militer lainnya.
Sebelumnya terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini yakni
penelitian yang dilakukan oleh (Rosiana Rahayu, 2011) yang berjudul Pembinaan Moral
Narapidana Residivis dalam Membentuk Good Citizen di Rumah Tahanan Negara Kelas
1 Surakarta. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa pelaksanaan pembinaan moral
terhadap narapidana residivis di Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Surakarta tidak berhasil
membentuk narapidana residivis menjadi warga negara yang baik (good citizen) sebab
sebanyak 70 % narapidana residivis tidak terbentuk sebagai pribadi yang terdidik secara
moral. Hal tersebut diketahui bahwa dari 10 narapidana residivis yang mempunyai
kesadaran moral hanya 4 orang (40%) sedangkan ditinjau dari tindakan moral hanya 2
orang (20%).
Namun terdapat perbedaan antara penelitian sebelumnya dengan penelitian saat ini.
Dalam penelitian sebelumnya hanya menganalisis pembinaan moral narapidana untuk
membentuk warga negara yang baik (good citizen) tetapi tidak secara spesifik membahas
soal kesadaran bela negara dari para narapidana. Sementara dalam penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis kegiatan pembinaan narapidana terhadap kesadaran bela negara di
rumah tahanan kelas II B Cilodong Depok. Penelitian ini penting untuk dilakukan
mengingat kesadaran bela negara terhadap para narapidana perlu ditumbuhkan guna
menjunjung pertahanan dan keamanan negara yang berdaulat. Manfaat dari penelitian
yaitu untuk mengetahui kegiatan-kegiatan yang dilakukan di dalam Lapas Kelas II B
Cilodong, Depok yang dapat menumbuhkan kesadaran bela negara.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah field research atau penelitian
lapangan yang merupakan penelitian kualitatif dimana peneliti mengamati dan
berpartisipasi secara langsung dalam penelitian skala sosial kecil dan mengamati budaya
setempat. Dalam penelitian lapangan, peneliti secara individu berbicara dan mengamati
langsung orang-orang yang sedang ditelitinya. Melalui interaksi mempelajari tentang
mereka, sejarah hidup, kebiasaan, harapan, ketakutan dan mimpi mereka. Peneliti
bertemu dengan orang atau komunitas baru, mengembangkan persahabatan dan
menemukan dunia sosial baru. Penelitian ini juga menggunakan metode wawancara yang
merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab sepihak yang dilakukan
secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Gambaran Umum Situasi
Secara umum pada tanggal 15 November 2017 penghuni Rumah Tahanan
Kelas II B Cilodong Depok sekitar 1.003 orang.
Tabel 1. Penghuni Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong Depok
Pria
Wanita
Jumlah
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
24
24
2
61
63
381
381
9
9
4
4
Volume 1, Nomor 5, Mei 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
423
http://sostech.greenvest.co.id
Jumlah
2
479
481
Pria
Wanita
Jumlah
Anak
Dewasa
Anak
Dewasa
6
468
474
4
31
2
37
10
10
1
1
10
510
2
522
B.
Pelaksanaan Kegiatan
Adapun pembinaan dan pemberdayaan yang dilaksanakan di Rutan Kelas II B
Cilodong Depok yaitu, tahanan yang beragama Islam diberikan arahan dan kegiatan
dari DKM Baiturrahman yang bekerjasama dengan Pondok Pesantren At-Taubah.
Rutan depok mempunyai program unggulan pembinaan dari hari Senin sampai
Kamis di bawah Kasubsie Yantah adalah Keladu (Kelompok Belajar Terpadu) yang
mempunyai dua kelas yaitu kelas Iqra, kelas Alquran, Ta’lim dan Kultum.
Adapun kegiatan di hari Jumat, Sabtu dan Minggu dinamakan PHBI (Panitia
Hari Besar Islam) yaitu para tahanan sendirilah yang akan menjadi panitia dalam
acara tersebut. Misalnya dalam waktu dekat ini yaitu mengadakan acara Maulid Nabi
Muhammad SAW. Mereka mengatur semua kegiatan yang akan dilaksanakan di
pondok At-Taubah tersebut. Sekitar 93,3% tahanan di Rutan ini beragama Muslim.
Jumlah santri yang mengikuti kegiatan rutin di rutan ini yaitu 77 dari 925 orang yang
beragama Muslim. Sisanya kurang aktif dalam kegiatan keagamaan bahkan banyak
pula yang menolak mengikuti kegiatan ini.
Tujuan utama dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk mengenal kembali
ajaran tauhid yang telah lama ditinggalkan bahkan dilupakan oleh para tahanan, serta
untuk memanfaatkan waktu luang yang mereka habiskan selama menjalani masa
hukuman di rutan. Agar ketika mereka telah lepas dari masa tahanan dapat memulai
kembali hidup yang normal dan lebih dekat dengan Tuhan Yang Maha Esa. Rutan
Depok ini menyusun Buku Saku Santri Pondok Pesantren At-Taubah di dalamnya
berisi kegiatan-kegiatan rutin yang harus mereka laksanakan. Buku saku ini
dibagikan kepada seluruh santri yang mau mengikuti kegiatan tersebut. Pada
dasarnya para tahanan wajib mengikuti kegiatan keagamaan tersebut. Sebagai acuan
bahwa mereka telah bertaubat dan berjanji tidak akan mengulangi kejahatan yang
pernah mereka lakukan.
DKM Baiturrahman mempunyai visi dan misi serta yang lainnya yang
dituangkan dalam buku saku, yaitu sebagai berikut:
Visi
Menjadikan masjid Baiturrahman sebagai Pusat Pembinaan dan
pemberdayaan ummat Warga Binaan Pemasyaraktan (WB) dilingkungan Rumah
Tahanan Negara Kelas II B Depok yang berakhlakul karimah.
Misi
1. Membangun kesadaran umat WBP untuk saling menolong, saling
mengingatkan dalam kebaikan dan kesabaran
2. Mengajak umat WBP untuk senantiasa memakmurkan masjid dengan
melaksanakan salat wajib berjemaah serta menjalankan aktivitas keislaman
lainnya
Analisis Pembinaan Narapidana Terhadap Kesadaran SOSTECH, 2021
Bela Negara di Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong
Depok
Deyvie L. Roringkon, Guntur Eko Saputro dan Aris Sarjito
424
3. Melayani umat WBP dengan ikhlas dalam berbagai kegiatan pembinaan
ibadah dan tetap menjaga terpeliharanya ukhuwah islamiyah
4. Berkarya nyata demi pemberdayaan umat WBP yang berakhlakul karimah
dan berkesejahteraan.
Motto : Berkarya, ikhlas, solidaritas
Struktur Organisasi:
Divisi Pembinaan Umat
a. Pendidikan dan Dakwah
b. Rumah Tangga dan Perawatan
c. Komunikasi Ummat
Divisi Pemberdayaan Umat
a. Dana Usaha dan Donatur
b. Seni Budaya Islam
c. Panitia Hari Besar Islam (PHBI)
C.
Kegiatan Pembinaan Keagamaan di Rutan Depok
Agama merupakan tonggak utama bagi kelangsungan hidup insan di dunia.
Kaitan ini, para narapidana di dalam penjara membutuhkan pencerahan spiritual
sebagai upaya dasar agar mereka dapat bertahan hidup di bawah aturan yang
mengikat. Pentingnya menumbuh kembangkan sikap religius kepada narapidana ini
adalah agar mampu beradaptasi, bertahan dan bangkit kembali (Zahroh, 2017).
Kenyataannya tidak ada yang mau dalam keadaan seperti narapidana ini,
tetapi jika kekuatan tangan tidak ada dan kesalahan telah dibuat, seseorang harus
mampu mengambil risiko. Karena itu, Rutan Cilodong Depok tertarik untuk
menyampaikan pesan-pesan agama. Baik itu dilakukan oleh orang dalam (pejabat
agama) maupun oleh partai politik yang sangat peduli terhadap masyarakat.
Perlu disadari bahwa manusia memiliki dua potensi dalam hidup. Artinya,
potensi perbuatan baik dan potensi perbuatan buruk (Thalib, 2016). Siapapun bisa
saja melakukan kesalahan, namun selama memiliki tekad dan keikhlasan untuk
memperbaiki diri, niscaya masyarakat akan memberikan apresiasi dan kepercayaan
kepada mereka dan memungkinkan mereka untuk kembali ke masyarakat. Oleh
karena itu, selalu dapat digunakan sebagai semacam semangat dan keteguhan hati
untuk membantu warga binaan memperkaya kehidupan rohaninya sebelum
memperoleh kebebasan, serta mempersiapkan diri untuk tidak kembali melanggar
hukum. Oleh karena itu, hal ini mendukung keberhasilan integrasi narapidana
dengan masyarakat. Padahal, berbagai perubahan juga meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap hukum. Peningkatan kesadaran hukum juga menyebabkan
meningkatnya tuntutan masyarakat akan penegakan hukum yang memberikan
kepastian dan perlindungan hukum dengan inti keadilan dan kebenaran (Usman,
2015).
Membangun kesadaran dan kesabaran untuk membantu warga dalam proses
menerima penyuluhan merupakan titik awal yang akan memandu mereka untuk
menjalani kehidupan yang lebih baik. Akhirnya apa yang dilakukan jajaran Lembaga
Pemasyarakatan/Rumah Tahanan atas dedikasinya dalam membangun organisasi
yang bermartabat, tetap menjaga semangat untuk memberikan pengabdian yang
terbaik dalam mewujudkan cita-cita Lembaga Pemasyarakatan/Rumah Tahanan yang
dapat melahirkan generasi-generasi baru yang dapat diterima di tengah masyarakat
serta dapat di apresiasi secara baik, professional dan proporsional.
Volume 1, Nomor 5, Mei 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
425
http://sostech.greenvest.co.id
D.
Respon para Narapidana dan Tahanan
Para narapidana dan tahanan di pusat penahanan terus menyesali perbuatan
mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa mereka berharap pencerahan dalam hidup
dapat membawa kesejukan batiniah bagi mereka. Kecemasan, kegelisahan,
keputusasaan dan bunuh diri adalah efek psikologis narapidana yang menyesali
tindakannya. Namun, semua itu sia-sia, meski masih ada peluang dan peluang untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan menggunakan kesalahan masa lalu sebagai
hikmah yang tidak terukur.
Tuhan kembali dalam ketergantungan mereka dengan berserah diri, memohon
dan memohon ampun. Istigfar membuat mereka mengerti betapa kecil dan berarti
mereka di hadapan Allah. Penjara diberikan kepada Tausiah, salat berjemaah dan
mengaji diajar oleh petugas di Rutan. Di sini, para narapidana merasakan kehidupan
yang dekat dengan Tuhan. Memikirkan bentuk agama yang diusulkan memberikan
dorongan bahwa mereka harus bisa menjadi orang yang lebih baik dan memiliki
kesabaran menghadapi masalah yang mereka alami. Dengan kata lain, dapat
dikatakan bahwa narapidana dan narapidana menyambut baik berbagai program
pembinaan agama yang dilaksanakan oleh Rutan Cilodong Depok, yang dapat
ditunjukkan dengan partisipasi dan partisipasi narapidana dalam semua program
keagamaan tanpa adanya paksaan yang berarti. Setiap narapidana dan tahanan tahu
apa yang mereka butuhkan adalah suasana religius yang bermanfaat.
E.
Analisis Kesadaran Narapidana Terhadap Bela Negara
Kesadaran bela negara merupakan hak dan kewajiban bagi setiap warga
negara. Sesuai dengan Pasal 27 Ayat (3),Pasal 30 Ayat (1) UUD 1945 Tahun 1945.
Mencermati Pasal 27 Ayat (3) dan Pasal 30 Ayat (1), mengisyaratkan bahwa usaha
pembelaan negara dalam mempertahankan negara merupakan hak dan kewajiban
bagi setiap warga negara dengan tidak ada perkecualiaannya (Suriata, 2019).
Pembangunan kesadaran bernegara dan berbangsa bertujuan untuk membentuk
warga negara yang berkarakter dan memiliki kesadaran agar dapat
mengimplementasikan nilai-nilai bela negara sebagai landasan sikap dan perilaku
dalam kehidupan sehari-hari. Narapidana harus memiliki kesadaran berbangsa dan
bernegara, kesadaran bela negara dan berperan aktif dalam pembangunan. Salah satu
langkahnya adalah menjauhi narkoba, alkohol dan perilaku lain yang tidak
mencerminkan nilai-nilai menjadi warga negara yang baik.
Tujuan dari kegiatan bela negara ini adalah untuk membangun dan
memperkuat rasa persatuan, semangat dan wawasan kebangsaan, menjalin
kedisiplinan, rasa tanggung jawab dan kesadaran pergaulan masyarakat, kelompok
dan negara, serta melaksanakan nilai bela negara bagi narapidana, sehingga
membawa orang-orang yang peduli pada mereka di penjara Di sini, para narapidana
selalu berada di dalam penjara, berperilaku baik dan memiliki kebebasan di
kemudian hari untuk berinteraksi secara sehat dengan lingkungan masyarakatnya.
Penanaman kesadaran bela negara terhadap setiap warga negera terutama
generasi milenial sebagai pewaris dan penerus kelangsungan kehidupan berbangsa
dan bernegara sangat penting agar mampu mempertahankan negara dari ancaman
dari dalam dandari luar militer maupun non militer (Mukhtadi & Komala, 2019).
Pembinaan kesadaran bela negara terhadap narapidana dengan melaksanakan
beberapa kegiatan seperti, apel bela negara, upacara kesadaran nasional setiap
tanggal 17, pelatihan baris berbaris, menyanyikan lagu daerah dan nasional,
permainan olah raga tradisional, seperti yang sudah dilaksanakan di Lapas Kelas II B
Cilodong Depok.
Analisis Pembinaan Narapidana Terhadap Kesadaran SOSTECH, 2021
Bela Negara di Rumah Tahanan Kelas II B Cilodong
Depok
Deyvie L. Roringkon, Guntur Eko Saputro dan Aris Sarjito
426
Seluruh rangkaian kegiatan yang telah disebutkan di atas hanya sebagian
upaya saja yang dilakukan dalam rangka meningkatkan kesadaran bela negara bagi
para narapidana. Selebihnya, kegiatan pembinaan keagamaan juga memberikan
kontribusi penuh dalam rangka meningkatkan kesadaran bela negara. Hal itu
dikarenakan dengan munculnya kesadaran mental dalam diri narapidana maka secara
tidak langsung akan memunculkan kesadaran untuk menjadi warga negara yang
baik. Upaya untuk menjadi warga negara yang baik dan taat adalah salah satu bentuk
kesadaran bela negara.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa kegiatan
pembinaan narapidana melalui kegiatan keagamaan dan kegiatan lainnya yang selama ini
dilakukan hendaklah dimaknai sebagai upaya pemulihan kesadaran mental narapidana
yang menumbuhkan kembali kesadaran bela negara dan cinta tanah air untuk kemudian
siap kembali ke tengah-tengah masyarakat sebagai warga negara yang baik. Kegiatan
pembinaan keagamaan juga memberikan kontribusi penuh dalam rangka meningkatkan
kesadaran bela Negara. Hal itu dikarenakan dengan munculnya kesadaran mental dalam
diri narapidana maka secara tidak langsung akan memunculkan kesadaran untuk menjadi
warga Negara yang baik. Upaya untuk menjadi warga Negara yang baik dan taat adalah
salah satu bentuk kesadaran bela Negara.
BIBLIOGRAPHY
Alina, Mita Yuyun, & RB Sularto, Purwoto. (2012). Penempatan Narapidana di Dalam
Rumah Tahanan Dalam Konteks Sistem Penegakan Hukum Pidana di Indonesia.
Diponegoro Law Journal, 1(4).
Budiwibowo, Satrio. (2016). Revitalisasi Pancasila dan Bela Negara dalam Menghadapi
Tantangan Global Melalui Pembelajaran Berbasis Multikultural. Citizenship Jurnal
Pancasila Dan Kewarganegaraan, 4(2), 565–585.
Hamin, Fiqih Hidayat. (2018). Penerapan Pengawasan Pelaksanaan Putusan Pengadilan
Terhadap Terpidana Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Lex
Crimen, 7(8).
Kusuma, Jauhari D. (2016). Tujuan dan Pedoman Pemidanaan Dalam Pembaharuan
sistem pemidanaan di Indonesia. Jurnal Muhakkamah, 1(2).
Mukhtadi, Mukhtadi, & Komala, R. Madha. (2019). Membangun Kesadaran Bela Negara
Bagi Generasi Milenial Dalam Sistem Pertahanan Negara. Manajemen Pertahanan,
4(2).
Rahayu, Minto, Farida, Rita, & Apriana, Asep. (2019). Kesadaran Bela Negara pada
Mahasiswa. Epigram, 16(2), 175–180.
Rahayu, Rosiana. (2011). Pembinaan Moral Narapidana Residivis Dalam Membentuk
Good Citizen Di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.
Soepandji, Kris Wijoyo. (2018). Konsep Bela Negara Dalam Perspektif Ketahanan
Nasional. Jurnal Hukum & Pembangunan, 48(3), 436–456.
Suriata, I. Nengah. (2019). Aktualisasi Kesadaran Bela Negara Bagi Generasi Muda
Dalam Meningkatkan Ketahanan Nasional. Public Inspiration: Jurnal Administrasi
Publik, 4(1), 47–56.
Sutrisni, Sutrisni. (2016). Upaya Peningkatan Pembinaan Narapidana. Jendela Hukum,
3(1), 8–17.
Thalib, Muhammad Dahlan. (2016). Akal dan Wahyu Perbuatan Manusia. Istiqra: Jurnal
Volume 1, Nomor 5, Mei 2021
p-ISSN 2774-5147 ; e-ISSN 2774-5155
427
http://sostech.greenvest.co.id
Pendidikan Dan Pemikiran Islam, 4(1).
Undang-Undang. Pemasyarakatan. , (1995).
Usman, Atang Hermawan. (2015). Kesadaran Hukum Masyarakat dan Pemerintah
Sebagai Faktor Tegaknya Negara Hukum di Indonesia. Jurnal Wawasan Yuridika,
30(1), 26–53.
Utami, Penny Naluria, & Indonesia, HAMR. (2017). Keadilan Bagi Narapidana di
Lembaga Pemasyarakatan. J. Penelit. Huk. e-ISSN, 2579, 8561.
Widodo, Suwarno. (2011). Implementasi Bela Negara untuk Mewujudkan Nasionalisme.
Civis, 1(1/Januari).
Zahroh, Noviana Fatikhatuz. (2017). Pengaruh bimbingan agama terhadap tingkat
resiliensi warga binaan lembaga pemasyarakatan narkotika kelas II A Cipinang
Jakarta Timur. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, 2017.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0
International Licensed